Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data nilai ulangan Mata Pelajaran Matematika salah satu madrasah swasta di Yogyakarta. Data ini terdiri dari 60 siswa yang dipilih secara acak dari siswa yang mengikuti ulangan Matematika. Analisis dilakukan terhadap 30 item pilihan ganda. Peubah penjelas (X) yang digunakan merupakan hasil nilai Quizizz. Sedangkan peubah respon (Y) yang digunakan merupakan estimasi kemampuan siswa.
library(eRm)
## Warning: package 'eRm' was built under R version 4.0.5
library(ltm)
## Warning: package 'ltm' was built under R version 4.0.5
## Loading required package: MASS
## Warning: package 'MASS' was built under R version 4.0.5
## Loading required package: msm
## Warning: package 'msm' was built under R version 4.0.5
## Loading required package: polycor
## Warning: package 'polycor' was built under R version 4.0.5
library(difR)
## Warning: package 'difR' was built under R version 4.0.5
Adapun hasil analisis IRT model logistik terhadap 30 aitem terlihat pada gambar dibawah ini:
library(readxl)
## Warning: package 'readxl' was built under R version 4.0.5
data.ulangan <- read_excel("D:\\nilai.xlsx")
data <- data.ulangan[,4:33]
m1_1 <- RM(data)
m1<- rasch(data)
m1
##
## Call:
## rasch(data = data)
##
## Coefficients:
## Dffclt.Q1 Dffclt.Q2 Dffclt.Q3 Dffclt.Q4 Dffclt.Q5 Dffclt.Q6
## -0.699 -1.038 -0.231 -0.007 0.068 -1.319
## Dffclt.Q7 Dffclt.Q8 Dffclt.Q9 Dffclt.Q10 Dffclt.Q11 Dffclt.Q12
## -0.864 -2.962 -0.864 -1.881 -2.325 -1.526
## Dffclt.Q13 Dffclt.Q14 Dffclt.Q15 Dffclt.Q16 Dffclt.Q17 Dffclt.Q18
## -0.384 -0.618 -0.308 -2.325 0.143 -0.699
## Dffclt.Q19 Dffclt.Q20 Dffclt.Q21 Dffclt.Q22 Dffclt.Q23 Dffclt.Q24
## -0.157 0.681 -0.864 -1.319 0.143 -1.320
## Dffclt.Q25 Dffclt.Q26 Dffclt.Q27 Dffclt.Q28 Dffclt.Q29 Dffclt.Q30
## -1.037 -0.864 -2.715 -1.222 -2.016 -0.081
## Dscrmn
## 1.064
##
## Log.Lik: -975.782
beta <- -coef(m1) # Item difficulty parameters
round(sort(beta),2)
## [1] -1.06 -1.06 -1.06 -1.06 -1.06 -1.06 -1.06 -1.06 -1.06 -1.06 -1.06 -1.06
## [13] -1.06 -1.06 -1.06 -1.06 -1.06 -1.06 -1.06 -1.06 -1.06 -1.06 -1.06 -1.06
## [25] -1.06 -1.06 -1.06 -1.06 -1.06 -1.06 -0.68 -0.14 -0.14 -0.07 0.01 0.08
## [37] 0.16 0.23 0.31 0.38 0.62 0.70 0.70 0.86 0.86 0.86 0.86 1.04
## [49] 1.04 1.22 1.32 1.32 1.32 1.53 1.88 2.02 2.32 2.32 2.71 2.96
Dari hasil tersebut diperoleh informasi adanya variasi taraf kesukaran aitem baik bernilai negatif maupun positif. Taraf kesukaran yang bernilai negatif menunjukkan bahwa untuk bisa memperoleh peluang 50% menjawab aitem tersebut dengan benar dibutuhkan kemampuan rendah. Sebaliknya, taraf kesukaran yang bernilai positif menunjukkan bahwa dibutuhkan kemampuan tinggi untuk bisa memperoleh peluang 50% menjawab aitem dengan benar.
Selain itu, hasil diatas diperoleh informasi bahwa pada model 1PL, taraf kesukaran aitem berkisar antara -2.962 (aitem 8) sampai dengan 0,681 (aitem 20). Aitem dengan taraf kesukaran -2.962 menunjukkan bahwa diperlukan kemampuan minimal -3.172 untuk dapat menjawab benar aitem tersebut dengan peluang 50%. Ini berarti aitem tersebut tergolong mudah. Sebaliknya, aitem dengan taraf kesukaran 0,681 tergolong aitem yang sukar karena untuk dapat menjawab benar aitem tersebut dengan peluang 50%, diperlukan abilitas minimal 0,681.
Hasil diatas juga menunjukkan bahwa daya diskriminasi pada model 1PL adalah 1.064. Pada model satu parameter, semua aitem ditetapkan memiliki kesetaraan dalam daya diskriminasi. Penyetaraan tersebut ditujukan untuk membebaskan pengaruh karakteristik aitem terhadap estimasi abilitas atau trait laten individu (Sumintono & Widhiarso, 2013). Oleh karena itu, parameter aitem pada model satu parameter difokuskan pada taraf kesukaran saja.
m2 <- ltm(data ~ z1)
m2
##
## Call:
## ltm(formula = data ~ z1)
##
## Coefficients:
## Dffclt Dscrmn
## Q1 -0.815 0.988
## Q2 -0.797 2.419
## Q3 -0.310 1.122
## Q4 -0.088 0.866
## Q5 0.042 0.558
## Q6 -0.972 2.431
## Q7 -0.743 1.778
## Q8 -1.683 3.536
## Q9 -0.681 2.485
## Q10 -2.006 1.008
## Q11 -1.402 3.775
## Q12 -1.913 0.817
## Q13 -0.407 1.498
## Q14 -0.879 0.744
## Q15 -0.310 2.564
## Q16 -1.355 31.731
## Q17 0.083 0.885
## Q18 -0.905 0.837
## Q19 -0.466 0.342
## Q20 1.559 0.377
## Q21 -1.019 0.939
## Q22 -0.907 3.692
## Q23 0.459 0.244
## Q24 -1.336 1.133
## Q25 -0.958 1.404
## Q26 -0.870 1.232
## Q27 -1.840 2.150
## Q28 -1.929 0.616
## Q29 -1.956 1.155
## Q30 -0.535 0.142
##
## Log.Lik: -938.679
Pada model 2PL dapat diketahui bahwa aitem yang paling mudah adalah aitem 10 dengan taraf kesukaran -2.006, sedangkan aitem paling sukar adalah aitem 20 dengan taraf kesukaran 1.559. Pada analisis model 2PL menghasilkan daya diskriminasi yang berbeda untuk setiap aitem. Pada output diatas dapat diketahui bahwa daya diskriminasi berkisar antara 0.142 sampai 31.731. Aitem dengan daya diskriminasi yang terendah adalah aitem 30, sedangkan aitem dengan daya diskriminasi tertinggi adalah aitem 16.
m3 <- tpm(data)
## Warning in tpm(data): Hessian matrix at convergence contains infinite or missing values; unstable solution.
m3
##
## Call:
## tpm(data = data)
##
## Coefficients:
## Gussng Dffclt Dscrmn
## Q1 0.387 0.040 2.398
## Q2 0.267 -0.506 3.508
## Q3 0.000 -0.446 1.023
## Q4 0.314 0.559 2.264
## Q5 0.342 0.860 1.853
## Q6 0.284 -0.670 18.158
## Q7 0.331 -0.083 20.368
## Q8 0.001 -1.927 3.553
## Q9 0.228 -0.435 4.238
## Q10 0.016 -2.196 0.970
## Q11 0.000 -1.427 10.333
## Q12 0.047 -1.850 0.902
## Q13 0.162 -0.206 2.271
## Q14 0.380 0.151 1.594
## Q15 0.000 -0.415 2.253
## Q16 0.410 -1.276 19.189
## Q17 0.001 -0.042 0.894
## Q18 0.001 -1.086 0.779
## Q19 0.041 -0.370 0.338
## Q20 0.106 1.674 0.537
## Q21 0.004 -1.182 0.890
## Q22 0.000 -0.995 3.924
## Q23 0.056 0.713 0.282
## Q24 0.000 -1.506 1.090
## Q25 0.013 -1.116 1.273
## Q26 0.121 -0.818 1.147
## Q27 0.708 -0.740 16.973
## Q28 0.007 -2.011 0.636
## Q29 0.004 -2.021 1.248
## Q30 0.030 -0.237 0.260
##
## Log.Lik: -929.401
Terakhir analisis model 3PL memiliki daya diskriminasi berkisar antara 0.260 – 20.368. Aitem dengan daya diskriminasi yang terendah adalah aitem 30, sedangkan aitem dengan daya diskriminasi tertinggi adalah aitem 7. Tebakan semu merupakan parameter ketiga yang ada dalam model logistik tiga parameter. Pada hasil diatas terlihat bahwa tebakan semu berkisar antara 0,000 – 0,708. Nilai tebakan semu yang rendah menunjukkan tingginya peluang aitem tersebut dijawab benar dengan cara ditebak. Sebaliknya, aitem yang memiliki nilai tebakan semu yang tinggi menunjukkan rendahnya peluang aitem tersebut dijawab secara benar dengan cara ditebak. Dalam seleksi aitem, aitem dengan nilai tebakan semu tinggi harus dieliminasi. Aitem tersebut memungkinkan individu dengan abilitas rendah untuk bisa menjawab secara benar dengan cara menebak jawabannya. Nilai tebakan semu berkisar antara 0 dan 1. Suatu aitem digolongkan baik jika nilai tebakan semu tidak melebihi 1/k, dengan k adalah banyaknya pilihan (Retnawati, 2014). Karena banyaknya pilihan pada data tes adalah empat, maka batas maksimum tebakan semunya adalah ¼ atau 0,25. Berdasarkan batas maksimum tersebut, aitem 1, 2, 4, 5, 6, 7, 14, 16, dan 27 layak untuk dieliminasi karena memiliki nilai tebakan semu melebihi batas yang telah ditetapkan.
Adapun plot ICC pada ketiga model, sebagai berikut:
plot(m1)
plot(m2)
plot(m3)
Uji kesesuaian model dengan data merupakan tolak ukur yang dipakai dalam memilih model analisis yang akan dikenakan pada data. Hal tersebut menjadi sesuatu yang penting mengingat analisis yang dilakukan pada akhirnya akan dipergunakan untuk mengestimasi kemampuan individu (Swaminathan, Hambleton, & Rogers, 2007). Pemilihan model analisis yang tidak tepat akan membawa dampak pada timbulnya kesalahan dalam mengestimasi kemampuan individu. Meskipun demikian, perlu untuk diketahui bahwa pada dasarnya tidak ada model yang secara sempurna cocok dengan data (Wiberg, 2004). Sebelum dilakukan pembandingan model pada data simulasi yang ada, analisis model logistik satu, dua dan tiga parameter dilakukan ulang dengan membuang aitem 1, 2, 4, 5, 6, 7, 14, 16, dan 27 yang memiliki nilai tebakan semu tinggi. Setelah itu, ANOVA dilakukan untuk mengetahui manakah di antara model logistik satu dan dua parameter yang lebih sesuai digunakan pada data. Hasil ANOVA tersebut terlihat pada output dibawah. Nilai pvalue < 0.001 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara model satu dan dua parameter.
anova(m1,m2)
##
## Likelihood Ratio Table
## AIC BIC log.Lik LRT df p.value
## m1 2013.56 2079.51 -975.78
## m2 1997.36 2124.99 -938.68 74.21 29 <0.001
anova(m2,m3)
##
## Likelihood Ratio Table
## AIC BIC log.Lik LRT df p.value
## m2 1997.36 2124.99 -938.68
## m3 2038.80 2230.24 -929.40 18.56 30 0.949
Akaike Information Criteria (AIC) digunakan untuk mengatasi permasalahan pemilihan model. AIC diformulasikan untuk memilih model ‘perkiraan terbaik’ di antara beberapa model pengukuran dengan jumlah parameter yang berbeda, berdasarkan kriteria statistik yang cocok (Everitt & Howell, 2005). Model yang terbaik adalah model dengan skor AIC paling rendah (Snipes&Taylor, 2014).Pada tabel diatas terlihat bahwa nilai AIC model logistik dua parameter (1997.36) menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan model logistik satu parameter (2013.56). Ini berarti model logistik dua parameter memiliki kesesuaian terhadap data yang lebih baik dibandingkan dengan model logistik satu parameter. ANOVA kedua dilakukan untuk membandingkan model logistik dua dan tiga parameter. Hasil ANOVA tersebut terlihat pada tabel diatas. Harga pvalue (0.949) > 0,05 pada tabel tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kesesuaian data antara model logistik dua dan tiga parameter. Model yang terbaik adalah model dengan skor AIC paling rendah. Pada Tabel diatas terlihat bahwa nilai AIC model logistik 2 parameter menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan model logistik yang lain. Ini berarti model logistik dua parameter memiliki kesesuaian terhadap data yang lebih baik dibandingkan dengan model logistik yang lain.
Untuk melihat hubungan antara skor quizizz terhadap estimasi kemampuan siswa, dilakukan pendugaan terhadap karakteristik laten (kemampuan/ability) bagi masing – masing siswa yang dalam hal ini akan digunakan nilai EAP berdasarkan model yang dipilih yakni model 2 PL. Adapun estimasi nilai EAP dari model 2 adalah sebagai berikut:
tmp1 <- person.parameter(m1_1)
pp_ml <- coef(tmp1)
pp_map <- factor.scores(m1, method = "EB", resp.patterns = data)
pp_eap <- factor.scores(m1, method = "EAP", resp.patterns = data)
tmp <- data.frame(ML=pp_ml, MAP = pp_map$score.dat$z1, EAP = pp_eap$score.dat$z1)
round(cor(tmp), 4)
## ML MAP EAP
## ML 1.0000 0.9972 0.9975
## MAP 0.9972 1.0000 1.0000
## EAP 0.9975 1.0000 1.0000
plot(tmp[, 1:2])
tmp
## ML MAP EAP
## P1 0.1859487 -0.683075408 -0.67822090
## P2 3.9533624 1.935763085 2.03151020
## P3 -0.4596244 -1.209666743 -1.22794982
## P4 1.6274175 0.479626734 0.51540517
## P5 1.2073377 0.154172957 0.17214988
## P6 2.1578410 0.855039255 0.90180198
## P7 -0.6294477 -1.344380166 -1.35599462
## P8 -0.4596244 -1.209666743 -1.22794982
## P9 0.5073027 -0.417069800 -0.41610173
## P10 -1.1873142 -1.768448079 -1.78996759
## P11 1.2073377 0.154172957 0.17214988
## P12 -0.9908600 -1.622855974 -1.63076384
## P13 1.0200396 0.003767534 0.02481371
## P14 1.2073377 0.154172957 0.17214988
## P15 0.3456502 -0.550942431 -0.55457703
## P16 1.4081027 0.312146396 0.33680851
## P17 -0.4596244 -1.209666743 -1.22794982
## P18 1.6274175 0.479626734 0.51540517
## P19 -0.4596244 -1.209666743 -1.22794982
## P20 0.1859487 -0.683075408 -0.67822090
## P21 2.5056876 1.071470853 1.12756918
## P22 1.8730461 0.659411450 0.70153560
## P23 0.5073027 -0.417069800 -0.41610173
## P24 0.1859487 -0.683075408 -0.67822090
## P25 1.6274175 0.479626734 0.51540517
## P26 0.5073027 -0.417069800 -0.41610173
## P27 0.6723961 -0.280637021 -0.26518948
## P28 1.0200396 0.003767534 0.02481371
## P29 2.9700280 1.315808552 1.38419169
## P30 1.8730461 0.659411450 0.70153560
## P31 0.5073027 -0.417069800 -0.41610173
## P32 0.5073027 -0.417069800 -0.41610173
## P33 1.4081027 0.312146396 0.33680851
## P34 1.4081027 0.312146396 0.33680851
## P35 -0.9908600 -1.622855974 -1.63076384
## P36 1.0200396 0.003767534 0.02481371
## P37 -0.2946107 -1.077069706 -1.08737055
## P38 1.4081027 0.312146396 0.33680851
## P39 1.8730461 0.659411450 0.70153560
## P40 0.3456502 -0.550942431 -0.55457703
## P41 2.1578410 0.855039255 0.90180198
## P42 0.3456502 -0.550942431 -0.55457703
## P43 1.8730461 0.659411450 0.70153560
## P44 1.8730461 0.659411450 0.70153560
## P45 1.8730461 0.659411450 0.70153560
## P46 1.2073377 0.154172957 0.17214988
## P47 0.3456502 -0.550942431 -0.55457703
## P48 -0.8058136 -1.481823489 -1.48523254
## P49 2.9700280 1.315808554 1.38419169
## P50 0.8426199 -0.140722816 -0.11675766
## P51 -1.8901336 -2.245016707 -2.26993019
## P52 1.6274175 0.479626734 0.51540517
## P53 1.8730461 0.659411450 0.70153560
## P54 1.0200396 0.003767534 0.02481371
## P55 1.6274175 0.479626734 0.51540517
## P56 0.6723961 -0.280637021 -0.26518948
## P57 3.9533624 1.935763085 2.03151020
## P58 1.0200396 0.003767534 0.02481371
## P59 1.8730461 0.659411450 0.70153560
## P60 2.9700280 1.315808554 1.38419169
## P61 2.1578410 0.855039255 0.90180198
## P62 1.0200396 0.003767534 0.02481371
cor.test(tmp$EAP,data.ulangan$`Nilai Quizizz`,method="pearson")
##
## Pearson's product-moment correlation
##
## data: tmp$EAP and data.ulangan$`Nilai Quizizz`
## t = 39.687, df = 60, p-value < 2.2e-16
## alternative hypothesis: true correlation is not equal to 0
## 95 percent confidence interval:
## 0.9693387 0.9888416
## sample estimates:
## cor
## 0.9814807
lm(tmp$EAP~data.ulangan$`Nilai Quizizz`)
##
## Call:
## lm(formula = tmp$EAP ~ data.ulangan$`Nilai Quizizz`)
##
## Coefficients:
## (Intercept) data.ulangan$`Nilai Quizizz`
## -2.6284009 0.0001329
Adapun model regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Estimasi Kemampuan = -2.6284009 + 0.0001329 * Skor Quizizz
Interpretasi model : Jika Skor Quizizz siswa adalah 0 tahun maka estimasi kemampuan siswa bernilai-2.6284009 Jika Skor Quizizz siswa meningkat 34.500 maka estimasi kemampuan siswa bernilai 1.9566491
cor(coef(m1)[,1], coef(m2)[, 1])
## [1] 0.860282
cor(coef(m1)[,1], coef(m3)[, 1])
## [1] -0.1405215
cor(coef(m2)[,1], coef(m3)[, 1])
## [1] -0.01114425
lrt_1 <- LRtest(m1_1, splitcr = data.ulangan$JK)
plotGOF(lrt_1, conf = list(), tlab = "number", xlab = "Women", ylab = "Men")
Waldtest(m1_1, splitcr = data.ulangan$JK)
##
## Wald test on item level (z-values):
##
## z-statistic p-value
## beta Q1 -1.262 0.207
## beta Q2 0.180 0.857
## beta Q3 1.072 0.284
## beta Q4 0.816 0.414
## beta Q5 0.962 0.336
## beta Q6 1.107 0.268
## beta Q7 -0.191 0.849
## beta Q8 -0.833 0.405
## beta Q9 -0.191 0.849
## beta Q10 0.090 0.928
## beta Q11 -0.735 0.462
## beta Q12 -0.039 0.969
## beta Q13 -0.628 0.530
## beta Q14 1.008 0.313
## beta Q15 -0.477 0.634
## beta Q16 -0.735 0.462
## beta Q17 1.108 0.268
## beta Q18 -1.937 0.053
## beta Q19 1.900 0.057
## beta Q20 0.680 0.496
## beta Q21 1.232 0.218
## beta Q22 -1.866 0.062
## beta Q23 -1.019 0.308
## beta Q24 -1.136 0.256
## beta Q25 0.180 0.857
## beta Q26 -0.904 0.366
## beta Q27 0.636 0.525
## beta Q28 1.279 0.201
## beta Q29 -1.016 0.310
## beta Q30 1.366 0.172
pp_ml_1 <- person.parameter(m1_1)
itemfit(pp_ml_1)
##
## Itemfit Statistics:
## Chisq df p-value Outfit MSQ Infit MSQ Outfit t Infit t Discrim
## Q1 63.333 59 0.326 1.056 1.077 0.352 0.612 0.349
## Q2 40.844 59 0.966 0.681 0.808 -1.481 -1.313 0.613
## Q3 49.352 59 0.810 0.823 0.901 -1.139 -0.873 0.502
## Q4 69.952 59 0.156 1.166 0.984 1.040 -0.108 0.353
## Q5 70.257 59 0.150 1.171 1.107 1.053 0.996 0.273
## Q6 40.706 59 0.967 0.678 0.863 -1.216 -0.785 0.563
## Q7 47.856 59 0.850 0.798 0.911 -0.980 -0.605 0.503
## Q8 22.622 59 1.000 0.377 0.734 -0.867 -0.607 0.506
## Q9 44.373 59 0.921 0.740 0.838 -1.313 -1.176 0.597
## Q10 67.534 59 0.209 1.126 1.034 0.436 0.227 0.332
## Q11 27.645 59 1.000 0.461 0.769 -1.144 -0.803 0.595
## Q12 59.730 59 0.449 0.996 0.999 0.092 0.055 0.381
## Q13 66.655 59 0.231 1.111 0.922 0.707 -0.639 0.476
## Q14 76.084 59 0.067 1.268 1.223 1.428 1.674 0.202
## Q15 45.486 59 0.902 0.758 0.816 -1.592 -1.666 0.602
## Q16 23.891 59 1.000 0.398 0.746 -1.356 -0.902 0.600
## Q17 61.703 59 0.380 1.028 1.016 0.225 0.184 0.351
## Q18 58.889 59 0.480 0.981 1.008 -0.036 0.105 0.420
## Q19 75.029 59 0.078 1.250 1.274 1.523 2.302 0.151
## Q20 73.556 59 0.096 1.226 1.181 1.032 1.468 0.171
## Q21 55.383 59 0.610 0.923 0.993 -0.311 -0.002 0.431
## Q22 38.239 59 0.984 0.637 0.748 -1.411 -1.564 0.677
## Q23 79.500 59 0.039 1.325 1.281 1.834 2.432 0.146
## Q24 62.751 59 0.345 1.046 0.977 0.255 -0.080 0.419
## Q25 51.903 59 0.732 0.865 0.904 -0.534 -0.609 0.499
## Q26 53.189 59 0.689 0.886 0.943 -0.499 -0.370 0.465
## Q27 31.649 59 0.999 0.527 0.867 -0.671 -0.289 0.426
## Q28 85.282 59 0.014 1.421 1.155 1.516 0.956 0.255
## Q29 90.656 59 0.005 1.511 0.941 1.169 -0.174 0.415
## Q30 78.502 59 0.046 1.308 1.322 1.831 2.706 0.135
plotPWmap(m1_1)
tmp1 <- difMH(data, group = data.ulangan$JK, focal.name = "L")
tmp1
##
## Detection of Differential Item Functioning using Mantel-Haenszel method
## with continuity correction and without item purification
##
## Results based on asymptotic inference
##
## Matching variable: test score
##
## No set of anchor items was provided
##
## No p-value adjustment for multiple comparisons
##
## Mantel-Haenszel Chi-square statistic:
##
## Stat. P-value
## Q1 0.8266 0.3633
## Q2 0.1115 0.7385
## Q3 0.0051 0.9431
## Q4 0.0312 0.8598
## Q5 0.1643 0.6852
## Q6 0.4750 0.4907
## Q7 0.5835 0.4450
## Q8 0.0000 1.0000
## Q9 0.0602 0.8062
## Q10 0.8049 0.3696
## Q11 0.3445 0.5573
## Q12 0.0815 0.7752
## Q13 1.5452 0.2138
## Q14 2.8149 0.0934 .
## Q15 0.1187 0.7304
## Q16 0.0500 0.8231
## Q17 0.1123 0.7375
## Q18 3.2078 0.0733 .
## Q19 0.3457 0.5565
## Q20 0.1079 0.7426
## Q21 0.1525 0.6961
## Q22 0.0573 0.8109
## Q23 0.9614 0.3268
## Q24 1.4605 0.2268
## Q25 0.0998 0.7520
## Q26 0.9067 0.3410
## Q27 0.3445 0.5573
## Q28 0.3074 0.5793
## Q29 0.0016 0.9686
## Q30 0.9841 0.3212
##
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
##
## Detection threshold: 3.8415 (significance level: 0.05)
##
## Items detected as DIF items: No DIF item detected
##
## Effect size (ETS Delta scale):
##
## Effect size code:
## 'A': negligible effect
## 'B': moderate effect
## 'C': large effect
##
## alphaMH deltaMH
## Q1 3.0000 -2.5817 C
## Q2 0.8642 0.3430 A
## Q3 0.5806 1.2775 B
## Q4 0.6356 1.0650 B
## Q5 2.8333 -2.4474 C
## Q6 0.4380 1.9402 C
## Q7 3.9259 -3.2139 C
## Q8 Inf -Inf C
## Q9 0.8293 0.4399 A
## Q10 0.1402 4.6172 C
## Q11 0.9375 0.1517 A
## Q12 0.3797 2.2754 C
## Q13 Inf -Inf C
## Q14 0.0000 Inf C
## Q15 0.4138 2.0736 C
## Q16 3.0000 -2.5817 C
## Q17 0.4516 1.8681 C
## Q18 12.1333 -5.8655 C
## Q19 0.3913 2.2049 C
## Q20 0.4854 1.6984 C
## Q21 0.5246 1.5161 C
## Q22 0.6383 1.0550 B
## Q23 3.4000 -2.8759 C
## Q24 3.1091 -2.6657 C
## Q25 0.3429 2.5155 C
## Q26 3.9667 -3.2381 C
## Q27 0.9524 0.1147 A
## Q28 1.0000 0.0000 A
## Q29 2.0370 -1.6720 C
## Q30 0.3268 2.6283 C
##
## Effect size codes: 0 'A' 1.0 'B' 1.5 'C'
## (for absolute values of 'deltaMH')
##
## Output was not captured!
plot(tmp1)
## The plot was not captured!
plotPImap(m1_1, cex.gen = .55)
plotPImap(m1_1, cex.gen = .55, sorted = TRUE)
library(ggplot2)
## Warning: package 'ggplot2' was built under R version 4.0.5
ggplot(data = data.ulangan) +
aes(x =`Nilai Quizizz`, y = tmp$ML) +
geom_point(color = "#f781bf") +
geom_smooth(span = 0.58) +
theme_grey()
## `geom_smooth()` using method = 'loess' and formula 'y ~ x'
Daftar Pustaka
Alagumalai, S., Curtis, D.D. and Hungi, N. 2005. Applied Rasch Measurement: book of exemplars, papers in honour of John P. Keeves. Dordrecth: Springer.
De Ayala, R. J. 2009. The theory and practice of item response theory. New York: The Guilford Press.
Hambleton, Ronald K; Swaminathan, H; dan Jane Rogers, H. 1991. Fundamentals of Item Response Theory. London: Sage Publications.
Retnawati, H. (2014). Teori respons butir dan penerapannya. Yogyakarta: Parama Publishing.
Snipes, M., & Taylor, D. C. (2014). Model selection and Akaike information criteria: An example from wine ratings and prices. Wine Economics and Policy, 3(1), 3–9. doi: 10.1016/j.wep. 2014.03.001