Kelompok 8
Nama Anggota :
1. Afris Setiya Intan Amanda (G1401201018)
2. Alwi Sidiq (G1401201020)
3. Mufti Habibie Alayubi (G1401201027)
4. Cahya Ireno Anugrah (G1401201034)
5. Siti Aisyah (G1401201039)Latar Belakang
Ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia, harga emas mengalami fluktuatif karena kondisi perekonomian global yang sedang tidak baik. Indonesia mengalokasikan dana untuk penanganan pandemi dan para investor berusaha mencari perlindungan dalam berinvestasi, sehingga permintaan terhadap emas cenderung meningkat signifikan. Selain itu, stimulus fiskal dan besarnya moneter bank sentral global dan pemerintah menarik perhatian publik dalam berinvestasi emas yang menyebabkan keragaman harga emas mengalami kenaikan yang cukup fluktuatif. Oleh karena itu, metode peramalan permintaan harga emas yang tepat dan akurat diperlukan untuk masa depan (Dewi et al. 2022). Topik ini sangat menarik untuk dianalisis karena emas dianggap memiliki tren harga yang selalu meningkat, walaupun kondisi perekonomian tidak stabil.
Tinjauan Pustaka
Kestasioneran Data Deret Waktu
Data deret waktu dikatakan stasioner ketika rata-rata, ragam, dan peragam pada setiap lag sama dan konstan pada setiap waktu ke-t. Jika data deret waktu tidak memenuhi kriteria tersebut, data dapat dikatakan tidak stasioner (Aktivani 2020).
Uji Stasioner
Stasioneritas merupakan suatu proses pembangkitan yang mendasari suatu
deret berkala yang didasarkan pada nilai tengah dan dan nilai ragam
konstan. Untuk mengatasi ketidakstasioneran data deret waktu dalam nilai
tengah atau rata-rata, metode yang digunakan adalah pembedaan
(differencing), sedangkan untuk data yang tidak stasioner dalam
ragam atau varians maka data perlu ditransformasi (Mulyana 2004).
Uji stasioneritas dapat dilakukan dengan dua metode, sebagai berikut:
1. Corellogram Test
Fungsi autokorelasi atau autocorrelation function (ACF) dibentuk dengan himpunan autokorelasi antara lag-k atau korelasi antara Zt dan Zt+k. Namun, fungsi autokorelasi parsial atau partial autocorrelation function (PACF) yang merupakan korelasi antara Yt dan Yt+k, setelah menghilangkan efek antara Y yang terletak di antara Yt dan Yt+k, sehingga Yt disumsikan sebagai konstanta. plot ACF dan PACF inilah yang dinamakan corellogram yang digunakan untuk melihat kestasioneran data. Jika nilai koefisien ACF sama pada setiap lag atau mendekati nol, maka data stasioner. Sebaliknya, data tidak stasioner ketika nilai koefisien ACF relatif tinggi. Jika plot ACF terlihat seperti histogram yang menurun (pola eksponensial), maka autokorelasi signifikan, dan jika diikuti oleh plot PACF seperti histogram yang langsung terpotong pada lag-2, maka data tidak stasioner (Aktivani 2020).
2. Augmented Dickey Fuller Test
Uji akar-akar unit atau augmented dickey fuller test (ADF test) mengasumsikan bahwa residuals et yang bersifat independen dengan rata-rata nol, ragam konstan, dan saling bebas (non autokorelasi). Namun, dalam banyak kasus, residuals et sering kali terdapat gejala autokorelasi. Oleh karena itu, ADF test perlu dikembangkan terhadap data yang mengandung autokorelasi pada residual et. ADF Test telah mempertimbangkan kemungkinan adanya autokorelasi pada error term jika series yang digunakan non stasioner. Jika nilai mutlak tau statistik dari uji ADF > nilai kritis ADF tabel, maka tolak H0 dan series dikatakan stasioner (Aktivani 2020).
Apabila data tidak stasioner, harus dilakukan differencing sampai data tersebut stasioner. Differencing merupakan pendekatan untuk menghitung perubahan atau selisih nilai observasi yang membuat data padat stasioner. Jika data asli atau aktual suatu series saling berintegrasi atau data sudah stasioner, maka data tersebut berintegrasi pada lag dengan order 0 (Aktivani 2020).
Model ARIMA
Menurut Salwa et al. (2018), ARIMA merupakan model yang secara penuh mengabaikan peubah bebas dalam peramalanforecasting* untuk memodelkan data yang tidak stasioner, sehingga cocok untuk menganalisis data harga penutupan emas periode Juli 2012-2022. Pada model ARIMA terdapat model-model lain yang dapat dibentuk, antara lain:
Model Autoregressive (AR)
Model AR merupakan model yang diregresikan terhadap nilai-nilai sebelumnya dari variabel itu sendiri. Model AR dengan ordo p disingkat menjadi AR(p) atau ARIMA(p,0,0).
\[Y_t=\phi_1 Y_{t-1}+\phi_2 Y_{t-2}+...+\phi_p Y_{t-p}+e_t\]
Model Moving Average (MA)
Model MA merupakan model dengan orde q yang ditulis sebagai MA(q) atau ARIMA(0,0,q).
\[Y_t=e_t-\theta_1 Y_{t-1}-\theta_2 Y_{t-2}-...-\theta_q Y_{t-q}\]
Model Autoregressive Moving Average (ARMA)
Model ARMA merupakan model gabungan dari Autoregresive (AR) dan Moving Average (MA). Model ARMA dapat dituliskan sebagai ARMA(p,q) atau ARIMA(p,0,q).
\[Y_t=\phi_1 Y_{t-1}+\phi_2 Y_{t-2}+...+\phi_p Y_{t-p}+e_t-\theta_1 Y_{t-1}-\theta_2 Y_{t-2}-...-\theta_q Y_{t-q}\]
Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Data yang mengalami ketidakstasioneran perlu dilakukan proses pembedaan atau differencing agar data menjadi stasioner. Adanya pembedaan ini tidak dapat dijelaskan oleh ketiga model sebelumnya sehingga digunakan model campuran yang disebut ARIMA(p,d,q).
\[\phi_p (B)(1-B)^d Y_t=\theta_q (B)e_t\]
dengan: \(B^k {Y_t}= Y_{t-k}\) dan \(B^k {e_t}= e_{t-k}\)
Adapun notasi model ARIMA dirumuskan, sebagai berikut:
\[ ARIMA(p,d,q) \] Dimana,
p = parameter model autoregressive (AR)
d = parameter differencing
q = parameter model moving average (MA)
Menurut Ariwibowo (2020), metode baku yang digunakan untuk pemilihan model ARIMA menggunakan korelogram, yaitu autocorrelation function (ACF) dan partial autocorrelation function (PACF). Korelogram tersebut efektif untuk mengidentifikasi data dengan model AR dan MA murni, tetapi sulit mengidentifikasi model ARMA. Oleh karena itu, digunakan alat grafis lain untuk mengidentfikasi model ARMA berupa extended ACF (EACF). Pengidentifikasian digunakan dengan melihat pola berbentuk segitiga nol yang dengan ujung “0” segitiga lancip sebagai orde dari model ARMA.
Analisis Data
Packages dan Library
Packages yang digunakan dalam analisis regresi dengan model ARIMA, sebagai berikut:
library(readxl)
library(forecast)
library(TTR)
library(imputeTS)
library(tseries)
library(ggplot2)
library(dplyr)
library(graphics)
library(TSA)
library(tidyverse)
library(lubridate)
library(gridExtra)
library(ggfortify)
library(cowplot)
library(graphics)
library(lmtest)
library(stats)
library(MASS)
Data analisis yang digunakan adalah data sekunder bulanan yang bersumber
dari wesite World Gold Council
mengenai harga penutupan
emas periode Juli 2012-2022. Data ini terdiri atas satu peubah numerik.
Data dapat diakses melalui tautan sebagai berikut: data emas. Data ini
dipilih untuk dianalisis lebih lanjut mengenai forecasting
dengan model ARIMA.
Deklarasi Data
mpdw <- read_excel("D:/Kuliah Semester 5/MPDW/Gold Price Lag.xlsx", sheet=2)
ts.mpdw <- ts(mpdw)
kableExtra::kable(head(mpdw) ,caption = 'Subset Data Gold Price 2012-2022')
Date | Rupiah(gram) | Inflasi |
---|---|---|
2012-07-31 | 483458.0 | 4.56 |
2012-08-31 | 496198.6 | 4.58 |
2012-09-28 | 535828.7 | 4.31 |
2012-10-31 | 538825.7 | 4.61 |
2012-11-30 | 532202.6 | 4.32 |
2012-12-31 | 522901.9 | 4.30 |
Time Series Plot
DATES = seq(as.POSIXlt("2012-07-30 00:00:00", tz="UTC"),
as.POSIXlt("2022-07-29 00:00:00", tz="UTC"), length.out=40000)
dataset = data.frame(
Outcome = c(rpois(20,1000),rpois(20,2000)),
Week_End_Date = rep(DATES,2),
Group = rep(c(FALSE,TRUE),each=20)
)
dataset$Condition = ifelse(
dataset$Week_End_Date < as.POSIXlt("2020-03-06 00:00:00", tz="UTC"),
"Before COVID-19",
"After COVID-19"
)
FRAME = dataset %>% group_by(Condition) %>%
summarize(xmin=min(Week_End_Date),xmax=max(Week_End_Date))
p <- ggplot(mpdw, aes(x=Date, y=`Rupiah(gram)`)) +
geom_line(lwd=1.2,col="#E26A2C")
p +labs( x="Year",y = "Gold Price (Rupiah/gram)",
title="Time Series Plot Indonesia Gold Price ",
subtitle = "Periode Juli 2012 - Juli 2022")+
theme_ft_rc()+
theme(
plot.title = element_text(size = 14L,
face = "bold",
hjust = 0.5),
plot.subtitle = element_text(size = 11L,
face = "plain",
hjust = 0.5),plot.background=element_rect(fill="#141415",color="#141415"),panel.background=element_rect(fill="#141415",color="#141415"),
axis.title = element_text(color="white"),axis.text = element_text(color="white")
)+
geom_rect(data=FRAME,inherit.aes=FALSE,
aes(xmin=xmin,xmax=xmax,ymax=+Inf,ymin=-Inf,fill=Condition),
alpha=0.1)+
scale_fill_manual(values=c("red","blue"))
Berdasarkan time series plot, kenaikan harga penutupan emas
terjadi secara signifikan selama pandemi Covid-19. Hal ini dikarenakan
harga penutupan emas akan meningkat pada saat terjadi resesi ekonomi,
dilema geopolitik, atau ketidakpastian makroekonomi (Sui et al.
2021). Plot ini mengalami penurunan ketika kondisi perekonomian
mulai membaik. Pola data harga penutupan emas yang terbentuk dari
data tidak stasioner yang cenderung siklis dan tren positif
.
Ubah Format Data Date
golddates<-data.frame(x=seq(as.Date("2012-07-31"), as.Date("2022-08-29"), by="months"))
mpdw <- mpdw[,-1]
mpdw <- cbind(golddates,mpdw)
colnames(mpdw) <- c("Date","GoldPrice","Inflasi")
str(mpdw)
## 'data.frame': 121 obs. of 3 variables:
## $ Date : Date, format: "2012-07-31" "2012-08-31" ...
## $ GoldPrice: num 483458 496199 535829 538826 532203 ...
## $ Inflasi : num 4.56 4.58 4.31 4.61 4.32 4.3 4.57 5.31 5.9 5.57 ...
Splitting Data
Data aktual dibagi menjadi data training dan data
testing sebelum dilakukan pemodelan ARIMA. Data
training dan testing dibagi dengan perbandingan
75:25
. Dalam hal ini yang menjadi data training
adalah data pertama sampai data ke-90, sedangkan yang menjadi data
testing adalah data ke-91 sampai data ke-120. Kemudian, data
diubah menjadi format data time series.
Harga.emas <- mpdw$GoldPrice
training<-mpdw[1:90,2]
testing<-mpdw[91:120,2]
training.ts<-ts(training)
testing.ts<-ts(testing,start=91)
Time Series Plot Data Training dan Testing
par(mfrow=c(1,2))
par(bg = '#141415')
ts.plot(ts(training.ts),
main = "Data Training",
xlab = "Waktu",
ylab = "Harga Emas",
lwd = 3,col="red")
box(col="white",lwd=2)
ts.plot(ts(testing.ts),
main = "Data Testing",
xlab = "Waktu",
ylab = "Harga Emas",
lwd = 3,col="red")
box(col="white",lwd=2)
Berdasarkan time series plot data
training dan testing mengenai harga penutupan emas,
terlihat bahwa data tidak konstan karena plot data tidak
menyebar di sekitar rata-rata serta ragam yang konstan.Pada
plot ini menyebar membentuk suatu kecenderungan menaik. Jadi,
data training dan testing mengenai harga penutupan emas tidak stasioner dalam rata-rata dan ragam
.
Cek Tails Off / Cuts Off
ggAcf(ts(Harga.emas),col="white",lwd=2)+labs( x="Lag",y = "ACF",
title="Plot PACF Gold Price ",
subtitle = "(Juli 2012-2022)")+
theme_ft_rc()+
theme(
plot.title = element_text(size = 14L,
face = "bold",
hjust = 0.5),
plot.subtitle = element_text(size = 11L,
face = "plain",
hjust = 0.5),plot.background=element_rect(fill="#141415",color="#141415"),panel.background=element_rect(fill="#141415",color="#141415"),
axis.title = element_text(color="white"),axis.text = element_text(color="white")
)
ggPacf(ts(Harga.emas),col="white",lwd=2)+labs( x="Lag",y = "PACF",
title="Plot PACF Gold Price ",
subtitle = "(Juli 2012-2022)",col="white")+
theme_ft_rc()+
theme(
plot.title = element_text(size = 14L,
face = "bold",
hjust = 0.5),
plot.subtitle = element_text(size = 11L,
face = "plain",
hjust = 0.5),plot.background=element_rect(fill="#141415",color="#141415"),panel.background=element_rect(fill="#141415",color="#141415"),
axis.title = element_text(color="white"),axis.text = element_text(color="white")
)
Berdasarkan plot ACF pada data harga penutupan emas, nilai
korelasi setiap lag sebagaimana terlihat pada plot di atas menurun
menuju nilai nol secara perlahan (tails off slowly). Artinya,
data harga penutupan emas tidak stasioner
.
Augmented Dickey-Fuller
Hipotesis yang diuji:
\(H_0\): \(\rho = 0\) (data tidak
stasioner)
\(H_1\): \(\rho \neq 0\) (data
stasioner)
dengan menggunakan α=5%.
adf.test(ts(Harga.emas))
##
## Augmented Dickey-Fuller Test
##
## data: ts(Harga.emas)
## Dickey-Fuller = -2.5748, Lag order = 4, p-value = 0.3378
## alternative hypothesis: stationary
Berdasarkan hasil augmented dickey-Fuller test (ADF test)
didapatkan p-value sebesar 0.3378 dimana p-value >
α, maka tak tolak H0
. Artinya, tidak cukup bukti
untuk menyatakan bahwa data stasioner pada taraf nyata 5%,
sehingga perlu dilakukan differencing
.
Diferrencing Pertama
train.diff<-diff(training.ts,differences = 1)
traindif <- as.data.frame(train.diff)
xdif <- as.Date(mpdw[2:90,1])
xdif <- as.data.frame(xdif)
data1 <- cbind(xdif,traindif)
ggplot(data1, aes(x=xdif, y=x)) +
geom_line(lwd=1.2,col="red3")+
ggtitle("Plot Data Difference Train Gold Price")+
xlab("Time Period")+ylab("Data Difference Train Gold Price")+
theme_ft_rc()+
theme(
plot.title = element_text(size = 14L,
face = "bold",
hjust = 0.5),
plot.subtitle = element_text(size = 11L,
face = "plain",
hjust = 0.5),plot.background=element_rect(fill="#141415",color="#141415"),panel.background=element_rect(fill="#141415",color="#141415"),
axis.title = element_text(color="white"),axis.text = element_text(color="white")
)
Setelah dilakukan differencing satu kali d=1
, pola
data harga penutupan emas sudah stasioner
dilihat dari
times series plot di atas.
Cek Stasioneritas Data Setelah Differencing
Hipotesis yang diuji:
\(H_0\): \(\rho = 0\) (data tidak
stasioner)
\(H_1\): \(\rho \neq 0\) (data
stasioner)
dengan menggunakan α=5%.
adf.test(train.diff)
##
## Augmented Dickey-Fuller Test
##
## data: train.diff
## Dickey-Fuller = -4.5878, Lag order = 4, p-value = 0.01
## alternative hypothesis: stationary
Diperoleh p-value = 0.01 < α = 0.05, maka
tolak H0
. Artinya, cukup bukti untuk mengatakan bahwa
data stasioner setelah dilakukan differencing sebanyak satu kali pada taraf nyata 5%
.
ACF & PACF Plot
ggAcf(train.diff,col="white",lwd=2)+labs( x="Lag",y = "ACF",
title="Plot PACF Gold Price ",
subtitle = "(Juli 2012-2022)")+
theme_ft_rc()+
theme(
plot.title = element_text(size = 14L,
face = "bold",
hjust = 0.5),
plot.subtitle = element_text(size = 11L,
face = "plain",
hjust = 0.5),plot.background=element_rect(fill="#141415",color="#141415"),panel.background=element_rect(fill="#141415",color="#141415"),
axis.title = element_text(color="white"),axis.text = element_text(color="white")
)
ggPacf(train.diff,col="white",lwd=2)+labs( x="Lag",y = "PACF",
title="Plot PACF Gold Price ",
subtitle = "(Juli 2012-2022)",col="white")+
theme_ft_rc()+
theme(
plot.title = element_text(size = 14L,
face = "bold",
hjust = 0.5),
plot.subtitle = element_text(size = 11L,
face = "plain",
hjust = 0.5),plot.background=element_rect(fill="#141415",color="#141415"),panel.background=element_rect(fill="#141415",color="#141415"),
axis.title = element_text(color="white"),axis.text = element_text(color="white")
)
Berdasarkan plot ACF dan PACF di atas,terlihat bahwa nilai
korelasi antara data dengan lag seperti gambar di atas tidak turun
secara perlahan, dimana diperoleh _cuts off_ pada lag ke-1
.
Berdasarkan hasil eksplorasi di atas, model yang dapat dibentuk secara
berurutan adalah ARIMA(1,1,0) dan ARIMA(0,1,1)
.
Extended ACF Matriks
eacf(train.diff)
## AR/MA
## 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
## 0 x o o o o o o o o o o o o o
## 1 x o o o o o o o o o o o o o
## 2 x o o o o o o o o o o o o o
## 3 x x o o o o o o o o o o o o
## 4 x o o x o o o o o o o o o o
## 5 x o x o o o o o o o o o o o
## 6 x o x o o o o o o o o o o o
## 7 x o x o o x o o o o o o o o
Dengan menggunakan matriks EACF, dapat diperoleh model-model tentatif lainnya.
Identifikasi Model
Berdasarkan plot ACF, PACF, dan matrisk EACF, diperoleh 7 model tentatif beserta orde parameternya, sebagai berikut:
ARIMA(1,1,0), dengan orde p = 1, d = 1, dan q = 0
ARIMA(0,1,1), dengan orde p = 0, d = 1, dan q = 1
ARIMA(1,1,1), dengan orde p = 1, d = 1, dan q = 1
ARIMA(2,1,1), dengan orde p = 2, d = 1, dan q = 1
ARIMA(4,1,4), dengan orde p = 4, d = 1, dan q = 4
ARIMA(5,1,4), dengan orde p = 5, d = 1, dan q = 4
ARIMA(0,1,3), dengan orde p = 0, d = 1, dan q = 3
Perbandingan Kebaikan Model Tentatif
model1 <- Arima(train.diff,order = c(1,1,0),method ="ML")
model2 <- Arima(train.diff,order = c(0,1,1),method ="ML")
model3 <- Arima(train.diff,order = c(1,1,1),method ="ML")
model4 <- Arima(train.diff,order = c(2,1,1),method ="ML")
model5 <- Arima(train.diff,order = c(4,1,4),method ="ML")
model6 <- Arima(train.diff,order = c(5,1,4),method ="ML")
model7 <- Arima(train.diff,order = c(0,1,3),method ="ML")
Model <- c("ARIMA (1,1,0)","ARIMA (0,1,1)","ARIMA (1,1,1)","ARIMA (2,1,1)","ARIMA (4,1,4)","ARIMA (5,1,4)","ARIMA (0,1,3)")
AIC <- c(model1$aic,model2$aic,model3$aic,model4$aic,
model5$aic,model6$aic,model7$aic)
BIC <- c(model1$bic,model2$bic,model3$bic,model4$bic,
model5$bic,model6$bic,model7$bic)
Akurasi <- data.frame(Model,AIC,BIC)
kableExtra::kable(Akurasi)
Model | AIC | BIC |
---|---|---|
ARIMA (1,1,0) | 1987.266 | 1992.220 |
ARIMA (0,1,1) | 1961.710 | 1966.665 |
ARIMA (1,1,1) | 1958.749 | 1966.181 |
ARIMA (2,1,1) | 1958.767 | 1968.677 |
ARIMA (4,1,4) | 1961.190 | 1983.486 |
ARIMA (5,1,4) | 1958.213 | 1982.986 |
ARIMA (0,1,3) | 1959.806 | 1969.716 |
paste("Model yang terbaik adalah model",Akurasi$Model[which.min(Akurasi[,"AIC"])])
## [1] "Model yang terbaik adalah model ARIMA (5,1,4)"
Berdasarkan nilai AIC terkecil
, dugaan model terbaik
sementara adalah ARIMA(5,1,4)
.
Signifikansi Model
#ARIMA(1,1,0)
coeftest(model1) #signifikan semua
##
## z test of coefficients:
##
## Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## ar1 -0.30551 0.10222 -2.9887 0.002802 **
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
#ARIMA(0,1,1)
coeftest(model2) #signifikan semua
##
## z test of coefficients:
##
## Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## ma1 -1.000000 0.051996 -19.232 < 2.2e-16 ***
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
#ARIMA(1,1,1)
coeftest(model3) #signifikan semua
##
## z test of coefficients:
##
## Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## ar1 0.23550 0.10446 2.2544 0.02417 *
## ma1 -0.99983 0.03623 -27.5965 < 2e-16 ***
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
#ARIMA(2,1,1)
coeftest(model4) #ar2 tidak signifikan
##
## z test of coefficients:
##
## Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## ar1 0.264973 0.105187 2.5191 0.01177 *
## ar2 -0.154063 0.108548 -1.4193 0.15581
## ma1 -0.999999 0.049083 -20.3735 < 2e-16 ***
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
#ARIMA(4,1,4)
coeftest(model5) #ar1.ar2, ar3, ma1, ma4 tidak signifikan
##
## z test of coefficients:
##
## Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## ar1 -0.48685 0.51431 -0.9466 0.34384
## ar2 -0.62467 0.39767 -1.5708 0.11622
## ar3 0.13883 0.35716 0.3887 0.69750
## ar4 -0.28090 0.13009 -2.1593 0.03083 *
## ma1 -0.21923 0.55717 -0.3935 0.69398
## ma2 0.01107 0.10217 0.1084 0.91372
## ma3 -1.00164 0.11366 -8.8125 < 2e-16 ***
## ma4 0.21045 0.54510 0.3861 0.69944
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
#ARIMA(5,1,4)
coeftest(model6) #ar1.ar2, ar5, ma2 tidak signifikan
##
## z test of coefficients:
##
## Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## ar1 0.200570 0.111105 1.8052 0.071038 .
## ar2 -0.143807 0.108932 -1.3202 0.186782
## ar3 0.638606 0.092975 6.8685 6.486e-12 ***
## ar4 -0.321782 0.108736 -2.9593 0.003083 **
## ar5 0.118479 0.119784 0.9891 0.322611
## ma1 -1.004503 0.072541 -13.8475 < 2.2e-16 ***
## ma2 0.026282 0.060384 0.4353 0.663380
## ma3 -1.004503 0.088214 -11.3871 < 2.2e-16 ***
## ma4 0.999978 0.081636 12.2492 < 2.2e-16 ***
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
#ARIMA(0,1,3)
coeftest(model7) #ma3 tidak signifikan
##
## z test of coefficients:
##
## Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## ma1 -0.744600 0.123285 -6.0397 1.544e-09 ***
## ma2 -0.280569 0.129453 -2.1674 0.03021 *
## ma3 0.025184 0.139386 0.1807 0.85662
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
Selain niali AIC terkecil, perlu dilihat dari signifikasi pendugaan
parameter model juga, ada 3 model tentatif dengan semua parameter yang
berpengaruh signifikan, sedangkan satu dari tiga dugaan model terbaik
berdasarkan nilai AIC dan signifikasi model adalah
ARIMA (1,1,1)
. Dengan demikian, pemilihan dugaan model
terbaik perlu dilihat dari model yang signifikan dan memiliki nilai AIC
terkecil.
Simpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, pendugaan model terbaik pada
data harga penutupan emas adalah ARIMA (1,1,1)
dilihat dari
signifikasi pada semua pendugaan parameter model dan nilai AIC
terkecil.
Persamaan Model ARIMA (1,1,1), sebagai berikut:
\[\nabla Y_t=0.23550\nabla Y_{t-1}+e_t+0.99983 Y_{t-1}\]
Daftar Pustaka
Aktivani S. 2020. Uji stasioneritas data inflasi kota padang periode 2014-2019. Jurnal Statistika. 20(2):83-90.
Anderson DR, Burnham KP, White GC. 1998. Comparison of akaike information criterion and consistent akaike information criterion for model selection and statistical inference from capture-recapture studies. Journal of Applied Statistics. 25(2): 263-282.
Ariwibowo A. 2020 Mei 14. Analisis value at risk menggunakan pendekatan threshold generalized autoregressive conditional heteroscedasticity dan generalized pareto distribution (studi kasus: harga penutupan saham PT Hotel X Tbk. Periode: 2 Januari 2017 - 21 November 2019) (skripsi). Jakarta: Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/51563.
Dewi DM, Nafi MZ, Nasrudin. 2022. Analisis peramalan harga emas di Indonesia pada masa pandemi Covid-19 untuk investasi. Jurnal Litbang Sukowati. 5(10): 38—50.
Mulyana. 2004. Buku Ajar Analisis Deret Waktu. Bandung:
Universitas Padjajaran.
Qudratullah, Farhan M. 2007. Bayesian information criterion
(BIC) dalam pemilihan model terbaik feed forward neural network
(FFNN) : Studi kasus data posisi dana simpanan tabungan bank Umum dan
BPR di provinsi D.I. Yogyakarta [skripsi]: Universitas Gajah Mada.
Salwa N, Tatsara N, Amalia R, Zohra AF. 2018. Peramalan harga bitcoin menggunakan metode arima (autoregressive integrated moving average). Journal of Data Analysis. 1(1):21-31. doi:10.24815/jda.v1i1.11874.
Setyowati OAD. 2020. Peramalan harga cabai rawit di Provinsi Jawa Timur menggunakan metode arimax (skripsi). Surabaya: Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Ampel. http://digilib.uinsby.ac.id/43026/.
Sui M, Rengifo EW, Court E. 2021. Gold, inflation and exchange rate in dollarized economies–A comparative study of Turkey, Peru and the United States. International Review of Economics & Finance. 71: 82—99. doi:10.1016/j.iref.2020.08.014.