Penerapan Metode SARIMA dalam Peramalan Persentase Inflasi Bulanan Kabupaten Banyuwangi

Luthfia Hanun Yuli Arini

Mei 2022

> library("knitr")
> library("rmarkdown")
> library("prettydoc")
> library("equatiomatic")

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang berdampak luas terhadap ekonomi makro seperti pertumbuhan ekonomi,keseimbangan eksternal, daya saing, tingkat bunga, bahkan distribusi pendapatan (Fahrudin & Sumitra, 2020). Inflasi adalah kondisi peningkatan harga suatu barang maupun jasa secara menyeluruh dan berkelanjutan. Inflasi juga berkaitan erat dengan nilai tukar rupiah (Rizki & Taqiyyuddin, 2021). Ketika inflasi meningkat maka nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menurun. Turunnya nilai rupiah terhadap dolar AS juga menyebabkan menurunnya profitabilitas suatu perusahaan sehingga akan menurunkan pembagian dividen (Wibowo & Syaichu, 2013). Hal tersebut akan merugikan investor baik investor domestik maupun asing.

Banyuwangi merupakan kabupaten yang terletak di ujung timur Pulau Jawa. Kabupaten yang terkenal akan julukan sunrise of java ini memiliki luas wilayah 5.782,50 km2 yang terbagi bagi menjadi beberapa kawasan sebagai berikut, kawasan hutan dengan luas 183.396,34 ha atau sekitar 31.72%, kawasan persawahan dengan luas 66.152 ha atau sekitar 11.44%, kawasan perkebunan dengan luas 82.143,63 ha atau sekitar 14.21%. kawasan pemukiman dengan luas 127.454,22 ha atau 22.04%, dan sisanya dipergunakan untuk jalan, ladang, ruang terbuka hijau, atau fasilitas lain yang menunjang pertumbuhan wilayah Kabupaten Banyuwangi. (Banyuwangikab, 2021). Tipografi wilayah yang terdiri dari pegunungan, dataran rendah, dan pantai yang luas dengan pemandangan indah yang disajikan membuka peluang bagi Kabupaten Banyuwangi untuk mengembangkan pariwisatanya. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memanfaatkan hal tersebut sebaik mungkin dengan mengadakan festival festival yang mendungang wisatawan asing maupun domestik berkunjung misalnya Tour de Ijen, festival Gandrung Sewu, dan lain sebagainya.

Selain itu, di Kabupaten Banyuwangi juga terdapat pabrik dan perusahan besar yang membantu menyokong pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi seperti pabrik gula di daerah Glenmore, Banyuwangi yang merupakan pabrik gula terbesar di Indonesia. Selain itu juga terdapat perusahaan tambang emas di Tumpang Pitu, Banyuwangi. Bidang pariwisata dan industri di Kabupaten Banyuwangi tentunya akan terus berkembang seiring berjalannya waktu. Oleh sebab itu terdapat banyak investor asing maupun domestik yang ingin menginvestasikan asetnya di Kabupaten Banyuwangi. Inflasi memegang peran penting dalam investasi. Inflasi yang tinggi menyebabkan rendahnya investasi dikarenakan harga bahan baku yang menjulang tinggi dan dapat menyebabkan kerugian.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fahrudin dan Sumitra (2020) dengan judul Peramalan Inflasi Menggunakan Metode SARIMA dan Single Exponential Smoothing (Studi Kausus : Kota Bandung) didapatkan model SARIMA \((2,1,1)(1,1,1)^11\) sehingga hasil implementasi peramalan nilai inflasi kota Bandung untuk periode berikutnya dapat dijadikan acuan untuk pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan.Berdasarkan penelitian yang dikalukan oleh Sitorus, dkk (2017) yang berjudul Peramalan dengan Metode Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA) di Bidang Ekonomi (Studi Kasus : Inflasi Indonesia) didapatkan model terbaik SARIMA \((1,0,0)(0,1,0)^12\) dengan hasil peramalan inflasi akan meningkat pada bulan Januari 206 dan menurun pada bulan Februari hingga April 2016 kemudian akan meningkat pada bulan Mei hingga Agustus 2016 kembali turun pada September hingga November 2016 dan meningkat pada Bulan Desember 2016.

Peramalan adalah metode untuk memperkirakan suatu nilai di masa depan dengan menggunakan data masa lalu (Fahrudin & Sumitra, 2020). SARIMA merupakan metode peramalan pada data deret waktu untuk model data fluktuatif dengan pola data musiman (Fahrudin & Sumitra, 2020). Berdasarkan penjabaran di atas, peniliti ingin meramal persentase tingkat inflasi Kabupaten Banyuwangi menggunakan model SARIMA dengan melihat pola musiman pada data sebagai usaha untuk menghasilkan peramalan yang lebih akurat dan mendekati nilai aktual. Hasil peramalan tersebut dapat digunakan sebagai acuan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan investor dalam membuat kebijakan dan mengambil keputusan agar meminimalisir dampak inflasi yang akan datang.

1.2 Peramalan dan Deret Waktu

Peramalan merupakan teknik untuk memperkirakan suatu nilai pada masa yang akan datang dengan memperhatikan data masa lalu maupun data masa kini. Deret waktu (time series) merupakan data pengamatan yang terjadi berdasarkan urutan waktu secara beruntun dengan interval waktu tetap. (Nurfadilah, dkk, 2018). Analisis deret waktu adalah salah satu materi dalam statistika digunakan untuk meramalkan struktur probabilistik dengan keadaan yang akan terjadi di masa mendatang.

1.3 Stasioneritas Data

Stasionaritas bertujuan untuk melihat apakah data berada di sekitar nilai rata-rata dengan fluktuasi yang tidak bergantung pada waktu dan varians. (Tulak, dkk, 2017). Kestasioneran suata data dilihat dari dua hal yaitu stasioner dalam ragam dan stasioner dalam rata-rata (Kafara, dkk, 2017).

1.3.1 Stasioneritas Ragam

Stasioneritas ragam menggunakan uji nilai lambda Box-Cox. Suatu data dikatakan stasioner terhadap ragam apabila lambda Box-Cox bernilai di sekitar satu. Apabilda data tidak stasioner maka diperlukan tramsformasi Box-Cox. Menurut Kafara, dkk (2017) transformasi Box-Cox merupakan salah satumetode untuk proses kestasioneran ragam, yang dikenalkan oleh Box dan Tiao Cox. Secara matematiks Transformasi Box-Cox dapat ditulis sebagai berikut : \[ T(Y_{t})\begin{cases} \frac{Y_{t}^{\lambda}-1}{\lambda}, & \mbox{if}\: \lambda \ne 1 \\ 2n, & \mbox{if} \: \lambda = 1 \end{cases} \tag1\]

1.3.2 Stasioneritas Rata-Rata

Uji stasioneritas yang digunakan adalah uji akar-akar unit (unit root test) dengan jenis pengujian Augmented Dickey Fuller Test (ADF Test). ADF Test dipilih karena ADF Test telah mempertimbangkan kemungkinan adanya autokorelasi pada residual \(e_t\). (Aktivani, 2021). Dengan hipotesis \[ H_0:\mbox{Data tidak stasioner terhadap rata-rata} \]

\(H_1:\mbox{Data stasioner terhadap rata-rata}\)

Kriteria pengujian:

Apabila \(p-value<0,05\) maka diputuskan tolak %H_0%. Sedangkan apabila %p-value>0,05% maka diputuskan terima \(H_0\). Keputusan yang diharapkan dari uji ini adalah tolak \(H_0\) sehingga data yang diuji stasioner terhadap rata-rata. Namun apabila data diputuskan terima \(H_0\) maka diperlukan differencing.

Proses pembedaan (differencing) adalah proses pengurangan data pada waktu \(t\) dengan data waktu \(t-1\) dengan tujuan agar data yang telah di differencing menjadi stasioner terhadap rata-rata.(Maulana, 2018). Differencing dari data observasi \(Y_t\) sebagai berikut : \[ d=1:W_t=\Delta{Y_t}=Y_t-Y_{t-1}\tag2 \] \[ d=2:W_t=\Delta^2Y=\Delta(\Delta{Y_t})=Y_t-2Y_{t-1}+Y_{t-2}\tag3 \] ## ACF dan PACF Data yang sudah stasioner perlu dilakukan plotting ACF dan PACF untuk menentukan model tentatifnya. Menurut Kafara, dkk (2017) koefisien autokorelasi merupakan fungsi yang menunjunkkan tingkat keeratan hubungan linier antara pengamatan pada waktu ke-t dengan pengamatan pada waktuwaktu sebelumnya atau dapat dituliskan sebagai berikut : \[ \gamma_k=corr(Y_{t},Y_{t-k})\tag4 \] Fungsi autokorelasi parsial merupakan suatu fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi parsial antara pengamatan pada waktu ke-t dengan pengamatan sebelum-sebelumnya atau dapat dituliskan sebagai berikut \[ \phi_{kk}=corr(Y_t,Y_{t-k}|Y_{t-1},Y_{t-2},...,Y_{t-k+1})\tag5 \] ## Model Deret Waktu SARIMA Seasonal Autoregressive Intergrated Moving Average(SARIMA) merupakan metode peramalan pada data deret waktu untuk model data fluktuatif dengan pola data musiman (Fahrudin & Sumitra, 2020). Secara umum notasi SARIMA sebagai berikut (Fahrudin R. , 2018) \[ \mbox{SARIMA}(p,d,q)(P,D,Q)^S\tag6 \] dengan \(p,d,q\) : Orde AR, differencing, MA non seasonal \(P,D,Q\) : Orde AR, differencing, MA seasional S : periode musiman

dengan model umum sebagai berikut \[ \Phi_p(B^S)\phi_p(B)(1-B)^d(1-B^S)^DZ_t=\theta_q(B)\Theta_Q(B^S)a_t\tag7 \] dimana

\(\Phi_P(B^S)=1-\Phi_1B^S-\Phi_2B^{2S}-...-\Phi_pB^{PS}\)

\(\phi_p(B)=1-\phi_1B-\phi_2B^2-...-\phi_pB^p\)

\(\theta_q(B)=1-\theta_1B-\theta_2B^2-...-\theta_qB^q\)

\(\Theta_Q(B^S)=1-\Theta_1B^S-\Theta_2B^{2S}-...-\theta_QB^{QS}\)

dengan

\(\Phi_P(B^S)\) : AR seasonal

\(\phi_pB\) : AR non seasonal

\(\Theta_QB^S\) : MA seasonal

\(\theta_qB\) : MA non seasonal

\((1-B)^d\) : differencing non seasonal

\((1-B^S)^D\) : differencing seasonal

1.4 Diagnostik Model

1.4.1 Signifikansi Parameter

Model tentatif yang diperoleh harus diestimasi nilai parameternya. Setelah diperoleh nilai estimasi dari masing-masing paraneter, kemudian dilakukan pengujian signifikansi parameter model untuk mengetahui apakah model sudah layak digunakan atau tidak. Hipotesis yang digunakan sebagai berikut

\(H_0:\mbox{Parameter model tidak signifikan}\)

\(H_1:\mbox{Parameter model signifikan}\)

Kriteria pengujian:

Apabila \(p-value<0,05\) maka diputuskan tolak \(H_0\). Sedangkan apabila \(p-value>0,05\) maka diputuskan terima \(H_0\). Keputusan yang diharapkan dari uji ini adalah tolak \(H_0\) sehingga parameter pada model signifikan.

1.4.2 Uji Sisaan

Uji sisaan digunakan untuk membuktikan kecukupan model. Uji yang dilakukan yaitu uji normalitas sisaan dan uji white noise sisaan.
1. Uji normalitas sisaan.
Uji normalitas sisaan digunakan untuk menguji apakah sisaan menyebar normal atau tidak. Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji Shapiro Francia, uji Kormogolov-Smornov, dan uji normalitas lainnya dengan hipotesis sebagai berikut :

\(H_0:\varepsilon_i\sim{N(\mu,\sigma^2)}\:\mbox{sisaan menyebar normal}\)

\(H_1:\mbox{sisaan tidak menyebar normal}\)

Kriteria pengujian:

Apabila \(p-value<0,05\) maka diputuskan tolak \(H_0\). Sedangkan apabila \(p-value>0,05\) maka diputuskan terima \(H_0\). Keputusan yang diharapkan dari uji ini adalah terima \(H_0\) sehingga sisaan pada model menyebar normal.

  1. Uji white noise sisaan Uji white noise sisaan digunakan untuk menguji apakah terdapat autokorelasi pada sisaan model. Uji ini menggunakan uji Ljung-Box dengan hipotesis sebagai berikut :

\(H_0:\mbox{tidak terdapat autokorelasi sisaan (sisaan bersifat}\ white\ noise \mbox{)}\)

\(H_1:\mbox{terdapat autokorelasi sisaan (sisaan tidak bersifat}\ white\ noise \mbox{)}\)

Kriteria pengujian:

Apabila \(p-value<0,05%\) maka diputuskan tolak \(H_0\). Sedangkan apabila \(p-value>0,05\) maka diputuskan terima \(H_0\). Keputusan yang diharapkan dari uji ini adalah terima \(H_0\) pada sisaan model

1.5 Pemilihan Model Terbaik

Model terbaik yaitu model yang memenuhi syarat pada diagnostik model dan memiliki nilai Akaike Information Criterion (AIC) terkecil. AIC adalah kriteria pemilihan model terbaik yang mempertimbangkan banyaknya parameter dalam model. Kriteria AIC dapat dirumuskan sebagai berikut (Wei, 2006) : \[ AIC=n\ln{\frac{Sum\ Square\ Error}{n}}+2f+n+n\ln(2\pi)\tag8 \]

1.6 Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang didapatkan dari website BPS Kota Surabaya (BPS, 2021). Data tersebut merupakan data persentase inflasi bulanan Kabupaten Banyuwangi periode Januari 2017 hingga Oktober 2022.

> library(readxl)
> data_sarima <- read_excel("D:/ADEK/KULIAH/SMT 5/ADW/TUGAS/KELOMPOK 8/TUGAS 2/INFLASI BANYUWANGI.xlsx")
> head(data_sarima)
# A tibble: 6 x 2
  waktu               inflasi
  <dttm>                <dbl>
1 2017-01-01 00:00:00    0.66
2 2017-02-01 00:00:00    0.35
3 2017-03-01 00:00:00   -0.2 
4 2017-04-01 00:00:00    0.48
5 2017-05-01 00:00:00    0.33
6 2017-06-01 00:00:00    0.47

2 SOURCE CODE

2.1 Library yang Dibutuhkan

> library(ggplot2)
> library(FitAR)
> library(tseries)
> library(forecast)
> library(nortest)
> library(lmtest)

library ggplot2 digunakan untuk membentuk plot data. library FitAR digunakan untuk menguji stasioneritar terhadap ragam menggunakan uji Box-cox. library tseries digunakan untuk melakukan analisis pada data time series dalam hal ini digunakan untuk menguji stasionaritas terhadap rata-rata dengan uji ADF. library forecast digunakan untuk membentuk model dan melakukan peramalan. library nortest digunakan untuk uji normalitas residual. library lmtest digunakan untuk menghitung koefisien model.

2.2 Plot Deret Waktu Data Inflasi

> ggplot(data_sarima, aes(waktu,inflasi)) + 
+   geom_line() + 
+   geom_point(size = 1) + 
+   theme_minimal() +
+   labs(title = "Inflasi Kab Banywuangi", y = "persentase inflasi")

syntax tersebut digunakan untuk membuat plot data. data yang digunakan adalah data_sarima dengan variabel X adalah waktu dan Y adalah inflasi. plot dihubungkan dengan garis dengan titik penunjuk berukuran 1. Diberi judul Inflasi kab Banyuwangi dan variabel Y diberi nama presentase inflasi

2.3 Plot ACF dan PACF Awal

> acf(data_sarima$inflasi,lag.max=25)

> pacf(data_sarima$inflasi,lag.max=25)

syntax di atas digunakan untuk membuat plot ACF dan PACF

2.4 Stasioneritas

> FitAR::BoxCox(data_sarima$inflasi)
 minimum data value <= 0 so -min+0.25 added to all values

Syntax di atas digunakan untuk menguji stasioneritas ragam dengan uji Box-Cox

> tseries::adf.test(data_sarima$inflasi)

    Augmented Dickey-Fuller Test

data:  data_sarima$inflasi
Dickey-Fuller = -5.1034, Lag order = 3, p-value = 0.01
alternative hypothesis: stationary
> tseries::adf.test(data_sarima$inflasi,k=6)

    Augmented Dickey-Fuller Test

data:  data_sarima$inflasi
Dickey-Fuller = -3.3409, Lag order = 6, p-value = 0.07398
alternative hypothesis: stationary
> tseries::adf.test(diff(data_sarima$inflasi,lag=6),k=6)

    Augmented Dickey-Fuller Test

data:  diff(data_sarima$inflasi, lag = 6)
Dickey-Fuller = -4.559, Lag order = 6, p-value = 0.01
alternative hypothesis: stationary

Syntax di atas digunakan untu menguji stasioneritas rata-rata musiman dan tidak musiman serta differencingnya. k=6 mengartikan bahwa data musiman tiap waktu ke-6

2.5 Identifikasi Model

> #layout(matrix(c(1,2), ncol=2)
> acf(diff(data_sarima$inflasi,lag=6),lag.max=20)

> pacf(diff(data_sarima$inflasi,lag=6),lag.max=20)

syntax di atas digunakan untuk membuat plot ACF dan PACF data musiman setelah differencing

> sarima_model1 <- forecast::Arima(data_sarima$inflasi, order = c(0,0,2),
+             seasonal = list(order = c(1,1,2),period=6))
> summary(sarima_model1)
Series: data_sarima$inflasi 
ARIMA(0,0,2)(1,1,2)[6] 

Coefficients:
         ma1    ma2    sar1     sma1    sma2
      0.6105  1.000  0.0121  -1.4559  0.9988
s.e.  0.0737  0.134  0.1949   0.3073  0.3934

sigma^2 estimated as 0.01941:  log likelihood=15.24
AIC=-18.48   AICc=-16.61   BIC=-6.77

Training set error measures:
                      ME      RMSE       MAE       MPE     MAPE     MASE
Training set -0.02111972 0.1254237 0.1054812 -63.41165 170.1254 0.453426
                   ACF1
Training set -0.2100932
> lmtest::coeftest(sarima_model1)

z test of coefficients:

      Estimate Std. Error z value  Pr(>|z|)    
ma1   0.610505   0.073677  8.2863 < 2.2e-16 ***
ma2   0.999996   0.133966  7.4646 8.357e-14 ***
sar1  0.012138   0.194867  0.0623   0.95033    
sma1 -1.455944   0.307349 -4.7371 2.168e-06 ***
sma2  0.998844   0.393403  2.5390   0.01112 *  
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
> sarima_model2 <- forecast::Arima(data_sarima$inflasi, order = c(0,0,1),
+             seasonal = list(order = c(1,1,2),period=6))
> summary(sarima_model2)
Series: data_sarima$inflasi 
ARIMA(0,0,1)(1,1,2)[6] 

Coefficients:
         ma1    sar1     sma1    sma2
      0.1687  0.2422  -1.5404  0.9993
s.e.  0.1075  0.2200   0.6280  0.7999

sigma^2 estimated as 0.03124:  log likelihood=7.61
AIC=-5.22   AICc=-3.92   BIC=4.54

Training set error measures:
                      ME      RMSE       MAE       MPE     MAPE      MASE
Training set -0.03719596 0.1607909 0.1249873 -97.36287 177.6403 0.5372758
                    ACF1
Training set -0.03574166
> lmtest::coeftest(sarima_model2)

z test of coefficients:

     Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)  
ma1   0.16873    0.10754  1.5690  0.11666  
sar1  0.24220    0.21997  1.1010  0.27088  
sma1 -1.54043    0.62799 -2.4530  0.01417 *
sma2  0.99932    0.79988  1.2493  0.21154  
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
> sarima_model3 <- forecast::Arima(data_sarima$inflasi, order = c(0,0,0),
+             seasonal = list(order = c(1,1,2),period=6))
> summary(sarima_model3)
Series: data_sarima$inflasi 
ARIMA(0,0,0)(1,1,2)[6] 

Coefficients:
         sar1     sma1    sma2
      -0.3313  -0.7168  0.2528
s.e.   0.6777   0.7385  0.6216

sigma^2 estimated as 0.04235:  log likelihood=6.62
AIC=-5.24   AICc=-4.39   BIC=2.56

Training set error measures:
                     ME      RMSE      MAE       MPE     MAPE      MASE
Training set -0.0553234 0.1891459 0.146936 -135.0503 225.1481 0.6316251
                   ACF1
Training set 0.06918078
> lmtest::coeftest(sarima_model3)

z test of coefficients:

     Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
sar1 -0.33132    0.67766 -0.4889   0.6249
sma1 -0.71678    0.73852 -0.9706   0.3318
sma2  0.25280    0.62155  0.4067   0.6842
> sarima_model4 <- forecast::Arima(data_sarima$inflasi, order = c(0,0,2),
+             seasonal = list(order = c(1,1,1),period=6))
> summary(sarima_model4)
Series: data_sarima$inflasi 
ARIMA(0,0,2)(1,1,1)[6] 

Coefficients:
         ma1     ma2     sar1     sma1
      0.6297  1.0000  -0.5356  -0.5304
s.e.  0.0660  0.1477   0.1464   0.1412

sigma^2 estimated as 0.03026:  log likelihood=11.84
AIC=-13.68   AICc=-12.37   BIC=-3.92

Training set error measures:
                      ME      RMSE       MAE       MPE     MAPE      MASE
Training set -0.02992304 0.1582465 0.1293112 -97.41124 191.4489 0.5558624
                   ACF1
Training set -0.2896054
> lmtest::coeftest(sarima_model4)

z test of coefficients:

      Estimate Std. Error z value  Pr(>|z|)    
ma1   0.629681   0.065953  9.5474 < 2.2e-16 ***
ma2   0.999995   0.147658  6.7724 1.267e-11 ***
sar1 -0.535629   0.146446 -3.6575 0.0002547 ***
sma1 -0.530413   0.141207 -3.7563 0.0001725 ***
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
> sarima_model5 <- forecast::Arima(data_sarima$inflasi, order = c(0,0,1),
+             seasonal = list(order = c(1,1,1),period=6))
> summary(sarima_model5)
Series: data_sarima$inflasi 
ARIMA(0,0,1)(1,1,1)[6] 

Coefficients:
         ma1     sar1     sma1
      0.0729  -0.5618  -0.4542
s.e.  0.1151   0.1492   0.1646

sigma^2 estimated as 0.0423:  log likelihood=6.8
AIC=-5.6   AICc=-4.75   BIC=2.2

Training set error measures:
                      ME      RMSE       MAE       MPE     MAPE      MASE
Training set -0.05256023 0.1890354 0.1461185 -138.3222 228.3494 0.6281113
                    ACF1
Training set -0.06715802
> lmtest::coeftest(sarima_model5)

z test of coefficients:

      Estimate Std. Error z value  Pr(>|z|)    
ma1   0.072944   0.115055  0.6340 0.5260840    
sar1 -0.561806   0.149167 -3.7663 0.0001657 ***
sma1 -0.454192   0.164556 -2.7601 0.0057783 ** 
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
> sarima_model6 <- forecast::Arima(data_sarima$inflasi, order = c(0,0,0),
+             seasonal = list(order = c(1,1,1),period=6))
> summary(sarima_model6)
Series: data_sarima$inflasi 
ARIMA(0,0,0)(1,1,1)[6] 

Coefficients:
         sar1     sma1
      -0.5843  -0.4248
s.e.   0.1418   0.1636

sigma^2 estimated as 0.04179:  log likelihood=6.61
AIC=-7.21   AICc=-6.71   BIC=-1.36

Training set error measures:
                      ME      RMSE       MAE       MPE    MAPE      MASE
Training set -0.05488876 0.1898109 0.1474041 -136.8026 236.819 0.6336374
                   ACF1
Training set 0.01509625
> lmtest::coeftest(sarima_model6)

z test of coefficients:

     Estimate Std. Error z value  Pr(>|z|)    
sar1 -0.58433    0.14183 -4.1200 3.788e-05 ***
sma1 -0.42485    0.16361 -2.5967  0.009411 ** 
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
> sarima_model7 <- forecast::Arima(data_sarima$inflasi, order = c(0,0,2),
+             seasonal = list(order = c(1,1,0),period=6))
> summary(sarima_model7)
Series: data_sarima$inflasi 
ARIMA(0,0,2)(1,1,0)[6] 

Coefficients:
         ma1     ma2     sar1
      0.6590  1.0000  -0.7256
s.e.  0.0625  0.1136   0.0994

sigma^2 estimated as 0.03613:  log likelihood=7.83
AIC=-7.65   AICc=-6.8   BIC=0.15

Training set error measures:
                      ME     RMSE       MAE       MPE     MAPE      MASE
Training set -0.01925506 0.174705 0.1343002 -90.55747 212.2714 0.5773088
                   ACF1
Training set -0.3720591
> lmtest::coeftest(sarima_model7)

z test of coefficients:

      Estimate Std. Error z value  Pr(>|z|)    
ma1   0.658956   0.062454 10.5510 < 2.2e-16 ***
ma2   0.999998   0.113551  8.8066 < 2.2e-16 ***
sar1 -0.725636   0.099371 -7.3023 2.829e-13 ***
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
> sarima_model8 <- forecast::Arima(data_sarima$inflasi, order = c(0,0,1),
+             seasonal = list(order = c(1,1,0),period=6))
> summary(sarima_model8)
Series: data_sarima$inflasi 
ARIMA(0,0,1)(1,1,0)[6] 

Coefficients:
         ma1     sar1
      0.0018  -0.7431
s.e.  0.1121   0.0935

sigma^2 estimated as 0.04665:  log likelihood=4.52
AIC=-3.03   AICc=-2.53   BIC=2.82

Training set error measures:
                      ME      RMSE       MAE       MPE     MAPE      MASE
Training set -0.04130781 0.2005407 0.1575039 -132.8319 261.1078 0.6770528
                    ACF1
Training set -0.05160535
> lmtest::coeftest(sarima_model8)

z test of coefficients:

      Estimate Std. Error z value  Pr(>|z|)    
ma1   0.001759   0.112134  0.0157    0.9875    
sar1 -0.743107   0.093540 -7.9443 1.954e-15 ***
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
> sarima_model9 <- forecast::Arima(data_sarima$inflasi, order = c(0,0,0),
+             seasonal = list(order = c(1,1,0),period=6))
> summary(sarima_model9)
Series: data_sarima$inflasi 
ARIMA(0,0,0)(1,1,0)[6] 

Coefficients:
         sar1
      -0.7434
s.e.   0.0917

sigma^2 estimated as 0.04573:  log likelihood=4.52
AIC=-5.03   AICc=-4.79   BIC=-1.13

Training set error measures:
                      ME      RMSE       MAE      MPE     MAPE      MASE
Training set -0.04137112 0.2005303 0.1574888 -132.745 261.2336 0.6769882
                    ACF1
Training set -0.04947579
> lmtest::coeftest(sarima_model9)

z test of coefficients:

      Estimate Std. Error z value  Pr(>|z|)    
sar1 -0.743389   0.091672 -8.1092 5.094e-16 ***
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
> sarima_model10 <- forecast::Arima(data_sarima$inflasi, order = c(0,0,2),
+             seasonal = list(order = c(0,1,2),period=6))
> summary(sarima_model10)
Series: data_sarima$inflasi 
ARIMA(0,0,2)(0,1,2)[6] 

Coefficients:
         ma1     ma2     sma1    sma2
      0.6096  0.9999  -1.4524  0.9996
s.e.  0.0727  0.1355   0.3103  0.4095

sigma^2 estimated as 0.01894:  log likelihood=15.24
AIC=-20.47   AICc=-19.17   BIC=-10.72

Training set error measures:
                      ME      RMSE       MAE       MPE     MAPE      MASE
Training set -0.02119583 0.1251909 0.1054284 -63.25579 170.3569 0.4531988
                   ACF1
Training set -0.2085267
> lmtest::coeftest(sarima_model10)

z test of coefficients:

      Estimate Std. Error z value  Pr(>|z|)    
ma1   0.609609   0.072682  8.3873 < 2.2e-16 ***
ma2   0.999930   0.135532  7.3778 1.609e-13 ***
sma1 -1.452387   0.310350 -4.6798 2.871e-06 ***
sma2  0.999584   0.409475  2.4411   0.01464 *  
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
> sarima_model11 <- forecast::Arima(data_sarima$inflasi, order = c(0,0,1),
+             seasonal = list(order = c(0,1,2),period=6))
> summary(sarima_model11)
Series: data_sarima$inflasi 
ARIMA(0,0,1)(0,1,2)[6] 

Coefficients:
         ma1     sma1    sma2
      0.1535  -1.1321  0.5934
s.e.  0.1110   0.2001  0.2136

sigma^2 estimated as 0.03899:  log likelihood=7.42
AIC=-6.84   AICc=-5.99   BIC=0.97

Training set error measures:
                      ME      RMSE       MAE       MPE     MAPE      MASE
Training set -0.04673437 0.1814999 0.1423718 -121.2646 208.3162 0.6120056
                   ACF1
Training set -0.0445786
> lmtest::coeftest(sarima_model11)

z test of coefficients:

     Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
ma1   0.15345    0.11096  1.3829 0.166694    
sma1 -1.13213    0.20009 -5.6582 1.53e-08 ***
sma2  0.59340    0.21355  2.7787 0.005458 ** 
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
> sarima_model12 <- forecast::Arima(data_sarima$inflasi, order = c(0,0,0),
+             seasonal = list(order = c(0,1,2),period=6))
> summary(sarima_model12)
Series: data_sarima$inflasi 
ARIMA(0,0,0)(0,1,2)[6] 

Coefficients:
         sma1    sma2
      -1.0701  0.5359
s.e.   0.1802  0.1808

sigma^2 estimated as 0.0406:  log likelihood=6.52
AIC=-7.05   AICc=-6.55   BIC=-1.19

Training set error measures:
                      ME      RMSE       MAE       MPE     MAPE      MASE
Training set -0.05327005 0.1870884 0.1459164 -123.7419 216.3048 0.6272425
                  ACF1
Training set 0.1301334
> lmtest::coeftest(sarima_model12)

z test of coefficients:

     Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
sma1 -1.07010    0.18018 -5.9389 2.87e-09 ***
sma2  0.53589    0.18076  2.9647  0.00303 ** 
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
> sarima_model13 <- forecast::Arima(data_sarima$inflasi, order = c(0,0,2),
+             seasonal = list(order = c(0,1,1),period=6))
> summary(sarima_model13)
Series: data_sarima$inflasi 
ARIMA(0,0,2)(0,1,1)[6] 

Coefficients:
         ma1     ma2     sma1
      0.6639  1.0000  -0.7879
s.e.  0.0640  0.1061   0.1382

sigma^2 estimated as 0.03624:  log likelihood=7.63
AIC=-7.27   AICc=-6.41   BIC=0.54

Training set error measures:
                     ME      RMSE       MAE       MPE     MAPE      MASE
Training set -0.0322788 0.1749862 0.1374292 -95.79338 202.4259 0.5907591
                   ACF1
Training set -0.2593254
> lmtest::coeftest(sarima_model13)

z test of coefficients:

      Estimate Std. Error z value  Pr(>|z|)    
ma1   0.663933   0.064045 10.3667 < 2.2e-16 ***
ma2   0.999988   0.106085  9.4263 < 2.2e-16 ***
sma1 -0.787856   0.138163 -5.7024 1.182e-08 ***
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
> sarima_model14 <- forecast::Arima(data_sarima$inflasi, order = c(0,0,1),
+             seasonal = list(order = c(0,1,1),period=6))
> summary(sarima_model14)
Series: data_sarima$inflasi 
ARIMA(0,0,1)(0,1,1)[6] 

Coefficients:
         ma1     sma1
      0.1435  -0.7566
s.e.  0.1091   0.1335

sigma^2 estimated as 0.05055:  log likelihood=2.29
AIC=1.41   AICc=1.91   BIC=7.26

Training set error measures:
                      ME      RMSE       MAE       MPE     MAPE      MASE
Training set -0.05508998 0.2087522 0.1499049 -132.1839 233.0023 0.6443877
                    ACF1
Training set -0.02895291
> lmtest::coeftest(sarima_model14)

z test of coefficients:

     Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
ma1   0.14349    0.10915  1.3146   0.1886    
sma1 -0.75656    0.13349 -5.6674 1.45e-08 ***
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
> sarima_model15 <- forecast::Arima(data_sarima$inflasi, order = c(0,0,0),
+             seasonal = list(order = c(0,1,1),period=6))
> summary(sarima_model15)
Series: data_sarima$inflasi 
ARIMA(0,0,0)(0,1,1)[6] 

Coefficients:
         sma1
      -0.7498
s.e.   0.1311

sigma^2 estimated as 0.0513:  log likelihood=1.48
AIC=1.05   AICc=1.29   BIC=4.95

Training set error measures:
                      ME      RMSE      MAE       MPE     MAPE      MASE
Training set -0.06165865 0.2123878 0.154211 -123.7386 248.1351 0.6628978
                  ACF1
Training set 0.1487828
> lmtest::coeftest(sarima_model15)

z test of coefficients:

     Estimate Std. Error z value  Pr(>|z|)    
sma1 -0.74975    0.13114 -5.7172 1.083e-08 ***
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
> sarima_model16 <- forecast::Arima(data_sarima$inflasi, order = c(0,0,2),
+             seasonal = list(order = c(0,1,0),period=6))
> summary(sarima_model16)
Series: data_sarima$inflasi 
ARIMA(0,0,2)(0,1,0)[6] 

Coefficients:
         ma1     ma2
      0.3050  0.3729
s.e.  0.1873  0.1642

sigma^2 estimated as 0.08194:  log likelihood=-7.89
AIC=21.79   AICc=22.29   BIC=27.64

Training set error measures:
                      ME      RMSE       MAE       MPE     MAPE      MASE
Training set -0.02196556 0.2657718 0.1965631 -126.1584 294.4569 0.8449547
                    ACF1
Training set -0.07839631
> lmtest::coeftest(sarima_model16)

z test of coefficients:

    Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)  
ma1  0.30500    0.18730  1.6284  0.10345  
ma2  0.37290    0.16423  2.2706  0.02317 *
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
> sarima_model17 <- forecast::Arima(data_sarima$inflasi, order = c(0,0,1),
+             seasonal = list(order = c(0,1,0),period=6))
> summary(sarima_model17)
Series: data_sarima$inflasi 
ARIMA(0,0,1)(0,1,0)[6] 

Coefficients:
         ma1
      0.1743
s.e.  0.1080

sigma^2 estimated as 0.09144:  log likelihood=-11.1
AIC=26.2   AICc=26.45   BIC=30.1

Training set error measures:
                      ME      RMSE       MAE       MPE     MAPE      MASE
Training set -0.03065491 0.2835516 0.2115234 -111.7405 294.7874 0.9092636
                   ACF1
Training set 0.03760203
> lmtest::coeftest(sarima_model17)

z test of coefficients:

    Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
ma1  0.17432    0.10804  1.6135   0.1066

setelah model didapatkan dialkukan pengujian model dan signifikansi model. terdapat 17 model SARIMA yang terpilih. lmtest digunakan untuk memudahkan melihat coeffisien model.

2.6 Diagnostik Model

> forecast::checkresiduals(sarima_model4)


    Ljung-Box test

data:  Residuals from ARIMA(0,0,2)(1,1,1)[6]
Q* = 10.076, df = 6, p-value = 0.1215

Model df: 4.   Total lags used: 10
> nortest::sf.test(sarima_model4$residuals)

    Shapiro-Francia normality test

data:  sarima_model4$residuals
W = 0.98094, p-value = 0.417
> acf(sarima_model4$residuals)

> forecast::checkresiduals(sarima_model6)


    Ljung-Box test

data:  Residuals from ARIMA(0,0,0)(1,1,1)[6]
Q* = 11.175, df = 8, p-value = 0.192

Model df: 2.   Total lags used: 10
> nortest::sf.test(sarima_model6$residuals)

    Shapiro-Francia normality test

data:  sarima_model6$residuals
W = 0.98325, p-value = 0.5147
> acf(sarima_model6$residuals)

> forecast::checkresiduals(sarima_model7)


    Ljung-Box test

data:  Residuals from ARIMA(0,0,2)(1,1,0)[6]
Q* = 14.927, df = 7, p-value = 0.03695

Model df: 3.   Total lags used: 10
> nortest::sf.test(sarima_model7$residuals)

    Shapiro-Francia normality test

data:  sarima_model7$residuals
W = 0.98068, p-value = 0.407
> acf(sarima_model7$residuals)

> forecast::checkresiduals(sarima_model9)


    Ljung-Box test

data:  Residuals from ARIMA(0,0,0)(1,1,0)[6]
Q* = 14.982, df = 9, p-value = 0.09143

Model df: 1.   Total lags used: 10
> nortest::sf.test(sarima_model9$residuals)

    Shapiro-Francia normality test

data:  sarima_model9$residuals
W = 0.9772, p-value = 0.2906
> acf(sarima_model9$residuals)

> forecast::checkresiduals(sarima_model10)


    Ljung-Box test

data:  Residuals from ARIMA(0,0,2)(0,1,2)[6]
Q* = 7.5303, df = 6, p-value = 0.2746

Model df: 4.   Total lags used: 10
> nortest::sf.test(sarima_model10$residuals)

    Shapiro-Francia normality test

data:  sarima_model10$residuals
W = 0.97916, p-value = 0.3517
> acf(sarima_model10$residuals)

> forecast::checkresiduals(sarima_model12)


    Ljung-Box test

data:  Residuals from ARIMA(0,0,0)(0,1,2)[6]
Q* = 10.087, df = 8, p-value = 0.259

Model df: 2.   Total lags used: 10
> nortest::sf.test(sarima_model12$residuals)

    Shapiro-Francia normality test

data:  sarima_model12$residuals
W = 0.98663, p-value = 0.6797
> acf(sarima_model12$residuals)

> forecast::checkresiduals(sarima_model13)


    Ljung-Box test

data:  Residuals from ARIMA(0,0,2)(0,1,1)[6]
Q* = 11.514, df = 7, p-value = 0.1177

Model df: 3.   Total lags used: 10
> nortest::sf.test(sarima_model13$residuals)

    Shapiro-Francia normality test

data:  sarima_model13$residuals
W = 0.98686, p-value = 0.6912
> acf(sarima_model13$residuals)

> forecast::checkresiduals(sarima_model15)


    Ljung-Box test

data:  Residuals from ARIMA(0,0,0)(0,1,1)[6]
Q* = 21.505, df = 9, p-value = 0.01059

Model df: 1.   Total lags used: 10
> nortest::sf.test(sarima_model15$residuals)

    Shapiro-Francia normality test

data:  sarima_model15$residuals
W = 0.96958, p-value = 0.1352
> acf(sarima_model15$residuals)

kemudian dilakukan diagnostik model. Diagnostik model yang dilakukan adalah pengujian residual dengan checkresiduals dan sf.test untuk white noise dan uji normalitas sisaan.

2.7 Pemilihan Model Terbaik

> AIC(sarima_model4)
[1] -13.67701
> AIC(sarima_model6)
[1] -7.210229
> AIC(sarima_model9)
[1] -5.032026
> AIC(sarima_model10)
[1] -20.47176
> AIC(sarima_model12)
[1] -7.047588
> AIC(sarima_model13)
[1] -7.266025

syntax di atas digunakan untuk menghitung nilai AIC dari model terbaik.

2.8 Peramalan

> fsarima <- forecast::forecast(sarima_model10, h=6)
> fsarima
   Point Forecast        Lo 80     Hi 80      Lo 95     Hi 95
59    -0.06179735 -0.259011535 0.1354168 -0.3634104 0.2398157
60     0.18896915 -0.040726634 0.4186649 -0.1623202 0.5402585
61     0.22432376 -0.073717612 0.5223651 -0.2314912 0.6801387
62     0.16495687 -0.133084495 0.4629982 -0.2908581 0.6207718
63     0.30019505  0.002153682 0.5982364 -0.1556199 0.7560100
64     0.16475545 -0.133285912 0.4627968 -0.2910595 0.6205704

syntax di atas dilakukan untuk melakukan peramalan pada terbaik

> plot(fsarima)

syntax di atas digunakan untuk memplotkan hasil peramalan

> fsarima$mean
Time Series:
Start = 59 
End = 64 
Frequency = 1 
[1] -0.06179735  0.18896915  0.22432376  0.16495687  0.30019505  0.16475545

syntax di atas digunakan untuk menampilkan hasil peramalan

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Statistika Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahu gambaran umum mengenai data persentase inglasi bulanan kabupaten banyuwangi yang disajikan pada plot deret waktu pada gambar 1 dan hasil deskriptif data disajikan pada tabel 1. Gambar 1 Deskripsi Data Persentase Inflasi Bulanan Kabupaten Banyuwang

Gambar 1 Plot Persentase Inflasi Bulanan Kabupaten Banyuwangi terhadap Waktu

Tabel 1 Statistika Deskriptif Data Persentase Inflasi Bulanan Kabupaten Banyuwangi
N Min Mean Max
49- -0,49 0,1696 0,7

Berdasarkan tabel 1 dan gambar 1 dapat dilihat bahwa persentase tertinggi sebesar 0.7% dan terendah pada -0.49%. Dapat dilihat pulas setiap hampir 6 bulan persentase inflasi akan turun sehingga terdapat indikasi bahwa data merupakan data musiman. Maka nilai s bernilai 6

3.1.2 Stasioneritas Data

  1. Stasioneritas Ragam

Hasil perhitungan Lambda Box-Cox dapat dilihat pada tabel 2 berikut

Tabel 2 Nilai Box-Cox Lambda
Lambda Box-Cox Nilai
\(\lambda\) 0,989
  1. Stasioneritas Rata-Rata
Tabel 3 Nilai Uji ADF non seasonal
ADF Test Nilai
-5.1034 0,01

Berdasarkan tabel 3 di atas, didapatkan \(p-value\) sebesar \(0,01<0,05\) maka dapat diputuskan tolak \(H_0\). Dapat disimpulkan bahwa secara non seasonal data sudah stasioner terhadap rata-rata. maka nilai d bernilai 0

Tabel 4 Nilai Uji ADF seasonal
ADF Test Nilai
-3.3409 0,0739

Berdasarkan tabel 4 di atas, didapatkan \(p-value\) sebesar \(0,07398>0,05\) maka dapat diputuskan terima \(H_0\). Dapat disimpulkan bahwa secara seasonal data tidak stasioner terhadap rata-rata maka diperlukan differencing.

Tabel 5 Nilai Uji ADF seasonal differencing
ADF Test Nilai
-4.559 0,01

Berdasarkan tabel 5 di atas, didapatkan \(p-value\) sebesar \(0,01<0,05\) maka dapat diputuskan tolak \(H_0\). Dapat disimpulkan bahwa secara seasonal data differencing sudah stasioner terhadap rata-rata. Maka D bernilai 1. Karena data sudah stasioner terhadap ragam dan rata-rata, maka dapat dilanjutkan identifikasi model.

3.1.3 Plot ACF dan PACF

Gambar 2 Plot ACF differencing seasonal Gambar 3 Plot PACF differencing seasonal

Berdasarkan data gambar 2 dan 3, dapat dilihat bahwa \(lag≤3\) sudah tidak signifikan maka secara non seasonal data sudah stasioner maka nilai p dan q bernilai 0. Karena plot PACF pada \(lag≤3\) tidak signifikan serta bernilai 2 serta karena plot ACF signifikan pada lag ke-1,2. Dapat dilihat bahwa lag≤18 sudah tidak signifikan dengan periode 6 maka secara seasonal data sudah stasioner. Sehingga nilai P dan Q bernilai 1 karena pada plot PACF lag ke-6 signifikan serta bernilai 2 karena pada plot ACF lag ke-6,12 signifikan.

3.1.4 Identifikasi Model

Berdasarkan plot ACF dan PACF di atas, maka didapatkan model \[ SARIMA(0,0,2)(1,1,2)^6\tag9 \] Dari model 9 maka dapat terbentuk 17 model tentatif berikut. \[ SARIMA(0,0,2)(1,1,2)^6 \] \[ SARIMA(0,0,1)(1,1,2)^6 \] \[ SARIMA(0,0,0)(1,1,2)^6 \] \[ SARIMA(0,0,2)(1,1,1)^6 \] \[ SARIMA(0,0,1)(1,1,1)^6 \] \[ SARIMA(0,0,0)(1,1,1)^6 \] \[ SARIMA(0,0,2)(1,1,0)^6 \] \[ SARIMA(0,0,1)(1,1,0)^6 \] \[ SARIMA(0,0,0)(1,1,0)^6 \] \[ SARIMA(0,0,2)(0,1,2)^6 \] \[ SARIMA(0,0,1)(0,1,2)^6 \] \[ SARIMA(0,0,0)(0,1,2)^6 \] \[ SARIMA(0,0,2)(0,1,1)^6 \] \[ SARIMA(0,0,1)(0,1,1)^6 \] \[ SARIMA(0,0,0)(0,1,1)^6 \] \[ SARIMA(0,0,2)(0,1,0)^6 \] \[ SARIMA(0,0,1)(0,1,0)^6 \]

3.1.5 Diagnostik Model

  1. Uji Signifikansi Parameter Setelah nilai estimasi parameter didapatkan maka dilakukan uji signifikansi parameter. Uji signifikansi parameter digunakan untuk menunjukkan apakah parameter berpengaruh pada model atau tidak. Berdasarkan uji signifikansi parameter didapatkan delapan model yang signifikan yaitu: \[ SARIMA(0,0,2)(1,1,1)^6 \] \[ SARIMA(0,0,0)(1,1,1)^6 \] \[ SARIMA(0,0,2)(1,1,0)^6 \] \[ SARIMA(0,0,0)(1,1,0)^6 \] \[ SARIMA(0,0,2)(0,1,2)^6 \] \[ SARIMA(0,0,0)(0,1,2)^6 \] \[ SARIMA(0,0,2)(0,1,1)^6 \] \[ SARIMA(0,0,0)(0,1,1)^6 \] Delapan model tersebut dilanjutkan untuk menguji sisaan model untuk mencari model terbaik.

  2. Uji Sisaan

  • Uji Normalitas Model |P-value |Keterangan :———————|:———–|:———– SARIMA(0,0,2)(1,1,1)^6| 0.417 |Normal SARIMA(0,0,0)(1,1,1)^6| 0.515 |Normal SARIMA(0,0,2)(1,1,0)^6| 0.407 |Normal SARIMA(0,0,0)(1,1,0)^6| 0.291 |Normal SARIMA(0,0,2)(0,1,2)^6| 0.352 |Normal SARIMA(0,0,0)(0,1,2)^6| 0.680 |Normal SARIMA(0,0,2)(0,1,1)^6| 0.6912 |Normal SARIMA(0,0,0)(0,1,1)^6| 0.135 |Normal

Table: Tabel 6 Hasil Uji Normalitas

Berdasarkan tabel 6 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh sisaan model menyebar normal maka seluruh model diikutsertakan dalam uji berikutnya.

  • Uji White Noise Model |P-value |Keterangan :———————|:———–|:———– SARIMA(0,0,2)(1,1,1)^6| 0.122 |Normal SARIMA(0,0,0)(1,1,1)^6| 0.192 |Normal SARIMA(0,0,2)(1,1,0)^6| 0.037* |Normal SARIMA(0,0,0)(1,1,0)^6| 0.091 |Normal SARIMA(0,0,2)(0,1,2)^6| 0.274 |Normal SARIMA(0,0,0)(0,1,2)^6| 0.259 |Normal SARIMA(0,0,2)(0,1,1)^6| 0.118 |Normal SARIMA(0,0,0)(0,1,1)^6| 0.011* |Normal

Table: Tabel 7 Hasil Uji White Noise

Berdasarkan tabel 7 terdapat dua model yang tidak white noise yaitu model \(SARIMA(0,0,2)(1,1,0)^6\) dan \(SARIMA(0,0,0)(0,1,1)^6\) maka model tersebut bukan model terbaik. Sisa enam model yang memenuhi uji sisaan, maka harus dibandingkan nilai AIC tiap-tiap model untuk menentukan model terbaik.

3.1.6 Pemilihan Model Terbaik

Model terbaik adalah model yang memenuhi syarat pada uji sisaan dan memiliki nilai AIC terkecil. Nilai AIC yang memenuhi uji sisaan di atas disajikan pada tabel 8 berikut.

Tabel 8 Nilai AIC
Model P-value
SARIMA(0,0,2)(1,1,1)^6 -5,220
SARIMA(0,0,0)(1,1,1)^6 -7,210
SARIMA(0,0,0)(1,1,0)^6 -5,031
SARIMA(0,0,2)(0,1,2)^6 -20,472
SARIMA(0,0,0)(0,1,2)^6 -7,048
SARIMA(0,0,2)(0,1,1)^6 -7,266

Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat model yang memiliki nilai AIC terkecil adalah model \(SARIMA(0,0,2)(0,1,2)^6\) dengan nilai AIC \(-2,472\). Maka model \(SARIMA(0,0,2)(0,1,2)^6\) merupakan model terbaik untuk meramalkan persentase inflasi Kabupaten Banyuwangi. Maka didapatkan model sebagai berikut \[ (1-B^6)^1Z_t=(1-0,61B-0,1B^2)(1+1,452B^6-0,1B^12)\alpha_t \]

3.1.7 Peramalan

Gambar 4 Plot Data Peramalan Persentase Inflasi

Telah diperoleh model \(SARIMA(0,0,2)(0,1,2)^6\) sebagai model terbaik. Kemudian dilakukan peramalan untuk 6 bulan kedepan mulai November 2022 hingga April 2022. Hasil tersebut disajikan pada tabel 8 berikut.

Tabel 9 Hasil Peramalan
Periode Ramalan
November 2022 -0,062
Desember 2022 0,189
Januari 2022 0,224
Februari 2022 0,165
Maret 2022 0,300
April 2022 0,165

##Pembahasan Berdasarkan hasil di atas maka persentase tertinggi inflasi Kabupaten Banyuwangi sebesar \(0,7%\) dan terendah \(-0,49%\) dengan rata-rata persentase inflasi sebesar \(0,1686%\). plot tersebut menunjukkan plot musiman setiap 6 bulan. Kemudian data persentase inflasi dilakukan uji stasioneritas ragam dan rata-rata. Hasil uji stasionaritas ragam menungukkan nilai lambda \(0,989\) yang mengindikasikan data sudah stasioner terhadap ragam. Kemudian hasil uji stasioneritas rata-rata non-seasonal menunjukkan hasil \(p-value < 0,01\) maka dapat disimpulkan data secara non-seasonal sudah stasioner terhadap rata-rata. Kemudian dilakukan uji stasioneritas rata-rata seasonal didapatkan hasil \(p-value=0,07398\) sehngga dapat disimpulkan bahwa data tidak stasioner terhadap rata-rata secara seasonal maka diperlukan differencing. Hasil uji kestasioneran terhadap ragam secara seasonal setelah di defferencing didapatkan hasil \(p-value<0,01\) sehingga dapat disimpulkan data telah stasioner. Kemudian dilanjutkan penentuan model dilihat dari plot acf dan pacfnya. Didapatkan model \(SARIMA(0,0,2)(1,1,2)^6\).

Dari model tersebut maka didapatkan 17 model tentatif. Ke 17 model tersebut kemudian dilakukan uji sinigikansi parameter dan uji sisaan. Berdasarkan hasil tersebut terpilih 6 model terbaik. Kemudian dilkakukan perhitungan nilai AIC untuk menentukan model terbaik. Dari 6 model tersebut, model \(SARIMA(0,0,2)(0,1,2)^6\) merupakan model terbaik karena memiliki nilai AIC terkecil sebesar \(-20,472\). Kemudan dilakukan peramalan didaptan hasil peramalan secara berturut turut sebesar \(-0.062\), \(0.189\), \(0.224\), \(0.165\), \(0.3\), dan \(0,165\) dari bulan November 2021 hingga April 2022. Dapat dilihat bahwa inflasi akan menurun pada bulan November 2021 dan relatif meningkat pada bulan-bulan berikutnya sebelum menurun sesuai dengan periode musiman. Peningkatan inflasi tertinggi berdasarkan peramalan terjadi pada bulan Maret 2022. Hasil tersebut seusai dengan musiman yang terjadi.

#Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, model terbaik yang terpilih adalah model \(SARIMA(0,0,2)(0,1,2)^6\). Model tersebut terpilih karena memenuhi kriteria uji sisaan dan memiliki AIC terkecil. Hasil peramalan 6 bulan kedepan didapat nilai \(-0.062\), \(0.189\), \(0.224\), \(0.165\), \(0.3\), dan \(0,165\). Dapat dilihat bahwa inflasi akan menurun pada bulan November 2021 dan relatif meningkat pada bulan-bulan berikutnya sebelum menurun sesuai dengan periode musiman. Peningkatan inflasi tertinggi berdasarkan peramalan terjadi pada bulan Maret 2022.

4 DAFTAR PUSTAKA

Aktivani, S. (2021). Uji Stasioneritas Data Inflasi Kota Padang Periode 2014-2019. Jurnal Stasitika Industri dan Komputasi, 6(1), 26-33.
Banyuwangikab. (2021). Gambaran umum geografi Kabupaten Banyuwangi. Dipetik 12 19, 2021, dari Kabupaten Banyuwangi: https://banyuwangikab.go.id/profil/gambaranumum.html.
BPS. (2021, November 01). Inflasi Bulanan, 2017-2021. Dipetik November 27, 2021, dari Badan Pusat Statistik Kota Surabaya: https://surabayakota.bps.go.id/indicator/3/201/1/inflasibulanan.html.
Fahrudin, R. (2018). Forecasting Tourist Visits Using Seasonal. In IOP Conference Series: Materials Science and Engineering. 407(1), hal. 2. IOP Publishing. doi:10.1088/1757-899X/407/1/012148.
Fahrudin, R., & Sumitra, I. D. (2020). PERAMALAN INFLASI MENGGUNAKAN METODE SARIMA DAN SINGLE EXPONENTIAL SMOOTHING (STUDI KASUS : KOTA BANDUNG). Majalah Ilmiah UNIKOM, 17(2), 112.
Kafara, Z., Rumlawang, F. Y., & Sinay, L. J. (2017). Peramalan Curah Hujan dengan Pendekatan Seasonal Autoregressive Intergrated Moving Average (SARIMA). Barekeng, 11(1), 63-74.
Maulana, H. A. (2018). Pemodelan Deret Waktu dan Peramalan Curah Hujan pada Dua Belas Stasion di Bogor. Jurnal Matematika, Statistikam dan Komputasi, 15(1), 50-63.
Rizki, M. I., & Taqiyyuddin, T. A. (2021). Penerapan Model SARIMA untuk Memprediksi Tingkat Inflasi di Indonesia. Jurnal Sains Matematika dan Statistika, 7, 62-72.
Sitorus, V. B., Wahyuningsih, S., & Hayati, M. N. (2017). Peramalan dengan Metode Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA) di Bidang Ekonomi (Studi Kasus: Inflasi Indonesia). Jurnal EKSPONENSIAL, 8(1), 17-26.
Tulak, D. Y., Junaidi, & Utami, I. T. (2017). Penerapan Autoregressive Distributed Lag dalam Memodelkan Pengaruh Indeks Harga Konsumen Kelompok Bahan Makanan dan Kelompok Makanan Jadi terhadap Inflasi di Kota Palu. Natural Science : Journal of Science and Technology, 6(3), 313-320.
Wei, W. W. (2006). Time Series Analysis Univariate and Multivariate Methods. United States of America: Pearson Educarion, Inc.
Wibowo, E. S., & Syaichu, M. (2013). ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA, INFLASI, CAR, BOPO, NPF, TERHADAP PROFITABILITAS BANK SYARIAH. DIPONEGORO JOURNAL OF MANAGEMENT, 2(2), 2.