Notes Theme: - Kelas G: architect
Library:
> # install.packages("knitr")
> # install.packages("rmarkdown")
> # install.packages("prettydoc")
> # install.packages("equatiomatic")
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era yang semakin lama semakin maju ini, kebutuhan primer tidak lagi hanya sebatas pakaian, makanan, dan tempat tinggal saja, namun pendidikan juga menjadi hal yang sangat dibutuhkan. Tanpa pendidikan, seseorang dianggap tidak memiliki bekal berupa pengetahuan maupun keterampilan dalam memasuki persaingan dunia kerja. Memang benar bahwa lamanyaseseorang dalam menempuh pendidikan formal tidak menentukan kesuksesan namun dengan mendapatkan pendidikan formal dapat menjadi satu keuntungan yang didiiliki ketika memasuki dunia kerja. Oleh karena itu sudah seharusnya mendapat pendidikan formal merupakan hal yang harus didapatkan oleh semua orang tanpa memandang suku, ras, gender, maupun agama. Namun pada kenyataannya masih ada saja isu ketimpangan gender yang berkembang di masyarakat terutama dalam bidang pendidikan. Ada saja masyarakat yang menganggap bahwa perempuan tidak perlu menempuh pendidikan tinggi karena pada akhirnya akan berkerja di dapur saja. Tentu saja pikiran tersebut adalah hal yang salah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Sedangkan ketimpangan gender adalah keadaan dimana salah satu gender merasa dirugikan maupun diuntungkan. Ketidaksetaraan tersebut dapat didapatkan baik perempuan maupun laki-laki. Isu tentang ketidaksetaraan tersebut biasanya muncul karena adanya rasa ketidakadilan oleh salah satu gender. Ketidaksetaraan gender dapat disebabkan oleh beberapa aspek. Pertama adalah aspek budaya patriarki yang tumbuh di Indonesia. Budaya patriarki adalah budaya dimana lelaki mempunyai kedudukan lebih tinggi dari wanita, dalam budaya ini kaum laki-laki dianggap sebagai suatu kelompok mengendalikan kekuasaan atas kaum perempuan. Menurut Ade Irma Sakina istilah patriarki dipakai untuk menggambarkan sistem sosial atau ideologi di mana laki- laki sebagai kelompokdominan mengendalikan kekuasaan terhadap kelompok perempuan.
Aspek kedua adalah stereotipe gender. Menurut Rahmi Fitrianti dan Habibullah “Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandaan pada suatu kelompok tertentu”. Mungkin di Indonesia sangat familiar dengan kalimat yang mengatakan bahwa perempuan itu lemah dan tidak perlu pendidikan tinggi karena nanti hanya akan bekerja di dapur dan mengurus anak. Stereotipe tersebut berdampak pada terbatasnya akses perempuan dalam dunia pendidikan, khususnya dalam lamanya menempuh pendidikan formal. Ketidaksetaraan gender dalam pendidikan dapat dilihat dari rata-rata lamanya pendidikan yang diampu. Berdasarkan beberapaaspek penyebab ketidaksetaraan gender dalam pendidikan dianggap masih adanya ketidaksetaran gender dalam pendidikan. Untuk itu dilakukan analisis apakah masih ada kesetaraan gender digunakan data Rata-rata Sekolah (RLS) menurut jenis kelamin tahun 2020 di wilayah provinsi Jawa Timur.
Dalam proses analisis tersebut dapat dilakukan dalam beberapa metode baik pada statistika nonparametrik maupun statistika parametrik. Salah satu metode tersebut adalah dengan melakukan uji Mann Whitney U test atau dengan Independent Sample T test. Keduanya memiliki tujuan yang sama yakni mengetahui perbandingan media dua kelompok populasi yang saling bebas. Namun penggunaan keduanya berbeda berdasarkan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi. Uji T independen ini memiliki asumsi/syarat yang mesti dipenuhi: yaitu (1) Datanya berdistribusi normal. (2) Kedua kelompok independen (bebas) (3) varibel yang dihubungkan numeric dan kategorik (dengan hanya 2 kelompok)(Nuryadi dkk, 2017). Sedangkan untuk Mann Whitney U test tidak perlu memenuhi asumsi-asumsi tersebut seperti datanya tidak berdistribusi secara normal. Untuk mnegetahui lebih lanjut perlu diketahui dahulu data yang akan digunakan apakah berdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan uji normalitas.
1.2 Statistika Deskriptif
Statistika Deskriptif adalah metode – metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna (Ronald E. Walpole, 1982:2). Perlu kiranya dimengerti bahwa statistika deskriptif memberikan informasi hanya mengenai data yang dipunyai dan sama sekali tidak menarik inferensia atau kesimpulan apapun tentang gugus data induknya yang lebih besar. Penyusunan tabel, diagram, grafik, dan besaran – besaran lain di majalah dan koran – koran, termasuk dalam kategori statistika deskriptif ini.
1.3 Uji Normalitas
Uji normalitas adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau pada sebaran normal (Nuryadi dkk, 2017). Distribusi normal adalah distribusi yang memiliki karakteristik seperti lonceng jika diplotkan dalam diagram. Asumsi normalitas diperlukan dalam prosedur statistika parametrik. Jika suatu data tidak emmenuhi asumsi kenormalan maka metode yang digunkan adalah statistika nonparametrik. Uji ini dapat dilakukan pada skala data ordinal, interval ataupun rasio. Dasar pengambilan keputusan dalam uji ini adalah \(L_{hitung}\) > \(L_{tabel}\) maka \(H_{0}\) ditolak. Dan jika \(L_{hitung}\) < \(L_{tabel}\) maka \(H_{0}\) diterima (Murwani, 2001) dengan hipotesis berikut: \(H_{0}\) = sampel berdistribusi normal \(H_{1}\) + sampel tidak berdistribusi normal eteksi normalitas dapat dilakukan dalam beberapa cara yakni Lilifors, Kolmogorovsmirnov, chi-squared dan sebagainya.
1.4 Uji Homogenitas
Uji homogenitas merupakan uji prasyarat dalam analisis statistika
yang harus dibuktikan apakah dua atau lebih kelompok data sampel berasal
dari populasi dengan varians yang sama atau tidak(Widana, 2020). Uji ini
dilakukan sebagai prasyarat ketika ingin melakukan uji statistika
parametrik. Banyak metode yang dapat dilakukan dalam uji homogenitas
antara lain uji Barlett, Hartley, Cochran, Levene, dan lain-lain.
Berikut adalah sedikit pemaparan terkait dengan uji homogenitas yakni
uji barlett: Uji barlett adalah salah satu uji homogenitas yang biasanya
digunakan untuk mengetahui keragaman dari dua atau lebih kelompok data.
Menurut Widana (2020) adapun langkahlangkah dalam pengujian barlett: 1.
Menghitung varians setiap kelompok. 2. Menentukan derajat kebebasan (dk)
dari masingmasing kelompok. 3. Menghitung log varians setiap kelompok.
4. Mencari nilai \(dk.logS^{2}\) 5.
Menghitung nilai varians gabungan engan rumus: \[S^{2}_{gab} = \frac{\sum dkS_{i}^{2}}{\sum
dk}\] 6. Mencari nilai barlett (B) dengan rumus \[B=\sum{dk(logS_{i}^{2}{gab})}\] 7. 7.
Mengitung chisquare dengan rumus:
\[chi
square=(ln10)[B-(\sum{dkS_{i}^{2})}]\] Kriteria pengujiannya
adalah jika nilai chi squre lebih dari sama dengan chi aqure tabel maka
\(H_{0}\) ditolak sehingga dua kelompok
data dinyatakan tidak homogen. Begitu juga sebaliknya.
1.5 Uji Independent Sample T Test
Uji ini adalah salah satu pada statistika parametrik yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan rata-rata dua populasi atau kelompok data yang independen. Uji T independen ini memiliki asumsi/syarat yang mesti dipenuhi, yaitu sebagai berikut (Nuryadi, dkk, 2017): 1. Datanya berdistribusi normal. 2. Kedua kelompok data independen (bebas) 3. variabel yang dihubungkan berbentuk numerik dan kategorik (dengan hanya 2 kelompok) Adapun rumus yang digunakan dalam Indpendent Sample T test adalah \[t_{hitung}=\frac{M_{1}-M_{2}}{(\frac{SS_1+SS_2}{n_1+n_2-2}(\frac{1}{n_1}+\frac{1}{n_2}))^{1/2}}\] \(M_1\)=rata-rata kelompok 1 \(M_2\)=rata-rata kelompok 2 \(SS_1\)=sum of square kelompok 1 \(SS_2\)=sum of square kelompok 2 \(n_1\)=banyak sampel kelompok 1 \(n_2\)=banyak sampel kelompok 2 dimana: \(M_1=\frac{\sum{X_1^2}}{n_1}\) \(M_2=\frac{\sum{X_2^2}}{n_2}\) Setelah menghitug menggunakan rumus di atas akan dilakukan interpretasi nilai t-test yang terlebih dahulu harus menentukan nilai signifikan α, selang kepercayaan = , serta derajat bebas yakni dan untuk sampel yang bebas derajat bebasnya \(n_1+n_2+2\).Setelah menentukan beberapa haltersebut bandingkan nilai \(t_{hitung}\) dengan \(t_{tabel}\). Kemudian dapatkan keputusan apabila \(t_{hitung}>t_{tabel}\) maka berbeda secara signifikan,\(t_{hitung}<t_{tabel}\) maka tidak berbeda secara signifikan.
1.6 Tinjauan Non Statistika
**Rata-rata Lama Sekolah Bersumber dari badan pusat statistik Rata-rata Lama Sekolah didefinisikan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. RLS dapat digunakan untuk mengetahui kualitas pendidikan masyarakat dalam suatu wilayah. RLS dapat dihitung engan rumus berikut: \[RLS=\frac{1}{N}\sum_{i=1}^{n}x_i\] Dimana: RLS = Rata-rata Lama Sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas x_i = lama sekolah penduduk ke-i yang berusia 25 tahun ke atas N = Jumlah penduduk usia 25 tahun ke atas
Ketimpangan Gender Ketimpangan gender adalah suatu keadaan dimana terdapat ketidakseimbangan atau ketidaksetaraan antara laki-laki maupun perempuan dalam berbagai aspek kehidupan baik keluarga, pendidikan, sosial maupun aspek lainnya. Ketimpangan gender merupakan salah satu isu toleransi yang dapat dialami oleh laki-laki ataupun perempuan.
1.7 Data
Data yang digunakan adalah data Rata Lama Sekolah (RLS) berdasarkan jenis kelamin pada kota dan kabupaten di JawaTimur tahun 2020. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). dataRLS
2 SOURCE CODE
2.1 Library yang Dibutuhkan
> # Library
> library(carData)
> install.packages("moments")
in contrib.url(repos, "source"): trying to use CRAN without setting a mirror
Error > library(moments)
> install.packages("car")
in contrib.url(repos, "source"): trying to use CRAN without setting a mirror
Error > library(car)
> install.packages("readxl")
in contrib.url(repos, "source"): trying to use CRAN without setting a mirror
Error > library(readxl)
> install.packages("nortest")
in contrib.url(repos, "source"): trying to use CRAN without setting a mirror
Error > library(nortest)
>
> # Menginput Data
>
> ## Data RLS Laki-laki
> dataRLS_lk = read.csv("D:\\dataRLS_lk.csv")
> dataRLS_lk
.3
X81 7.99
2 7.87
3 7.74
4 8.51
5 7.80
6 8.38
7 7.76
8 7.01
9 7.17
10 7.65
11 6.66
12 7.30
13 6.78
14 8.08
15 10.80
16 9.12
17 9.01
18 8.20
19 8.43
20 8.79
21 7.65
22 7.82
23 7.41
24 8.50
25 9.83
26 6.71
27 5.54
28 7.51
29 6.85
30 10.80
31 10.51
32 10.98
33 9.47
34 9.99
35 10.99
36 11.68
37 11.02
38 9.43
>
> # Statistika Deskriptif
> ## Nilai Minimum RLS Laki-laki
> min(dataRLS_lk)
1] 5.54
[> ## Nilai Maksimum RLS laki-laki
> max(dataRLS_lk)
1] 11.68
[> ## Ragam Data RLS Laki-laki
> var(dataRLS_lk)
.3
X8.3 2.244248
X8>
> ## Data RLS Perempuan
> dataRLS_pr = read.csv("D:\\dataRLS_pr.csv")
> dataRLS_pr
.3
X71 7.07
2 7.11
3 7.38
4 8.16
5 7.19
6 7.65
7 7.09
8 5.87
9 5.97
10 6.55
11 5.27
12 5.78
13 5.45
14 6.90
15 10.03
16 7.98
17 8.09
18 7.27
19 7.31
20 7.63
21 6.58
22 6.80
23 6.56
24 7.58
25 8.88
26 5.25
27 4.23
28 5.85
29 4.93
30 9.37
31 9.92
32 9.99
33 8.12
34 8.46
35 9.72
36 10.67
37 9.89
38 8.80
39 8.80
>
> # Statistika Deskriptif
> ## Nilai Minimum RLS Perempuan
> min(dataRLS_pr)
1] 4.23
[> ## Nilai Maksimum RLS Perempuan
> max(dataRLS_pr)
1] 10.67
[> ## Ragam Data RLS Perempuan
> var(dataRLS_pr)
.3
X7.3 2.544536
X7> summary(dataRLS_pr)
.3
X7: 4.230
Min. : 6.555
1st Qu.: 7.310
Median : 7.491
Mean : 8.630
3rd Qu.:10.670
Max. >
> # Data
> dataRLS = read_excel("D:\\datapraktikum.xlsx")
> dataRLS
# A tibble: 78 × 2
JK RLS<chr> <dbl>
1 Laki-laki 8.3
2 Laki-laki 7.99
3 Laki-laki 7.87
4 Laki-laki 7.74
5 Laki-laki 8.51
6 Laki-laki 7.8
7 Laki-laki 8.38
8 Laki-laki 7.76
9 Laki-laki 7.01
10 Laki-laki 7.17
# … with 68 more rows
>
> # Uji Prasyarat
>
> ## Uji Normalitas
> library(readxl)
> dataRLS_lkpr <- read_excel("D:/dataRLS_lkpr.xlsx")
> View(dataRLS_lkpr)
> shapiro.test(dataRLS_lkpr$RLS_lk)
-Wilk normality test
Shapiro
: dataRLS_lkpr$RLS_lk
data= 0.94968, p-value = 0.08014
W > shapiro.test(dataRLS_lkpr$RLS_pr)
-Wilk normality test
Shapiro
: dataRLS_lkpr$RLS_pr
data= 0.97522, p-value = 0.5336
W >
> ## Uji Homogenitas
> leveneTest(dataRLS$RLS, dataRLS$JK, center=mean)
's Test for Homogeneity of Variance (center = mean)
Levene Df F value Pr(>F)
group 1 0.065 0.7995
76
>
> # Uji Independent Sample T test
> t.test(dataRLS$RLS~dataRLS$JK, var.equal=TRUE)
Two Sample t-test
data: dataRLS$RLS by dataRLS$JK
t = 3.0619, df = 76, p-value = 0.00304
alternative hypothesis: true difference in means between group Laki-laki and group Perempuan is not equal to 0
95 percent confidence interval:
0.370955 1.751609
sample estimates:
mean in group Laki-laki mean in group Perempuan
8.513846 7.452564
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Statistika Deskriptif
Berdasarkan output di atas dapat diketahui bahwa Rata-rata lama Sekolah (RLS) jenis kelamin laki-laki di Jawa Timur tahun 2020 memiliki rata-rata lebih tinggi dari pada Rata-rata Lama Sekolah jenis kelamin perempuan yakni selama 8.513846 tahun sedangkan perempuan 7.452564 tahun. Untuk lama RLS tertinggi pada jenis kelamin laki-laki juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan RLS jenis kelamin perempuan yakni 11.68 tahun untuk laki sedangkan untuk jenis kelamin perempuan adalah 10.67 tahun. Untuk nilai minimum Rata-rata Lama Sekolah jenis kelamin perempuan lebih rendah jika dibandingkan dengan laki-laki yakni selama 4.23 tahun sedangkan laki-laki adalah selama 5.54 tahun.Sedangkan nilai ragam RLS perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa nilai Rata-rata Lama Sekolah perempuan lebih beragam jika daripada laki-laki.Berikut rangkuman tabel statistika deskriptif data RLS berdasrakan jenis kelamin kota dan kabupaten yang berada di Jawa timur tahun 2020.
3.2 Uji Normalitas
Berdasarkan hasil output uji normalitas di atas didapatkan hasil bahwa kedua populasi berasal dari distribusi normal (nilai signifikansi di atas 0.05) maka uji Independent sample T test dapat digunakan.
3.3 Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan sebagai prasyarat dalam analisis Inedependent Sample T test. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah kedua sampel yang digunakan dalam penelitian memiliki varians yang sama atau tidak. Kriteria dalam uji homogenitas adalah dengan melihat nilai signifikansi, jika nilai signifikan lebih besar dari pada α = 0.05 maka data memiliki varians homogen dan begitu juga sebaliknya jika nilai signifikan di bawah 0.05 maka data tidak memiliki varians yang homogen. Berdasarkan tabel hasil uji homogenitas, diketahui nilai signifikan based on Mean untuk variabel Rata-rata Lama Sekolah adalah sebesar 0.794. karena nilai sig. di atas 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa varians data Rata-rata Lama Sekolah pada laki-laki dan perempuan adalah homogen.
3.4 Hasil Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Independent Sample T test diperoleh nilai signifikansi dua arah sebesar 0.004. karena nilai signifikan kurang dari 0.005 maka \(H_0\) ditolak atau \(H_1\) diterima.Dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan rata-rata antara RLS perempuan dan laki-laki di Jawa Timur pada tahun 2020.
3.5 Pembahasan
Berdasarkan hasil output nilai Rata-rata Lama Sekolah pada jenis kelamin laki-laki adalah sebesar 8.5195 tahun sementara RLS perempuan sebesar 7.4566 tahun. Angka tersebut menunjukkan secara deskriptif statisik bahwa terdapat perbedaan rata-rata antara RLS laki-laki dan perempuan. Lebih tepatnya pada jenis kelamin laki-laki memilki RLS lebih lama dari pada perempuan. Selanjutnya untuk membuktikan apakah perbedaan tersebut berarti signifikan (nyata) atau tidak maka dilihat dari hasil output yakni hasil independent sample t test.Sebelum dilakukan uji tersebut perlu dilakukan uji prasyarat terlebih dahulu yakni uji normalitas dan uji homogenitas.Berdasarkan output Lavene’s Test for Equality of Variances adalah sebesar 0.7995. Karena 0.7995 lebih dari 0.05 maka dapat diartikan bahwa RLS laki-laki dan perempuan adalah homogen.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, memberikan hasil bahwa terdapat perbedaan rata-rata antara RLS perempuan dan laki-laki di Jawa Timur pada tahun 2020. Oleh karena itu perbedaan ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam pendidikan formal antara laki-laki dan perempuan. Adanya perbedaan tersebut tidak serta merta mhanya menjadi satu-satunya acuan dalam menunjukkan bahwa terdapat ketimpangan gender. Namun masih baanyak faktor-faktor yang perlu diteliti. namun hasil tersebut bisa menjadi indikasi. Salah satu faktor yang menjadi indikasi adalah adanya budaya patriarki di Indonesia. Budaya patriarki adalah sistem sosial atau ideologi di mana laki- laki sebagai kelompok dominan mengendalikan kekuasaan terhadap kelompok perempuan. Selain itu juga adanya subordinasi pada salah satu jenis kelamin. Pada kasus ini subordinasi terhadap perempuan atau perilaku menomorduakan perempuan. Hal ini dapat terlihat dari kehidupan di masyarakat perempuan dianggap hanya pantas menjadi pemimpin dapa kaumnya saja berbeda dengan laki-laki yang bisa memimpin baik perempuan, laki-laki, ataupun keduanya terlepas dari faktor agama. Selain itu perempuan juga diangap tidak perlu untuk menempuh pendidikan tinggi karena pada akhirnya laki-lakilah yang akan bekerja dan perempuan hanya bertugas pada urusan rumah tangga saja. Tentu saja hal tersebut hal yang salah dan tidak dibenarkan.
4 DAFTAR PUSTAKA
Walpole, R, E. (1992) Pengantar Statistika. 3rd edn. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Nuryadi dkk. 2017. Dasar-Dasar Statistik Penelitian. Bantul : SIBUKU MEDIA Fitriani, Rahmi, Habibullah. KETIDAKSETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN; Studi Pada Perempuan di Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang. Sosiokonsepsia Ketidaksetaraan Gender pada Perempuan.17(1): 88