Library:
> # install.packages("knitr")
> # install.packages("rmarkdown")
> # install.packages("prettydoc")
> # install.packages("equatiomatic")Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di setiap provinsi pasti berbeda-beda. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari kondisi adanya peningkatan PDB dari suatu negara/daerah, peningkatan pendapatan perkapita, dan peningkatan penyediaan fasilitas masyarakat dan infrastruktur.
Dalam pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman adalah sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Schumpeter dalam suryana,2000:5).
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi tersebut, dan tiap daerah pasti mempunyai faktor yang berbeda-beda. Pada kasus kali ini ingin diketahui pengaruh dari dua faktor yakni banyak tenaga kerja dan biaya pengeluaran tahunan selama sepuluh tahun. Oleh karena itu digunakan Analisis Regresi Linier Berganda untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh tersebut.
Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah Nilai tambah adalah nilai yang ditambahkan dari kombinasi faktor produksi dan bahan baku dalam proses produksi Penghitungan nilai tambah adalah nilai produksi (output) dikurangi biaya antara Nilai tambah bruto di sini mencakup komponen-komponen pendapatan faktor (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung neto Jadi dengan menjumlahkan nlai tambah bruto dari masing-masing sektor dan menjumlahkan nilai tambah bruto dari seluruh sektor tadi, akan diperoleh Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar (BPS).
Tenaga kerja adalah seorang penduduk yang memiliki usia kerja. Berdasarkan UU No. 13 tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 2 yang menyebutkan bahwa seorang tenaga kerja merupakan seseorang yang mampu melakukan suatu pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya sendiri ataupun untuk masyarakat sekitar. Secara keseluruhan penduduk dalam suatu pemerintahan atau negara memiliki dua kelompok yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Usia yang ditentukan oleh pemerintah Indonesia berumur 15 sampai 64 tahun. Jadi setiap orang yang mampu atau bisa bekerja disebut sebagai tenaga kerja.
Pengeluaran pemerintah adalah bagian dari kebijakan fiskal (Sadono Sukirno, 2000)
Yaitu suatu tindakan pemerintah untuk mengatur jalannya perekonomian dengan cara menentukan besarnya penerimaan dan pengeluaran pemerintah setiap tahunnya, yang tercermin dalam dokumen anggaran pendapatan belanja negara (APBN) untuk nasional dan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) untuk daerah atau regional.
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberikan deskripsi tentang data setiap variabel-variabel penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini. Data yang dilihat adalah jumlah data, nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean), dan standar deviasi. (Ghozali, 2018:19)
Regresi Linier Berganda adalah Model regresi yang melibatkan lebih dari satu variabel prediktor (Montgomery, Peck, & Vining, 2012).
Seperti yang dijelaskan oleh Montgomery, Peck dan Vining Regresi linier berganda merupakan model persamaan matematika yang menjelaskan hubungan satu variabel response (Y) dengan dua atau lebih variabel prediktor (X1, X2,…, Xn). Tujuan dilakukannya analisis regresi linier berganda yakni untuk memprediksi nilai variabel tak bebas atau response (Y) apabila nilai-nilai variabel bebasnya atau prediktor (X1, X2,…, Xn) diketahui. Selain itu juga dapat mengetahui bagaimanakah arah hubungan antar variabel prediktor (X) dan response (Y).
Model matematika dari Regresi Linier Berganda adalah sebagai berikut : \[ Y_1 = \beta_0 + \beta_1X_{1i} + \beta_2X_{2i} + ...+ \beta_pX_{pi} + \epsilon_i \tag{1} \]
Menurut Ghozali (2018:161) uji normalitas adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah variabel independen maupun dependen mempunyai distribusi yang normal atau tidak. Untuk mengetahui hal tersebut dilakukan uji normalitas pada galat sebagai perwakilan dari sebaran model.
Model regresi yang baik adalah regresi yang distribusi normal atau mendekati normal (Ghozali, 2018).
Untuk menguji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Shapiro-Wilk pada galat. Dasar pengambilan keputusan adalah jika 2-tailed \(p-value\) > 0,05, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas galat dan sebaliknya.
Uji Non-autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi ada korelasi antar galat pada periode (t) dengan periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka terdapat masalah korelasi. Masalah ini timbul karena galat (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah dengan uji Durbin Watson (DW). Untuk pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi dalam suatu model dapat digunakan patokan nilai dari DW hitung mendekati angka 2. Jika nilai DW hitung mendekati atau sekitar 2 maka model tersebut terbebas dari asumsi klasik autokorelasi (Ghozali, 2018:111). Kriteria pengambilan keputusan pengujian autokorelasi adalah sebagai berikut:
Atau bisa juga menggunakan uji Breusch-Godfrey untuk menguji korelasi antar galat dengan order yang lebih tinggi dan lebih optimal.
Uji homoskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam galat model regresi mempunyai varians yang sama dari galat satu pengamatan ke pengamatan lain, jika varians sama atau tetap maka disebut homokesdasitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas (Ghozali, 2018:137).
Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk menguji heterokedastisitas bisa menggunakan banyak uji salah satunya menggunakan uji Breusch-Pagan. Menurut Ghozali (2018:142), ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat dari probabilitas signifikansinya, jika nilai signifikansinya diatas tingkat kepercayaan 5% maka dapat disimpulkan tidak mengandung adanya heteroskedastisitas.
Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui apakah antara variabel bebas terjadi multikolinier atau tidak dan apakah pada regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna antar variabel bebas (Ghozali, 2018:107).
Model regresi yang baik yaitu model yang terbebas dari multikolinearitas. Ada tidaknya multikolinearitas dapat dideteksi berdasarkan nilai Variance Inflasion Factors (VIF) nya. Dalam model matematika VIF dapat dirumuskan sebagai berikut: \[ VIF=\frac{1}{1-R^2} \tag{2} \] Dimana \(R^2\) didapat dari model regresi variabel prediktor sebagai respon dengan variabel prediktor lain sebagai variabel prediktornya. Jika nilai VIF lebih dari 10 hal ini menunjukkan adanya multikolinearitas.
Estimasi parameter ini bertujuan untuk mendapatkan model regresi linier berganda yang akan digunakan dalam analisis. Metode OLS ini bertujuan meminimumkan jumlah kuadrat galat. Berdasarkan persamaan: \[ \epsilon' \epsilon = (Y - X\beta)'(Y - X\beta) \tag{3} \] dengan meminimumkan jumlah kuadrat galat diperoleh penaksir (estimator) OLS untuk \(\beta\) sebagai berikut. \[ \hat{\beta}=(X^TX)^{-1}X^TY \tag{4} \]
Penaksir OLS pada persamaan di atas merupakan penaksir yang tidak bias, linier dan terbaik (best linear unbiased estimator/BLUE) (Gujarati, 2003).
Setelah didapatkan estimasi dari parameter \(\beta\), dilakukan pengujian parameter. Pengujian parameter dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel tidak bebas (Y), baik secara serentak maupun secara parsial.
Hipotesis \[ \begin{aligned} {H}_0 &:\beta_1=\beta_2=...=\beta_{p-1}=0 \\ {H}_1 &:\beta_k\neq0 \end{aligned} \]
Menentukan tingkat signifikansi Tingkat signifikansi \(\alpha\) yang umum digunakan dalam penelitian adalah 5% atau 0.05
Menentukan statistik uji Statistik uji yang digunakan adalah: \[ F =\frac {KTR}{KTG} \tag{5} \]
dengan: KTR adalah Kuadrat Tengah Regresi KTG adalah Kuadrat Tengah Galat
Menentukan daerah kritis Daerah kritis yang digunakan adalah \(H_0\) ditolak jika \(F > F_{(\alpha;p-1,n-p)}\) dengan \(F_{(\alpha;p-1,n-p)}\) disebut \(F_{tabel}\). Atau bisa juga dengan menggunakan jika $ p-value < $ maka \(H_0\) ditolak
Menarik kesimpulan
Hipotesis \[ \begin{aligned} {H}_0 &:\beta_k=0 \\ {H}_1 &:\beta_k\neq0 \end{aligned} \]
Menentukan tingkat signifikansi Tingkat signifikansi \(\alpha\) yang seringkali digunakan dalam penelitian adalah 5%
Menentukan statistik uji Statistik uji yang digunakan adalah: \[ t =\frac {b_k}{s_{(bk)}} \tag{6} \] dengan: \(b_k\) adalah nilai taksiran parameter \(\beta_k\) \(s_{(bk)}\) adalah standar deviasi nilai taksiran parameter \(\beta_k\)
Menentukan daerah kritis Daerah kritis yang digunakan adalah: \(H_0\) ditolak jika \(t > t_{(\alpha/2,n-p)}\) dengan \(t_{(\alpha/2,n-p)}\) disebut dengan \(t_{tabel}\)
Menarik kesimpulan
Koefisien Determinasi \(R^2\) digunakan untuk mengukur kemampuan model dalam menerangkan seberapa besar pengaruh yang diberikan oleh variabel prediktor (X) dalam menjelaskan keragaman variabel response (Y). Semakin \(R^2\) mendekati 1 semakin bagus model dalam menerangkan seberapa besar pengaruh yang diberikan oleh variabel prediktor (X) dalam menjelaskan keragaman variabel response (Y).
Jenis data yang digunakan adalah bangkitan dari data sekunder. Data bangkitan dari Data tenaga kerja Kabupaten Gowa (dalam satuan orang) sebagai variabel \(X_1\), data bangkitan dari data biaya pengeluaran pemerintah Kabupaten Gowa (dalam satuan Juta Rupiah) sebagai variabel \(X_2\) dan data bangkitan dari data PDRB Kabupaten Gowa (dalam satuan Juta Rupiah) sebagai variabel \(Y\).
Data Sekunder didapatkan dari penelitian atau skripsi yang berjudul “PENGARUH TENAGA KERJA DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN GOWA”, ditulis oleh Purwansyah Duri Ramadhan, mahasiswa program studi ekonomi pembangunan fakultas ekonomi dan bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar. Ditulis dan dipublikasikan pada tahun 2020. Data yang digunakan dalam skripsi tersebut berasal dari data BPS Kabupaten Gowa.
> data <- read.csv('Gowa.csv', sep = ";")
> View(data)
> str(data)
'data.frame': 10 obs. of 4 variables:
$ Tahun: int 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
$ Y : num 7132479 7664513 8289113 9070002 9720170 ...
$ X1 : int 269398 277060 162415 297347 325075 314917 319047 312726 350780 347773
$ X2 : num 964098 1010953 1054020 1083849 1103810 ...> ## Uji apakah data berasal dari sebaran normal
> shapiro.test(data$Y)
Shapiro-Wilk normality test
data: data$Y
W = 0.96764, p-value = 0.8682
> tseries::jarque.bera.test(data$Y)
Jarque Bera Test
data: data$Y
X-squared = 0.62228, df = 2, p-value = 0.7326
> shapiro.test(data$X1)
Shapiro-Wilk normality test
data: data$X1
W = 0.81178, p-value = 0.02015
> tseries::jarque.bera.test(data$X1)
Jarque Bera Test
data: data$X1
X-squared = 5.8579, df = 2, p-value = 0.05345
> shapiro.test(data$X2)
Shapiro-Wilk normality test
data: data$X2
W = 0.94721, p-value = 0.6356
> tseries::jarque.bera.test(data$X2)
Jarque Bera Test
data: data$X2
X-squared = 0.92333, df = 2, p-value = 0.6302Karena Hampir di semua uji kecuali uji shapiro-wilk pada variabel X1 menghasilkan \(p-value > \alpha (0.05)\) maka dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel menyebar normal dan dapat dibangkitkan melalui sebaran normal.
> ## Mencari rata-rata dan standar deviasi
> rata2 <- c()
> for (i in c(2:4)) {
+ rataan <- mean(data[,i])
+ rata2 <- cbind(rata2,rataan)
+ }
> rata2
rataan rataan rataan
[1,] 10200280 297653.8 1172845
> typeof(rata2)
[1] "double"
>
> stdev <- c()
> for (i in c(2:4)) {
+ std <- sd(data[,i])
+ stdev <- cbind(stdev,std)
+ }
> stdev
std std std
[1,] 2231939 54345.84 166954.4
> typeof(stdev)
[1] "double"> ## Membangkitkan data dengan sebaran normal
> set.seed(12)
> dataY_bangkit <- rnorm(10, mean = rata2[1], sd = stdev[1])
> dataX1_bangkit <- as.integer(rnorm(10, mean = rata2[2], sd = stdev[2]))
> dataX2_bangkit <- rnorm(10, mean = rata2[3], sd = stdev[3])
>
> data_bangkitan <- data.frame(Y = dataY_bangkit,
+ X1 = dataX1_bangkit,
+ X2 = dataX2_bangkit)
>
> knitr::kable(data_bangkitan, caption = "Data Bangkitan")| Y | X1 | X2 |
|---|---|---|
| 6895743 | 255387 | 1210183 |
| 13720426 | 227336 | 1507956 |
| 8064885 | 255287 | 1341799 |
| 8146884 | 298303 | 1122348 |
| 5741665 | 289370 | 1001676 |
| 9592532 | 259423 | 1128204 |
| 9496441 | 362264 | 1139603 |
| 8798053 | 316159 | 1194736 |
| 9962659 | 325205 | 1197187 |
| 11155583 | 281713 | 1233293 |
> summary(data_bangkitan)
Y X1 X2
Min. : 5741665 Min. :227336 Min. :1001676
1st Qu.: 8085385 1st Qu.:256396 1st Qu.:1131054
Median : 9147247 Median :285542 Median :1195962
Mean : 9157487 Mean :287045 Mean :1207699
3rd Qu.: 9870127 3rd Qu.:311695 3rd Qu.:1227516
Max. :13720426 Max. :362264 Max. :1507956 Berdasarkan hasil tersebut dapat diinterpretasikan bahwa rata-rata dari PDRB selama sepuluh tahun (Y) adalah 9157487 Juta Rupiah, dan PDRB paling tinggi adalah 13720426 Juta Rupiah, sementara PDRB paling rendah adalah 5741665 Juta Rupiah.
Kemudian, untuk rata-rata dari Banyak Tenaga Kerja selama sepuluh tahun (X1) adalah 287045 orang, dan Banyak Tenaga Kerja paling tinggi adalah 362264 orang, sementara Banyak Tenaga Kerja paling rendah adalah 227336 orang.
Kemudian, untuk rata-rata dari biaya pengeluaran pemerintah selama sepuluh tahun (X2) adalah 1207699 Juta Rupiah, dan biaya pengeluaran pemerintah paling tinggi adalah 1507956 Juta Rupiah, sementara biaya pengeluaran pemerintah paling randah adalah 1001676 Juta Rupiah.
> scatter.smooth(data_bangkitan$X1,data_bangkitan$Y, xlab = "tenaga kerja", ylab = "PDRB")
Dari scatter plot di atas dapat dilihat bahwa X1 dan Y terlihat
tidak berkorelasi atau berhubungan
> scatter.smooth(data_bangkitan$X2,data_bangkitan$Y, xlab = "Pengeluaran Pemerintah", ylab = "PDRB")
Dari scatter plot di atas dapat dilihat bahwa X1 dan Y terlihat
berkorelasi atau berhubungan meskipun ada outlier yang membuat grafik
berbelok
> reg2 <- lm(dataY_bangkit~dataX1_bangkit + dataX2_bangkit)
> summary(reg2)
Call:
lm(formula = dataY_bangkit ~ dataX1_bangkit + dataX2_bangkit)
Residuals:
Min 1Q Median 3Q Max
-2508682 -605158 68496 990477 2026458
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
(Intercept) -1.287e+07 9.269e+06 -1.389 0.2075
dataX1_bangkit 1.619e+01 1.638e+01 0.988 0.3559
dataX2_bangkit 1.439e+01 4.781e+00 3.010 0.0196 *
---
Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
Residual standard error: 1637000 on 7 degrees of freedom
Multiple R-squared: 0.5819, Adjusted R-squared: 0.4625
F-statistic: 4.872 on 2 and 7 DF, p-value: 0.04725Dari hasil tersebut didapat persamaan regresi sebagai berikut : \[ Y = -0.0000001287 + 16.19 X_1 + 14.39 X_2 \]
> residual2 <- resid(reg2)
> qqnorm(residual2, pch = 1, frame = FALSE)
> qqline(residual2, col = "steelblue", lwd = 2)> shapiro.test(residual2)
Shapiro-Wilk normality test
data: residual2
W = 0.96449, p-value = 0.8356Berdasarkan hasil uji menggunakan qqplot menunjukkan bahwa residu berdistribusi normal dan shapiro-wilk tes menghasilkan nilai \(p-value(0.8356)>\alpha(0.05)\) yang berarti \(H_0\) diterima. Maka kesimpulan bahwa residual atau galat menyebar normal
> library(lmtest)
> dwtest(reg2)
Durbin-Watson test
data: reg2
DW = 2.2891, p-value = 0.5597
alternative hypothesis: true autocorrelation is greater than 0
> bgtest(reg2, order = 3)
Breusch-Godfrey test for serial correlation of order up to 3
data: reg2
LM test = 2.2263, df = 3, p-value = 0.5268Berdasarkan hasil uji Durbin watson menghasilkan nilai \(p-value(0.5597)>\alpha(0.05)\) yang berarti \(H_0\) diterima, begitu pula pada uji yang lebih advance yakni uji Breusch-Godfrey menghasilkan nilai \(p-value(0.5268)>\alpha(0.05)\) yang berarti \(H_0\) diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa asumsi nonautokorelasi terpenuhi atau dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi antar galat.
> library(lmtest)
> bptest(reg2)
studentized Breusch-Pagan test
data: reg2
BP = 4.062, df = 2, p-value = 0.1312Berdasarkan hasil uji Breusch-Pagan didapatkan nilai \(p-value(0.1312)>\alpha(0.05)\) yang berarti \(H_0\) diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa ragam galat homogen.
> library(olsrr)
> ols_vif_tol(reg2)
Variables Tolerance VIF
1 dataX1_bangkit 0.6909094 1.447368
2 dataX2_bangkit 0.6909094 1.447368Dari hasil di atas didapat semua nilai VIF berada pada kisaran satu yang mengindikasikan bahwa tidak terjadi multikolinieritas pada variabel prediktor.
> summary(reg2)
Call:
lm(formula = dataY_bangkit ~ dataX1_bangkit + dataX2_bangkit)
Residuals:
Min 1Q Median 3Q Max
-2508682 -605158 68496 990477 2026458
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
(Intercept) -1.287e+07 9.269e+06 -1.389 0.2075
dataX1_bangkit 1.619e+01 1.638e+01 0.988 0.3559
dataX2_bangkit 1.439e+01 4.781e+00 3.010 0.0196 *
---
Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
Residual standard error: 1637000 on 7 degrees of freedom
Multiple R-squared: 0.5819, Adjusted R-squared: 0.4625
F-statistic: 4.872 on 2 and 7 DF, p-value: 0.04725Berdasarkan \(p-value\) statistik
uji F pada hasil summary(reg2) tersebut menunjukkan bahwa
\(p-value (0.04725) < \alpha
(0.05)\), maka \(H_0\) ditolak.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel X1 (Tenaga Kerja) dan
X2 (Biaya Pengeluaran Pemerintah) secara simultan berpengaruh signifikan
pada variabel Y (PDRB).
> summary(reg2)
Call:
lm(formula = dataY_bangkit ~ dataX1_bangkit + dataX2_bangkit)
Residuals:
Min 1Q Median 3Q Max
-2508682 -605158 68496 990477 2026458
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
(Intercept) -1.287e+07 9.269e+06 -1.389 0.2075
dataX1_bangkit 1.619e+01 1.638e+01 0.988 0.3559
dataX2_bangkit 1.439e+01 4.781e+00 3.010 0.0196 *
---
Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
Residual standard error: 1637000 on 7 degrees of freedom
Multiple R-squared: 0.5819, Adjusted R-squared: 0.4625
F-statistic: 4.872 on 2 and 7 DF, p-value: 0.04725Berdasarkan \(p-value\) statistik
uji t variabel X1 pada hasil summary(reg2) bagian
coefficient tersebut menunjukkan bahwa \(p-value (0.3559) > \alpha (0.05)\), maka
\(H_0\) ditolak. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa variabel X1 (Tenaga Kerja) tidak berpengaruh
signifikan pada variabel Y (PDRB).
Bila \(\hat\beta_1\) diterjemahkan maka setiap pertambahan 1 orang tenaga kerja, maka akan bertambah pula PDRB sebesar 16.19 juta Rupiah, namun pertambahan tersebut tidak signifikan.
Berdasarkan \(p-value\) statistik
uji t variabel X2 pada hasil summary(reg2) bagian
coefficient tersebut menunjukkan bahwa \(p-value (0.0196) < \alpha (0.05)\), maka
\(H_0\) ditolak. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa variabel X2 (Biaya Pengeluaran Pemerintah) berpengaruh
signifikan pada variabel Y (PDRB).
Bila \(\hat\beta_2\) diterjemahkan maka setiap pertambahan 1 juta biaya Pengeluaran Pemerintah, maka akan bertambah pula PDRB secara signifikan sebesar 14.39 juta Rupiah.
Koefisien Determinasi \(R^2\) dapat
dilihat dari hasil summary(reg2) sebesar 0.5819 dan \(adjusted R^2\) sebesar 0.4625 Yang artinya,
keragaman variabel respons dapat dijelaskan sebesar 58% atau 46% oleh
variabel prediktor, dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
tercantum dalam model atau galat. Nilai tersebut tergolong cukup, maka
dari itu disarankan untuk mengganti salah satu variabel prediktor yang
tidak berpengaruh signifikan atau menambah variabel prediktor dengan
variabel yang lebih memiliki hubungan dengan variabel response.
Dari hasil di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan yakni :
Dari hasil penelitian di atas ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan diantaranya :