Analisis Regresi Mengenai Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Pertumbuhan Gigi Pada Marmut

Aditia Dewi Indahsari

Mei 2022

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vitamin C atau asam L-askorbat, atau askorbat adalah nutrisi penting bagi manusia dan hewan. Vitamin yang memiliki aktivitas vitamin C adalah asam askorbat dan garamnya, dan beberapa bentuk teroksidasi dari molekul seperti asam dehidroaskorbat. Askorbat dan asam askorbat keduanya secara alami terdapat dalam tubuh ketika salah satu dari asam ini bertemu dalam sel karena perubahan bentuk yang disebabkan oleh pH (Wadge, 2003). Sebagai sebuah koenzim, vitamin C memiliki peranan besar dalam metabolisme. Vitamin C merupakan substansi penting yang dibutuhkan dalam pembentukan kolagen yang memegang peranan penting dalam penyembuhan luka. Selain itu Vitamin C juga dapat membantu proses pertumbuhan gigi pada manusia dan hewan seperti marmut. Marmut merupakan hewan pengerat yang banyak digunakan dalam penelitian yaitu mencapai sekitar 69% karena murah dan mudah untuk ditangani, rentang hidup yang singkat, mudah beradaptasi pada kondisi sekitarnya dan tingkat reproduksi yang cepat sehingga memungkinkan untuk penelitian proses biologis pada tahap semua siklus hidup. Marmut ini termasuk pada hewan pengerat. Dimana rata-rata hewan pengerat memiliki gigi seri yang terus tumbuh untuk mengunyah makanan mereka. Gigi seri hewan pengerat berbeda dengan gigi seri hewan lain atau manusia. Perbedaannya adalah pada struktur akar gigi mereka yang merupakan struktur akar terbuka. Struktur gigi terbuka memungkinkan gigi terus-menerus menghasilkan enamel sepanjang hidup mereka tanpa adanya akar gigi yang terbentuk dengan baik. Gigi seri hewan pengerat dilapisi oleh lapisan enamel yang keras di bagian depan, sedangkan di bagian belakang, ada lapisan dentin yang lunak. Jika tidak digunakan untuk menggerogoti makanannya atau benda-benda lain, maka gigi seri ini akan terus tumbuh memanjang. Dengan terus-menerus menggigit berbagai benda, gigi mereka jadi aus dan terkikis sedikit demi sedikit. Karena hal tersebut vitamin C ini dianggap cukup penting untuk kesehatan gigi marmut. Dimana pemberian Vitamin C dapat membantu pertumbuhan gigi marmut.Maka dari itu, dilakukan analisis regresi untuk mengetahui pengaruh pemberian dosis vitamin C terhadap pertumbuhan marmut secara signifikan.

1.2 Tujuan

Data penelitian ini digunakan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin C terhadap pertumbuhan gigi pada Marmut menggunakan analisis Regresi.

2 Tinjauan Pustaka

2.1 Statistika Deskriptif

Statistika deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistik deskriptif adalah bagian dari ilmu statistik yang meringkas, menyajikan dan mendeskripsikan data dalam bentuk yang mudah dibaca sehingga memberikan informasi tersebut lebih lengkap (Walpole, 1995).

  • Nilai Minimum
    Nilai minimum merupakan nilai paling kecil dari suatu data.
  • Nilai Maksimum Nilai maksimum merupakan nilai paling besar dari suatu data.
  • Rata - rata
    Mean atau rata-rata merupakan ukuran pemusatan data. Dimana rata-rata data didapatkan melalui pembagian antara jumlah data dengan banyak data. Berikut rumus untuk memperoleh rata-rata :

\[ \mu = \frac{x_1 + x_2 +\dots + x_n}{n} = \frac {1}{n} \sum^{n}_{i=1}{x_i} \]

  • Standar Deviasi
    Standar deviasi merupakan ukuran penyebaran data. Dimana jika Semakin kecil nilai sebarannya berarti variasi nilai data makin sama dan jika sebarannya bernilai 0, maka nilai semua datanya adalah sama. Semakin besar nilai sebarannya berarti data semakin bervariasi. Berikut rumus untuk memperoleh standar deviasi :

\[ \sigma = \sqrt{\sum{\frac{(x_i - \bar x)^2}{n}}} \]

2.2 Uji Asumsi Klasik

2.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada masing-masing variabel tetapi pada nilai residualnya. Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji histogram, uji normal P Plot, uji Chi Square, Skewness dan Kurtosis atau uji Kolmogorov Smirnov (Sunjoyo dkk, 2013:59). Sedangkan menurut Ghozali (2016) uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah pada suatu model regresi, suatu variabel independen dan variabel dependen ataupun keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak normal. Apabila suatu variabel tidak berdistribusi secara normal, maka hasil uji statistik akan mengalami penurunan. Pada uji normalitas data dapat dilakukan dengan menggunakan uji Shapiro Wilk.

2.2.2 Uji Homoskedastisitas

Uji homoskedastisitas adalah uji yang dilakukan untuk melihat apakah terdapat kesamaan varians dari residual satu ke pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah dimana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Deteksi homoskesdastisitas dapat dilakukan dengan metode scatter plot dengan memplotkan nilai ZPRED (nilai prediksi) dengan nilai SRESID (nilai residualnya). Apabila tidak terdapat pola tertentu dan tidak menyebar diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu y, maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk model penelitian yang baik adalah yang tidak terdapat heteroskedastisitas (Ghozali, 2016).Pada uji homoskedastisitas data dapat dilakukan dengan menggunakan uji Breusch Pagan.

2.2.3 Uji Non AutoKorelasi

Uji autokorelasi adalah untuk melihat apakah terjadi korelasi antara suatu periode t dengan periode sebelumnya (t-1). Secara sederhana adalah bahwa analisis regresi adalah untuk melihat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat, jadi tidak boleh ada korelasi antar observasi dengan data observasi sebelumnya. Dan menurut Ghozali (2016) autokorelasi dapat muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu yang berkaitan satu sama lainnya. Permasalahan ini muncul karena residual tidak bebas pada satu observasi ke observasi lainnya. Untuk model regresi yang baik adalah pada model regresi yang bebas dari autokolerasi. Untuk mendeteksi terdapat atau tidaknya autokorelasi adalah dengan melakukan uji Durbin Watson.

2.3 Analisis Regresi Sederhana

Analisis regresi (regression analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan dan menggunakan persamaan tersebut untuk membuat perkiraan (prediction). Dengan demikian, analisis regresi sering disebut sebagai analisis prediksi. Dikatakan prediksi karena nilai prediksi tidak selalu tepat dengan nilai riilnya. Semakin kecil tingkat penyimpangan antara nilai prediksi dengan nilai riilnya, maka semakin tepat persamaan regresi yang bentuk. Hal ini dapat didefinisikan bahwa analisa regresi adalah metode statistika yang digunakan untuk menentukan kemungkinan bentuk hubungan antara variabel-variabel dengan tujuan pokok dalam penggunaan metode untuk meramalkan atau memperkirakan nilai dari suatu variabel lain yang diketahui. Analisa Regresi ini juga digunakan untuk menentukan bentuk hubungan ketergantungan dari satu variabel tak bebas/respons (dependent) kepada satu atau lebih peubah penjelas/prediktor (explanatory). Model digunakan untuk menduga rata-rata populasi dari variabel respons berdasarkan pengetahuan mengenai nilai variabel prediktor.
Model regresi sampel(dengan penduga parameter)
\[ \hat Y = \alpha + \hat\beta X + \varepsilon_i \]

2.4 Data

Data yang digunakan adalah data yang berasal dari dataset R. Dimana data tersebut diambil dari jurnal milik E.W.Crapton pada tahun 1947 dengan judul ” The Growth of The Odontoblast of The Incisor Teeth as a Criterion of Vitamin C Intake of The Guinea Pig”.

3 SOURCE CODE

3.1 Library yang Dibutuhkan

> # library(knitr)
> # library(rmarkdown)
> # library(prettydoc)
> # library(lmtest)
> # library(car)

3.2 Data

> p <- file.path("D:","PRAKTIKUM KOMSTAT","DATA.csv")
> Data = read.csv(p,header=TRUE)
> Data_Marmut  <- data.frame(Data$Dosis_Vitamin_C,Data$Panjang_Gigi)
> Data_Marmut
   Data.Dosis_Vitamin_C Data.Panjang_Gigi
1                   0.5               4.2
2                   0.5              11.5
3                   0.5               7.3
4                   0.5               5.8
5                   0.5               6.4
6                   0.5              10.0
7                   0.5              11.2
8                   0.5              11.2
9                   0.5               5.2
10                  0.5               7.0
11                  1.0              16.5
12                  1.0              16.5
13                  1.0              15.2
14                  1.0              17.3
15                  1.0              22.5
16                  1.0              17.3
17                  1.0              13.6
18                  1.0              14.5
19                  1.0              18.8
20                  1.0              15.5
21                  2.0              23.6
22                  2.0              18.5
23                  2.0              33.9
24                  2.0              25.5
25                  2.0              26.4
26                  2.0              32.5
27                  2.0              26.7
28                  2.0              21.5
29                  2.0              23.3
30                  2.0              29.5

3.3 Statistika Deskriptif

3.3.1 Nilai Minimum

> min(Data$Panjang_Gigi)
[1] 4.2
> min (Data$Dosis_Vitamin_C)
[1] 0.5

3.3.2 Nilai Maksimum

> max(Data$Panjang_Gigi)
[1] 33.9
> max(Data$Dosis_Vitamin_C)
[1] 2

3.3.3 Rata-rata

> mean(Data$Panjang_Gigi)
[1] 16.96333
> mean(Data$Dosis_Vitamin_C)
[1] 1.166667

3.3.4 Standar Deviasi

> sd(Data$Panjang_Gigi)
[1] 8.266029
> sd(Data$Dosis_Vitamin_C)
[1] 0.6342703

3.4 Plot

> scatter.smooth(Data, xlab = "dosis", ylab = "Panjang gigi", main = "Scatter Plot Pengaruh Vitamin C terhadap Pertumbuhan Gigi Pada Marmut")

> par(mfrow = c(2,2))
> plot(reg)
Error in plot(reg): object 'reg' not found

3.5 Uji Asumsi Klasik

3.5.1 Uji Normalitas

> reg <- lm(Data$Panjang_Gigi~Data$Dosis_Vitamin_C, data = Data_Marmut)
> print(reg)

Call:
lm(formula = Data$Panjang_Gigi ~ Data$Dosis_Vitamin_C, data = Data_Marmut)

Coefficients:
         (Intercept)  Data$Dosis_Vitamin_C  
               3.295                11.716  
> sisa <- residuals(reg)
> shapiro.test(sisa)

    Shapiro-Wilk normality test

data:  sisa
W = 0.98369, p-value = 0.9128

3.5.2 Uji Homoskedastisitas

> library(lmtest)
> bptest(reg)

    studentized Breusch-Pagan test

data:  reg
BP = 3.1956, df = 1, p-value = 0.07384

3.5.3 Non Autokorelasi

> dwtest(reg)

    Durbin-Watson test

data:  reg
DW = 1.9248, p-value = 0.3444
alternative hypothesis: true autocorrelation is greater than 0

3.6 Model Persamaan Analisis Regresi

> reg <- lm(Data$Panjang_Gigi~Data$Dosis_Vitamin_C, data = Data_Marmut)
> print(reg)

Call:
lm(formula = Data$Panjang_Gigi ~ Data$Dosis_Vitamin_C, data = Data_Marmut)

Coefficients:
         (Intercept)  Data$Dosis_Vitamin_C  
               3.295                11.716  

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Statistika Deskriptif5

4.1.1 Nilai Minimum

\[ Y (min) = 4.2 \] Berdasarkan data ToothGrowth pada Marmut diperoleh panjang gigi marmut terkecil sebesar 4.2 mm.

\[ X (min) = 0.5 \] Berdasarkan data ToothGrowth pada Marmut diperoleh dosis Vitamin C paling sedikit sebesar 0.5 mg.

4.1.2 Nilai Maksimum

\[ Y (max) = 33.9\] Berdasarkan data ToothGrowth pada Marmut diperoleh panjang gigi marmut terbesar sebesar 33.9 mm.

\[ X (max) = 2\] Berdasarkan data ToothGrowth pada Marmut diperoleh dosis Vitamin C paling banyak sebesar 2 mg.

4.1.3 Rata-rata

\[ \mu_Y= 16.96333 \] Berdasarkan data ToothGrowth pada Marmut diperoleh rata-rat panjang gigi marmut sebesar 16.96333 mm.

\[ \mu_X = 1.166667\] Berdasarkan data ToothGrowth pada Marmut diperoleh rata-rata dosis vitamin C yang diberikan pada Marmut sebesar 1.166667 mg.

4.1.4 Standar Deviasi

Berdasarkan data yang digunakan didapatkan nnilai standar deviasi dari variabel respon yaitu panjang gigi sebesar \[ \sigma_Y = 8.266029 \] Berdasarkan data ToothGrowth pada Marmut diperoleh standar deviasi dari panjang gigi marmut sebesar 8.266029 mm.

\[\sigma_X = 0.6342703 \]

Berdasarkan data ToothGrowth pada Marmut diperoleh standar deviasi dosis vitamin C yang diberikan pada Marmut sebesar 0.6342703 mg.

4.2 Plot

Interpretasi :
Berdasarkan Scatter Plot diatas terlihat bahwa tidak sepenuhnya ada hubungan linier antara Variabel X yaitu Dosis Vitamin C dengan variabel Y yaitu Panjang gigi Marmut.

Interpretasi :

  • Plot Residuals vs Fitted
    Garis merah yang menghubungkan pusat dari kelompok sisaan masih terlihat datar (horizontal), jadi dapat disimpulkan bahwa model sudah tepat.

  • Plot Normal Q-Q
    Titik-titik sampel berada tidak jauh dari garis dengan sudut 45 derajat antara sumbu X dan sumbu Y di kuadran I, maka dapat disimpulkan bahwa secara grafis tidak ada indikasi pelanggaran normalitas.

  • Plot Scale-Location
    Garis merah yang menghubungkan pusat dari kelompok akar sisaan yang dibakukan, cenderung membentuk kurva kuadrat, walaupun tidak terlalu ekstrim. Maka dapat disimpulkan bahwa ada kecurigaan ketidaksamaan ragam, perlu dipastikan dengan uji.

  • Plot Residuals vs Leverage
    Plot 5 yaitu residuals vs Leverage dapat terlihat bahwa titik ke 22, 23 dan 26 memiliki nilai Leverage yang tinggi , tetapi titik 22,23, dan 26 bukanlah amatan berpengaruh karena titik-titik tersebut masih dibawah jarak Cook.

4.3 Uji Asumsi Klasik

4.3.1 Uji Normalitas


    Shapiro-Wilk normality test

data:  sisa
W = 0.98369, p-value = 0.9128

Interpretasi :
Dari output R diatas didapatkan nilai p-value = 0.98128 > \(\alpha = 0.05\) maka dapat disimpulkan bahwa tidak terbukti ada pelanggaran asumsi normalitas galat pada model.

4.3.2 Uji Homokedastisitas


    studentized Breusch-Pagan test

data:  reg
BP = 3.1956, df = 1, p-value = 0.07384

Interpretasi :
Dari output R diatas didapatkan nilai p-value = 0.07384 > \(\alpha = 0.05\) maka dapat disimpulkan bahwa tidak terbukti ada pelanggaran asumsi homogenitas ragam galat pada model.

4.3.3 Uji Non Autokorelasi Galat


    Durbin-Watson test

data:  reg
DW = 1.9248, p-value = 0.3444
alternative hypothesis: true autocorrelation is greater than 0

Interpretasi :
Dari output R diatas didapatkan nilai p-value = 0.3444 > \(\alpha = 0.05\) maka dapat disimpulkan bahwa tidak terbukti ada pelanggaran asumsi non autokorelasi antar galat.

4.4 Model Persamaan Analisis Regresi


Call:
lm(formula = Data$Panjang_Gigi ~ Data$Dosis_Vitamin_C, data = Data_Marmut)

Coefficients:
         (Intercept)  Data$Dosis_Vitamin_C  
               3.295                11.716  

Dari output diatas didapatkan model regresi : \[ Y = 3.295 + 11.716 X \] Interpretasi :
Dari model tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap 1 mg kenaikan dosis Vitamin C akan menambah panjang gigi sepanjang 11.716 mm pada marmut.

5 DAFTAR PUSTAKA

Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program IBM SPSS 23 (Edisi 8). Cetakan ke VIII. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Wadge, 2003. Safe Upper Levels for Vitamins and Minerals. Food Standards Agency.

Sunjoyo, dkk. (2013). Aplikasi SPSS untuk Smart Riset, Bandung: Alfabeta.

Fitri, R., 2017. FORMULASI RANSUM PAKAN TERNAK DENGAN PEMANFAATAN PAKAN FERMENTASI ENCENG GONDOK TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN MARMUT, Lampung: s.n.

Novalisha Techinamuti, R. P., n.d. Review : Metode Analisis KAdar Vitamin C. Farmaka, Volume 16, pp. 309-315.

Pasaribu, P., 2019. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Pergerakan Giggi Ditinjau Dari Ruang Ligamen Periodontal Pada Marmut (GUinea Pig), Medan : s.n.

Sari, S. A., 2014. Efektivitas Pemberian Vitamin C terhadap Aktivitas OSteoblas Pasca Pencabutan pada Tikus Wistar Jantan.

Wening, T., 2019. Bobo.grid. [Online] URL : https://bobo.grid.id/read/081643932/gigi-hewan-pengerat-akan-terus-tumbuh-cari-tahu-sebabnya-yuk?page=all. Diakses pada Mei 2022.