Library:
> # install.packages("knitr")
> # install.packages("rmarkdown")
> # install.packages("prettydoc")
> # install.packages("equatiomatic")
> # install.packages("fmsb")
> # install.packages("lmtest")Seperti hal yang sering terjadi pada negara-negara berkembang, inflasi di Indonesia masih menjadi masalah ekonomi makro yang membuat resah pemerintah terlebih bagi masyarakat. Inflasi di Indonesia bukan hanya disebabkan oleh gagalnya pelaksanaan kebijaksanaan di sektor moneter oleh pemerintah, yang seringkali dilakukan untuk tujuan menstabilkan fluktuasi tingkat harga umum dalam jangka pendek, namun juga mengindikasikan masih adanya faktor-faktor utama penyebab inflasi yang masih belum bisa teratasi dengan baik. Adapun faktor-faktornya adalah Jumlah Uang Yang Beredar dan Kurs.
Meningkatnya jumlah uang yang beredar menyebabkan naiknya permintaan terhadap barang dan jasa. Jika jumlah barang dan jasa yang diminta tidak seimbang dengan jumlah barang dan jasa yang diproduksi, maka akan terjadi peningkatan harga yang akan mendorong naiknya jumlah uang yang diminta masyarakat. Sehingga pada akhirnya jumlah uang beredar akan memicu terjadinya inflasi. Lalu, faktor Kurs mata uang akan mencerminkan perbandingan antara nilai mata uang satu negara dengan negara lainnya yang ditentukan oleh daya beli dari masing-masing negara. Depresiasi nilai mata uang dari suatu negara terhadap mata uang negara lain akan menyebabkan peningkatan pada biaya untuk mengimpor barang seperti barang konsumsi, barang modal dan bahan baku yang digunakan dalam keperluan proses produksi. Untuk menutupi biaya impor yang menjadi mahal, produsen dalam negeri akan menaikan harga barang produksinya sehingga akan mengakibatkan kenaikan harga pada tingkat harga domestik yang merupakan cerminan dari laju inflasi.
Oleh karena itu ingin diketahui apakah ada keterkaitan antara Jumlah Uang Yang Beredar dan Kurs terhadap Inflasi di Indonesia, hal ini dapat diketahui dengan analisis menggunakan regresi linier berganda.
Liniearitas dapat menunjukkan sejauh mana jika variabel dependen diprediksi berbaring persis di garis lurus sehingga dapat diketahui apakah variabel prediktor dan variabel respon mempunyai hubungan linier secara signifikan atau tidak. Jika hasil tabel ANOVA menunjukkan signifikan pada Linearitas (p-value<0.05) maka model linier cocok diterapkan pada hubungan model tersebut. Asumsi Linieritas ini dapat diperiksa melalui tabel ANOVA.
Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linier antara dua atau lebih variabel independen dengan variabel dependen. Tujuan Analisis ini adalah untuk memramalkan nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan dan untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing masing variabel independen berhubungan positif atau negatif.
Persamaan regresi linier berganda secara matematik diekspresikan oleh :
\[ Y = \beta_{0} + \beta_{1} X_{1} + \beta_{2}X_{2}+ ...+\beta_{n}X_{n} \]
Tujuan pengujian asumsi klasik adalah untuk memberikan kepastian bahwa persamaan regresi yang diperoleh memiliki ketepatan dalam estimasi, tidak bias, dan bersifat konsisten. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis regresi antara lain: Normalitas, Homoskedastisitas, Nonmultikolinieritas, dan Nonautokorelasi.
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi suatu variabel residual memiliki distribusi yang normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang berdistribusi normal. Untuk mengetahui normalitas data dapat digunakan analisis grafik dan uji statistik. Analisis grafik yaitu dengan melihat grafik histogram dan melihat normal probability plot. Sedangkan untuk uji statistik dalam normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji Uji Jarque Bera, Uji Shapiro Wilk dan Kolmogorov-Smirnov. H0 : Galat tersebar Normal H1 : Galat tersebar tidak Normal
Homoskedastisitas adalah asumsi yang menyatakan bahwa varian setiap sisaan masih tetap sama baik untuk nilai-nilai pada variabel independen yang kecil maupun besar. Asumsi ini dapat ditulis sebagai berikut:
\[
var(\varepsilon_{i})= \sigma^{2} , i=1,2,...,n
\]
n menunjukkan jumlah observasi.
Uji ini digunakan untuk melihat keadaan apakah terjadi hubungan linear yang sempurna atau mendekati antar variabel independen dalam model regresi. Pengujian ini dapat dilihat dari VIF (Variance Inflation Factor) yang merupakan cara untuk mengukur besar kolinieritas dan didefinisikan sebagai berikut: \[ VIF = \frac{1}{1-r_{s}^{2}} \]
Hipotesis:
H0= Tidak Terdapat Multikolinieritas
H1= Terdapat Multikolinieritas
Kriteria pengambilan keputusan : VIF < 10 maka tidak terdapat multikolinieritas.
Autokorelasi adalah sebuah pelanggaran asumsi yang didapat dalam suatu regresi linier berganda. Agar pendugaan parameter dapat bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimate) maka dalam regresi linear berganda seharusnya tidak ada autokorelasi. Adanya autokorelasi antar sisaan dapat dideteksi secara grafis dan empiris. Pendeteksian autokorelasi secara grafis yaitu dengan melihat pola tebaran sisaan terhadap urutan waktu tidak membentuk suatu pola tertemtu atau bersifat acak maka dapat disimpulkan tidak ada autokorelasi antar sisaan (Draper & Smith, 1998: 68).
Pengujian secara empiris dapat dilakukan menggunakan statistik uji Durbin Watson dengan membandingkan nilai d yang diperoleh dari perhitungan dengan nilai kritis dL dan dU yang diperoleh dari tabel Durbin Watson. Dari variabel tersebut, didapat keputusan sebagai berikut :
Uji simultan berfungsi untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama (simultan) mempengaruhi variabel dependen. Jika tingkat signifikansi < 0,05 (tingkat kepercayaan) maka H0 ditolak.
Uji parsial digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara parsial berpengaruh terhadap variabel dependen.
Data yang digunakan adalah data Kurs (Rupiah), Jumlah Uang Beredar(Juta Rupiah),dan Inflasi(%) di Indonesia pada Tahun 2000-2016.
| Tahun | Kurs | Jumlah Uang Beredar | Inflasi |
|---|---|---|---|
| 2000 | 8528.54 | 747038 | 9.35 |
| 2001 | 110271.46 | 844054 | 12.55 |
| 2002 | 9258.46 | 883916 | 10.03 |
| 2003 | 8558.54 | 944366 | 5.16 |
| 2004 | 8995.96 | 1033877 | 6.4 |
| 2005 | 9760.92 | 1202762 | 17.11 |
| 2006 | 9134.33 | 1382493 | 6.6 |
| 2007 | 9160.13 | 1649662 | 6.59 |
| 2008 | 9730.7 | 1895839 | 11.06 |
| 2009 | 10339.79 | 2141384 | 2.78 |
| 2010 | 9075.5 | 2216641 | 6.96 |
| 2011 | 8776.21 | 2571164 | 3.79 |
| 2012 | 9376.92 | 3043937 | 4.3 |
| 2013 | 10558.63 | 3465392 | 8.38 |
| 2014 | 11866.42 | 3867679 | 8.36 |
| 2015 | 13477 | 4292436 | 8.35 |
| 2016 | 13329.54 | 4698477 | 3.02 |
Table : Data Kurs (Rupiah), Jumlah Uang Beredar(Juta Rupiah),dan Inflasi(%) di Indonesia pada Tahun 2000-2016
Sumber: E-Skripsi Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Jumlah Uang Beredar dan Kurs Terhadap Inflasi di Indonesia
> X1= c(747038, 844054, 883916,1944366, 1033877, 1202762, 1382493, 1649662, 1895839, 2141384, 2216641, 2571164, 3043937, 3465392,3867679,4292436,4698477)
> X2= c (8528.54, 110271.46, 9258.46, 8558.54, 8995.96, 9760.92, 9134.33, 9160.13, 9730.71, 10339.79, 9075.5, 8776.21, 9376.92, 10558.63, 11866.42, 13477, 13329.54)
> Y= c(9.35, 12.55, 10.03, 5.16, 6.4, 17.11, 6.6, 6.59, 11.06, 2.78, 6.96, 3.79, 4.3, 8.38, 8.36, 3.35, 3.02)
> Tahun = c(2000:2016)
> Data = data.frame(Tahun,X1,X2,Y)
> Data
Tahun X1 X2 Y
1 2000 747038 8528.54 9.35
2 2001 844054 110271.46 12.55
3 2002 883916 9258.46 10.03
4 2003 1944366 8558.54 5.16
5 2004 1033877 8995.96 6.40
6 2005 1202762 9760.92 17.11
7 2006 1382493 9134.33 6.60
8 2007 1649662 9160.13 6.59
9 2008 1895839 9730.71 11.06
10 2009 2141384 10339.79 2.78
11 2010 2216641 9075.50 6.96
12 2011 2571164 8776.21 3.79
13 2012 3043937 9376.92 4.30
14 2013 3465392 10558.63 8.38
15 2014 3867679 11866.42 8.36
16 2015 4292436 13477.00 3.35
17 2016 4698477 13329.54 3.02X1 = Jumlah uang Beredar di Indonesia Tahun 2000-2016
X2 = Kurs Tahun 2000-2016
Y = Inflasi di Indonesia Tahun 2000-2016
Uji Hipotesis:
H0 = Model Linier
H1 = Model Non Linier
> #Reset Test
> lmtest::resettest (Y~X1+X2)
RESET test
data: Y ~ X1 + X2
RESET = 0.229, df1 = 2, df2 = 12, p-value = 0.7987Hasil menunjukkan bahwa p-value = 0.7987 > alpha 0,05 sehingga H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Kurs dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi di Indonesia tahun 2000-2016 adalah hubungan linier, sehingga model regresi yang cocok digunakan untuk memodelkan hubungan ketiganya adalah model regresi linier berganda, yang dikarenakan variabel prediktor >1.
Untuk membuat persamaan:
\[ Y = \beta_{0} + \beta_{1} X_{1} + \beta_{2}X_{2} \]
dapat dihitung dengan perhitungan matriks:
\[ \beta = (X'X)^{-1} (X'Y) \]
> Y= matrix(Data[,4],nrow=17)
> Y
[,1]
[1,] 9.35
[2,] 12.55
[3,] 10.03
[4,] 5.16
[5,] 6.40
[6,] 17.11
[7,] 6.60
[8,] 6.59
[9,] 11.06
[10,] 2.78
[11,] 6.96
[12,] 3.79
[13,] 4.30
[14,] 8.38
[15,] 8.36
[16,] 3.35
[17,] 3.02> X= matrix(c(rep(1,17), X1, X2),nrow=17, ncol=3)
> X
[,1] [,2] [,3]
[1,] 1 747038 8528.54
[2,] 1 844054 110271.46
[3,] 1 883916 9258.46
[4,] 1 1944366 8558.54
[5,] 1 1033877 8995.96
[6,] 1 1202762 9760.92
[7,] 1 1382493 9134.33
[8,] 1 1649662 9160.13
[9,] 1 1895839 9730.71
[10,] 1 2141384 10339.79
[11,] 1 2216641 9075.50
[12,] 1 2571164 8776.21
[13,] 1 3043937 9376.92
[14,] 1 3465392 10558.63
[15,] 1 3867679 11866.42
[16,] 1 4292436 13477.00
[17,] 1 4698477 13329.54> beta= solve(t(X) %*% X) %*% (t(X) %*% Y)
> beta
[,1]
[1,] 1.021717e+01
[2,] -1.505371e-06
[3,] 3.376463e-05Sehingga didapat bahwa:
\[ \beta_{0} = 1.021717e+01, \beta_{1} = -1.505371e-06, \beta_{2} = 3.376463e-05 \] Selain menghitung menggunakan martiks, dapat juga dengan menggunakan fungsi lm :
> Regresi = lm (Y~X1+X2)
> Regresi
Call:
lm(formula = Y ~ X1 + X2)
Coefficients:
(Intercept) X1 X2
1.022e+01 -1.505e-06 3.376e-05 Berdasarkan perhitungan lm diatas didapatkan hasil koefisien regresi (\(\beta\)). Persamaan regresi sebagai berikut:
\[Y=1.021717e+01-1.505371e-06X_{1} +3.376463e-05X_{2}\]
Interpretasi:
-Jika variabel Jumlah Uang Beredar di Indonesia (X1) dan Kurs (X2) bernilai nol maka Inflasi sebesar 1.021717e+01 %
-Setiap penambahan Jumlah Uang Beredar di Indonesia sebanyak 1 juta rupiah akan menurunkan inflansi sebesar -1.505371e-06 %
-Setiap kenaikan Kurs sebanyak 1 Rupiah akan mengakibatkan naiknya inflasi sebesar 3.376463e-05 % Kemudian dicari Y duga dan Galat:
> Y_duga=X%*%beta
> Y_duga
[,1]
[1,] 9.380568
[2,] 12.669835
[3,] 9.199161
[4,] 7.579158
[5,] 8.964551
[6,] 8.736145
[7,] 8.444426
[8,] 8.043109
[9,] 7.691787
[10,] 7.342716
[11,] 7.186738
[12,] 6.642944
[13,] 5.951528
[14,] 5.356982
[15,] 4.795548
[16,] 4.210512
[17,] 3.594291> e=Y-Y_duga
> e
[,1]
[1,] -0.03056752
[2,] -0.11983499
[3,] 0.83083913
[4,] -2.41915796
[5,] -2.56455075
[6,] 8.37385518
[7,] -1.84442645
[8,] -1.45310920
[9,] 3.36821302
[10,] -4.56271609
[11,] -0.22673812
[12,] -2.85294417
[13,] -1.65152830
[14,] 3.02301771
[15,] 3.56445172
[16,] -0.86051218
[17,] -0.57429103Y_duga= Y duga
e = galat
Untuk mellakukan pemeriksaan sisaan, dapat dilakukan dengan melihat plot Residual vs Fitted, Q-Q Plot, Scale-Location, Cook’s Distance, dan Leverage vs Sisaan.
- Plot Reisual vs Fitted
> plot(Regresi,1) Dari grafik diatas daat dilihat bahwa terbentuk pola sehingga bisa dipertimbangkan untuk merubah skala X.
- Plot Normal Q-Q
> plot(Regresi,2)Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa data masih mengikuti garis putus-putus, kecuali data 6, 10, dan 15 yang mendapat “warning”. Namun secara keseluruhan masih tidak terlihat adanya pelanggaran normalitas.
- Plot Scale Location
> plot(Regresi,3) Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa garis merah tidak mendatar sehingga ada kemungkinan jika ada masalah heteroskedastisitas sehingga perlu dilakukan uji asumsi homoskedastisitas.
- Plot Cook’s Distance
> plot(Regresi,4)Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa titik 2, 6, dan 15 diberi “warning” sebagai amatan berpengaruh karena berada di atas jarak Cook.
- Plot Residual vs Leverage
> plot(Regresi,5) Dari grafik di atas tidak ada data yang berada di atas garis putus-putus sehingga dapat dipastikan bahwa regresi liniar berganda dapat terbentuk.
Hipotesis:
H0 : Galat tersebar Normal
H1 : Galat tersebar tidak Normal
> shapiro.test(e)
Shapiro-Wilk normality test
data: e
W = 0.90296, p-value = 0.07615Dari hasil Uji Shapiro Wilk, diketahui bahwa p-value = 0.07615 > alpha 0,05 sehingga H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa Galat tersebar normal.
Hipotesis:
H0 : Tidak terdapat Heteroskedastisitas (Ragam Galat sama)
H1 : Terdapat Heteroskedastisitas (Ragam Galat tidak sama)
> lmtest::bptest(Regresi)
studentized Breusch-Pagan test
data: Regresi
BP = 0.99029, df = 2, p-value = 0.6095Dari hasil perhitungan dengan uji Breusch Pagan diiatas, p-value = 0.6095 > alpha 0,05 sehingga H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat Heteroskedastisitas (Ragam Galat sama).
Hipotesis:
H0 : Tidak Terdapat Multikolinieritas
H1 : Terdapat Multikolinieritas
> fmsb::VIF(Regresi)
[1] 1.511218
Diketahui VIF bernilai 1.511218 < 10 sehingga gejala Multikolinieritas tidak terjadi.
Hipotesis:
H0: Tidak terdapat autokorelasi pada model
H1: Terdapat autokorelasi pada model
> lmtest::dwtest(Regresi)
Durbin-Watson test
data: Regresi
DW = 2.5251, p-value = 0.8145
alternative hypothesis: true autocorrelation is greater than 0Dari uji Durbin-Watson, diketahui bahwa nilai p-value = 0.8145 > alpha 0,05 sehingga H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada model.
Hipotesis:
H0 : Variabel Kurs dan Jumlah Uang Beredar secara simultan tidak berpengaruh terhadap Inflasi di Indonesia pada tahun 2000-2016.
H1 : Variabel Kurs dan Jumlah Uang Beredar secara simultan berpengaruh terhadap Inflasi di Indonesia pada tahun 2000-2016.
F hitung:
> JKGalat=t(e)%*%e
> Ybar=mean(Y)
>
> JKTotal=t(Y-Ybar)%*%(Y-Ybar)
> JKReg=JKTotal-JKGalat
>
> JK=c(JKReg,JKGalat,JKTotal)
>
> k=dim(X)[2]
> n=dim(Data)[1]
>
> dbReg=k-1
> dbTotal=n-1
> dbGalat=dbTotal-dbReg
> db=c(dbReg,dbGalat,dbTotal)
>
> KT=JK/db
>
> su=c("Regresi","Galat","Total")
>
> analisis_regresi=data.frame(su,db,JK,KT)
> names(analisis_regresi)=c("SK","db","JK","KT")
> analisis_regresi
SK db JK KT
1 Regresi 2 79.11885 39.55942
2 Galat 14 154.76545 11.05467
3 Total 16 233.88429 14.61777> F_hitung=analisis_regresi$KT[1]/analisis_regresi$KT[2]
> F_hitung
[1] 3.578524> F_Tabel=qf(0.05,2,14)
> F_Tabel
[1] 0.05148168> PValue_F=(pf(F_hitung,dbReg,dbGalat, lower.tail=FALSE))
> PValue_F
[1] 0.0555534F hitung juga dapat dilihat dari fungsi lm:
> summary(Regresi)
Call:
lm(formula = Y ~ X1 + X2)
Residuals:
Min 1Q Median 3Q Max
-4.5627 -1.8444 -0.5743 0.8308 8.3739
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
(Intercept) 1.022e+01 1.919e+00 5.324 0.000107 ***
X1 -1.505e-06 6.839e-07 -2.201 0.045007 *
X2 3.376e-05 3.509e-05 0.962 0.352235
---
Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
Residual standard error: 3.325 on 14 degrees of freedom
Multiple R-squared: 0.3383, Adjusted R-squared: 0.2438
F-statistic: 3.579 on 2 and 14 DF, p-value: 0.05555Didapat F hitung = 3.578524 > F Tabel = 0.05148168 dah p-value = 0.0555534 > alpha 0,05 sehingga H0 ditolak. Dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa variabel Kurs dan Jumlah Uang Beredar secara simultan berpengaruh terhadap Inflasi di Indonesia pada tahun 2000-2016.
Hipotesis bagi Variabel Nilai Impor Indonesia (X1):
H0 : Variabel Jumlah Uang Beredar secara parsial tidak berpengaruh terhadap Inflasi di Indonesia pada tahun 2000-2016.
H1 : Variabel Jumlah Uang Beredar secara parsial berpengaruh terhadap Inflasi di Indonesia pada tahun 2000-2016.
Hipotesis bagi Variabel Nilai Impor Indonesia (X1):
H0 : Variabel Kurs secara parsial tidak berpengaruh terhadap Inflasi di Indonesia pada tahun 2000-2016.
H1 : Variabel Kurs secara parsial berpengaruh terhadap Inflasi di Indonesia pada tahun 2000-2016.
> var_cov=analisis_regresi$KT[2]*solve(t(X)%*%X)
> simp_baku=rep(0,k)
> for(i in 1:k){
+ simp_baku[i]=sqrt(var_cov[i,i])
+ }
>
> t_hit=beta/simp_baku
> t_hit
[,1]
[1,] 5.3244738
[2,] -2.2011085
[3,] 0.9622829> PValue_T=2*pt(abs(t_hit),16,lower.tail=FALSE)
> PValue_T
[,1]
[1,] 6.843847e-05
[2,] 4.275439e-02
[3,] 3.502262e-01> T_Tabel=qt(0.05,15,lower.tail=FALSE)
> T_Tabel
[1] 1.75305> summary(Regresi)
Call:
lm(formula = Y ~ X1 + X2)
Residuals:
Min 1Q Median 3Q Max
-4.5627 -1.8444 -0.5743 0.8308 8.3739
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
(Intercept) 1.022e+01 1.919e+00 5.324 0.000107 ***
X1 -1.505e-06 6.839e-07 -2.201 0.045007 *
X2 3.376e-05 3.509e-05 0.962 0.352235
---
Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
Residual standard error: 3.325 on 14 degrees of freedom
Multiple R-squared: 0.3383, Adjusted R-squared: 0.2438
F-statistic: 3.579 on 2 and 14 DF, p-value: 0.05555Dari perhitungan di atas, diketahui t hitung = -2.201 < T Tabel = 1.75305 dan P-Value = 0.045007 < alpha 0,05 sehingga H0 diterima. Dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa variabel Jumlah Uang Beredar secara parsial tidak berpengaruh terhadap Inflasi di Indonesia pada tahun 2000-2016.
Dari perhitungan di atas, diketahui t hitung = 0.962> T Tabel = 1.75305 dan P-Value = 0.352235 > alpha 0,05 sehingga H0 ditolak. Dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa variabel Kurs secara parsial berpengaruh terhadap Inflasi di Indonesia pada tahun 2000-2016.
Boston S.2017.Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Jumlah Uang Beredar dan Kurs Terhadap Inflasi di Indonesia.Skripsi.Fakultas Ekonomi dan Bisnis.Universitas Sumatera Utara:Medan
Draper, N.R., & Smith, H. (1998). Applied Regression Analysis. New York: John Wiley and sons.