#working directory
setwd("c:/Users/Ilham Kurnia/Documents/SEMESTER 6/UTS/MPDW")

library(readxl)
library(orcutt)
## Loading required package: lmtest
## Loading required package: zoo
## 
## Attaching package: 'zoo'
## The following objects are masked from 'package:base':
## 
##     as.Date, as.Date.numeric
library(HoRM)
## Registered S3 method overwritten by 'quantmod':
##   method            from
##   as.zoo.data.frame zoo
#membuka file data
dataregresi5<-read_excel("data ipm indonesia per province 2010-2021.xlsx", sheet = "bali")
View(dataregresi5)
x<-dataregresi5$x


y<-dataregresi5$y
attach(dataregresi5)
## The following objects are masked _by_ .GlobalEnv:
## 
##     x, y

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator komposit tunggal yang tidak dapat mengukur semua dimensi dari pengembangan manusia, namun mengukur tiga dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mampu mencerminkan kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk. Ketiga kemampuan dasar tersebut yaitu umur panjang dan sehat, berpengetahuan dan berketerampilan, serta akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak.

IPM Indonesia terus menerus mengalami kenaikan dan penuran. Pada 2008 penurunan IPM diduga terjadi karena adanya krisis ekonomi yang dimulai pada tahun 1997. IPM sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, peresentase penduduk miskin, pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan, serta ketimpangan distribusi pendapatan. Semakin besar alokasi pengeluaran bidang pendidikan dan kesehatan maka akan semakin baik IPM dicapai (Hakim dan Setiawan 2013).

Data yang digunakan pada analisis Bali Tahun 2010-2021.

Identifikasi Autokorelasi

#diagram pencar identifikasi model
plot(x,y, xlab="Tahun", ylab="IPM (Indek Pembangunan Manusia)", pch = 20, col = "blue", main = "Scatter Plot Tahun (2010-2021) vs IPM Provinsi Bali")

Berdasarkan hasil scatter plot di atas, terlihat bahwa nilai IPM Provinsi Bali (2010-2021) mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peubah penjelas tahun dan peubah respon IPM memiliki hubungan linear atau korelasi yang positif dibuktikan dengan bentuk scatter plot seperti pada gambar di atas. Artinya semakin bertambah tahun maka nilai IPM relatif semakin besar pula.

#korelasi x dan y
cor(x,y)
## [1] 0.9923534

Berdasarkan hasil di atas, diperoleh nilai korelasi antara kedua peubah tersebut sebesar 0.9923534. Dengan demikian terbukti bahwa antara peubah Tahun dan IPM Provinsi Gorontalo terdapat korelasi positif yang kuat dengan kata lain hampir menuju sempurna.

#model regresi
model7<- lm(y~x, data = dataregresi5)
summary(model7)
## 
## Call:
## lm(formula = y ~ x, data = dataregresi5)
## 
## Residuals:
##     Min      1Q  Median      3Q     Max 
## -0.4243 -0.3184 -0.1667  0.1788  0.9928 
## 
## Coefficients:
##              Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)    
## (Intercept) 1.877e+03  5.462e+00  343.57  < 2e-16 ***
## x           1.894e+00  7.449e-02   25.42 2.03e-10 ***
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## Residual standard error: 0.4668 on 10 degrees of freedom
## Multiple R-squared:  0.9848, Adjusted R-squared:  0.9832 
## F-statistic: 646.4 on 1 and 10 DF,  p-value: 2.033e-10

Berdasarkan hasil regresi linear di atas, diperoleh persamaan yaitu y = 1877 + 1.894. Nilai p-value untuk peubah penjelas (Tahun) dan intercept kurang dari alpha = 0.05 sehingga intercept dan peubah Tahun berpengaruh signifikan terhadap IPM Provinsi Bali pada taraf nyata 5%.

#sisaan dan fitted value
resi1<- residuals(model7)
fit<- predict(model7)

#Diagnostik dengan eksploratif
par(mfrow = c(2,2))
qqnorm(resi1)
qqline(resi1, col = "blue", lwd = 2)
plot(fit, resi1, col = "blue", pch = 20, xlab = "Residuals", ylab = "Fitted Values", main = "Residuals vs Fitted Values")
abline(a = 0, b = 0, lwd = 2)
hist(resi1, col = "blue")
plot(seq(1,12,1), resi1, col = "blue", pch = 20, xlab = "Residuals", ylab = "Order", main = "Residuals vs Order")
lines(seq(1,12,1), resi1, col = "red")
abline(a = 0, b = 0, lwd = 2)

Berdasarkan hasil eksplorasi di atas, terlihat bahwa pada qqplot titik-titik amatan berada di sepanjang garis normal dengan bentuk histogram yang hampir simteris yang berarti secara eksplorasi data menyebar secara normal. Pada residuals vs fitted values plot telihat tidak memiliki pola tertentu, artinya ragam sisaan homogen. Pada residuals vs order terlihat adanya pola naik turun, hal ini menunjukkan bahwa terdapat autokorelasi antar peubah tersebut.

#Uji Shapiro dan Kolmogorov-Smirnov (Uji Kenormalan)
shapiro.test(model7$residuals)
## 
##  Shapiro-Wilk normality test
## 
## data:  model7$residuals
## W = 0.87155, p-value = 0.06837
ks.test(model7$residuals, "pnorm", mean=mean(model7$residuals),
        sd=sd(model7$residuals))
## 
##  One-sample Kolmogorov-Smirnov test
## 
## data:  model7$residuals
## D = 0.2101, p-value = 0.5932
## alternative hypothesis: two-sided

Hipotesis :

H0 : Ragam sisaan menyebar normal

H1 : Ragam sisaan tidak menyebar normal

Berdasarkan kedua Uji Kenormalan di atas, baik Uji Shapiro maupun Uji Kolmogorov, keduanya menghasilkan nilai p-value = 0.2033 > alpha = 0.05 maka Tak Tolak H0. Artinya cukup bukti untuk menyatakan bahwa ragam sisaan menyebar normal pada taraf nyata 5%.

#Uji Breusch-Pagan (Uji Kehomogenan)
bptest(model7)
## 
##  studentized Breusch-Pagan test
## 
## data:  model7
## BP = 1.3949, df = 1, p-value = 0.2376

Hipotesis :

H0 : Ragam sisaan homogen

H1 : Ragam sisaan tidak homogen

Berdasarkan Uji Kehomogenan di atas yaitu Uji Breusch-Pagan, diperoleh nilai p-value = 0.2376 > alpha = 0.05 maka Tak Tolak H0. Artinya cukup bukti untuk menyatakan bahwa ragam sisaan homogen pada taraf nyata 5%.

#ACF dan PACF identifikasi autokorelasi
par(mfrow = c(1,1))
acf(resi1)

pacf(resi1)

Berdasarkan hasil di atas, terlihat bahwa pada lag selain lag 0 garis-garis hitam tidak melebihi batas garis biru. Artinya tidak terdapat autokorelasi antar peubah tersebut.

Dikarenakan terdapat perbedaan hasil secara eksplorasi dan pada plot ACF PACF, diperlukan pengujian lebih lanjut untuk memperkuat hasil terkait autokorelasi antar peubah tersebut.

#Deteksi autokorelasi dengan uji-Durbin Watson
library(lmtest)

#Durbin Watson Test
#H0: tidak ada autokorelasi
#H1: ada autokorelasi
dwtest(model7)
## 
##  Durbin-Watson test
## 
## data:  model7
## DW = 0.86674, p-value = 0.003301
## alternative hypothesis: true autocorrelation is greater than 0

Hipotesis :

H0: Tidak ada autokorelasi

H1: Ada autokorelasi

Berdasarkan hasil Uji Durbin-Watson di atas, diperoleh nilai p-value = 0.003301 < alpha = 0.05 maka Tolak H0. Artinya cukup bukti untuk menyatakan bahwa terdapat autokorelasi antar peubah Tahun (2010-2021) dan IPM Provinsi Bali pada taraf nyata 5%.

#Breusch-Godfrey Test 
#H0: ada autokorelasi
#H1: tidak ada autokorelasi
bgtest(y ~ x, data=dataregresi5, order=1)
## 
##  Breusch-Godfrey test for serial correlation of order up to 1
## 
## data:  y ~ x
## LM test = 1.9227, df = 1, p-value = 0.1656

Hipotesis :

H0: Ada autokorelasi

H1: Tidak ada autokorelasi

Berdasarkan hasil Uji Breusch-Gorfrey di atas, diperoleh nilai p-value = 0.1656 > alpha = 0.05 maka Tak Tolak H0. Artinya cukup bukti untuk menyatakan bahwa terdapat autokorelasi antar peubah Tahun (2010-2021) dan IPM Provinsi Bali pada taraf nyata 5%.

Dengan demikian, pada data yang digunakan kali ini terdapat autokorelasi antar peubah. Untuk menangani masalah autokorelasi tersebut dapat dilakukan pengujian kembali menggunakan Cochrane-Orcutt dan Hildreth Lu.

Penanganan Autokorelasi dengan Cochrane-Orcutt

#Penanganan Autokorelasi Cochrane-Orcutt
modelco1<-cochrane.orcutt(model7)
modelco1<-cochrane.orcutt(model7)
modelco1
## Cochrane-orcutt estimation for first order autocorrelation 
##  
## Call:
## lm(formula = y ~ x, data = dataregresi5)
## 
##  number of interaction: 15
##  rho 0.457211
## 
## Durbin-Watson statistic 
## (original):    0.86674 , p-value: 3.301e-03
## (transformed): 1.57437 , p-value: 1.245e-01
##  
##  coefficients: 
## (Intercept)           x 
## 1863.472922    2.071723
summary(modelco1)
## Call:
## lm(formula = y ~ x, data = dataregresi5)
## 
##               Estimate Std. Error t value  Pr(>|t|)    
## (Intercept) 1863.47292   10.60768 175.672 < 2.2e-16 ***
## x              2.07172    0.14326  14.461 1.549e-07 ***
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## Residual standard error: 0.3855 on 9 degrees of freedom
## Multiple R-squared:  0.9587 ,  Adjusted R-squared:  0.9542
## F-statistic: 209.1 on 1 and 9 DF,  p-value: < 1.549e-07
## 
## Durbin-Watson statistic 
## (original):    0.86674 , p-value: 3.301e-03
## (transformed): 1.57437 , p-value: 1.245e-01

Berdasarkan hasil di atas, diperoleh nilai rho = 0.457211 dengan persamaan y = 1863.47292 + 2.07172x. Hasil tersebut merupakan hasil yang telah dilakukan transformasi balik.

#rho optimum
rho<- modelco1$rho

#Mentransformasi
y
##  [1] 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
y[-1]
##  [1] 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
y[-12]
##  [1] 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
y.trans<- y[-1]-y[-12]*rho
x.trans<- x[-1]-x[-12]*rho
modelcorho<- lm(y.trans~x.trans)
summary(modelcorho)
## 
## Call:
## lm(formula = y.trans ~ x.trans)
## 
## Residuals:
##      Min       1Q   Median       3Q      Max 
## -0.46766 -0.28427  0.06723  0.19893  0.66715 
## 
## Coefficients:
##              Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)    
## (Intercept) 1011.4720     5.7577  175.67  < 2e-16 ***
## x.trans        2.0717     0.1433   14.46 1.55e-07 ***
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## Residual standard error: 0.3855 on 9 degrees of freedom
## Multiple R-squared:  0.9587, Adjusted R-squared:  0.9542 
## F-statistic: 209.1 on 1 and 9 DF,  p-value: 1.549e-07

Berdasarkan hasil di atas, diperoleh persamaan yaitu y = 1011.4720 + 2.0717x. Hasil tersebut merupakan hasil yang belum dilakukan transformasi balik.

#mentransformasi balik
cat("y = ", coef(modelcorho)[1]/(1-rho), "+", coef(modelcorho)[2], "x", sep = "")
## y = 1863.473+2.071723x

Berdasarkan hasil di atas, diperoleh persamaan yaitu y = 1863.472922 + 2.071723x. Hasil tersebut merupakan hasil yang telah dilakukan transformasi balik.

Penanganan Autokorelasi dengan Hildreth Lu

#Penanganan Autokorelasi Hildreth lu
# Hildreth-Lu
hildreth.lu.func<- function(r, model){
  x <- model.matrix(model)[,-1]
  y <- model.response(model.frame(model))
  n <- length(y)
  t <- 2:n
  y <- y[t]-r*y[t-1]
  x <- x[t]-r*x[t-1]
  
  return(lm(y~x))
}

#mencari rho yang meminimumkan SSE
r <- c(seq(0.1,0.8, by= 0.1), seq(0.9, 0.99, by=0.01))
tab <- data.frame("rho" = r, "SSE" = sapply(r, function(i){deviance(hildreth.lu.func(i, model7))}))
round(tab, 4)
##     rho    SSE
## 1  0.10 1.5476
## 2  0.20 1.4525
## 3  0.30 1.3832
## 4  0.40 1.3438
## 5  0.50 1.3412
## 6  0.60 1.3887
## 7  0.70 1.5084
## 8  0.80 1.6832
## 9  0.90 1.0641
## 10 0.91 0.8859
## 11 0.92 0.7033
## 12 0.93 0.5290
## 13 0.94 0.3738
## 14 0.95 0.2450
## 15 0.96 0.1458
## 16 0.97 0.0754
## 17 0.98 0.0305
## 18 0.99 0.0069
#grafik rho dan SSE
plot(tab$SSE ~ tab$rho , type = "l")
abline(v = tab[tab$SSE==min(tab$SSE),"rho"], lty = 3)

Berdasarkan hasil gambar di atas, diperoleh nilai rho yang optimum di sekitar 0.457 karena memiliki nilai SSE yang tekecil yaitu sebesar 1.3372

#rho optimal di sekitar 0.3
r <- seq(0.40,0.50, by= 0.01)
tab <- data.frame("rho" = r, "SSE" = sapply(r, function(i){deviance(hildreth.lu.func(i, model7))}))
round(tab, 4)
##     rho    SSE
## 1  0.40 1.3438
## 2  0.41 1.3417
## 3  0.42 1.3400
## 4  0.43 1.3387
## 5  0.44 1.3378
## 6  0.45 1.3373
## 7  0.46 1.3372
## 8  0.47 1.3375
## 9  0.48 1.3383
## 10 0.49 1.3395
## 11 0.50 1.3412
#grafik SSE optimum
plot(tab$SSE ~ tab$rho , type = "l")
abline(v = tab[tab$SSE==min(tab$SSE),"rho"], lty = 3)

# Model terbaik
modelhl <- hildreth.lu.func(0.45, model7)
summary(modelhl)
## 
## Call:
## lm(formula = y ~ x)
## 
## Residuals:
##      Min       1Q   Median       3Q      Max 
## -0.46843 -0.28524  0.06452  0.20091  0.66985 
## 
## Coefficients:
##              Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)    
## (Intercept) 1025.0156     5.7467  178.37  < 2e-16 ***
## x              2.0691     0.1411   14.66 1.38e-07 ***
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## Residual standard error: 0.3855 on 9 degrees of freedom
## Multiple R-squared:  0.9598, Adjusted R-squared:  0.9553 
## F-statistic: 214.9 on 1 and 9 DF,  p-value: 1.376e-07

Dengan menggunakan rho optimum = 0.45, diperoleh persamaan yaitu y = 1025.0156 + 02.0691x. Hasil tersebut merupakan hasil yang belum dilakukan transformasi balik.

# Deteksi autokorelasi
dwtest(modelhl)
## 
##  Durbin-Watson test
## 
## data:  modelhl
## DW = 1.5641, p-value = 0.1205
## alternative hypothesis: true autocorrelation is greater than 0

Hipotesis :

H0: Tidak ada autokorelasi

H1: Ada autokorelasi

Berdasarkan hasil Uji Durbin-Watson di atas, diperoleh nilai p-value = 0.1205 > alpha = 0.05 maka Tak Tolak H0. Artinya belum cukup bukti untuk menyatakan bahwa terdapat autokorelasi antar peubah Tahun (2010-2021) dan IPM Provinsi Bali pada taraf nyata 5%. Dengan demikian, penanganan menggunakan Hildreth Lu tersebut mampu mengatasi masalah autokorelasi pada data.

# Transformasi Balik
cat("y = ", coef(modelhl)[1]/(1-0.45), "+", coef(modelhl)[2],"x", sep = "")
## y = 1863.665+2.069149x

Dengan menggunakan rho optimum = 0.45, diperoleh persamaan yaitu y = 1863.665+2.069149x. Hasil tersebut merupakan hasil yang belum dilakukan transformasi balik.

#dengan fungsi Hildreth Lu library HoRM

#mengidentifikasi vektor x dan y
y<-dataregresi5$y
x<-dataregresi5$x

#fungsi hildreth lu dengan rho tertentu
modelhl2<-hildreth.lu(y,x,0.45)
deviance(modelhl2)
## [1] 1.337271
summary(modelhl2)
## 
## Call:
## lm(formula = y ~ x)
## 
## Residuals:
##      Min       1Q   Median       3Q      Max 
## -0.46843 -0.28524  0.06452  0.20091  0.66985 
## 
## Coefficients:
##              Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)    
## (Intercept) 1025.0156     5.7467  178.37  < 2e-16 ***
## x              2.0691     0.1411   14.66 1.38e-07 ***
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## Residual standard error: 0.3855 on 9 degrees of freedom
## Multiple R-squared:  0.9598, Adjusted R-squared:  0.9553 
## F-statistic: 214.9 on 1 and 9 DF,  p-value: 1.376e-07

Berdasarkan hasil di atas, diperoleh persamaan yaitu y = 1025.0156 + 2.0691 x.

#mencari rho terbaik yang meminimumkan sse
r <- seq(0.40, 0.50, by = 0.001)
tab1 <- data.frame("rho" = r, "SSE" = sapply(r, function(i){deviance(hildreth.lu(y,x,i))}))
round(tab1, 4)
##       rho    SSE
## 1   0.400 1.3438
## 2   0.401 1.3435
## 3   0.402 1.3433
## 4   0.403 1.3431
## 5   0.404 1.3429
## 6   0.405 1.3427
## 7   0.406 1.3425
## 8   0.407 1.3423
## 9   0.408 1.3421
## 10  0.409 1.3419
## 11  0.410 1.3417
## 12  0.411 1.3415
## 13  0.412 1.3413
## 14  0.413 1.3412
## 15  0.414 1.3410
## 16  0.415 1.3408
## 17  0.416 1.3406
## 18  0.417 1.3405
## 19  0.418 1.3403
## 20  0.419 1.3402
## 21  0.420 1.3400
## 22  0.421 1.3399
## 23  0.422 1.3397
## 24  0.423 1.3396
## 25  0.424 1.3394
## 26  0.425 1.3393
## 27  0.426 1.3392
## 28  0.427 1.3391
## 29  0.428 1.3389
## 30  0.429 1.3388
## 31  0.430 1.3387
## 32  0.431 1.3386
## 33  0.432 1.3385
## 34  0.433 1.3384
## 35  0.434 1.3383
## 36  0.435 1.3382
## 37  0.436 1.3381
## 38  0.437 1.3380
## 39  0.438 1.3379
## 40  0.439 1.3379
## 41  0.440 1.3378
## 42  0.441 1.3377
## 43  0.442 1.3376
## 44  0.443 1.3376
## 45  0.444 1.3375
## 46  0.445 1.3375
## 47  0.446 1.3374
## 48  0.447 1.3374
## 49  0.448 1.3373
## 50  0.449 1.3373
## 51  0.450 1.3373
## 52  0.451 1.3372
## 53  0.452 1.3372
## 54  0.453 1.3372
## 55  0.454 1.3372
## 56  0.455 1.3372
## 57  0.456 1.3372
## 58  0.457 1.3372
## 59  0.458 1.3372
## 60  0.459 1.3372
## 61  0.460 1.3372
## 62  0.461 1.3372
## 63  0.462 1.3372
## 64  0.463 1.3372
## 65  0.464 1.3373
## 66  0.465 1.3373
## 67  0.466 1.3373
## 68  0.467 1.3374
## 69  0.468 1.3374
## 70  0.469 1.3375
## 71  0.470 1.3375
## 72  0.471 1.3376
## 73  0.472 1.3376
## 74  0.473 1.3377
## 75  0.474 1.3378
## 76  0.475 1.3378
## 77  0.476 1.3379
## 78  0.477 1.3380
## 79  0.478 1.3381
## 80  0.479 1.3382
## 81  0.480 1.3383
## 82  0.481 1.3384
## 83  0.482 1.3385
## 84  0.483 1.3386
## 85  0.484 1.3387
## 86  0.485 1.3389
## 87  0.486 1.3390
## 88  0.487 1.3391
## 89  0.488 1.3392
## 90  0.489 1.3394
## 91  0.490 1.3395
## 92  0.491 1.3397
## 93  0.492 1.3398
## 94  0.493 1.3400
## 95  0.494 1.3402
## 96  0.495 1.3403
## 97  0.496 1.3405
## 98  0.497 1.3407
## 99  0.498 1.3409
## 100 0.499 1.3411
## 101 0.500 1.3412

Dengan menggunakan rho optimum = 0.457, diperoleh persamaan yaitu y = 1011.8689 + 02.0716x. Hasil tersebut merupakan hasil yang belum dilakukan transformasi balik.

#mendeteksi autokorelasi
dwtest(modelhl2)
## 
##  Durbin-Watson test
## 
## data:  modelhl2
## DW = 1.5641, p-value = 0.1205
## alternative hypothesis: true autocorrelation is greater than 0

Forecast menggunakan dengan Double Ekponential Smoothing

library(TTR)
library(TSA)
## 
## Attaching package: 'TSA'
## The following objects are masked from 'package:stats':
## 
##     acf, arima
## The following object is masked from 'package:utils':
## 
##     tar
library(graphics)
library(forecast)
## Registered S3 methods overwritten by 'forecast':
##   method       from
##   fitted.Arima TSA 
##   plot.Arima   TSA
library(imputeTS)
## 
## Attaching package: 'imputeTS'
## The following object is masked from 'package:zoo':
## 
##     na.locf
library(ggplot2)

#data training
training<-dataregresi5[1:12,2]

#data time series
training.ts<-ts(training)

#eksplorasi data

plot(training.ts, col="blue",main="Plot Data Time Series IPM Provinsi Bali")
points(training.ts)

#Double Eksponensial Smoothing

#Lamda dan gamma optimum
des.opt<- HoltWinters(training.ts, gamma = FALSE)
des.opt
## Holt-Winters exponential smoothing with trend and without seasonal component.
## 
## Call:
## HoltWinters(x = training.ts, gamma = FALSE)
## 
## Smoothing parameters:
##  alpha: 0.7457759
##  beta : 0.8482277
##  gamma: FALSE
## 
## Coefficients:
##        [,1]
## a 75.744194
## b  0.159225
plot(des.opt)

#ramalan
ramalandesopt<- forecast(des.opt, h=5)
ramalandesopt
##    Point Forecast    Lo 80    Hi 80    Lo 95    Hi 95
## 13       75.90342 75.62336 76.18347 75.47511 76.33172
## 14       76.06264 75.58574 76.53955 75.33328 76.79201
## 15       76.22187 75.48389 76.95984 75.09324 77.35050
## 16       76.38109 75.33577 77.42642 74.78241 77.97978
## 17       76.54032 75.14946 77.93118 74.41318 78.66746
plot(ramalandesopt)

nilai forcast untuk 5 periode ke depan adalah 75.90342, 76.06264, 76.22187, 76.38109, 76.54032.

```

Hipotesis :

H0: Tidak ada autokorelasi

H1: Ada autokorelasi

Berdasarkan hasil Uji Durbin-Watson di atas, diperoleh nilai p-value = 0.1205 > alpha = 0.05 maka Tak Tolak H0. Artinya belum cukup bukti untuk menyatakan bahwa terdapat autokorelasi antar peubah Tahun (2010-2021) dan IPM Provinsi Bali pada taraf nyata 5%.

Dengan demikian, baik penanganan menggunakan **Hildreth Lu* dengan *rho optimum maupun dengan rho tertentu tetap mampu mengatasi masalah autokorelasi pada data yang sebelumnya antar peubah pada data pengamatan kali ini terdapat autokorelasi.

Simpulan

Setelah dilakukan regresi linear sederhana untuk mengetahui pengaruh Tahun (2010-2021) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Bali, diperoleh persamaan model regresi yaitu y = 1877 + 1.894, model tersebut telah memenuhi asumsi kenormalan dan kehomogenan baik secara eksploratif maupun pengujian tertentu. Namun ditemukan adanya autokorelasi antar peubah yang menyebabkan asumsi regresi linear tidak terpenuhi seluruhnya. Untuk mengatasi masalah autokorelasi tersebut, dilakukan penanganan menggunakan Cochrane-Orcutt dan Hildreth Lu. Setelah dilakukan penanganan, diperoleh model regresi paling baik dengan persamaan model regresi yaitu y = 1011.8689 + 02.0716x yang mana pada persamaan tersebut sudah tidak terdapat autokorelasi antar peubah Tahun (2010-2021) dan IPM Provinsi Bali tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan dengan Cochrane-Orcutt dan Hildreth Lu mampu mengatasi permasalahan autokorelasi pada data ini.Serta, berdasarkan hasil peramalan menggunakan Double Ekponential Smoothing menghasilkan nilai forcast untuk 5 periode ke depan adalah 75.90342, 76.06264, 76.22187, 76.38109, 76.54032.

Daftar Pustaka

Hakim A, Setiawan MB. 2013. Indeks pembangunan manusia indonesia. Jurnal Ekonomia. 9(1): 18-26.