Vactor Autoregressive Model (VAR)

pada GNI dan CPI Indonesia

Authors
Affiliations

Departemen Statistika, Universitas Brawijaya

Departemen Statistika, Universitas Brawijaya

Departemen Ilmu Ekonomi, Universitas Brawijaya

Departemen Ilmu Ekonomi, Universitas Brawijaya

Published

December 15, 2022

Pendahuluan

Latar Belakang

Setiap negara pasti mengingkan masyarakat yang sejahtera dan makmur. Salah satu sektor terpenting dalam membangun kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat adalah sektor ekonomi. Pemerintah harus memberikan perhatian pada bidang ekonomi, sebab pada akhirnya ekonomilah yang menggerakkan sektor-sektor lainnya dalam suatu negara.

Dalam perekonomian terdapat beberapa faktor yang membentuk dan yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah pendapatan nasional. Pendapatan nasional merupakan gambaran kemampuan masyarakat ataupun negara dalam menghasilkan pendapatan yang berasal dari produk barang ataupun jasa. Pendapatan Nasional dianggap pilar utama penyangga politik ekonomi artinya pendapatan nasionallah yang menjadi faktor penentu dalam pengambilan kebijakan di perekonomian (dari esensi ekonomi makro). Pendapatan nasional dapat ditinjau dari 2 sudut pandang, yaitu Produk Nasional Kotor (Gross National Product – GNP) dan Pendapatan Nasional Kotor (Gross National Income – GNI).

Pendapatan Nasional Kotor (Gross National Income) merupakan jumlah seluruh GDP (PDB) ditambah pembayaran oleh warga negara asing ke negara untuk perihal investasi. Pendapatan nasional sebuah negara dipengaruhi oleh berbagai faktor yang menentukan jumlah pendapatan yang bisa dihasilkan negara tersebut dalam periode tertentu berdasarkan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh negara tersebut.

Istilah produksi, pendapatan, dan pengeluaran merupakan hal yang sangat berkaitan dalam implementasi realita. Kegiatan produksi akan menghasilkan pendapatan yang dimana pendapatan akan memunculkan pengeluaran yang berguna untuk rumah tangga bisnis terus melakukan kegiatan ekonominya. Sementara, bagi rumah tangga konsumen pendapatan yang mereka dapatkan akan menghasilkan pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Secara teori, pengeluaran atau konsumsi yang dilakukan masyarakat dapat mempengaruhi perekonomian ketika konsumsi terus meningkat. Konsumsi yang dilakukan masyarakat terjadi dikarenakan adanya beberapa faktor. Salah sau faktor yang paling mempengaruhi konsumsi adalah faktor harga barang dan harga jasa di pasar. Pergerakan harga barang dan jasa di pasar baik itu penurunan ataupun peningkatan dapat dilihat dari Consumer Price Index (CPI) atau yang biasa lebih dengan sebutan Indeks Harga Konsumen (IHK).

Pertumbuhan dan pembangunan dalam ekonomi dapat ditandai dengan adanya stabilitas ekonomi, yang dimana stabilitas ekonomi ini dapat diukur dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) [1]. IHK yang meningkat menandakan kegiatan perekonomian yang aktif di negara. Hal ini bisa menjadi sebuah indikasi adanya peningkatan pendapatan negara.

Jika dilihat sepanjang perjalanan ekonomi negara Indonesia keadaan ekonomi Indonesia beberapa kali mengalami gejolak politik ekonomi seperti pemberontakan G30SPKI, krisis keuangan 1998, krisis keuangan 2008, dan pandemi covid-19. Hal inipun jelas memiliki pengaruh baik itu secara langsung ataupun tidak langsung pada kondisi perekonomian baik itu dari sisi pendapatan, pengeluaran, ataupun harga barang dan jasa. Berdasarkan paparan yang sudah dijelaskan di atas maka dari itu penelitian ini ditujukan guna mengetahui bagaimana hubungan antara Consumer Price Index (CPI) dengan Gross National Income (GNI) Indonesia selama 62 tahun terakhir.

Vector Autoregressive (VAR) Model

Vector Autoregressive (VAR) merupakan model yang dikemukakan oleh Sims pada tahun 1980 [2] dan yang mana model ini digunakan untuk data time series atau data deret waktu. VAR adalah model yang melibatkan beberapa variabel edogen secara bersama-sama, akan tetapi setiap variabel endogen dijelaskan nilainya sendiri olehnilai dirinya sendiri di masa lalu serta nilai saat ini dan masa lalu variabel-variabel endogen lainnya [3].

VAR bersifat multivariate yang berarti terdiri dari lebih dari satu variabel. Model VAR sendiri digunakan untuk aplikasi peramasalan variabel-variabel ekonomi yang diunakan untuk jangka menengah hingga ke jangka panjang. Selain itu model VAR juga dapat digunakan untuk mengetahui hubungan sebab akibat.

Menurut Ascarya [4], metode VAR adalah pendekatan non-struktural yang menggambarkan hubungan yang saling menyebabkan (kausalistis) antar variabel dalam sistem. Ada tujuh kelebihan metode VAR menurut [4] antara lain:

  1. Metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul seperti gejala spurious (palsu) variable endogenity dan exogenity karen bekerja berdasarkan data.
  2. VAR membangun model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks (multivariate), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel didalam persamaan.
  3. Uji VAR yang multivariat dapat menghindari parameter yang bias akibat tidak dimasukannya variabel yang relevan.
  4. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel didalam suatu sistem persamaan dengan menjadikan seluruh variabel sebagai variabel endogen.
  5. Metode VAR merupakan metode sederhana, karena seseorang yang akan menggunakan VAR tidak perlu khawatir untuk menentukan variabel mana yang endogen dan eksogen.
  6. Metode VAR sangat sederhana, karena metode OLS biasa dapat diterapkan pada masing-masing persaman secara terpisah.
  7. Hasil prediksi atau estimasi (forecast) yang diperoleh melalui VAR dalam banyak kasus lebih baik dibandingkan hasil dari model persamaann simultan yang lebih kompleks.

Menururt [5], persamaan umum VAR didefinisikan sebagai berikut.

\[ \mathbf y_t = \mathbf A_0 + \mathbf A_1 \mathbf y_{t-1} + \mathbf A_2 \mathbf y_{t-2} + ... + \mathbf A_p \mathbf y_{t-p} + \mathbf e_t \]

Data

Data yang digunakan untuk pemodelan VAR adalah data Gross National Product (GNI) dan Consumer Price Index (CPI) dari tahun 1960 hingga 2021. Data didapatkan dari World Bank dengan bantuan package WDI, yang memungkingkan mengekstraksi data secara langsung dari website WDI.

Code
library(WDI)
DataVAR <- WDI(country = "ID",
               indicator = c("CPI" = "FP.CPI.TOTL.ZG",
                             "GNI" = "NY.GNP.MKTP.CN"), 
               start = 1960,
               end   = 2021)

Variabel yang digunakan untuk analisis ditransformasi logaritma natural terlebih dahulu, hal ini dilakukan untuk mengurangi digit nilai, sehingga lebih mudah untuk dibaca.

\[ \operatorname{lCPI} = \ln (\operatorname{CPI}) ; \ \operatorname{lGNI} = \ln (\operatorname{GNI}) \]

Code
DataVAR$lCPI <- log(DataVAR$CPI)
DataVAR$lGNI <- log(DataVAR$GNI)
Code
library(ggplot2)
library(plotly)
p1 <- ggplot(DataVAR) +
  aes(x = lCPI, y = lGNI) +
  geom_point(col = "#ED125F") +
  ggthemes::theme_economist_white()
ggplotly(p1)

Scatter Plot Hubungan lCPI dan lGNI

Code
p2 <- ggplot(DataVAR) +
  geom_line(aes(x = year, y = lGNI), col = "dark red") + 
  geom_line(aes(x = year, y = lCPI), col = "dark blue") +
  ggthemes::theme_economist_white()
ggplotly(p2)

Line Plot Hubungan lCPI dan lGNI

Pemodelan VAR

Pemeriksaan Stasioneritas

Stasioneritas adalah kunci supaya situasi di masa lalu tetap relevan dengan situasi di masa kini maupun masa mendatang [3]. Model yang dibentuk dari data saat ini harus tetap relevan untuk peramalan di masa mendatang. Suatu data deret waktu dikatakan stasioner jika sifat deret waktu tersebut secara peluang tidak berubah seiring waktu.

Pemeriksaan stasioneritas suatu data dilakukan dengan pengujian unit root Augmented Dickey-Fuller (ADF)[6]. Uji ADF berbasis pada regresi pada model AR(1) yang dimodifikasi.

\[ \Delta Y_t = \beta_0 + \phi Y_{t-1} + e_t \]

Hipotesis yang diajukan pada pengujian ini adalah

\[ H_0: \phi = 0 \textrm{ (Data tidak Stasioner)} \]

Code
library(tseries)
adf.test(DataVAR$lCPI, k = 1)

    Augmented Dickey-Fuller Test

data:  DataVAR$lCPI
Dickey-Fuller = -3.6078, Lag order = 1, p-value = 0.03995
alternative hypothesis: stationary
Code
library(tseries)
adf.test(DataVAR$lGNI, k = 1)

    Augmented Dickey-Fuller Test

data:  DataVAR$lGNI
Dickey-Fuller = -4.8219, Lag order = 1, p-value = 0.01
alternative hypothesis: stationary
Note

Berdasarkan uji pada kedua deret \(lCPI\) dan \(lGNI\) tersebut, menghasilkan \(p\)-value yang sangat kecil, sehingga dapat disimpulkan bahwa deret bersifat stasioner.

Kausalitas Granger

Dalam pemodelan regresi linier variabel \(X\) memengaruhi \(Y\) (\(X \rightarrow Y\)), tapi tidak sebaliknya. Namun terdapat beberapa kasus dimana hubungan bilateral antara variabel \(X\) dan \(Y\) (\(X \rightleftarrows Y\)). Uji Kausalitas granger adalah suatu serangkaian uji untuk melihat arah hubungan antar variabel.

Uji Kausalitas Granger dilakukan dengan membandingkan Jumlah Kuadrat Galat (KTG) dari model Restricted dan model Unrestricted yang telah diboboti. Prosedur pengujian kausalitas granger adalah sebagai berikut [7].

  1. Membentuk Model Restricted adalah sebagai berikut.

\[ Y_t = \sum^m_{i=1} \beta_i Y_{t-i} + e_{1t} \]

  1. Membentuk model Unrestricted adalah.

\[ Y_t = \sum^m_{i=1} \alpha_i X_{t-i} \sum^m_{i=1} + \beta_iY_{t-i} + e_{2t} \]

  1. Mendapatkan nilai JKG dari masing-masing model

  2. Menhitung nilai \(F\).

    \[ F = \frac {(JKG_R - JKG_U)/m} {JKG_U/(n - k)} \sim F_{(m,n-k)} \]

  3. Terakhir, mengulang langkah diatas dengan menukar \(X_t\) dan \(Y_t\). Suatu persamaan dikatan memiliki hubungan dua arah apabila kedua uji menghasilkan \(p\)-value kecil.

Code
library(lmtest)
grangertest(lCPI ~ lGNI, DataVAR, order = 4)
Granger causality test

Model 1: lCPI ~ Lags(lCPI, 1:4) + Lags(lGNI, 1:4)
Model 2: lCPI ~ Lags(lCPI, 1:4)
  Res.Df Df     F    Pr(>F)    
1     49                       
2     53 -4 6.372 0.0003281 ***
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
Code
grangertest(lGNI ~ lCPI, DataVAR, order = 4)
Granger causality test

Model 1: lGNI ~ Lags(lGNI, 1:4) + Lags(lCPI, 1:4)
Model 2: lGNI ~ Lags(lGNI, 1:4)
  Res.Df Df      F Pr(>F)  
1     49                   
2     53 -4 3.1562 0.0219 *
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
Note

Berdasarkan kedua uji tersebut, diketahui bahwa keduanya menghasilkan \(p\)-value kecil, hal ini dapat disimpulkan bahwa hubungan antara GNI dan CPI adalah hubungan dua arah.

Menentukan Lag Optimal

Sebelum melakukan pemodelan VAR, perlu menentukan banyak lag dalam model. Penentuan banyak lag optimal dipilih berdasarkan beberapa kriteria seperti AIC.

Code
library(vars)
VARselect(DataVAR[c("lCPI", "lGNI")])
$selection
AIC(n)  HQ(n)  SC(n) FPE(n) 
     2      1      1      2 

$criteria
                   1             2           3            4            5
AIC(n) -6.9419169774 -6.9634909125 -6.90380043 -6.859019056 -6.779990228
HQ(n)  -6.8556022709 -6.8196330684 -6.70239945 -6.600074936 -6.463502971
SC(n)  -6.7167734714 -6.5882517359 -6.37846559 -6.183588538 -5.954464040
FPE(n)  0.0009666632  0.0009469171  0.00100727  0.001057361  0.001151121
                  6            7            8            9           10
AIC(n) -6.821402110 -6.929781410 -6.874837781 -6.923822642 -6.804615860
HQ(n)  -6.447371715 -6.498207878 -6.385721111 -6.377162834 -6.200412915
SC(n)  -5.845780250 -5.804063881 -5.599024581 -5.497913771 -5.228611318
FPE(n)  0.001114053  0.001011746  0.001086262  0.001056265  0.001222257
Note

Berdasarkan nilai AIC terkecil, banyak lag yang optimal adalah 2 lag.

Pemodelan VAR

Pembentukan model VAR dapat dilakukan dengan function VAR.

Code
Model_VAR <- VAR(y = DataVAR[c("lCPI", "lGNI")], p = 2)
summary(Model_VAR)

VAR Estimation Results:
========================= 
Endogenous variables: lCPI, lGNI 
Deterministic variables: const 
Sample size: 60 
Log Likelihood: -114.921 
Roots of the characteristic polynomial:
0.9802 0.5704 0.1764 0.1764
Call:
VAR(y = DataVAR[c("lCPI", "lGNI")], p = 2)


Estimation results for equation lCPI: 
===================================== 
lCPI = lCPI.l1 + lGNI.l1 + lCPI.l2 + lGNI.l2 + const 

         Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)    
lCPI.l1  0.669306   0.128567   5.206 2.96e-06 ***
lGNI.l1  0.280220   0.155382   1.803   0.0768 .  
lCPI.l2 -0.003164   0.131242  -0.024   0.9809    
lGNI.l2 -0.374553   0.146753  -2.552   0.0135 *  
const    3.836870   1.672415   2.294   0.0256 *  
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1


Residual standard error: 0.7185 on 55 degrees of freedom
Multiple R-Squared: 0.6868, Adjusted R-squared: 0.664 
F-statistic: 30.14 on 4 and 55 DF,  p-value: 2.726e-13 


Estimation results for equation lGNI: 
===================================== 
lGNI = lCPI.l1 + lGNI.l1 + lCPI.l2 + lGNI.l2 + const 

        Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)    
lCPI.l1 -0.22296    0.10955  -2.035   0.0467 *  
lGNI.l1  0.64452    0.13240   4.868  9.9e-06 ***
lCPI.l2  0.04875    0.11183   0.436   0.6646    
lGNI.l2  0.27404    0.12505   2.191   0.0327 *  
const    3.33477    1.42507   2.340   0.0229 *  
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1


Residual standard error: 0.6122 on 55 degrees of freedom
Multiple R-Squared: 0.9622, Adjusted R-squared: 0.9595 
F-statistic: 350.3 on 4 and 55 DF,  p-value: < 2.2e-16 



Covariance matrix of residuals:
         lCPI     lGNI
lCPI  0.51617 -0.07346
lGNI -0.07346  0.37478

Correlation matrix of residuals:
       lCPI   lGNI
lCPI  1.000 -0.167
lGNI -0.167  1.000

Sehingga didapatkan persamaan model sebagai berikut.

\[ \widehat{\ln{CPI_t}} = 3.83 + 0.67\ln{CPI}_{t-1} + 0.28\ln{GNI}_{t-1} - 0.003\ln{CPI}_{t-2} - 0.37\ln{GNI}_{t-2} +e_{1t} \]

\[ \widehat{\ln{GNI}_t} = 3.33 - 0.22\ln{CPI}_{t-1} + 0.64\ln{GNI}_{t-1} + 0.049\ln{CPI}_{t-2} + 0.27\ln{GNI}_{t-2} +e_{2t} \]

atau dalam bentuk matrix

\[ \left[ \begin{matrix} \widehat{\ln{GNI}_t} \\ \widehat{\ln{CPI}_t} \end{matrix} \right] = \left[ \begin{matrix} -3.83 \\ -3.33 \end{matrix} \right] + \left[ \begin{matrix} 0.67 & 0.28 \\ -0.22 & 0.64 \end{matrix} \right] \left[ \begin{matrix} \ln{GNI}_{t-1} \\ \ln{CPI}_{t-1} \end{matrix} \right] \\ + \left[ \begin{matrix} -0.003 & -0.37 \\ 0.049 & 0.27 \end{matrix} \right] \left[ \begin{matrix} \ln{GNI}_{t-2} \\ \ln{CPI}_{t-2} \end{matrix} \right] + \left[ \begin{matrix} e_{1t} \\ e_{2t} \end{matrix} \right] \]

Evaluasi Model

Pengujian Asumsi klasik

Pengujian asumsi klasik merupakan pengujian yang harus dipenuhi dalam melakukan analisis menggunakan regresi data panel diantaranya asumsi residual berdistribusi normal, identik, dan independen. Dengan asumsi kenormalan, estimator OLS mempunyai sifat yang tidak bias, efisien, dan konsisten. Disamping itu, ditribusi probabilitas untuk estimator OLS dapat diperoleh dengan mudah, karena sifat distribusi normal setiap fungsi linier dari variabel yang berdistribusi normal dengan sendirinya didistribusikan secara normal. Uji asumsi klasik meliputi uji Normalitas, uji Multikoliearitas, dan uji Heterokedastisitas.

Uji autokorelasi yang dapat muncul karena adanya observasi yang berurutan sepanjang waktu dan saling berkaitan satu sama lainnya [8]. Permasalahan ini muncul karena residual tidak bebas pada satu observasi ke observasi lainnya.

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model terdapat korelasi antara galat pada periode \(t\) dengan kesalahan pada periode \(t-1\) (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke obervasi lainnya.

Penujian ada atau tidaknya serial correlation dapat dilakukan dengan uji Promenteau dengan hipotesis sebagai berikut.

\[ H_0: \textrm{Tidak Terdapat Serial Correlation} \]

Code
serial.test(Model_VAR)

    Portmanteau Test (asymptotic)

data:  Residuals of VAR object Model_VAR
Chi-squared = 42.93, df = 56, p-value = 0.9001

Uji homoskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain sama maka disebut homokedastisitas, dan jika varians berbeda maka disebut dengan heteroskedastisitas [9].

Pendeteksian adanya homoskedastisitas dapat dilakukan dengan uji Lagrange-Multiplier dengan hipotesis sebagai berikut.

\[ H_0: \textrm{Ragam galat konstan} \]

Code
arch.test(Model_VAR, 10, 10)

    ARCH (multivariate)

data:  Residuals of VAR object Model_VAR
Chi-squared = 99.114, df = 90, p-value = 0.2398

Uji normalitas pada dasarnya tidak merupakan syarat Best Linier Unbiased Estimator (BLUE), dan beberapa pendapat juga tidak mengharuskan syarat ini sebagai sesuatu yang wajib dipenuhi. Namun demikian, karena penggunaan uji F dan uji t mengharuskan faktor kesalahan (galat) mengikuti distribusi normal [7].

Apabila asumsi normalitas galat tidak terpenuhi, maka kesimpulan dari uji-t dan uji-F menjadi tidak sah. Distribusi galat diuji berdasarkan sisaan model dengan uji Jarque-Bera, berikut adalah hipotesis yang diajukan.

\[ H_0: \bf{e}_{it} \sim NMV(\bf{0}, \bf{\sigma I}) \textrm{ (Galat berdistribusi Normal)} \]

Code
normality.test(Model_VAR)
$JB

    JB-Test (multivariate)

data:  Residuals of VAR object Model_VAR
Chi-squared = 1219.9, df = 4, p-value < 2.2e-16


$Skewness

    Skewness only (multivariate)

data:  Residuals of VAR object Model_VAR
Chi-squared = 109.36, df = 2, p-value < 2.2e-16


$Kurtosis

    Kurtosis only (multivariate)

data:  Residuals of VAR object Model_VAR
Chi-squared = 1110.6, df = 2, p-value < 2.2e-16
Note

Berdasarkan ketiga uji yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tidak memiliki autokorelasi atau sisaan saling saling bebas, dan ragam galat bersifat homogen atau homoskedastisitas, namun sisaan tidak berdistribusi normal multivariat.

Impulse Response Functions (IRF)

Dalam praktiknya penggunaan model VAR akan lebih mudah informatif jika digunakan untuk menganalisis perubahan variabel respons sebagai akibat dari adanya shock. Shock dapat diartikan sebagai perubahand dari faktor-faktor tak terjelaskan atau galat [3].

Sebagai contoh, apabila terdapat shock dari \(e_{1t}\) akan memengaruhi \(\ln{CPI}_t\), pada periode berikutnya \(\ln{CPI}_t\) akan memengaruhi \(\ln{GNI}_{t+1}\), dan nilai ini nantinya akan memengaruhi \(\ln{CPI}_{t+2}\) pada periode selanjutnya, serta berkelanjutan sampai periode-periode berikutnya.

Impulse Response Function (IRF) merupakan metode untuk mengukur efek shock terhadap masing-masing variabel pada beberapa periode ke depan. Misalkan hendak mengetahui shock yang memengaruhi variabel \(\ln{GNI}_t\).

Code
IRF_GNI1 <- irf(Model_VAR,
               impulse = "lCPI",
               response = "lCPI")
plot(IRF_GNI1, main = "Shock lCPI to lCPI")

Code
IRF_GNI2 <- irf(Model_VAR,
               impulse = "lCPI",
               response = "lGNI")
plot(IRF_GNI2, main = "Shock lCPI to lGNI")

Shock yang terjadi di CPI disini memberikan pengaruh terhadap pergerakan CPI setelahnya, hal ini dikarenakan shock yang berasal dari variabel eror ini merupakan representasi variabel lain diluar penelitian ini sehingga bisa dibilang variabel pembentuk IHK/CPI itu sendiri, sehingga ketika terjadi shock pada faktor pembentuk IHK yang dimana itu sangat luas, maka IHK akan mengalami perubahan.

Shock terhadap lGNI tidak berdampak signifikan, dan pemulihannya sangat cepat. Ketika terjadi shock pada IHK (inflasi), pendapatan nasional tidak terlalu terpengaruh karena faktor pembentuk pendapatan nasional tidak hanya berasal dari dalam negeri tetapi juga ada yang dari luar negeri seperti penanaman modal atau investasi asing terhadap Indonesia.

Code
IRF_CPI1 <- irf(Model_VAR,
               impulse = "lGNI",
               response = "lGNI")
plot(IRF_CPI1, main = "Shock from lGNI to lGNI")

Code
IRF_CPI2 <- irf(Model_VAR,
               impulse = "lGNI",
               response = "lCPI")
plot(IRF_CPI2, main = "Shock from lGNI to lCPI")

Namun berbeda dengan shock yang terjadi \(\ln{CPI}_t\), efek terhadap \(\ln{CPI}_t\) pada mulanya tiba tiba tinggi lalu kembali dan menjadi landai. Ketika terjadi shock pada pendapatan negara, seperti terjadi lonjakan yang besar secara tiba-tiba pada GNI, sifat kecenderungan masyarakat sebagai konsumen akan melakukan kegiatan konsumsi, sehingga ketika mereka memiliki pendapatan atau uang yang lebih maka, tingkat konsumsi mereka akan meningkat. Hal ini akan menimbulkan permintaan yang besar sehingga barang jasa di pasaran cepat habis atau tidak bisa memenuhi permintaan pasar sehingga akan terjadi kenaikan harga barang yang menyebabkan IHK terjadi perubahan.

Namun untuk perngaruh terhadap \(lGNI\), pengaruh adanya shock tidak terlalu terdatap perubahan yang berarti, dan pemulihannya sangat cepat

Variance Decomposition

Uji variance decomposition atau Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) digunakan untuk mengetahui bagaimana varian suatu variabel ditentukan oleh kontribusi dirinya sendiri maupun kontribusi variabel lain.

Code
VD <- fevd(Model_VAR)
plot(VD)

Berdasarkan plot FEVD, variabel kontribusi terhadap \(\ln{CPI}\) sebagian besar dipengaruhi oleh \(\ln{CPI}\). Sedangkan \(\ln{GNI}\) juga sebagian besar dipengaruhi oleh \(\ln{GNI}\), namun seiring periode kontribusi \(\ln{CPI}\) semakin besar.

Peramalan

Peramalan dilakukan untuk memprediksi nilai GNI dan CPI beberapa perode kedepan.

Code
fc <- predict(Model_VAR)
Code
fanchart(fc, names = "lCPI")

Code
fanchart(fc, names = "lGNI")

References

[1]
I. Kadiman, Teori Dan Indikator Pembangunan. Lembaga Administrasi Negara.
[2]
C. A. Sims, “Macroeconomics and reality,” Econometrica, vol. 48, no. 1, p. 1, Jan. 1980, doi: 10.2307/1912017.
[3]
R. Fitriani, Nurjannah, and Z. F. Pusdiktasari, Ekonometrika Lanjutan dan Terapannya dengan Gretl. Malang: UB Press, 2022.
[4]
H. H. Ascarya, “Aplikasi vector autoregression dan vector error correction model menggunakan EVIEWS 4.1,” Jakarta: Center of Education and Central Bank Study, Bank of Indonesia, 2009.
[5]
H. Lütkepohl and M. Krätzig, Eds., Applied time series econometrics, 1st ed. Cambridge University Press, 2004. doi: 10.1017/CBO9780511606885.
[6]
D. Asteriou and S. G. Hall, Applied Econometrics, Third edition. London: Palgrave, 2017.
[7]
D. N. Gujarati and D. C. Porter, Basic econometrics, 5. ed. Boston, Mass.: McGraw-Hill Irwin, 2009.
[8]
I. Ghozali, Ekonometrika (Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan IBM SPSS 24). Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro, 2017.
[9]
Zulfikar, Pengantar pasar modal dengan pendekatan statistika. Yogyakarta: Deepublish, 2016.