Smoothing merupakan salah satu metode yang digunakan dalam analisis data non parametrik. Tujuan dari smoothing adalah untuk meminimalkan keragaman karakteristik data dari data yang tidak memiliki pengaruh sehingga ciri-ciri dari data akan tampak lebih jelas. Smoothing telah menjadi teknik umum di dalam metode-metode nonparametrik yang digunakan untuk menduga fungsi. Salah satu model regresi dengan pendekatan non parametrik yang dapat digunakan untuk menduga kurva regresi adalah regresi spline.
Regresi spline merupakan smoothing untuk memplot data dengan mempertimbangkan kemulusan kurva. Spline adalah model polinomial yang tersegmentasi atau terbagi, dan sifat segmen ini memberikan fleksibilitas yang lebih besar daripada model polinomial biasa. Properti ini memungkinkan model regresi spline untuk secara efektif disesuaikan dengan properti lokal data. Penggunaan splines menitikberatkan pada adanya perilaku atau pola data yang memiliki sifat yang berbeda pada suatu area tertentu dengan pada area lainnya. Berikut regresi nonparametrik dengan pendekatan smoothing spline pada data Google Mobility Index dan Covid-19 di Jakarta Juli 2020.
library(jmv)
descriptives(data, vars = vars(Dirawat, workplaces_percent_change_from_baseline), freq = TRUE)
##
## DESCRIPTIVES
##
## Descriptives
## -----------------------------------------------------------------------------
## Dirawat workplaces_percent_change_from_baseline
## -----------------------------------------------------------------------------
## N 30 30
## Missing 0 0
## Mean 1416.267 -32.46667
## Median 1396.000 -34.00000
## Standard deviation 180.0467 10.13609
## Minimum 951.0000 -68.00000
## Maximum 1794.000 -15.00000
## -----------------------------------------------------------------------------
library(npreg)
mod.ss <- ss(data$Tanggal,data$Dirawat, nknots = 10)
data$prediksi_ss <- mod.ss$y
data
mod.smsp <- smooth.spline( data$Tanggal,data$Dirawat, nknots = 10)
data$prediksi_smsp <- mod.smsp$y
data
plot(data$Tanggal, data$Dirawat, col = 'black', lwd =4, type = 'l')
# plot(mod.ss)
# add lm fit
abline(coef(lm( data$Dirawat ~ data$Tanggal , nilai = data)), col = 'yellow', lwd =2)
rug(data$Tanggal) # add rug to plot
points(data$Tanggal,mod.ss$y , col = 'blue', lwd = 2, type = 'l')
legend("topleft",
legend = c("Real", "Model SS", "Trends"),
col = c("Black","blue","yellow"), lwd = 2, bty = "p")
mod.ss1 <- ss(data$Tanggal,data$workplaces_percent_change_from_baseline, nknots = 10)
data$prediksi_ss1 <- mod.ss1$y
data
mod.smsp1 <- smooth.spline( data$Tanggal,data$workplaces_percent_change_from_baseline, nknots = 10)
data$prediksi_smsp1 <- mod.smsp1$y
data
# Hasil plot
plot(data$Tanggal, data$workplaces_percent_change_from_baseline, col = 'black', lwd = 4, type = 'l')
# add lm fit
abline(coef(lm( data$workplaces_percent_change_from_baseline ~ data$Tanggal , nilai = data)), col = 'green', lwd = 3, type = 'l')
lines(data$Tanggal, data$prediksi_ss1 , type = 'l', col = 'red', lwd = 2)
lines(data$Tanggal, data$prediksi_smsp1, type = 'l', col = 'blue', lwd = 3)
Korelasi Pearson adalah alat analisis statistik yang digunakan untuk melihat keeratan hubungan linier antara 2 variabel yang skala datanya adalah interval atau rasio.
cor.test(data$Dirawat, data$workplaces_percent_change_from_baseline)
##
## Pearson's product-moment correlation
##
## data: data$Dirawat and data$workplaces_percent_change_from_baseline
## t = -3.0402, df = 28, p-value = 0.005085
## alternative hypothesis: true correlation is not equal to 0
## 95 percent confidence interval:
## -0.7278153 -0.1680658
## sample estimates:
## cor
## -0.4981713
Dari output tersebut dapat kita simpulkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara mobilityjakarta
Dirawat
dan data mobilityworkplaces_percent_change_from_baseline
(p-value<-3,04). Nilai p-value dalam output R dituliskan 0.853. Nilai koefisien korelasi r adalah sebesar 0.03531093 yang menunjukkan hubungan yang lemah dan positif ( berbanding lurus) antara variabelDirawat
danworkplaces_percent_change_from_baseline
.
model <- lm(data$Dirawat ~ data$workplaces_percent_change_from_baseline, nilai = data)
summary(model)
##
## Call:
## lm(formula = data$Dirawat ~ data$workplaces_percent_change_from_baseline,
## nilai = data)
##
## Residuals:
## Min 1Q Median 3Q Max
## -469.99 -56.01 -12.38 80.70 267.11
##
## Coefficients:
## Estimate Std. Error t value
## (Intercept) 1128.970 98.852 11.42
## data$workplaces_percent_change_from_baseline -8.849 2.911 -3.04
## Pr(>|t|)
## (Intercept) 4.74e-12 ***
## data$workplaces_percent_change_from_baseline 0.00508 **
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
##
## Residual standard error: 158.9 on 28 degrees of freedom
## Multiple R-squared: 0.2482, Adjusted R-squared: 0.2213
## F-statistic: 9.243 on 1 and 28 DF, p-value: 0.005085
data$prediksi_model <- model$fitted.values
data
# Menambahkan Histograms
panel.hist <- function(x, ...) {
usr <- par("usr")
on.exit(par(usr))
par(usr = c(usr[1:2], 0, 1.5))
his <- hist(x, plot = FALSE)
breaks <- his$breaks
nB <- length(breaks)
y <- his$counts
y <- y/max(y)
rect(breaks[-nB], 0, breaks[-1], y, type = 'l', col = rgb(0, 0, 1, alpha = 0.5), ...)
# lines(density(x), col = 2, lwd = 2, type = 'l') # Uncomment to add density lines
}
# Menyetarakan berdasarkan formula
pairs(data$Dirawat~data$workplaces_percent_change_from_baseline, nilai = data,
upper.panel = NULL, # Disabling the upper panel
diag.panel = panel.hist) # Adding the histograms
# plot method
plot(data$Tanggal, data$Dirawat, col = 'black', lwd =4, type = 'l')
#plot(mod.ss)
# add lm fit
abline(coef(lm( data$Dirawat ~ data$Tanggal , nilai = data)), col = 'red', lwd =4)
rug(data$Tanggal) # add rug to plot
lines(data$Tanggal,mod.ss$y , col = 'blue', lwd = 3)
#plot(mod.smsp)
lines(data$Tanggal, data$prediksi_model, col = 'cyan', lwd = 3)
legend("topleft",
legend = c("Real", "Model SS", "Trends", "Regresi Nonparametrik"),
col = c("Black","blue","red","cyan"), lwd = 2, bty = "p")
Referensi |