Pemodelan Autoregressive Integrated Moving Average Dalam Peramalan Harga Komoditas Cabai Rawit Di Provinsi Jawa Timur

Dwi Alfianti

18 Mei 2022

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

         Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki permintaan tinggi di pasar domestik sebab kebutuhan komoditas ini meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk serta berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku cabai. Dari berbagai jenis komoditas cabai di Indonesia, cabai rawit memiliki permintaan yang cukup tinggi terutama saat menjelang hari raya keagamaan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, Provinsi Jawa Timur menduduki provinsi penghasil komoditas cabai rawit terbesar di Indonesia yaitu sebesar 684.943 ton per tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa produksi komoditas cabai rawit di Provinsi Jawa Timur memberikan kontribusi sebesar 45,4 persen terhadap produksi cabai rawit nasional. Namun, pasokan cabai rawit di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2020 terbilang lebih banyak dibanding tahun sebelumnya sehingga mengakibatkan harga cabai rawit tidak stabil dan cenderung menurun.
         Pemodelan time series banyak digunakan dalam peramalan di bidang keuangan. Menurut Wei (dalam Hadiansyah, 2017) time series mengamati perilaku observasi yang diambil dari waktu ke waktu secara berurutan. Metode time series termasuk metode kuantitatif yang digunakan untuk melakukan analisis data yang mempertimbangkan pengaruh waktu. Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) memanfaatkan sepenuhnya data masa lampau dan data saat ini untuk menghasilkan peramalan jangka pendek dengan tingkat akurasi yang tinggi. Metode ARIMA dapat digunakan dalam peramalan harga sebab memiliki kemampuan untuk dapat mengatasi kerumitan runtun waktu dan variasi dari pola data yang ada. Menurut Nabilah (2017), metode ARIMA memiliki tingkat akurasi peramalan yang cukup tinggi karena dalam pemilihan model, metode ini dapat memilih residual yang bernilai kecil. Selain itu, metode ARIMA tepat digunakan untuk meramal sejumlah variabel dengan cepat, sederhana dan akurat. Penelitian terdahulu yang dilakukan Putri pada tahun 2018 dengan judul “Penerapan Metode Campuran Autoregressive Integrated Moving Average Dan Quantile Regression (Arima-Qr) Untuk Peramalan Harga Cabai Sebagai Komoditas Strategis Pertanian Indonesia”. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa harga cabai rawit di Provinsi Jawa Timur memiliki fluktuasi naik turun dan diperoleh kesimpulan bahwa variabel hari besar memiliki pengaruh namun tidak signifikan atau sangat kecil pengaruhnya terhadap harga cabai rawit. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Setyowati pada tahun 2020 dengan judul “Peramalan Harga Cabai Rawit di Provinsi Jawa Timur Menggunakan Metode ARIMAX”. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa pada bulan Maret 2020 harga cabai mengalami penurunan dan diprediksi naik pada satu bulan setelah hari raya idul fitri.
         Penelitian ini akan menganalisis mengenai peramalan harga komoditas cabai rawit di Provinsi Jawa Timur. Metode yang digunakan adalah pemodelan time series menggunakan metode ARIMA untuk melakukan peramalan pada periode yang akan datang. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu bentuk upaya antisipasi jangka pendek terjadinya inflasi atau deflasi, khususnya yang disebabkan oleh peningkatan atau penurunan harga komoditas cabai rawit di Provinsi Jawa Timur. Diharapkan informasi peramalan ini dapat digunakan membantu pihak terkait atau pemerintah untuk mengambil kebijakan tentang penentuan harga komoditas cabai rawit pada waktu yang akan datang sehingga dapat meminimalisir kerugian keuangan negara.

1.2 Analisis Deret Waktu

         Analisis deret waktu (time series) merupakan suatu analisis statistika yang diterapkan untuk meramalkan kemungkinan keadaan yang terjadi di masa yang akan datang berdasarkan nilai pada masa lampau dalam rangka pengambilan keputusan (Insani, 2015). Periode waktu dari deret waktu dapat berupa mingguan, bulanan, kuartal, semester, tahunan, dan lain-lain. Menurut Putri (2018), periode waktu pengamatan harus memiliki interval waktu yang tetap atau sama sehingga dapat dilihat pola data menurun, naik atau mengalami siklus. Kemudian pola yang didapatkan dapat digunakan untuk identifikasi model yang selanjutnya digunakan untuk peramalan. Peramalan dilakukan guna mengurangi ketidakpastian akan suatu hal yang akan terjadi di masa yang akan datang agar dapat dibuat keputusan dan kebijakan yang tepat.
         Untuk menentukan metode peramalan pada data time series perlu diketahui pola dari data tersebut. Pola data dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu pola musiman, siklis, trend, dan irregular. Pola musiman merupakan fluktuasi dari data yang terjadi secara periodik dalam kurun waktu satu tahun, seperti triwulan, kuartalan, bulanan, mingguan, atau harian. Pola siklis merupakan fluktuasi dari data untuk waktu yang lebih dari satu tahun. Pola ini sulit dideteksi dan tidak dapat dipisahkan dari pola trend. Pola trend merupakan kecenderungan arah data dalam jangka panjang, dapat berupa kenaikan maupun penurunan. Sedangkan pola irregular merupakan kejadian yang tidak terduga dan bersifat acak, tetapi kemunculannya dapat mempengaruhi fluktuasi data deret waktu (Hanke dan Winchern, 2005).

1.2.1 Stasioneritas

         Salah satu asumsi dalam tahap pembentukan model deret waktu adalah stasioneritas. Stasioneritas berkaitan dengan konsistensi pergerakan data time series. Suatu data deret waktu dikatakan stasioner apabila nilai rata-rata dan ragam konstan dari waktu ke waktu. Data deret waktu yang tidak stasioner memiliki dua penyebab ketidakstasioneran, tidak stasioner dalam rata-rata dan tidak stasioner dalam ragam.

1.2.1.1 Stasioneritas Ragam

         Stasioneritas terhadap ragam dapat dilihat dengan plot Box-Cox. Data deret waktu dikatakan stasioner terhadap ragam apabila berfluktuasi dengan ragam konstan. Apabila stasioneritas tersebut tidak dipenuhi maka perlu dilakukan transformasi, yaitu transformasi pangkat (power transformation) atau disebut dengan transformasi Box-Cox. Apabila nilai \(\lambda\) sama dengan satu, maka dikatakan bahwa data deret waktu telah stasioner terhadap ragam. Parameter \(\lambda\) diduga dengan metode maximum likelihood. Beberapa nilai \(\lambda\) serta bentuk transformasinya ditampilkan dalam tabel berikut.
\(\lambda\) Transformasi
2 \(Z_{t}^{2}\)
0.5 \(\sqrt{Z_{t}}\)
0 ln \(Z_{t}\)
-0.5 \(1/\sqrt{Z_{t}}\)
-1 \(1/Z_{t}\)

1.2.1.2 Stasioneritas Rata-Rata

         Stasioneritas terhadap rata-rata dapat dilihat pada plot Autocorrelation Function (ACF). Apabila lag yang keluar dari plot ACF < 3, maka data tersebut dapat dikatakan telah stasioner terhadap rata-rata. Selain itu, untuk memeriksa stasioneritas terhadap rata-rata dapat digunakan uji akar unit (unit root) yang bertujuan apakah data deret waktu memiliki akar unit atau tidak. Uji akar unit yang sering digunakan adalah dengan prosedur Dickey-Fuller yang dikenalkan oleh David Dickey dan Wayne Fuller (Gujarati dan Porter, 2009). Hipotesis pengujian dinyatakan sebagai berikut.

\(H_{0}\) : \(\phi\) = 0 (terdapat akar unit atau data deret waktu tidak stasioner)
\(H_{1}\) : \(\phi\) ≠ 0 (tidak terdapat akar unit atau data deret waktu stasioner)

Statistik Uji : \[ t = \frac{(\hat{\phi}-1)}{se(\hat{\phi}-1)} \sim t_{n-1} \] di mana
\[ \hat{\phi} = \frac{\sum_{t=1}^{n} Z_{t-1}Z_{t}}{\sum_{t=1}^{n}Z^{2}_{t-1}} \] \[ se(\hat{\phi}) = \sqrt\frac{\hat{\sigma}^{2}_{et}}{\sum_{t=1}^{n}Z^{2}_{t-1}} \] keterangan :
\(\hat\phi\) : penduga parameter AR(1)
\(se(\hat\phi)\) : salah baku \(\hat\phi\)
\(\hat{\sigma}^{2}_{et}\) : penduga ragam sisaan
\(Z_t\) : pengamatan periode ke-t
\(n\) : banyaknya pengamatan

         Kriteria pengambilan keputusan yaitu tolak \(H_0\) jika statistik uji lebih besar dari titik kritis \(t_{\alpha⁄2,(n-1)}\) atau nilai p-value kurang dari nilai \(\alpha\)(0,05) maka dapat dikatakan bahwa data deret waktu telah stasioner.
         Apabila data deret waktu tidak stasioner terhadap rata-rata maka perlu dilakukan differencing yaitu mengurangi data pada periode ke-t dengan data pada periode ke-\(t-1\) (Makridakis dkk., 1999). Proses differencing pada orde ke-d dapat dinyatakan sebagai berikut:

\[ W_t = (1-B)^{d}Z_t \]

1.2.2 Identifikasi Model ARIMA

         Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) dikembangkan oleh George E.P. Box dan Gwilym M. Jenkins sehingga sering disebut dengan metode deret waktu Box-Jenkins. ARIMA merupakan salah satu analisis time series yang bersifat univariat. Metode ini menggunakan nilai masa lampau dan masa sekarang untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang tingkat akurasinya tinggi. Menurut Wei (2006), dalam peramalan menggunakan model ARIMA, model yang secara penuh mengabaikan independensi variabel serta model diasumsikan bahwa data runtun waktu adalah data yang stasioner. Model ARIMA dapat dibangun dengan bantuan plot ACF (\(\rho_k\)) dan PACF(\(\phi_{kk}\)) pada lag ke-\(k\) (Cryer dan Chan, 2008).

\[ \rho_k = \frac{\sum_{t=1}^{n-k}(Z_t-\overline{Z})(Z_{t-k}-\overline{Z})}{\sum_{t=1}^{n}(Z_t-\overline{Z})^2} \] \[ \phi_{kk} = \frac{\rho_{k}-\sum_{j=1}^{k-1}\phi_{k-1,j}\rho_{k-j}}{1-\sum_{j=1}^{k-1}\phi_{k-1,j}\rho_{k-j}} \] dimana :
\(k\) : lag waktu
\(\hat\rho_k\) : autokeralsi sampel pada lag ke-\(k\)
\(Z_t\) : pengamatan pada waktu ke-\(t\)
\(\overline{Z}\) : rata-rata pengamatan seluruh periode data
\(Z_{t+k}\) : pengamatan pada waktu ke-\(t+k\) atau waktu sebelumnya

         Plot ACF dan PACF digunakan sebagai acuan penentukan orde p dan q dari model ARIMA non-musiman serta P dan Q dari model ARIMA musiman.

1.2.2.1 Model ARIMA Non Musiman

         Bentuk persamaan untuk model ARIMA ordo d dapat dituliskan sebagai berikut :

\[ \phi_{p}(B)(1-B)^{d}Z_{t}=\theta_{q}(B)a_{t} \] dimana : \(p\) : orde Autoregressive (AR) non musiman
\(q\) : orde Moving Average (MA) non musiman \((1-B)^2\) : differencing non musiman dengan ordo d
\(a_t\) : residual yang telah memenuhi asumsi white noise

1.2.2.2 Model ARIMA Musiman

         Bentuk persamaan untuk model ARIMA musiman dapat dituliskan sebagai berikut :

\[ \Phi_{p}(B^s)(1-B^s)^{D}Z_{t}=\theta_{Q}(B^s)a_{t} \] dimana :
\(P\) : orde Autoregressive (AR) musiman
\(Q\) : orde Moving Average (MA) musiman
\((1-B^s)^D\) : differencing non musiman dengan orde D
\(a_t\) : residual yang telah memenuhi asumsi white noise

         Apabila terdapat efek non-musiman dan musiman, maka model yang terbentuk adalah multiplikatif ARIMA\((p,d,q)(P,D,Q)^s\).

1.2.3 Pendugaan Parameter Model ARIMA

         Cryer dan Chan (2008) menjelaskan terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menaksir parameter model deret waktu, diantaranya metode momen, kuadrat terkecil (least square), dan kemungkinan maksimum (maximum likelihood). Metode kemungkinan maksimum paling sering digunakan dalam menaksir parameter model deret waktu. Sebagai contoh diketahui model stasioner ARMA(\(p,q\)) sebagai berikut.

\[ Z_t = \phi{Z_{t-1}}+...+\phi_{p}{Z_{t-p}}+a_t-\theta_1a_{t-1}-...-\theta_qa_{t-q} \] Fungsi log-likehood bersyarat bagi model ARMA(p,q) adalah
\[ ln L_*(\phi,\mu,\theta,\sigma^2_a)=-\frac{n}{2}ln2\pi\sigma^2_a-\frac{S_*(\phi,\mu,\theta)}{2\sigma^2_a} \] \[ S_*(\phi,\mu,\theta) = \sum_{t=2}^n a^2_t(\phi,\mu,\theta|Z_*,a_*,Z) \] di mana \(S_*(\phi,\mu,\theta)\) merupakan fungsi jumlah kuadrat bersyarat. Penduga \(\hat\phi\), \(\hat\mu\), dan \(\hat\theta\) merupakan nilai yang memaksimumkan yang diperoleh dengan meminimumkan \(S_*(\phi,\mu,\theta)\) yaitu
\[ \frac{\partial S_*(\phi,\mu,\theta)}{\partial\phi}=0, \frac{\partial S_*(\phi,\mu,\theta)}{\partial\mu}=0, \frac{\partial S_*(\phi,\mu,\theta)}{\partial\theta}=0 \] Setelah diperoleh penduga \(\hat\phi\), \(\hat\mu\), dan \(\hat\theta\), penduga \(\hat\sigma^2_a\) dapat dihitung dengan persamaan berikut.
\[ \hat\sigma^2_a = \frac{S_*\hat\phi,\hat\mu,\hat\theta}{df} \] dimana \(df\) merupakan derajat bebas yang diperoleh dari \(df=n-(2p+q-1)\)

         Setelah parameter didapatkan maka dilakukan pengujian signifikansi parameter. Model ARIMA yang baik adalah model yang dapat menggambarkan suatu kejadian dengan nilai penduga parameter-parameternya signifikan tidak sama dengan nol. Berikut hipotesis dan statistik uji pengujian signifikansi parameter (Wei, 2006).

\(H_0\) : \(\theta\) = 0
\(H_1\) : \(\theta\) ≠ 0

Statistik Uji :
\[ t=\frac{\hat\theta}{se(\hat\theta)} \] dimana :
\(\theta\) : parameter model ARIMA
\(\hat\theta\) : nilai penduga parameter model ARIMA
\(se(\hat\theta)\) : salah baku dari nilai penduga \(\theta\)

         Kriteria pengambilan keputusan yaitu tolak \(H_0\) jika \(|t|>t_{0,05⁄2};df=n-(n_p+1))\) atau p-value < \(\alpha\) (0,05), di mana \(n\) adalah banyaknya pengamatan dan \(n_p\) adalah banyaknya parameter.

1.2.4 Diagnostik Model

         Pemeriksaan diagnostik model merupakan suatu langkah yang harus dilakukan untuk membuktikan apakah suatu model ARIMA \((p,d,q)\) layak digunakan atau tidak (Munawaroh, 2010). Diagnostik model dimulai dengan memeriksa apakah model telah ditentukan secara benar atau telah dipilih orde \(p\), \(d\), dan \(q\) dengan tepat.

1.2.4.1 Asumsi Normalitas Sisaan

         Uji asumsi ini bertujuan untuk mengetahui apakah sisaan telah memenuhi asumsi kenormalan atau belum. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melakukan uji asumsi kenormalan adalah uji Kolmogorov Smirnov. Hipotesis untuk uji kolmogorov smirnov sebagai berikut.

\(H_0\) : sisaan menyebar normal
\(H_1\) : sisaan tidak menyebar normal

         Uji Kolmogorov-Smirnov didasarkan pada nilai deviasi maksimum (D) yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut.

\[ D=max|F_0(x_i)-S_n(x_i)|; i=1,2,..,n \] | Kriteria pengambilan keputusan yaitu tolak \(H_0\) jika nilai \(D>D_{(1-α);n)}\) dengan n adalah banyaknya pengamatan atau p-value < = 0,05 maka sisaan tidak berdistribusi normal.

1.2.4.2 Asumsi White Noise

         Asumsi white noise pada sisaan terpenuhi ditandai dengan proses yang tidak menunjukkan adanya autokorelasi atau dapat dikatakan bahwa sisaan sudah tidak mempunyai pola tertentu (rata-rata nol dan ragam konstan). Pemeriksaan asumsi white noise pada sisaan dilakukan dengan uji Ljung-Box dengan hipotesis sebagai berikut.

\(H_0\) : \(\rho_{i}\) = 0 (tidak terdapat korelasi antar lag pada sisaan)
\(H_1\) : minimal ada satu i, di mana \(\rho_{i}\) ≠ 0 (terdapat korelasi antar lag pada sisaan)

Statistik uji : \[ Q=n(n+2)\sum_{i=1}^k \frac{\hat\rho^2_i}{n-1} \sim \chi^2_{k-n_p} \] dimana :
\(n\) : banyaknya pengamatan
\(\hat\rho_i\) : penduga autokorelasi sisaan pada lag ke-\(i\)
\(k\) : banyaknya autokorelasi yang diuji

         Kriteria pengambilan keputusan yaitu tolak \(H_0\) jika \(Q>\chi^2_{(k-n_p)^2}\) atau p-value < \(\alpha\) = 0,05, maka seluruh koefisien autokorelasi tidak sama dengan nol atau model tidak layak untuk digunakan.

1.2.5 Pemilihan Model Terbaik

         Putri (2020) menyatakan bahwa model yang memenuhi uji signifikansi parameter dan asumsi white noise serta asumsi distribusi normal maka akan dipilih menjadi model terbaik. Pemilihan model terbaik dapat dilakukan dengan menggunakan Akaike’s Information Criteria (AIC) terkecil.

\[ AIC= n ln(\frac{\sum_(t=1)^n e_t^2}{n}) + 2n_p \] dimana :
\(n\) : banyaknya pengamatan dalam model pendugaan parameter
\(n_p\) : banyaknya parameter dalam model
\(e_t\) : sisaan model

1.3 Komoditas Cabai Rawit

         Cabai merupakan tanaman hortikultura sayuran yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Komoditas cabai memiliki permintaan tinggi di pasar domestik maupun mancanegara. Pada saat tertentu, harga cabai melonjak tinggi dengan fluktuasi harga yang berpengaruh cukup signifikan terhadap inflasi. Menurut Nabilah (2017), terdapat berapa alasan mengapa pengembangan komoditas cabai diperlukan yaitu sebagai berikut:
  1. Komoditas cabai bernilai ekonomi sangat tinggi.
  2. Fenomena gejala pergeseran permintaan konsumen dari komoditas bernilai rendah ke arah komoditas bernilai ekonomi tinggi (holtikultura).
  3. Komoditas cabai merupakan komoditas unggulan nasional maupun daerah.
  4. Menduduki posisi penting dalam menu pangan, walaupun diperlukannya dalam jumlah kecil (4 kg/kapita/tahun) namun setiap hari dikonsumsi oleh hampir seluruh penduduk Indonesia.
  5. Konsumsi cabai oleh rumah tangga dalam bentuk cabai segar sebesar 80% sedangkan untuk industri pengolahan sebesar 20%.
  6. Fluktuasi harga cabai memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap tingkat inflasi daerah maupun nasional.
  7. Memiliki beragam tujuan pasar, baik untuk pasar tradisional maupun pasar modern serta untuk pasar industri.
         Cabai rawit merupakan salah satu jenis komoditas cabai yang paling banyak diminati. Cabai rawit (Capsicum frustescens L.) adalah salah satu tanaman holtikultura dari jenis sayuran yang berbentuk buah yang kecil namun memiliki rasa yang pedas. Cabai rawit banyak dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan yang biasanya digunakan sebagai bahan utama atau bahan tambahan makanan dan penyedap untuk meningkatkan cita rasa makanan dan bernilai gizi tinggi. Untuk masyarakat Jawa Timur, cabai rawit adalah bahan pangan yang selalu dibutuhkan dalam kebutuhan pangan sehari-hari. Kebutuhan cabai rawit akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya jumlah industri yang menggunakan bahan baku cabai rawit dalam produksinya (Putra, 2017).

2 SOURCE CODE

2.1 Library yang Dibutuhkan

         Sebelum melakukan analisis, packages yang akan digunakan diaktifkan terlebih dahulu menggunakan perintah ‘library( )’. Berikut packages yang dibutuhkan untuk peramalan harga cabai rawit di Provinsi Jawa Timur menggunakan ARIMA.
> library(rmarkdown)

Package ‘rmarkdown’ digunakan untuk support membuat halaman tabel yang dibaca dari data yang telah diimport.

> library(readxl)

Package ‘readxl’ digunakan untuk import data dari file Excel.

> library(tseries)

Package ‘tseries’ digunakan untuk pengecekan kestasioneran terhadap rata-rata menggunakan uji ADF.

> library(lmtest)

Package ‘lmtest’ digunakan untuk uji signifikansi koefisien parameter.

> library(nortest)

Package ‘nortest’ digunakan untuk uji asumsi normalitas sisaan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov.

> library(forecast)

Package ‘forecast’ digunakan untuk peramalan harga cabai rawit di provinsi Jawa Timur menggunakan ARIMA.

2.2 Data

         Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu harga komoditas cabai rawit di Provinsi Jawa Timur yang diperoleh dari Dinas Perdagangan Provinsi Jawa Timur dalam periode bulanan mulai bulan Januari tahun 2015 hingga bulan Maret tahun 2022 atau 87 periode waktu. Untuk import data dari penyimpanan komputer digunakan perintah ‘read_excel( )’. Data disimpan dalam obyek ‘data’.
> data <- read_excel("C:/Users/Ok/Documents/harga-cabai.xlsx", col_types = c("date","numeric"))

Menampilkan data yang telah diimport menggunakan perintah ‘paged_table( )’.

> paged_table(data)

2.3 Eksplorasi Data

2.3.1 Statistika Deskriptif

         Untuk menampilkan statistika deskriptif dari data harga cabai rawit di provinsi Jawa Timur digunakan perintah ‘summary( )’ dengan argumen ‘data’ yang telah didefinisikan sebelumnya diikuti dengan nama variabel Harga setelah tanda dollar ($).
> summary(data$Harga)
   Min. 1st Qu.  Median    Mean 3rd Qu.    Max. 
  12245   18204   26866   33389   40491  125456 

2.3.2 Plot Time Series

         Membentuk plot data deret waktu digunakan untuk mengetahui gambaran umum dari data yang dianalisis serta kecenderungan pergerakan data atau pola data yang terbentuk. Untuk membentuk plot variabel harga digunakan perintah ‘plot( )’ dengan argumen data yang digunakan diikuti variabel yang akan dibentuk plotnya dan identitas dari plot data deret waktu.
> plot(data$Harga, main="Plot Data Time Series",
+         ylab='Harga',xlab='Waktu', type='o')

2.4 Pengecekan Stasioneritas

         Pengecakan stasioneritas terhadap rata-rata dapat dilakukan menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Dalam R, pengujian ADF menggunakan perintah ‘adf.test( )’.
> adf.test(data$Harga)

    Augmented Dickey-Fuller Test

data:  data$Harga
Dickey-Fuller = -3.784, Lag order = 4, p-value = 0.02339
alternative hypothesis: stationary

2.5 Plot ACF

         Selain menggunakan uji ADF, stasioneritas terhadap rata-rata dapat dideteksi dengan menggunakan plot ACF. Untuk membentuk plot ACF dari variabel harga menggunakan perintah ‘acf( )’.
> acf(data$Harga)

2.6 Plot PACF

         Penentuan model tentatif dapat menggunakan plot ACF dan PACF pada data yang telah stasioner. Untuk membentuk plot PACF dari variabel harga dapat menggunakan perintah ‘pacf( )’
> pacf(data$Harga)

2.7 Estimasi Parameter

2.7.1 Parameter ARIMA(1,0,0)

         Pendugaan parameter pada model tentatif menggunakan metode maximum likelihood. Uji signifikansi untuk mengetahui apakah parameter yang diduga pada model ARIMA signifikan atau tidak menggunakan uji t. Pertama, membentuk model ARIMA sesuai model tentatif pertama yaitu ARIMA(1,0,0) menggunakan perintah ‘arima( )’ dengan argumen data deret waktu, orde deret waktu, dan vektor yang mengindikasikan koefisien dengan metode yang digunakan untuk membentuk parameter adalah metode maximum likelihood (ML).Model ARIMA(1,0,0) disimpan dalam obyek ‘model1’. Kemudian menampilkan koefisien dan hasil uji signifikansi parameter menggunakan perintah ‘coeftest( )’.
> model1=arima(data$Harga, order=c(1,0,0),
+              fixed=c(NA, rep(0,1)), include.mean=T, method='ML')
> coeftest(model1)

z test of coefficients:

    Estimate Std. Error z value  Pr(>|z|)    
ar1 0.894645   0.044945  19.905 < 2.2e-16 ***
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

2.7.2 Parameter ARIMA(1,0,1)

         Kedua, membentuk model ARIMA sesuai model tentatif kedua yaitu ARIMA(1,0,1) menggunakan perintah ‘arima( )’ dengan argumen data deret waktu, orde deret waktu, dan vektor yang mengindikasikan koefisien dengan metode yang digunakan untuk membentuk parameter adalah metode maximum likelihood (ML).Model ARIMA(1,0,1) disimpan dalam obyek ‘model2’. Kemudian menampilkan koefisien dan hasil uji signifikansi parameter menggunakan perintah ‘coeftest( )’.
> model2=arima(data$Harga, order=c(1,0,1),
+              fixed=c(NA,NA, rep(0,1)), include.mean=T, method='ML')
> coeftest(model2)

z test of coefficients:

    Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
ar1  0.90024    0.05073 17.7459   <2e-16 ***
ma1 -0.02890    0.13681 -0.2112   0.8327    
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

2.7.3 Parameter ARIMA(1,0,2)

         Ketiga, membentuk model ARIMA sesuai model tentatif ketiga yaitu ARIMA(1,0,2) menggunakan perintah ‘arima( )’ dengan argumen data deret waktu, orde deret waktu, dan vektor yang mengindikasikan koefisien dengan metode yang digunakan untuk membentuk parameter adalah metode maximum likelihood (ML).Model ARIMA(1,0,2) disimpan dalam obyek ‘model3’. Kemudian menampilkan koefisien dan hasil uji signifikansi parameter menggunakan perintah ‘coeftest( )’.
> model3=arima(data$Harga, order=c(1,0,2),
+              fixed=c(NA,NA,NA, rep(0,1)), include.mean=T, method='ML')
> coeftest(model3)

z test of coefficients:

     Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
ar1  0.940139   0.047929 19.6153   <2e-16 ***
ma1 -0.113699   0.138618 -0.8202   0.4121    
ma2 -0.154923   0.140381 -1.1036   0.2698    
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

2.7.4 Parameter ARIMA(0,0,1)

         Keempat, membentuk model ARIMA sesuai model tentatif kedua yaitu ARIMA(0,0,1) menggunakan perintah ‘arima( )’ dengan argumen data deret waktu, orde deret waktu, dan vektor yang mengindikasikan koefisien dengan metode yang digunakan untuk membentuk parameter adalah metode maximum likelihood (ML).Model ARIMA(0,0,1) disimpan dalam obyek ‘model4’. Kemudian menampilkan koefisien dan hasil uji signifikansi parameter menggunakan perintah ‘coeftest( )’.
> model4=arima(data$Harga, order=c(0,0,1),
+              fixed=c(NA, rep(0,1)), include.mean=T, method='ML')
> coeftest(model4)

z test of coefficients:

    Estimate Std. Error z value  Pr(>|z|)    
ma1 0.719501   0.054857  13.116 < 2.2e-16 ***
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

2.7.5 Parameter ARIMA(0,0,2)

         Kelima, membentuk model ARIMA sesuai model tentatif kedua yaitu ARIMA(0,0,2) menggunakan perintah ‘arima( )’ dengan argumen data deret waktu, orde deret waktu, dan vektor yang mengindikasikan koefisien dengan metode yang digunakan untuk membentuk parameter adalah metode maximum likelihood (ML).Model ARIMA(0,0,2) disimpan dalam obyek ‘model5’. Kemudian menampilkan koefisien dan hasil uji signifikansi parameter menggunakan perintah ‘coeftest( )’.
> model5=arima(data$Harga, order=c(0,0,2),
+              fixed=c(NA,NA, rep(0,1)), include.mean=T, method='ML')
> coeftest(model5)

z test of coefficients:

    Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
ma1 0.949800   0.090214 10.5283  < 2e-16 ***
ma2 0.554134   0.077857  7.1173  1.1e-12 ***
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

2.8 Pemeriksaan Diagnostik Model

2.8.1 Parameter ARIMA(1,0,0)

2.8.1.1 Asumsi Normalitas

         Uji asumsi normalitas sisaan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Perintah yang digunakan dalam R untuk uji Kolmogorov Smirnov ‘model1’ adalah ‘ks.test( )’ dengan argumen residual dari ‘model1’ dan kemudian argumen “pnorm”.
> ks.test(model1$residuals, "pnorm")

    One-sample Kolmogorov-Smirnov test

data:  model1$residuals
D = 0.5977, p-value < 2.2e-16
alternative hypothesis: two-sided

2.8.1.2 Asumsi White Noise

           Uji asumsi white noise menggunakan uji Ljung-Box. Perintah yang digunakan dalam R untuk uji Ljung-Box adalah ‘checkresiduals( )’ dengan argumen ‘model1’.
> checkresiduals(model1)


    Ljung-Box test

data:  Residuals from ARIMA(1,0,0) with non-zero mean
Q* = 9.4146, df = 8, p-value = 0.3085

Model df: 2.   Total lags used: 10

2.8.2 Parameter ARIMA(0,0,1)

2.8.2.1 Asumsi Normalitas

         Uji asumsi normalitas sisaan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Perintah yang digunakan dalam R untuk uji Kolmogorov Smirnov ‘model4’ adalah ‘ks.test( )’ dengan argumen residual dari ‘model4’ dan kemudian argumen “pnorm”.
> ks.test(model4$residuals, "pnorm")

    One-sample Kolmogorov-Smirnov test

data:  model4$residuals
D = 0.94253, p-value < 2.2e-16
alternative hypothesis: two-sided

2.8.2.2 Asumsi White Noise

         Uji asumsi white noise menggunakan uji Ljung-Box. Perintah yang digunakan dalam R untuk uji Ljung-Box adalah ‘checkresiduals( )’ dengan argumen ‘model4’.
> checkresiduals(model4)


    Ljung-Box test

data:  Residuals from ARIMA(0,0,1) with non-zero mean
Q* = 35.677, df = 8, p-value = 2.012e-05

Model df: 2.   Total lags used: 10

2.8.3 Parameter ARIMA(0,0,2)

2.8.3.1 Asumsi Normalitas

         Uji asumsi normalitas sisaan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Perintah yang digunakan dalam R untuk uji Kolmogorov Smirnov ‘model5’ adalah ‘ks.test( )’ dengan argumen residual dari ‘model5’ dan kemudian argumen “pnorm”.
> ks.test(model5$residuals, "pnorm")

    One-sample Kolmogorov-Smirnov test

data:  model5$residuals
D = 0.81609, p-value < 2.2e-16
alternative hypothesis: two-sided

2.8.3.2 Asumsi White Noise

         Uji asumsi white noise menggunakan uji Ljung-Box. Perintah yang digunakan dalam R untuk uji Ljung-Box adalah ‘checkresiduals( )’ dengan argumen ‘model5’.
> checkresiduals(model5)


    Ljung-Box test

data:  Residuals from ARIMA(0,0,2) with non-zero mean
Q* = 15.435, df = 7, p-value = 0.03081

Model df: 3.   Total lags used: 10

2.9 Forecasting

         Model yang telah memenuhi asumsi normalitas dan white noise sisaan maka model tersebut cocok digunakan untuk meramalkan harga cabai rawit di provinsi Jawa Timur. Peramalan dilakukan menggunakan perintah ‘forecast( )’ dengan argumen model yang telah dipilih dan banyaknya periode waktu peramalan yang diinginkan. Peramalan dari model ARIMA(1,0,0) disimpan dalam obyek ‘fmodel1’.
> fmodel1= forecast(model1, h=9)
> fmodel1
   Point Forecast      Lo 80    Hi 80      Lo 95    Hi 95
88      24035.529   2014.067 46056.99  -9643.391 57714.45
89      21503.263  -8044.825 51051.35 -23686.638 66693.16
90      19237.784 -15167.978 53643.55 -33381.288 71856.86
91      17210.985 -20636.221 55058.19 -40671.321 75093.29
92      15397.720 -24993.263 55788.70 -46374.957 77170.40
93      13775.491 -28541.472 56092.45 -50942.719 78493.70
94      12324.173 -31473.344 56121.69 -54658.349 79306.69
95      11025.758 -33921.654 55973.17 -57715.377 79766.89
96       9864.138 -35982.863 55711.14 -60252.800 79981.08

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Eksplorasi Data

         Sebelum melakukan analisis pada data, lebih baik dilakukan eksplorasi terlebih dahulu. Berdasarkan hasil dari statistika deskriptif pada sub-bab 2.3.1, rata-rata harga cabai rawit di Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 33.389. Selain menggunakan statistika deskriptif, eksplorasi data dapat menggunakan plot untuk mengetahui gambaran umum dari data yang dianalisis serta kecenderungan pergerakan data atau pola data yang terbentuk. Berdasarkan plot sub-bab 2.3.2 dapat diketahui bahwa harga komoditas cabai rawit di Provinsi Jawa Timur tidak membentuk suatu trend tertentu, dan memiliki fluktuasi yang naik atau turun. Pada bulan Desember 2016 hingga bulan Februari 2017, harga komoditas cabai rawit mengalami lonjakan yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya faktor-faktor, seperti faktor produksi, curah hujan, biaya produksi, dan sebagainya. Lonjakan harga komoditas cabai rawit yang paling tinggi terjadi pada bulan Februari tahun 2017 sebesar Rp 125.456,00 per kilogram. Sedangkan, pada bulan Maret hingga Desember tahun 2017, harga komoditas cabai rawit di Provinsi Jawa Timur mengalami penurunan yang cukup signifikan.

3.2 Identifikasi Model

3.2.1 Stasioneritas

         Model yang dapat digunakan untuk pemodelan time series ARIMA merupakan model yang telah memenuhi asumsi stasioneritas. Suatu data dikatakan stasioner terhadap rata-rata apabila plot data konstan di sekitar rata-rata. Stasioneritas rata-rata dapat dideteksi dengan menggunakan plot ACF. Berdasarkan plot ACF pada subbab 2.5, dapat diketahui bahwa data telah stasioner terhadap rata-rata. Hal ini dikarenakan tidak ada lebih dari tiga lag secara berturut-turut. Pemeriksaan stasioneritas rata-rata juga dapat dideteksi dengan menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Berdasarkan hasil pengujian pada sub-bab 2.4, dapat diketahui bahwa nilai-p uji ADF sebesar 0.02339 dimana < \(\alpha\) (0.05) maka data telah stasioner terhadap rata-rata.

3.2.2 Penentuan Model Tentatif

         Penentuan model tentatif dapat menggunakan plot ACF dan PACF pada data yang telah stasioner. Berdasarkan plot ACF pada sub-bab 2.5, dapat diketahui bahwa terdapat dua lag yang keluar dari batas secara berturut-turut pada plot ACF, yaitu lag ke-1 dan lag ke-2 sehingga diperoleh dua dugaan orde q yang mungkin yakni satu dan dua. Sedangkan pada plot PACF pada sub-bab 2.6, dapat diketahui bahwa hanya lag pertama yang keluar dari batas sehingga orde p yang mungkin adalah satu. Dari dugaan orde p dan q yang mungkin, dapat dibentuk model tentatif awal yaitu ARIMA (1,0,0), ARIMA (1,0,1), ARIMA (1,0,2), ARIMA (0,0,1), dan ARIMA (0,0,2).

3.3 Estimasi Parameter

         Pendugaan parameter pada model menggunakan metode maximum likelihood. Uji signifikansi untuk mengetahui apakah parameter yang diduga pada model ARIMA signifikan atau tidak menggunakan uji t.Seluruh parameter model yang signifikan seluruh parameternya akan dilanjutkan pemeriksaan diagnostik.

3.3.1 Model ARIMA(1,0,0)

         Berdasarkan sub-bab 2.7.1, dapat diketahui bahwa hasil pendugaan parameter AR(1) (\(\hat\phi_1\)) sebesar 0.894645 dan nilai-p hasil uji signifikansi parameter modelnya sebesar \(<2.2\) x \(10^{-16}\). Nilai-p kurang dari \(\alpha\)(0.05), maka parameter model AR(1) signifikan.

3.3.2 Model ARIMA (1,0,1)

         Berdasarkan sub-bab 2.7.2, dapat diketahui bahwa hasil pendugaan parameter AR(1) (\(\hat\phi_1\)) sebesar 0.90024 dan nilai-p hasil uji signifikansi parameter modelnya sebesar \(<2\) x \(10^{-16}\). Nilai-p kurang dari \(\alpha\)(0.05), maka parameter model AR(1) signifikan. Kemudian, hasil pendugaan parameter MA(1) (\(\hat\theta_1\)) sebesar -0.02890 dan nilai-p hasil uji signifikansi parameter modelnya sebesar 0.8327. Nilai-p lebih besar dari \(\alpha\)(0.05), maka parameter model MA(1) tidak signifikan.

3.3.3 Model ARIMA (1,0,2)

          Berdasarkan sub-bab 2.7.3, dapat diketahui bahwa hasil pendugaan parameter AR(1) (\(\hat\phi_1\)) sebesar 0.940139 dan nilai-p hasil uji signifikansi parameter modelnya sebesar \(<2\) x \(10^{-16}\). Nilai-p kurang dari \(\alpha\)(0.05), maka parameter model AR(1) signifikan. Hasil pendugaan parameter MA(1) (\(\hat\theta_1\)) sebesar -0.113699 dan nilai-p hasil uji signifikansi parameter modelnya sebesar 0.4121. Nilai-p lebih besar dari \(\alpha\)(0.05), maka parameter model MA(1) tidak signifikan. Hasil pendugaan parameter MA(2) (\(\hat\theta_2\)) sebesar -0.154923 dan nilai-p hasil uji signifikansi parameter modelnya sebesar 0.2698. Nilai-p lebih besar dari \(\alpha\)(0.05), maka parameter model MA(2) tidak signifikan.

3.3.4 Model ARIMA (0,0,1)

          Berdasarkan sub-bab 2.7.4, hasil pendugaan parameter MA(1) (\(\hat\theta_1\)) sebesar 0.719501 dan nilai-p hasil uji signifikansi parameter modelnya sebesar \(<2.2\) x \(10^{-16}\). Nilai-p lebih kecil dari \(\alpha\)(0.05), maka parameter model MA(1) tidak signifikan.

3.3.5 Model ARIMA (0,0,2)

          Berdasarkan sub-bab 2.7.5, hasil pendugaan parameter MA(1) (\(\hat\theta_1\)) sebesar 0.949800 dan nilai-p hasil uji signifikansi parameter modelnya sebesar \(<2\) x \(10^{-16}\). Nilai-p lebih kecil dari \(\alpha\)(0.05), maka parameter model MA(1) tidak signifikan. Kemudian, hasil pendugaan parameter MA(2) (\(\hat\theta_2\)) sebesar 0.554134 dan nilai-p hasil uji signifikansi parameter modelnya sebesar \(1.1\) x \(10^{-12}\). Nilai-p lebih kecil dari \(\alpha\)(0.05), maka parameter model MA(2) tidak signifikan.
         Berdasarkan hasil uji signifikansi model ARIMA di atas, dapat diketahui bahwa model yang signifikan seluruh parameternya adalah ARIMA(1,0,0), ARIMA(0,0,1), dan ARIMA(0,0,2). Kemudian akan dilakukan pemeriksaan diagnostik model untuk mengetahui model yang cocok.

3.4 Pemeriksaan Diagnostik

         Pengujian kelayakan model dilihat dari apakah sisaan dari model sudah white noise dan juga menyebar normal atau tidak.

3.4.1 Asumsi Normalitas

         Uji normalitas sisaan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan hasil pengujian model ARIMA(1,0,0) pada sub-bab 2.8.1.1, dapat diketahui bahwa nilai-p hasil uji Kolmogorov-Smirnov sebesar \(<2.2\) x \(10^{-16}\). Hasil pengujian model ARIMA(0,0,1) pada sub-bab 2.8.2.1, dapat diketahui bahwa nilai-p hasil uji Kolmogorov-Smirnov sebesar \(<2.2\) x \(10^{-16}\). Hasil pengujian model ARIMA(0,0,2) pada sub-bab 2.8.3.1, dapat diketahui bahwa nilai-p hasil uji Kolmogorov-Smirnov sebesar \(<2.2\) x \(10^{-16}\). Seluruh nilai-p hasil uji Kolmogorov-Smirnov model ARIMA(1,0,0), ARIMA(0,0,1), dan ARIMA(0,0,2) bernilai kurang dari nilai \(\alpha\)(0.05) maka sisaan pada ketiga model tersebut tidak berdistribusi normal.
         Namun, menurut Dalil Limit Pusat yang menyatakan bahwa kurva distribusi sampling (untuk ukuran sampel 30 atau lebih) akan berpusat pada nilai parameter dan akan memiliki semua sifat-sifat distribusi normal. Berdasarkan teorema tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sisaan pada model ARIMA(1,0,0), ARIMA (0,0,1), dan ARIMA(0,0,2) berdistribusi normal karena jumlah pengamatan lebih dari 30.

3.4.2 Asumsi White Noise

         Uji non-autokorelasi sisaan atau white noise dapat dilakukan dengan uji Ljung-Box. Uji Ljung-Box pada model ARIMA(1,0,0) pada sub-bab 2.8.1.2 diperoleh nilai-p sebesar 0.3085. Nilai-p lebih besar dari \(\alpha\)(0.05), maka tidak terdapat korelasi antar lag pada sisaan model ARIMA(1,0,0) atau dapat dikatakan sisaan model ARIMA (1,0,0) memenuhi asumsi white noise.Uji Ljung-Box pada model ARIMA(0,0,1) pada sub-bab 2.8.2.2 diperoleh nilai-p sebesar \(2.012\) x \(10^{-5}\). Nilai-p kurang dari \(\alpha\)(0.05), maka terdapat korelasi antar lag pada sisaan model ARIMA(0,0,1) atau dapat dikatakan sisaan model ARIMA (0,0,1) tidak memenuhi asumsi white noise. Kemduian, Uji Ljung-Box pada model ARIMA(0,0,2) pada sub-bab 2.8.3.2 diperoleh nilai-p sebesar 0.03081. Nilai-p kurang dari \(\alpha\)(0.05), maka terdapat korelasi antar lag pada sisaan model ARIMA(0,0,2) atau dapat dikatakan sisaan model ARIMA (0,0,2) tidak memenuhi asumsi white noise.
         Berdasarkan pembahasan dari hasil uji asumsi normalitas dan white noise sisaan, model yang memenuhi kedua asumsi tersebut adalah model ARIMA(1,0,0) sehingga model yang cocok untuk meramalkan harga cabai rawit di provinsi Jawa Timur adalah model ARIMA (1,0,0). Karena hanya terdapat satu model yang memenuhi uji signifikansi parameter dan asumsi white noise serta asumsi distribusi normal maka tidak diperlukan pemilihan model terbaik menggunakan Akaike’s Information Criteria (AIC) terkecil.

3.5 Forecasting

         Hasil pengujian signifikansi parameter dan pengujian diagnostik residual pada model, diperoleh satu model terbaik yang memenuhi asumsi white noise serta asumsi normalitas yaitu model ARIMA (1,0,0). Persamaan model yang dapat dituliskan adalah sebagai berikut.

\[ Y_t=0.894645Y_{(t-1)}+e_{t} \] | Berikut tabel hasil peramalan model ARIMA(1,0,0) berdasarkan hasil pada sub-bab 2.9 dapat dilakukan peramalan dari data harga komoditas cabai rawit di Provinsi Jawa Timur pada periode bulan April hingga Desember tahun 2022 sehingga diperoleh hasil ramalan sebagai berikut.

Bulan Batas Bawah Peramalan Batas Atas
April -9.643 24.035 57.714
Mei -23.686 21.503 66.693
Juni -33.381 19.237 71.856
Juli -40.671 17.210 75.093
Agustus -46.374 15.397 77.170
September -50.942 13.775 78.493
Oktober -54.658 12.324 79.306
November -57.715 11.025 79.766
Desember -60.252 9.864 79.981
         Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa prediksi harga komoditas cabai rawit di Provinsi Jawa Timur pada periode bulan April hingga Desember tahun 2022 cenderung mengalami penurunan. Penurunan harga ini dapat diakibatkan oleh faktor kelebihan produksi atau surplus, artinya hasil panen cabai rawit terlalu besar sedangkan permintaan di pasar stabil setiap harinya atau bahkan menurun. Akibatnya, petani mengalami kerugian karena harga cabai rawit di tingkat petani mengalami penurunan. Dengan demikian, komoditas cabai rawit akan menjadi salah satu komoditas penyumbang deflasi di Provinsi Jawa Timur tahun 2022.

4 DAFTAR PUSTAKA

Cryer, J. D. & Chan, K. (2008). Time Series Analysis with Applications in R. New York: Springer Science+Business Media.
DISPERINDAG JATIM. (2021). SISKAPERBAPO (Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Harga Bahan Pokok di Jawa Timur). Dipetik Desember 1, 2021, dari: http://siskaperbapo.com/.
Gujarati, D.N. & Porter, D. C. (2009). Basic Econometrics. McGraw-Hill: New York.
Hadiansyah, F.N. (2017). Prediksi Harga Cabai dengan Menggunakan Pemodelan Time Series ARIMA. Indonesia Journal on Computing (Indo-JC), 2(1), 71-7.
Hanke, J. E. & Wichern, D. W. (2005). Business Forecasting 8th Edition. Upper Saddle River: Rearson.
Insani, N. H. (2015). Peramalan Curah Hujan dengan Menggunakan Metode ARIMA Box-Jenkins sebagai Pendukung Kalender Tanam Padi di Kabupaten Bojonegoro (Doctoral Dissertation, Institut Teknologi Sepuluh November).
Nabilah. (2017). Peramalan Harga dan Produksi Cabai Rawit di Provinsi Jawa Timur. Diploma Thesis, Institut Teknologi Sepuluh November.
Makridakis, S. G., Wheelwright, S. C. & Hyndman, R. J. (1999). Forecasting: Methods and Applications. Toronto: John Wiley & Sons Inc.
Munawaroh, S. (2010). Analisis Model Arima Box-Jenkins Pada Data Fluktuasi Harga Emas (Doctoral Dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).
Putra, U. R. S. (2017). Analisis Trend dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Cabai Rawit di Provinsi Jawa Timur.
Putri, M. C. K. (2018). Penerapan Metode Campuran Autroregressive Integrated Moving Average dan Quantile Regression (ARIMA-QR) untuk Peramalan Harga Cabai Sebagai Komoditas Strategis Pertanian Indonesia. Doctoral Dissertation, Institut Teknologi Sepuluh November.
Setyowati, O. A. D. (2020). Peramalan Harga Cabai Rawit di Provinsi Jawa Timur Menggunakan Metode Arimax. Doctoral Dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Wei, W. W. S. (2006). Time Series Analysis Univariate and Multivariate Methods. New York: Pearson Education Inc.