Penerapan Analisis Regresi Berganda untuk Mengetahui Faktor-Faktor Fluktuasi Harga Cabai di Pasar Karisa

Zumelinada Arafiziah Ginora

Mei 2022


Library:

> #install.packages("knitr")
> #install.packages("rmarkdown")
> #install.packages("prettydoc")
> #install.packages("equatiomatic")

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

      Analisis regresi adalah salah satu metode untuk menentukan hubungan sebab akibat antara satu variabel dengan variabel yang lain. Variabel penyebab disebut dengan variabel independen atau variabel bebas dan digambarkan dalam grafik sebagai absis atau sumbu X. Sedangkan variabel akibat disebut dengan variabel dependen atau variabel terikat Y, kedua variabel ini dapat merupakan variabel acak (random), namun variabel yang dipengaruhi harus selalu variabel acak. Analisis regresi dibagi menjadi dua yaitu regresi linear sederhana dan regresi linear berganda. Regresi linear sederhana yaitu hubungan secara linear antara satu variabel independen dengan variabel dependen, sedangkan regresi linear berganda adalah hubungan secara linear 2 atau lebih variabel independen dengan variabel dependen.
      Indonesia merupakan negara agraris karena sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian sehingga sektor pertanian menjadi basis utama dalam pembangunan nasional. Sektor pertanian memiliki peranan cukup penting dalam perekonomian masyarakat serta mendorong pemerataan pembangunan daerah dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya alam.Keadaan ini ditunjang dengan kondisi iklim Indonesia dan besarnya lahan potensial dengan berbagai macam komoditi yang dapat dikembangkan sehingga mempunyai nilai ekonomis (Daniel, 2005).Pembangunan pertanian di masa mendatang pada sub sektor hortikultura diarahkan untuk menumbuhkan sistem agribisnis dan agroindusti.Salah satu produk hortikultura yang menjadi unggulan dalam sektor pertanian di Indonesia adalah tanaman sayuran.Salah satu komoditi sayur yang sangat dibutuhkan oleh hampir semua orang dari berbagai lapisan masyarakat adalah cabai sehingga tidak mengherankan bila volume peredaran di pasaran dalam skala besar.
      Tanaman cabai merupakan salah satu sayuran buah yang selalu dibutuhkan penggunaannya oleh masyarakat.Permintaan cabai yang tinggi untuk kebutuhan bumbu masakan, industri makanan, dan obat-obatan merupakan alasan banyakya kebutuhan cabai di kalangan masyarakat. Tidak heran jika cabai merupakan komoditas hortikultura yang mengalami fluktuasi harga paling tinggi di Indonesia. Sekalipun ada kecenderungan peningkatan kebutuhan tetapi permintaan terhadap cabai untuk kebutuhan sehari-hari dapat berfluktuasi yang disebabkan karena naik turunnya harga cabai yang terjadi di pasar eceran. Fluktuasi harga yang terjadi di pasar eceran, selain disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi sisi permintaan juga disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi sisi penawaran. Faktor utama yang menjadi penyebab adalah bahwa petani cabai adalah petani kecil-kecil yang proses pengambilan keputusan produksinya diduga tidak ditangani dan ditunjang dengan suatu peramalan produksi dan harga yang baik. Apabila harga cabai melonjak, maka akan berdampak pada daya beli masyarakat dan juga menimbulkan keresahan.Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus yang berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu meningkatnya permintaan melebihi penawaran atau diatas kemampuan berproduksi seperti peningkatan konsumsi masyarakat, berlebihnya likuiditas pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, termasuk akibat ketidaklancaran distribusi barang.
      Melihat kebutuhan masyarakat Kabupaten Jeneponto yang dominan mengkonsumsi cabai maka permintaan akan harga cabai akan tetap terus ada meskipun harga cabai mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Kabupaten Jeneponto sering di temui bahwa harga cabai kadang tinggi dan kadang rendah bahkan cenderung tidak menentu, inilah yang menjadi masalah mengapa hal itu bisa terjadi.Jika terjadi kenaikan maupun penurunan harga cabai berarti ada faktor yang menyebabkan harga cabai tersebut yang berubah-ubah.

1.2 Regresi Linier Berganda

      Menurut Yuliara (2016), Regresi linier berganda merupakan model persamaan yang menjelaskan hubungan satu variabel tak bebas/ response (Y) dengan dua atau lebih variabel bebas/predictor (X1, X2,…Xn). Tujuan dari uji regresi linier berganda adalah untuk memprediksi nilai variable tak bebas/ response (Y) apabila nilai-nilai variabel bebasnya/predictor (X1, X2,…, Xn) diketahui. Selain itu, juga untuk dapat mengetahui bagaimanakah arah hubungan variabel tak bebas dengan variabel-variabel bebasnya.

Persamaan regresi linier berganda secara matematik ditulis seperti berikut: \[ Y= \beta_0 + \beta_1x_1 + \beta_2x_2 + \dots + \beta_kx_k + \varepsilon \]

1.3 Pengujian hipotesis

      Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk melihat apakah suatu hipotesis yang diajukan akan ditolak atau dapat diterima. Hipotesis merupakan asumsi atau pernyataan yang mungkin benar atau salah mengenai suatu populasi. Dengan mengamati seluruh populasi, maka suatu hipotesis akan dapat diketahui apakah suatu penelitian itu benar atau salah. Dalam pengujian hipotesis terdapat asumsi/pernyataan istilah hipotesis nol. Hipotesis nol merupakan hipotesis yang akan diuji, sedangkan penolakan untuk hipotesis nol dimaknai dengan penerimaan hipotesis lainnya/ hipotesis alternatif.

1.3.1 Uji F

      Dengan melakukan uji F, dapat diambil informasi mengenai Peubah-peubah penjelas (seluruh prediktor) yang ada dalam model berpengaruh secara serempak terhadap respon atau tidak, Penambahan satu peubah penjelas ke dalam model setelah peubah penjelas lainnya ada dalam model berpengaruh nyata atau tidak terhadap respon, serta penambahan sekelompok peubah penjelas ke dalam model setelah peubah penjelas lainnya ada dalam model berpengaruh nyata atau tidak terhadap respon.

Tahapan yang dilakukan dalam Uji-F adalah:

  1. Menentukan Hipotesis \[ H_0 : \beta_1 = \beta_2 = \dots = \beta_k \] \[ H_1 : \beta_1 ≠ \beta_2 ≠ \dots ≠\beta_k \]
  2. Menentukan taraf signifikansi (\(\alpha\))
  3. Menentukan nilai Statistik Uji F yaitu: \[ SU F = \frac {KT regresi} {KT sisa} \]
  4. Menentukan titik kritis dengan melihat tabel uji F sesuai taraf signifikan serta derajat bebasnya.
  5. Kriteria Pengujian
    Apabila nilai SU F < titik kritis atau p value lebih dari \(\alpha\), maka hipotesis H0 diterima. Apabila nilai SU F > titik kritis atau p value kurang dari \(\alpha\), maka hipotesis H0 ditolak.
  6. Menarik kesimpulan apakah seluruh variabel prediktor berpengaruh terhadap respon atau tidak.

1.3.2 Uji t

      Pengujian koefisien regresi secara parsial bertujuan mengetahui apakah persamaan model regresi yang terbentuk secara parsial variabel-variabel prediktonya berpengaruh signifikan terhadap variabel respon. Dengan hipotesis umum seperti berikut:

\[H_0 : \beta_j = 0\] \[H_1 : \beta_j ≠ 0\] dimana j= 1,2,..,k
Statistik ujinya yaitu: \[SU t = \frac {b_j - \beta_j} {S_{bj}}\] Dimana kriteria pengujiannya akan menolak H0 jika p value kurang dari \(\alpha\) dan juga sebaliknya. Selanjutnya, dapat diambil kesimpulan apakah tiap-tiap variabel prediktor berpengaruh terhadap variabel respon.

1.4 Asumsi yang Melandasi Analisis Regresi

  1. Normalitas sisaan
    Asumsi normalitas sisaan adalah nilai sisaan percobaan (\(\varepsilon_{ij}\)) yang terkait dengan nilai pengamatan \(Y_{ij}\) harus mengikuti sebaran normal, sehingga pengujian mengenai keberartian parameter model dapat menggunakan sebaran yang diturunkan dari sebaran normal (t dan F). Pelangaran asumsi ini berakibat pada tidak sahnya hasil uji hipotesis. Asumsi ini dapat diuji menggunakan uji Jarque Berra, Saphiro Wilk, Kolmogorov Smirnov, dan lain-lain.
  2. Homoskedastisitas
    Homoskedastisitas artinya ragam sisaan di setiap nilai X bersifat homogen atau bernilai sama. pelanggaran dari asumsi ini disebut heteroskedastisitas. Apabila asumsi ini terlanggar berakibat pada meningkatnya ragam dari sebaran \(\hat{\beta}\) dan \(\hat{\beta}\) bukan lagi penduga yang efisien. Terpenuhi atau tidaknya asumsi ini dapat diuji menggunakan uji Breusch Pagan LM, uji Glester LM, dan sebainya.
  3. Non Multikolonieritas
    Non multikolinieritas berarti tidak adanya hubungan linier antar variabel prediktor. asumsi ini diperlukan agar kontribusi efek perubahan setiap variabel prediktor terhadap variabel respon dapat dianalisis secara terpisah. Pelangaran dari asumsi ini adalah munculnya masalah multikolinieritas dimana penduga kuadrat terkecil tidak dapat ditentykan serta, varian dan kovarian dari penduga menjadi tak terhingga besarnya. Pendeteksian non multikolinieritas dapat menggunakan nilai vif, nilai toleransi serta nilai korelasi antar peubah.
  4. Non Autokorelasi
    Non autokorelasi adalah asumsi kebebasan antar sisaan. Pelanggaran asumsi ini disebut sebagai masalah autokorelasi, akibat kesalahan spesifikasi model atau tidak digunakannya variabel prediktor yang penting. Biasanya masalah autokorelasi sering terjadi pada data deret waktu, karena urutan pengamatan mempunyai makna, nilai sisaan pada satu periode mempengaruhi nilai sisaan pada periode berikutnya, terutama pada periode dengan jarak pendek. Akibat dari pelanggaran asumsi ini yaitu penduga tidak lagi efisien (ragam besar). Penanganannya dapat menggunakan Cochrane- Orcutt Iterative Procedure. Terpenuhi tidaknya asumsi ini dapat diuji menggunakan uji Durbin Watson (DW).

1.5 Data

      Jenis data yang digunakan pada laporan ini berdasarkan dimensi waktu, yaitu data time series dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga cabai rawit di pasar karisa, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi selatan periode tahun 2018 sampai 2019 (dalam data perbulan). Data tersebut merupakan data sekunder yang diambil dari data kepublikasi atau arsip Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.

2 SOURCE CODE

2.1 Library yang Dibutuhkan

> library(readxl)
> library(car)
> library(lmtest)
> library(orcutt)

2.2 Memanggil Data

> library(readxl)
> dataa <- read_excel("E:/Tugas Komstat/dataprak.xlsx")
> dataa
# A tibble: 24 × 6
      No Bulan            Y    X1    X2    X3
   <dbl> <chr>        <dbl> <dbl> <dbl> <dbl>
 1     1 Januari 2018  30.0  25.0  58.3  1.31
 2     2 Februari      30.2  25.1  82.4  0.46
 3     3 Maret         50.3  45.2  41   -0.01
 4     4 April         15.1  10.1  32.7  0.39
 5     5 Mei           20.3  15.2  47.6  0.39
 6     6 Juni          25.5  20.4 107.   0.59
 7     7 Juli          41.0  35.8 149.   0.51
 8     8 Agustus       20.5  15.4 184.  -0.12
 9     9 September     20.4  15.3 221.  -0.38
10    10 Oktober       15.3  10.2 336.  -0.18
# … with 14 more rows
      Memanggil data yang disimpan dalam bentuk file excel menggunakan Function read_excel dengan argument yang diisikan dalam Fuction merupakan tempat file disimpan serta nama dari file tersebut yaitu dataprak.

2.3 Regresi Linier Berganda

> regresi<-lm(dataa$Y~dataa$X1+dataa$X2+dataa$X3,data=dataa)
> summary(regresi)

Call:
lm(formula = dataa$Y ~ dataa$X1 + dataa$X2 + dataa$X3, data = dataa)

Residuals:
      Min        1Q    Median        3Q       Max 
-0.130561 -0.038811 -0.008121  0.059091  0.109125 

Coefficients:
              Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)    
(Intercept)  5.0718164  0.0427742 118.572   <2e-16 ***
dataa$X1     1.0017360  0.0012234 818.840   <2e-16 ***
dataa$X2     0.0002399  0.0001717   1.397    0.178    
dataa$X3    -0.0386516  0.0379097  -1.020    0.320    
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

Residual standard error: 0.06936 on 20 degrees of freedom
Multiple R-squared:      1, Adjusted R-squared:      1 
F-statistic: 2.287e+05 on 3 and 20 DF,  p-value: < 2.2e-16
      Dilakukan analisis Regresi Linier Berganda pada data menggunakan function lm dengan formula yang diisikan dalam function adalah dataa$Y~dataa$X1+dataa$X2+dataa$X3 serta argument data=dataa. Formula dan argument ini digunakan untuk menganalisis apakah variabel Y dipengaruhi oleh variabel x1,x2, dan x3 yang terdapat pada data yang disimpan dengan nama dataa. Perintah summary digunakan untuk menampilkan hasil analisis regresi secara lengkap.

2.4 Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Berganda

> #Uji Normalitas Sisaan
> sisa<-residuals(regresi)
> shapiro.test(sisa)

    Shapiro-Wilk normality test

data:  sisa
W = 0.96659, p-value = 0.584
> #Uji Homogenitas Ragam Sisaan
> library(lmtest)
> bptest(regresi)

    studentized Breusch-Pagan test

data:  regresi
BP = 1.6146, df = 3, p-value = 0.6561
> #Uji Non autokorelasi sisaan
> dwtest(regresi)

    Durbin-Watson test

data:  regresi
DW = 0.42552, p-value = 1.036e-07
alternative hypothesis: true autocorrelation is greater than 0
> #pemeriksaan Multikolinieritas
> library(car)
> vif(regresi)
dataa$X1 dataa$X2 dataa$X3 
1.022809 1.156042 1.132447 

Uji asumsi klasik regresi linier berganda meliputi:

  1. Uji Normalitas sisaan
    Uji asumsi normalitas dilakukan menggunakan uji saphiro Wilk dengan function shapiro.test dan argument yang diisikan merupakan residuals dari hasil analisis regresi pada data yang telah dilakukan.
  2. Uji Homoskedastisitas
    Uji homoskedastisitas Dilakukan menggunakan function bptest dan argument yang diisikan adalah hasil analisis regresi yang telah dilakukan sebelumnya dengan memanggil terlebih dahulu library(lmtest).
  3. Uji Non Autokorelasi
    Uji Non autokorelasi dilakukan menggunakan function dwtest dan argument yang diisikan adalah hasil analisis regresi yang telah dilakukan sebelumnya.
  4. Pemeriksaan Non Multikolinieritas
    Pemeriksaan Non multikolinieritas dilakukan menggunakan function vif dan argument yang diisikan adalah hasil analisis regresi yang telah dilakukan sebelumnya dengan memanggil terlebih dahulu library(car).

2.5 Penanganan autokorelasi menggunakan metode Cochrane-Orcutt

> library(orcutt)
> modelco <- cochrane.orcutt(regresi)
> summary(modelco)
Call:
lm(formula = dataa$Y ~ dataa$X1 + dataa$X2 + dataa$X3, data = dataa)

               Estimate  Std. Error  t value Pr(>|t|)    
(Intercept)  5.2892e+00  5.3805e-02   98.304   <2e-16 ***
dataa$X1     1.0001e+00  2.7351e-04 3656.704   <2e-16 ***
dataa$X2    -5.3165e-05  6.9468e-05   -0.765   0.4535    
dataa$X3     3.7497e-03  8.8520e-03    0.424   0.6766    
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

Residual standard error: 0.0187 on 19 degrees of freedom
Multiple R-squared:  1 ,  Adjusted R-squared:  1
F-statistic: 4618098 on 3 and 19 DF,  p-value: < 7.261e-56

Durbin-Watson statistic 
(original):    0.42552 , p-value: 1.036e-07
(transformed): 2.38598 , p-value: 8.544e-01
> #rho optimum
> rho <- modelco$rho
> #transformasi
> d1 <- dataa$Y[-1]
> d2 <- dataa$Y[-24]
> Y.trans <- dataa$Y[-1]-dataa$Y[-24]*rho
> X1.trans <- dataa$X1[-1]-dataa$X1[-24]*rho
> X2.trans <- dataa$X2[-1]-dataa$X2[-24]*rho
> X3.trans <- dataa$X3[-1]-dataa$X3[-24]*rho
> modelcorho <- lm(Y.trans~X1.trans+X2.trans+X3.trans)
> summary(modelcorho)

Call:
lm(formula = Y.trans ~ X1.trans + X2.trans + X3.trans)

Residuals:
      Min        1Q    Median        3Q       Max 
-0.030941 -0.012002 -0.000257  0.007097  0.046344 

Coefficients:
              Estimate Std. Error  t value Pr(>|t|)    
(Intercept)  3.982e-01  4.051e-03   98.304   <2e-16 ***
X1.trans     1.000e+00  2.735e-04 3656.704   <2e-16 ***
X2.trans    -5.317e-05  6.947e-05   -0.765    0.453    
X3.trans     3.750e-03  8.852e-03    0.424    0.677    
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

Residual standard error: 0.01875 on 19 degrees of freedom
Multiple R-squared:      1, Adjusted R-squared:      1 
F-statistic: 4.618e+06 on 3 and 19 DF,  p-value: < 2.2e-16
> #transformasi balik
> cat("y= ", coef(modelcorho)[1]/(1-rho),"+",coef(modelcorho)[2], "x1", "+",coef(modelcorho)[3], "x2","+",coef(modelcorho)[4], "x3", sep="")
y= 5.289224+1.00015x1+-5.316504e-05x2+0.003749718x3
> #Uji autokorelasi setelah ditangani dengan metode cochrane-orcutt
> dwtest(modelcorho)

    Durbin-Watson test

data:  modelcorho
DW = 2.386, p-value = 0.8544
alternative hypothesis: true autocorrelation is greater than 0
      Penanganan autokorelasi menggunakan metode cochrane orcutt dilakukan dengan function cochrane.orcutt dan argument yang diisikan berupa hasil analisis regresi yang dilakukan sebelumnya. Perintah summary digunakan untuk menampilkan hasil analisis cochrane orcutt secara lengkap. Lalu, akan diperoleh nilai rho optimum. Selanjutnya, melakukan transformasi pada data Y, X1, X2, dan X3 lalu melakukan analisis regresi pada data yang telah ditransformasi. Untuk mendapatkan hasil persamaan model yang sama dengan Cochrane Orcutt sebelumnya, maka perlu dilakukan transformasi balik. setelah dilakukan penanganan dengan metode Cochrane Orcutt, dilakukan kembali uji autokorelasi menggunakan fuction dwtest untuk menguji apakah asumsi non autokorelasi telah terpenuhi atau tidak.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisis Regresi Linier Berganda

Berdasarkan hasil analisis regresi yang telah dilakukan pada data didapatkan model persamaan regresi yaitu \[y= 5.07181 + 1.00173x_1 + 0.00023x_2 - 0.03865x_3\] Persamaan diatas dapat diartikan sebagai berikut:

  • Apabila harga riil cabai rawit di petani, jumlah produksi cabai rawit, dan inflasi bernilai konstan maka harga riil cabai rawit di pasar karisa sebesar 5.07181.
  • Apabila jumlah produksi cabai rawit dan inflasi bernilai konstan, maka setiap peningkatan harga riil cabai rawit di petani sebesar 1 satuan akan meningkatkan harga riil cabai rawit di pasar karisa sebesar 1.00173.
  • Apabila harga riil cabai rawit di petani dan inflasi bernilai konstan, maka setiap peningkatan jumlah produksi cabai rawit sebesar 1 satuan akan meningkatkan harga riil cabai rawit di pasar karisa sebesar 0.00023.
  • Apabila harga riil cabai rawit di petani dan jumlah produksi cabai rawit bernilai konstan, maka setiap peningkatan inflasi sebesar 1 satuan akan meninurunkan harga riil cabai rawit di pasar karisa sebesar 0.03865.

3.2 Pengujian Hipotesis

3.2.1 Uji F

\[ H_0 : \beta_1 = \beta_2 =\beta_3 \] \[ H_1 : \beta_1 ≠ \beta_2 ≠\beta_3 \]
Dari hasil pengujian didapatkan p value = 2.2e-16 < \(\alpha = 0.05\) maka keputusannya \(H_0\) ditolak.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa harga riil cabai rawit di petani, jumlah produksi cabai rawit, dan inflasi secara serempak berpengaruh terhadap harga riil cabai rawit di pasar karisa.

3.2.2 Uji t

\[H_0 : \beta_j = 0,j:1,2,3\] \[H_1 : \beta_j ≠ 0, j=1,2,3\] Dari hasil pengujian didapatkan:

  1. Pada X1 didpatkan p value = 2e-16 < \(\alpha = 0.05\) maka \(H_0\) ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa harga riil cabai rawit di petani berpengaruh nyata terhadap harga riil cabai rawit di pasar karisa.
  2. Pada X2 didpatkan p value = 0.178 > \(\alpha = 0.05\) maka \(H_0\) tidak ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jumlah produksi cabai rawit tidak berpengaruh secara nyata terhadap harga riil cabai rawit di pasar karisa.
  3. Pada X3 didpatkan p value = 0.320 > \(\alpha = 0.05\) maka \(H_0\) tidak ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa inflasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap harga riil cabai rawit di pasar karisa.

3.3 Uji Asumsi Klasik

  1. Uji normalitas Sisaaan
    \(H_0\): sisaan menyebar normal
    \(H_1\): sisaan tidak menyebar normal
    Dari hasil uji Saphiro Wilk didapatkan p value = 0.584 > \(\alpha = 0.05\) maka keputusannya \(H_0\) tidak ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sisaan menyebar normal.
  2. Uji homogenitas sisaan
    \(H_0 : var (u|X) = E(u^2|X) = \sigma^2\)
    \(H_1 : var (u|X) ≠ E(u^2|X) ≠ \sigma^2\)
    Dari hasil uji Breusch Pagan didapatkan p value = 0.6561 > \(\alpha = 0.05\) maka keputusannya \(H_0\) tidak ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi pelanggaran asumsi homogenitas ragam sisaan.
  3. Uji non autokorelasi
    \(H_0 : \rho = 0\)
    \(H_1 : \rho ≠ 0\)
    Dari hasil uji Durbin Watson didapatkan p value = 1.036e-07 < \(\alpha = 0.05\) maka keputusannya \(H_0\) ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terjadi masalah autokorelasi sehingga perlu penanganan lebih lanjut, dapat menggunakan Cochrane Orcutt.
  4. Pemeriksaan multikolinieritas
    Berdasarkan nilai vif yang telah didapatkan, ketiga variabel memiliki nilai vif sebesar 1.0228, 1.1560, 1.1324, dimana ketiga nilai vif tersebut kurang dari 10. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah multikolinieritas pada ketiga variabel tersebut.

3.4 Penanganan autokorelasi menggunakan metode Cochrane-Orcutt

   Data tersebut mengalami masalah autokorelasi pada sisaan karena merupakan data deret waktu atau time series sehingga perlu dilakukan penanganan agar masalah autokorelasi dapat teratasi. Salah satu metode penganganannya menggunakan metode Cochrane Orcutt. Berdasarkan hasil metode Cochrane-Orcutt yang telah dilakukan didapatkan model persamaan:

\[y= 528.92 + 100.01x_1 - 0.000053x_2 - 0.00374x_3\] Cochrane Orcutt menggunakan pendekatan secara iterative agar mendapatkan penduga rho yang lebih baik. Diperoleh nilai rho optimum sebesar 0.924718. Setelah metode Cocrhane Orcutt dilakukan, diuji kembali asumsi non autokorelasi menggunakan uji Durbin Watson dan didapatkan p value = 0.8544 > \(\alpha=0.05\), artinya masalah autokorelasi dapat diatasi sehingga asumsi non autokorelasi tidak lagi terlanggar.

4 DAFTAR PUSTAKA

Daniel, M. 2005. Metode Penelitian Sosial Ekonomi, Dilengkapi Beberapa Alat Analisa dan Penuntun Penggunaan. Jakarta : Bumi Aksara.
Irna I. 2021. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai Rawit di Pasar Karisa Kabupaten Jeneponto. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Muhammadiyah Makassar: Makassar.
Yuliara. 2016. Modul Regresi Linier Berganda. Universitas Udayana.