Pemodelan Regresi Linier Berganda Pada Pengaruh Kepadatan Penduduk dan Pengangguran Terhadap Tingkat Kriminalitas di Jawa Timur Tahun 2020

Widya Amelia Putri

2022-05-22

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

   Kasus kriminalitas di Indonesia semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Umumnya, kasus kriminalitas di Indonesia terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan hidup sehingga seseorang dengan terpaksa harus melakukan tindakan kriminalitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya penduduk yang tidak memiliki pekerjaan karena jumlah pekerjaan yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang membutuhkan pekerjaan.
   Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia dan mendapati peringkat keempat pada tahun 2019. Hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan negara berkembang, di mana pertumbuhan penduduk tertinggi umumnya terjadi di negara berkembang. Pada saat ini, banyaknya penduduk di Indonesia sekitar 268 juta jiwa (Nurullah, 2021). Ada enam provinsi di pulau Jawa yang termasuk ke dalam wilayah yang memiliki kepadatan penduduk paling tinggi dibandingkan wilayah lain di Indonesia. Salah satunya adalah Jawa Timur. Daerah ini termasuk ke dalam peringkat ke-enam dibanding daerah provinsi jawa lainnya yang memiliki jumlah penduduk 858 jiwa/km2 (Kemendagri, 2021). Populasi di Jawa timur sendiri mencapai 40,99 juta jiwa dengan luas wilayah 47,779 km dan setengah dari jumlah kepadatan penduduk sendiri diisi oleh usia produktif (15 - 60 tahun) dengan jumlahnya yaitu 22,264.112 jiwa dengan salah satu kota dengan kepadatan penduduk terbesar di Jawa timur terjadi di kota Surabaya dengan jumlah penduduk 2874 jiwa/km2 (BPS provinsi Jawa timur, 2021). Oleh karena itu, Jawa Timur termasuk ke dalam masa bonus demografi yang memiliki salah satu dampak negatif yaitu meningkatnya angka pengangguran secara cepat [@samsulzaman2021a]. Persentase 60% - 70% dari total penduduk di suatu daerah apabila tidak disalurkan dengan baik, akan menimbulkan bencana tersendiri bagi daerah tersebut. Jumlah lowongan kerja serta pencari kerja yang tidak memadai, akan menimbulkan banyaknya angka pengangguran. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang akhirnya tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka. Selain itu, pengangguran dapat menyebabkan seseorang memiliki beban psikis dan psikologis seperti tekanan batin, pikiran dan emosi yang tidak stabil, perasaan tidak enak, merasa malu, serba salah, tidak percaya diri, merasa tidak berguna dan mudah tersinggung kepada keluarga begitu pula lingkungan (Sabiq dan Apsari, 2021). Hal ini dapat membuat seseorang mencoba berbagai hal untuk memenuhi kebutuhannya, tidak terkecuali dengan melakukan tindakan kriminalitas. Kriminalitas sendiri berasal dari kata crimen yang memiliki arti kejahatan. Jadi, tindakan kriminalitas sendiri adalah suatu tindakan kejahatan dan bersifat negatif karena merugikan banyak pihak (Sabiq dan Apsari, 2021). Menurut Handayani (2017) dalam Sabiq dan Nurwati (2021), Kriminalitas sendiri terjadi karena beberapa faktor yang berkontribusi secara langsung maupun tidak. Faktor - faktor tersebut adalah kemiskinan, pengangguran dan tekanan hidup.
   Provinsi Jawa Timur selalu menempati peringkat 3 terbesar dalam jumlah kasus kejahatan terbanyak di Pulau Jawa, di mana tahun 2020 jumlah kasus kriminalitas di Jawa Timur ada 24.186 kasus (Lapebesi et al., 2021). Kota surabaya sendiri memiliki kasus kriminalitas di peringkat kedua setelah kabupaten Malang dengan jumlah kepadatan penduduk di bawah kota surabaya yaitu 2654 jiwa/ km2 (BPS Jawa timur, 2021). Untuk melihat pengaruh kepadatan penduduk dan pengangguran terhadap kriminalitas, dapat memanfaatkan analisis regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda adalah suatu analisis untuk memodelkan hubungan antara dua variabel atau lebih dan memprediksi nilai Y dari nilai X (Mustika dan Sulistyawan, 2019). Regresi linier yang diestimasi dengan metode kuadrat terkecil memiliki empat asumsi dasar yakni sisaan memiliki rata-rata nol dan ragam \(\sigma\)2 yang tidak diketahui, tidak ada hubungan antar sisaan, tidak ada hubungan antar variabel, dan ragam antar sisaan homogen (Draper dan Smith, 1981). Penelitian terdahulu yang serupa dengan topik ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Fajri dan Rizki (2019) dengan judul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Kepadatan Penduduk, dan Pengangguran Terhadap Kriminalitas Perkotaan Aceh”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, kepadatan penduduk, dan pangguran terhadap tingkat kriminalitas di lima kota di provinsi Aceh dengan analisis regresi linier berganda. Pada penelitian ini, model yang digunakan belum dilakukan pemeriksaan asumsi klasik. Selain itu, terdapat penelitian lain yang dilakukan oleh Puspitasari et al. (2019) dengan judul “Pengembangan Sistem Pengukuran Korelasi Antara Tingkat Pengangguran Terbuka Terhadap Tingkat Kriminalitas Di Kota Malang”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengangguran dan kriminalitas dengan korelasi pearson dan Fuzzy C-Means. Penelitian ini bertujuan hanya untuk meneliti hubungan antara pengangguran dan kriminalitas, tanpa mengetahui pengaruh lebih lanjut antara pengangguran terhadap kriminalitas. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian mengenai pengaruh kepadatan penduduk dan pengangguran terhadap kriminalitas di Jawa timur dengan menggunakan analisis regresi linier berganda.

1.2 Tinjauan Statistika

1.2.1 Regresi Linier Berganda

   Menurut Astriawati (2016), Analisis regresi linier berganda adalah salah satu pemodelan hubungan secara linier antara dua atau lebih variabel independen dengan variabel dependen. Analisis ini untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan Selain itu, untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen positif atau negatif. Persamaan regresi linier berganda secara matematik sebagai berikut.

\[ Y_i = \beta_0 +\beta_1 x_1+\beta_2 x_2+⋯+\beta_p x_p+\varepsilon_i \tag{1} \]

Keterangan:
\(Y_i\) = variabel dependen
\(\beta_i\) = parameter
\(x_i\) = variabel bebas
\(\varepsilon_i\) = sisa untuk pengamatan ke-i dengan \(\varepsilon_i\sim N(0,\sigma^2)\)

   Dari persamaan atau model regresi linier berganda yang diperoleh, dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji signfikansi parameter. Terdapat dua uji signifikansi parameter, yakni secara simultan dan secara parsial. Uji signifikansi secara simultan menggunakan uji F. Menurut Sasongko dan Subagio (2013), Uji F adalah pengujian untuk mengetahui besarnya pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama. Hipotesis untuk uji F sebagai berikut.

H0: Variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen secara bersama-sama
H1: Variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen secara bersama-sama

   Statistik uji yang digunakan untuk uji F sebagai berikut.

\[ F_{hitung}=\frac{\frac{SSreg}{df_1}}{\frac{SSres}{df_2}} \tag{2} \] Keterangan:
\(SSreg\) = Regression sum of squares
\(SSres\) = Residual sum of square
\(df\) = Degrees of freedom

   Dari nilai statistik uji yang didapatkan akan dibandingkan dengan ttabel. Jika Fhitung < Ftabel atau p-value > \(\alpha\), maka gagal tolak H0 sehingga variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen secara bersama-sama. Jika Fhitung > Ftabel atau p-value < \(\alpha\), maka tolak H0 sehingga variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen secara bersama-sama.
   Sedangkan uji signifikansi parameter secara parsial dapat menggunakkan uji t. Menurut Sasongko dan Subagio (2013), Uji t adalah pengujian untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Hipotesis untuk uji t sebagai berikut.

H0: \(\beta_i=0\) (variabel independen \(X_i\) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen)
H1: \(\beta_i≠0\) (variabel independen \(X_i\) berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen)

   Statistik uji yang digunakan sebagai berikut.

\[ t=\frac{\beta_i}{s.e (\beta_i)} \tag{3} \] Keterangan:
\(\beta_i\) = Koefisien regresi
\(s.e(\beta_i)\) = standard error koefisien regresi

   Dari nilai statistik uji yang didapatkan akan dibandingkan dengan ttabel. Jika thitung < ttabel atau p-value > \(\alpha\), maka gagal tolak H0 sehingga variabel independen \(X_i\) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Jika thitung> ttabel atau p-value < \(\alpha\), maka tolak H0 sehingga variabel independen \(X_i\) berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
   Seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan keragaman variabel dependen dapat diukur dengan menggunakan koefisien determinasi (\(R^2\)). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai \(R^2\) yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan keragaman variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi keragaman variabel dependen (Praza, 2016). Menurut Sasongko dan Subagio (2013), rumus untuk menhitung koefisien determinasi sebagai berikut.

\[ R^2=\frac{SSreg}{SSy} \tag {4} \]
Keterangan:
\(R^2\) = Koefisien determinasi
\(SSreg\) = Regression sum of squares
\(SSy\) = Total sum of squares

1.2.2 Asumsi Regresi Linier

1.2.2.1 Asumsi Normalitas Residual

   Menurut Permatasari et al. (2020), asumsi normalitas residual adalah pengujian untuk mengetahui residual berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik apabila residual berdistribusi normal.
   Menurut Karomah et al. (2010), Uji Jarque Bera merupakan salah satu uji normalitas yang memiliki kekuatan uji yang baik. Uji Jarque-Bera menghitung koefisien dari skewness dan kurtosis untuk mendeteksi normalitas residual. Jika residual berdistribusi normal, maka nilai skewness akan mendekati nilai nol dan nilai kurtosis akan mendekati nilai tiga. Menurut Inayah et al., Hipotesis yang digunakan untuk uji asumsi normalitas residual menggunakan uji Jarque-Bera sebagai berikut.

H0 : Residual berdistribusi normal
H1 : Residual tidak berdistribusi normal

   Statistik uji yang digunakan untuk uji Jarque-Bera sebagai berikut.

\[ JB=n\biggr(\frac{g_1^2}{6}+\frac{(g_2-3)^2}{24}\biggr) \tag{5} \] \[ g_1=\frac{\sqrt n \sum_{i=1}^n(x_i-\bar x)^3} {{\biggr(\sum_{i=1}^n(x_i-\bar x)^2\biggr)}^\frac {3}{2}} \tag{6} \] \[ g_2=\frac{n \sum_{i=1}^n (x_i-\bar x)^4} {\biggr({\sum_{i=1}^n (x_i-\bar x)^2}\biggr) ^2} \tag{7} \]

   Dengan n adalah banyaknya pengamatan, \(g_1\) adalah koefisien skewness, \(g_2\) adalah koefisien kurtosis, \(x_i\) adalah data residual pengamatan, dan \(\bar x\) adalah rata-rata data residual pengamatan (Karomah et al., 2010)
   Selain menggunakan uji Jarque-bera, Asumsi normalitas residual dapat dideteksi menggunakan P-P plot. P-P Plot dilakukan dengan mengidentifikasi sebaran data pada sumbu diagonal dari grafik. Residual dinyatakan berdistribusi normal ketika titik-titik data menyebar di sekitar garis diagonal dan sebaran titik-titik data searah mengikuti garis diaogonal (Permatasari et al., 2020).

1.2.2.2 Asumsi Nonmultikolinieritas

   Menurut Ryan dalam Sriningsih et al. (2018), Tujuan pendeteksian asumsi nonmultikolinieritas adalah untuk mengetahui antar variabel bebas memiliki korelasi atau tidak. Salah satu metode untuk mendeteksi multikolinieritas adalah harga Faktor Inflasi Varian (VIF). Rumus VIF sebagai berikut.

\[ VIF_j=\frac {1}{1-R_j^2} \tag{8} \] dengan \(R_j^2\) adalah koefisien determinasi antara \(X_j\) dengan variabel bebas lainnya dan j sebesar satu sampai n. Nilai VIF lebih dari sepuluh menunjukkan terdapat masalah multikolinieritas yang serius.

1.2.2.3 Asumsi Homoskedastisitas

   Asumsi homoskedastisitas menurut Ningsih dan Dukalang (2019) adalah pengujian untuk mengetahui residual pada model regresi antara satu pengamatan dan pengamatan lain sama atau tidak. Homoskedastisitas terjadi apabila residual satu pengamatan dan pengamatan lain tetap. Model regresi yang baik apabila homoskedastisitas. Salah satu pengujian asumsi homoskedastisitas adalah dengan uji Breusch-pagan. Hipotesis uji Breusch-pagan sebagai berikut (Sa’adah, 2018).

H0 : \(V(e_i)=\sigma^2\) (ragam residual homogen)
H1 : \(V(e_i)\neq\sigma^2\) (ragam residual tidak homogen)

   Statistik uji untuk uji Breusch-pagan sebagai berikut.

\[ BP=\frac {1}{2}\biggr(\sum_{i=1}^n {(x_i f_i)}^T\biggr) \biggr(\sum_{i=1}^n {(x_i x_i)}^T\biggr) \biggr(\sum_{i=1}^n (x_i f_i)\biggr) \sim \chi_{(k-1)}^2 \tag{9} \]

   Dari nilai statistik uji yang didapatkan dibandingkan dengan \(\chi_{(k-1)}^2\) dengan taraf nyata sebesar \(\alpha\). Jika nilai BP > \(\chi_{(k-1)}^2\) atau p-value < \(\alpha\), maka tolak H0 artinya ragam residual tidak homogen. Jika nilai BP < \(\chi_{(k-1)}^2\) atau p-value > \(\alpha\), maka gagal tolak H0 artinya ragam residual homogen (Effendi et al., 2019).

1.2.2.4 Asumsi Autokorelasi

   Menurut Sa’adah (2018), Pengujian asumsi nonautokorelasi adalah pengujian untuk mengetahui residual pengamatan saling berkorelasi atau tidak. Model regresi yang baik adalah model yang tidak memiliki korelasi antar residual pengamatannya. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk uji asumsi nonautokorelasi adalah uji Durbin-Watson. Hipotesis yang digunakan untuk uji Durbin-Watson adalah

H0 : Tidak terdapat korelasi antar residual pengamatan
H1 : Terdapat korelasi antar residual pengamatan

   Hipotesis di atas diuji menggunakan statistik uji sebagai berikut.

\[ d=\frac {\sum_{i=1}^n (\varepsilon_i-\varepsilon_{i-1})^2} {\sum_{i=1}^n \varepsilon_i^2} \tag{10} \]

Keterangan:
\(d\) = nilai Durbin-Watson
\(\varepsilon_i\) = nilai residual pada pengamatan ke-i
\(\varepsilon_{i-1}\) = nilai residual pada pengamatan ke-(i-1)

   Dari nilai statistik uji yang didapatkan akan dibandingkan dengan \(d_L\) (nilai batas bawah) dan \(d_U\) (nilai batas atas). Jika \(d < d_L\) atau \(d > 4-d_L\), maka H0 ditolak artinya terdapat autokorelasi antar residual pengamatan. Jika \(d_U < d < 4-d_U\), maka gagal tolak H0 artinya tidak terdapat autokorelasi antar residual pengamatan. Jika \(d_L \leq d \leq d_U\), maka tidak dapat disimpulkan ada atau tidaknya korelasi antar residual pengamatan.

1.3 Tinjauan Non-Statistika

1.3.1 Kepadatan Penduduk

   Menurut Samadi (2007) dalam Subekti dan Islamiyah (2017), Kepadatan penduduk merupakan perbandingan antara jumlah penduduk dan luas wilayah yang ditempati. Kepadatan penduduk dapat ditulis seperti persamaan berikut ini.

\[ Kepadatan Penduduk=\frac {Jumlah \space Penduduk}{Luas \space Wilayah} \tag{11} \]

   Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepadatan penduduk, antara lain perpindahan penduduk, kedatangan penduduk dari wilayah lain, angka kematian penduduk, angka kelahiran, dan luas wilayah (Subekti dan Islamiyah, 2017).
   Kepadatan penduduk yang semakin tinggi dapat digambarkan dengan tingginya pertumbuhan penduduk dan semakin meningkatnya jumlah pemukiman di wilayah tersebut (Huda, 2015). Tingginya kepadatan penduduk akan memicu tindakan kriminal, permasalahan ekonomi, kesejahteraan, kebutuhan pangan, dan berkurangnya tingkat keamanan, Semakin banyak penduduk di suatu wilayah akan mengakibatkan semakin banyak pengangguran. Hal ini dapat mendorong seseorang untuk melakukan kriminalitas (Edwart dan Azhar (2019) dalam Sabiq dan Nurwati (2021). Sedangkan menurut teori Thomas Robert Malthus, kepadatan penduduk menyebabkan sebagian penduduk kesulitan mendapatkan bahan pokok yang layak untuk kebutuhan hidup. Hal ini menyebabkan sebagian penduduk melakukan kriminalitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Sabiq dan Nurwati, 2021).

1.3.2 Pengangguran

   Penganguran merupakan penduduk usia kerja yang tidak memiliki pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup (Romhadhoni et al., 2018). Sedangkan menurut Sukirno (1994) dalam Franita (2016), Pengangguran adalah seseoang yang termasuk dalam golongan angkatan kerja yang tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan.
   Menurut Franita (2016), terdapat tiga jenis pengangguran, yakni pengangguran terselubung, pengangguran setengah menganggur, dan pengangguran terbuka. Pengangguran terselubung adalah seseorang yang bekerja secara tidak maksimal yang disebabkan karena alasan tertentu. Pengangguran setengah menganggur adalah seseorang yang bekerja kurang dari 35 jam dalam satu minggu. Sedangkan pengangguran terbuka adalah seseorang yang tidak memiliki pekerjaan sama sekali dan sedang mencari pekerjaan.
   Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur banyaknya pengangguran. Tingkat pengangguran terbuka adalah perbandingan antara banyaknya pencari kerja dan banyaknya penduduk yang termasuk golongan angkatan kerja. Pengangguran dipengaruhi oleh persentase penduduk usia kerja berdasarkan pendidikan terakhir, kepadatan penduduk, angka melek huruf, produk domestik regional bruto, tingkat inflasi, tingkat partisipasi kerja, upah minimum setiap regional, dan pertumbuhan ekonomi (Utami et al., 2016).
   Besarnya tingkat pengangguran terbuka berdampak terhadap implikasi sosial yang semakin rawan dan meluas karena seseorang yang tidak bekerja dan tidak memiliki pendapatan. Semakin tinggi tingkat pengangguran terbuka, semakin tinggi pula tingkat kerawanan sosial salah satunya tingkat kriminalitas. Semakin rendah tingkat pengangguran terbuka, semakin berkurang kerawanan sosial (Sujatna dan Istimal, 2018).
   Terdapat beberapa upaya untuk mengatasi pengangguran, yakni mengembangkan sekolah yang berfokus pada pemanfaatan kecakapan hidup, mengembangkan program kerja sama antara Indonesia dan luar negeri dalam memanfaatkan tenaga kerja di Indonesia, mengembangkan sektor informal, mengembangkan program transmigrasi, memperluas kesempatan kerja dengan membuka industri padat karya, meningkatkan investasi, membuka proyek yang berkaitan dengan pembangunan fasilitas umum, dan mengadakan pendidikan dan pelatihan untuk berwirausaha (Rianda, 2020).

1.3.3 Kriminalitas

   Kriminalitas menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah semua bentuk dari perbuatan yang menyimpang dari norma hukum dan berkaitan dengan tindakan merampas hak milik dari orang lain (Damayanti et al., 2016). Kriminalitas tidak hanya mengakibatkan keresahan. Namun, juga kerugian yang sangat besar pada masyarakat dan juga pada suatu negara yang ditinggalinya (Wirdiastuti dan Helma, 2019).
   Di setiap negara pasti memiliki kasus kriminalitas tidak terkecuali Indonesia. Indonesia adalah negara berkembang yang termasuk memiliki jumlah kasus tindak kriminalitas tinggi (Wirdiastuti dan Helma, 2019). Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (1985) dalam (Hardianto, 2009) terdapat empat kelompok kriminalitas. Kelompok pertama adalah kriminalitas terhadap hak milik seperti pembegalan, pencurian, perampokan, pembakaran yang dilakukan secara sengaja dan penggelapan dana. Kelompok kedua adalah kriminalitas terhadap pribadi yaitu pembunuhan, penganiayaan dan pemerkosaan. Kelompok yang ketiga adalah perilaku yang dipandang tercela oleh masyarakat karena tidak sesuai dengan norma - norma semestinya seperti perjudian, prostitusi, dan penyalahgunaan obat - obatan terlarang. Kelompok keempat adalah kelompok pelanggaran seperti kerusuhan dan pelanggaran lalu lintas.
   Menurut Hardianto (2019), terdapat beberapa faktor menurut beberapa sumber. Bagi (Separovic, 1985) dalam Hardianto (2019) faktor dari kejahatan dapat dibagi menjadi tiga yaitu faktor personal, faktor sosial dan faktor situasional. Faktor personal meliputi faktor biologis seperti usia, jenis kelamin, psikologis dan lainnya. Sedangkan faktor sosial berhubungan dengan faktor imigran, minoritas, dan pekerjaan. Faktor situasional merupakan situasi yang terjadi, tempat dan juga waktu. Kemudian menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (1985) dalam Hardianto (2019), kejahatan pada hakikatnya muncul dari niat jahat dari seseorang, dampak kemiskinan, peluang kerja yang menipis dan faktor lainnya yang menyediakan peluang untuk memungkinan seseorang melakukan kejahatan seperti kurangnya patroli dari pihak berwajib, situasi di jalan dan lingkungan, jumlah kepadatan penduduk, nilai dari harta penduduk setempat, frekuensi ronda dan efektivitas dari lembaga kejaksaan dan kehakiman. Lain halnya dengan Sharp et al. (1996) dalam Hardianto (2009), faktor utama yang menimbulkan dorongan melakukan tindakan kriminalitas adalah nafsu dan emosi yang tidak terkendali, kemiskinan, dan standar nilai - nilai sosial yang tertanam pada masyarakat masih terlalu rendah. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu upaya untuk mengurangi nilai kriminalitas yang terjadi pada masyarakat.
   Menurut Rohman (2016) perlu adanya peningkatan peran lembaga penegak hukum dalam meretas kriminalitas yang terjadi di Indonesia. Selain itu, sebagai tindakan pencegahan, kita bisa memanfaatkan media agar masyarakat bisa melihat pola kriminologi yang dilakukan oleh pelaku dan pada media kita juga bisa mengetahui tingkat dari kasus kriminalitas yang terjadi di Indonesia.

1.4 Data

   Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui majalah “Provinsi Jawa Timur dalam Angka 2021” yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Data ini memuat tingkat pengangguran terbuka, kepadatan penduduk, dan banyaknya kriminalitas di 38 kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2020. Berikut ini data yang akan digunakan untuk penelitian.
Tabel 1. Data Tingkat Pengangguran Terbuka, Kepadatan Penduduk, dan Banyaknya Kriminalitas di Jawa Timur tahun 2020
Kab/Kota Kepadatan Penduduk TPT Kriminalitas
Pacitan 586 2.28 72
Ponorogo 949 4.45 402
Trenggalek 731 4.11 595
Tulungagung 1090 4.61 538
Kab.Blitar 1224 3.82 304
Kab.kediri 1635 5.24 862
Kab. Malang 2654 5.49 1850
Lumajang 1119 3.36 356
Jember 2537 5.12 1061
Banyuwangi 1708 5.34 893
Bondowoso 776 4.13 378
Situbondo 686 3.85 296
Kab. Probolinggo 1153 4.86 231
Kab.Pasuruan 1606 6.24 459
Sidoarjo 2083 10.97 1760
Kab. Mojokerto 1119 5.75 427
Jombang 1318 7.48 1056
Nganjuk 1104 4.80 668
Kab.Madiun 744 4.80 268
Magetan 671 3.74 699
Ngawi 870 5.44 599
Bojonegoro 1302 4.92 391
Tuban 1198 4.81 365
Lamongan 1344 5.13 258
Gresik 1311 8.21 1183
Bangkalan 1060 8.77 392
Sampang 970 3.35 392
Pamekasan 850 3.49 353
Sumenep 1124 2.84 538
Kediri 287 6.21 558
Blitar 149 6.68 458
Malang 844 9.61 1006
Probolinggo 240 6.70 417
Pasuruan 208 6.33 415
Mojokerto 132 6.74 210
Madiun 195 8.32 388
Surabaya 2874 9.79 1647
Batu 213 5.93 70

2 SOURCE CODE

2.1 Library yang Dibutuhkan

> library(readxl)
> library(lmtest)
> library(tseries)
> library(car)

2.2 Import Data

> data <- read_excel("D:/Doc/jatim.xlsx", sheet = "Sheet2")
> head(data)
# A tibble: 6 x 3
     X1    X2     Y
  <dbl> <dbl> <dbl>
1   586  2.28    72
2   949  4.45   402
3   731  4.11   595
4  1090  4.61   538
5  1224  3.82   304
6  1635  5.24   862
   Data diimpor dari dokumen bernama “jatim.xlsx” di folder “Doc” pada direktori “D:”. Function read_excel digunakan untuk mengimpor dokumen dalam bentuk excel dengan argumen yang diisikan dalam function adalah “D:/Doc/jatim.xlsx” dan “Sheet2”. Argumen “D:/Doc/jatim.xlsx” digunakan untuk menjelaskan letak lokasi dokumen yang akan diimpor. Sedangkan argumen “Sheet2” digunakan untuk menjelaskan sheet yang akan diimpor. Function head digunakan untuk menampilkan enam data awal dengan argumen yang diisikan dalam function adalah “data”. Argumen ini digunakan untuk menjelaskan objek yang akan ditampilkan.

2.3 Analisis Regresi Linier Berganda

> regresi <- lm(Y~X1+X2, data=data)
> summary(regresi)

Call:
lm(formula = Y ~ X1 + X2, data = data)

Residuals:
    Min      1Q  Median      3Q     Max 
-488.69 -121.61   29.84  138.35  582.54 

Coefficients:
              Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)    
(Intercept) -367.28488  122.51148  -2.998  0.00498 ** 
X1             0.42880    0.05899   7.269 1.72e-08 ***
X2            90.47296   19.68987   4.595 5.42e-05 ***
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

Residual standard error: 235.4 on 35 degrees of freedom
Multiple R-squared:  0.7204,    Adjusted R-squared:  0.7045 
F-statistic:  45.1 on 2 and 35 DF,  p-value: 2.058e-10
> residual <- residuals(regresi)
   Setelah data diimpor, dilakukan pemodelan regresi linier berganda antara dua variabel prediktor dan satu variabel respon. Function lm digunakan untuk analisis regresi linier dengan argumen yang diisikan dalam functiom adalah “Y~X1+X2” dan “data”. Argumen “Y~X1+X2” merupakan formula dari model yang akan dibentuk. Sedangkan argumen “data” merupakan data frame yang berisi variabel yang akan dianalisis. Kemudian hasil analisis akan ditampilkan dengan Function summary. Argumen yang diisikan dalam function ini adalah “regresi”. Argumen ini merupakan objek yang akan ditampilkan seluruh hasil analisisnya.
   Selanjutnya, akan diperoleh data residual dari model yang terbentuk dengan memanfaatkan Function residuals. Argumen yang diisikan dalam function ini adalah “regresi”. Argumen ini merupakan objek yang akan akan dicari residualnya.

2.4 Asumsi Klasik

2.4.1 Asumsi Normalitas

> tseries::jarque.bera.test(residual)

    Jarque Bera Test

data:  residual
X-squared = 0.063234, df = 2, p-value = 0.9689
> plot(regresi, 2, main = "Gambar 1. Asumsi Normalitas dengan P-P Plot")

  Setelah dilakukan pemodelan regresi, dilakukan pengecekan asumsi klasik. Asumsi pertama yang akan diuji adalah asumsi normalitas dengan memanfaatkan function jarque.bera.test yang ada pada library tseries. Argumen yang diisikan dalam function ini adalah “residual”. Argumen ini merupakan objek yang akan diuji normalitasnya.

2.4.2 Asumsi Nonmultikolinieritas

> car::vif(regresi)
      X1       X2 
1.038648 1.038648 
   Selanjutnya, dilakukan pengujian asumsi nonmultikolinieritas. Pengujian ini memanfaatkan function vif yang ada pada library car. Argumen yang diisikan pakda function ini adalah “regresi”. Argumen ini merupakan objek yang akan dihitung nilai VIF-nya.

2.4.3 Asumsi Homoskedastisitas

> lmtest::bptest(regresi)

    studentized Breusch-Pagan test

data:  regresi
BP = 3.926, df = 2, p-value = 0.1404
   Asumsi selanjutnya yang akan diuji adalah asumsi homoskedastisitas. Asumsi ini akan diuji dengan uji breusch-pagan dengan memanfaatkan function bptest yang ada pada library lmtest. Function ini berisi satu argumen yakni “regresi”. Argumen ini merupakan objek yang akan diuji kehomogenan residual-nya.

2.4.4 Asumsi Nonautokorelasi

> lmtest::dwtest(regresi)

    Durbin-Watson test

data:  regresi
DW = 2.0249, p-value = 0.4778
alternative hypothesis: true autocorrelation is greater than 0
   Terakhir, terdapat asumsi nonautokorelasi yang akan diuji dengan uji Durbin-Watson dengan memanfaatkan function dwtest yang ada pada library lmtest. Terdapat satu argumen yang digunakan dalam function ini yakni “regresi”. Argumen ini merupakan objek yang diuji nonautokorelasi.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Penelitian

3.1.1 Pendugaan Parameter Model Regresi Linier Berganda

   Pendugaan parameter model memanfaatkan Ordinary Least Square (OLS). Berdasarkan hasil pemodelan regresi linier berganda pada sub-bab 2.3, didapatkan model regresi linier berganda sebagai berikut.

\[ \operatorname{\widehat{Y}} = -367.28 + 0.43(\operatorname{X1}) + 90.47(\operatorname{X2}) \] dengan \(X1\) adalah kepadatan penduduk dan \(X2\) adalah tingkat pengangguran.

3.1.2 Asumsi Klasik Regresi Linier Berganda

3.1.2.1 Asumsi Normalitas

   Pengujian asumsi normalitas digunakan untuk mengidentifikasi residual dalam penelitian berdistribusi normal atau tidak. Pengujian ini merujuk pada persamaan (5) sampai (7) pada bab 1. Berdasarkan hasil uji di sub-bab 2.4.1, dapat diketahui bahwa nilai-p sebesar 0,972. Nilai ini lebih besar dari nilai \(\alpha\) (0,05) sehingga residual telah berdistribusi normal.
   Selain menggunakan uji jarque-bera, asumsi normalitas dapat dilihat dengan menggunakan P-P Plot. Berdasarkan gambar 1 di sub-bab 2.4.1, dapat diketahui bahwa residual pengamatan menyebar di sekitar garis diagonal dan searah dengan garis diagonal sehingga residual pengamatan berdistribusi normal. Hasil uji jarque-bera dan P-P plot menghasilkan kesimpulan yang sama yakni residual pengamatan berdistribusi normal.

3.1.2.2 Asumsi Non-multikolinieritas

   Pengujian asumsi non-multikolinieritas untuk mengetahui antar variabel bebas memiliki korelasi atau tidak. Pengujian ini merujuk pada persamaan (8). Berdasarkan hasil uji pada sub-bab 2.4.2, didapatkan nilai VIF untuk variabel kepadatan penduduk (\(X1\)) dan variabel tingkat pengangguran (\(X2\)) sebesar 1,038648. Nilai ini kurang dari sepuluh sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah multikolinieritas yang serius dalam model regresi.

3.1.2.3 Asumsi Homoskedastisitas

   Pengujian asumsi homoskedastisitas untuk mengetahui residual pada model regresi antara satu pengamatan dan pengamatan lain sama tau tidak. Pengujian ini merujuk pada persamaan (9). Berdasarkan hasil pengujian di sub-bab 2.4.3, dapat diketahui bahwa nilai-p sebesar 0,1404. Nilai ini lebih besar dari nilai \(\alpha\) (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ragam residual bersifat homogen. Jadi, asumsi homoskedastisitas telah terpenuhi.

3.1.2.4 Asumsi Nonautokorelasi

   Pengujian asumsi non-autokorelasi untuk mengetahui residual pengamatan saling berkorelasi atau tidak. Pengujian ini merujuk pada persamaan (10). Berdasarkan hasil pengujian pada sub-bab 2.4.4, dapat diketahui bahwa nilai statistik uji DW sebesar 2,0249 dan nilai-p sebesar 0,4478. Nilai statistik uji DW berada di antara \(d_U\) (1,5937) dan \(4-d_U\) (2,4063) serta nilai-p lebih besar dari nilai \(\alpha\) (0,05). Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi antar residual pengamatan.

3.1.3 Uji Simultan dengan Uji F

   Uji F digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel kepadatan penduduk dan variabel tingkat pengangguran terhadap variabel kriminalitas secara bersama-sama. Pengujian yang dilakukan merujuk pada persamaan (2) di bab 1. Berdasarkan hasil analisis regresi linier pada sub-bab 2.3, dapat diketahui bahwa nilai statistik uji F sebesar 45,1 dan nilai-p sebesar 2,058 ×10(-10). Nilai statistik uji F ini lebih besar dari F0,05(2,35) (3,267424) serta nilai-p kurang dari nilai \(\alpha\) (0,05). Jadi, dapat disimpulkan bahwa variabel kepadatan penduduk dan variabel pengangguran berpengaruh signifikan terhadap variabel kriminalitas secara bersama-sama.

3.1.4 Uji Parsial dengan Uji t

   Uji t digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel kepadatan penduduk dan pengangguran terhadap variabel kriminalitas secara parsial. Pengujian yang dilakukan merujuk pada persamaan (3) di bab 1. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda pada sub-bab 2.3, dapat diketahui bahwa
  • Variabel kepadatan penduduk berpengaruh signifikan terhadap variabel kriminalitas secara parsial karena nilai-p (1,72 × 10(-8)) lebih kecil dari nilai \(\alpha\).
  • Variabel pengangguran berpengaruh signifikan terhadap variabel kriminalitas secara parsial karena nilai-p (5,42 × 10(-5)) lebih kecil dari nilai \(\alpha\).

3.1.5 Koefisien Determinasi

   Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa jauh model pada sub bab 3.1.1 dapat menerangkan keragaman variabel kriminalitas. Perhitungan koefisien determinasi yang dilakukan merujuk pada persamaan (4) di bab 1. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda pada sub-bab 2.3, dapat diketahui bahwa koefisien determinasi sebesar 0,7045 sehingga variabel kepadatan penduduk dan pengangguran dapat menjelaskan variabel kriminalitas sebesar 70,45%. 29,55% sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

3.2 Pembahasan

   Model regresi linier berganda yang terbentuk pada sub bab 3.1.1 sudah layak digunakan karena telah memenuhi seluruh asumsi. Model yang terbentuk ini dapat menunjukkan bahwa variabel kepadatan penduduk dan pengangguran dapat menjelaskan variabel kriminalitas sebesar 70,45%. Sisanya sebesar 29,55% dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
   Berdasarkan hasil analisis pada sub bab 3.1.3, dapat diketahui bahwa variabel kepadatan penduduk dan pengangguran berpengaruh signifikan terhadap variabel kriminalitas secara bersama-sama. Sedangkan berdasarkan hasil analisis pada sub bab 3.1.4, dapat diketahui bahwa variabel kepadatan penduduk dan pengangguran berpengaruh signifikan terhadap variabel kriminalitas secara parsial.
   Dari model yang terbentuk, dapat diketahui bahwa jika kepadatan penduduk meningkat satu jiwa/km2, maka kriminalitas akan meningkat sebanyak 0,43 kasus. Jika tingkat pengangguran terbuka meningkat satu satuan, maka kriminalitas akan meningkat sebanyak 90,47 kasus. Sehingga dapat diketahui bahwa variabel pengangguran lebih berpengaruh terhadap variabel kriminalitas dibandingkan variabel kepadatan penduduk.
   Hasil ini sejalan dengan pendapat Edwart dan Azhar serta teori Thomas Robert Malthus yang menyatakan bahwa semakin tinggi kepadatan penduduk, semakin banyak kriminalitas. Hal ini disebabkan karena meningkatnya kepadatan penduduk yang tidak diikuti dengan peningkatan ketersediaan bahan pokok yang layak. Beberapa orang akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan bahan layak untuk kebutuhan hidup. Oleh karena itu, mereka akan memilih melakukan kriminalitas untuk mencukupi kehidupan sehari-hari.
   Selain itu, hasil ini juga sejalan pendapat Sujatna dan Istimal yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengangguran terbuka, semakin tinggi pula tingkat kerawanan sosial salah satunya tingkat kriminalitas. Hal ini disebabkan karena beberapa orang yang tidak bekerja dan tidak dapat mencukupi kehidupannya memilih melakukan tindakan kriminalitas agar dapat membeli kebutuhan sehari-hari.
   Oleh karena itu, solusi yang dapat dilakukan pemerintah untuk menekan angka kriminalitas di Jawa Timur adalah dengan menekan angka kepadatan penduduk ataupun pengangguran. Beberapa upaya yang dapat dilakukan dilakukan adalah menyediakan bahan pokok layak sebanding dengan peningkatan kepadatan penduduk, menambah lapangan kerja, dan melakukan pelatihan kewirausahan.

4 DAFTAR PUSTAKA

Astriawati, N. (2016). Penerapan Analisis Regresi Linier Berganda Untuk Menentukan Pengaruh Pelayanan Pendidikan Terhadap Efektifitas Belajar Taruna Di Akademi Maritim Yogyakarta. Majalah Ilmiah Bahari Jogja, 14(23), 22-37.

BPS Provinsi Jawa Timur. (2021). Provinsi Jawa Timur dalam Angka 2021.

Damayanti, F. N., Piarsa, I. N., & Sukarsa, I. M. (2016). Sistem Informasi Geografis Pemetaan Persebaran Kriminalitas di Kota Denpasar. Universitas Udayana, Denpasar.

Draper, N. R., & Smith, H. (1981). Applied Regression Analysis, John Wiley and Sons. New York.

Effendi, R., Maiyastri, M., & Diana, R. (2019). Perbandingan Metode Regresi Kuantil dan Metode Bayes dalam Mengestimasi Parameter Model Regresi Linier Sederhana dengan Galat Heteroskedastisitas. Jurnal Matematika Unand, 8(1), 291-298.

Fajri, R. E., & Rizki, C. Z. (2019). PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, KEPADATAN PENDUDUK DAN PENGANGGURAN TERHADAP KRIMINALITAS PERKOTAAN ACEH. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Pembangunan, 4(3), 255-263.

Franita, R. (2016). Analisa pengangguran di Indonesia. Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 1(3), 88-93.

Gujarati, D. N. (2004). Basic Econometrics, the McGraw-HillCompanies. New York, NY, USA.

Hardianto, F. N. (2009). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kriminalitas di Indonesia dari Pendekatan Ekonomi. Bina Ekonomi, 13(2).

Huda, A. S. (2015). Pengaruh Kinerja Keuangan, Fiscal Stress, dan Kepadatan Penduduk Terhadap Alokasi Belanja Modal di Nusa Tenggara Barat. Assets: Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi, 5(2), 151-166.

Karomah, S., Nugroho, S., & Faisal, F. (2010). KAJIAN BEBERAPA UJI KENORMALAN.

Kemendagri.go.id. (2021, 17 September). Satu Data Pemerintah Dalam Negeri. Diakses pada 27 November 2021, dari https://e-database.kemendagri.go.id

Lapebesi, R. A., Pramesti, E. N., Ahyandi, M. N., Sari, M. T., & Yuhan, R. J. (2021). Analisis Jalur Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Kriminalitas di Jawa Timur Tahun 2020. Jurnal Sains Matematika dan Statistika, 7(2).

Mustika, R., & Sulistyawan, E. (2019). Spasial Error Model untuk Balita Gizi Buruk DI di Provinsi Jawa Timur Tahun 2016. Jurnal Riset dan Aplikasi Matematika (JRAM), 3(1), 57-63.

Ningsih, S., & Dukalang, H. H. (2019). Penerapan Metode Suksesif Interval pada Analsis Regresi Linier Berganda. Jambura Journal of Mathematics, 1(1), 43-53.

Nurullah, F. A. (2021). Perkembangan Metode Kontrasepsi di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran, 48(3), 166-172.

Permatasari, S. A. P., & Ratnasari, R. T. (2020). Pengaruh Etika Kerja Islam terhadap Loyalitas Karyawan Yayasan Nurul Hayat Surabaya. Jurnal Ekonomi Syariah Teori Dan Terapan, 7(5), 852-860.

Praza, E. I. (2016). Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal di Provinsi Jambi. Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah, 4(1), 25-36.

Puspitasari, D., Hamdana, E. N., & Putra, M. Y. P. (2019). Pengembangan Sistem Pengukuran Korelasi Antara Tingkat Pengangguran Terbuka Terhadap Tingkat Kriminalitas Di Kota Malang. In Seminar Informatika Aplikatif Polinema (pp. 150-155).

Rianda, C. N. (2020). ANALISIS DAMPAK PENGANGGURAN BERPENGARUH TERHADAP INDIVIDUAL. AT-TASYRI’: JURNAL ILMIAH PRODI MUAMALAH, 17-26.

Rohman, A. (2016). Upaya menekan angka kriminalitas dalam meretas kejahatan yang terjadi pada masyarakat. Perspektif, 21(2), 125-134.

Romhadhoni, P., Faizah, D. Z., & Afifah, N. (2018). Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Matematika Integratif, 14(2), 113-120.

Sa’adah, U. (2018, July). Penerapan Cochrane-Orcutt Iterative Procedure untuk Mengatasi Pelanggaran Asumsi Non Autokorelasi pada Analisis Regresi Linier Berganda Menggunakan Software R. In Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika (Vol. 1, No. 2, pp. 325-333).

Sabiq, R. M., & Apsari, N. C. (2021). DAMPAK PENGANGGURAN TERHADAP TINDAKAN KRIMINAL DITINJAU DARI PERSPEKTIF KONFLIK. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik, 3(1), 51-64.

Sabiq, R. M., & Nurwati, N. (2021). PENGARUH KEPADATAN PENDUDUK TERHADAP TINDAKAN KRIMINAL. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik, 3(2), 161-167.

Sasongko, F. (2013). Pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan restoran ayam penyet ria. Jurnal Strategi Pemasaran, 1(2), 1-7.

Sriningsih, M., Hatidja, D., & Prang, J. D. (2018). Penanganan Multikolinearitas dengan Menggunakan Analisis Regresi Komponen Utama pada Kasus Impor Beras di Provinsi Sulut. Jurnal Ilmiah Sains, 18(1), 18-24.

Subekti, P., & Islamiyah, M. (2017). Penentuan Model Hubungan Kepadatan Penduduk dan Faktornya Menggunakan Metode Forward Selection. JMPM: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, 2(1), 48-57.

Sujatna, Y., & Istimal, I. (2018). Pengentasan Pengangguran Bagi Pemuda di Desa Cigudeg Melalui Kegiatan Budidaya Ikan Lele. JPPM (Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat), 2(2), 349-356.

Utami, T. W., Rohman, A., & Prahutama, A. (2016). Pemodelan Regresi Berganda dan Geographically Weighted Regression pada Tingkat Pengangguran Terbuka di Jawa Tengah. Media Statistika, 9(2), 133-147.

Wirdiastuti, C., & Helma, H. (2019). Pengelompokkan Sembilan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan Tingkat Kriminalitas dengan Menggunakan Analisis Gerombol. UNP Journal of Mathematics, 2(2).

Zaman, O. V. S., & Suhartini, A. M. A. (2020). PERAN EKONOMI KREATIF (SUBSEKTOR KULINER, KRIYA, DAN FESYEN) SERTA VARIABEL LAINNYA TERHADAP PENGANGGURAN. In Seminar Nasional Official Statistics (Vol. 2020, No. 1, pp. 1305-1315).