Tentang Dataset

Visualisasi wordcloud ini menggunakan dataset “transkrip forum-forum web diskusi” yang membahas pro-kontra Pilkada di tengah Pandemi Covid-19. Berbagai forum tersebut diikuti oleh berbagai aktor institusi demokratis, seperti: LSM-kepemiluan (selanjutnya disebut OMS); pemerintah (perwakilan Kemendagri, DPR); dan penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu).

Adapun dataset dibuat untuk keperluan skripsi. Salah satu goal yang ingin dicapai melalui skripsi tersebut adalah menganalisis argumentasi setiap aktor.

Berkaca dari pembedaan ruang publik formal dan informal (Jürgen Habermas, 1996 dalam Prasetyo, 2012), secara garis besar, kita dapat menarik kesimpulan berikut:

  • Aktor Masyarakat Sipil (OMS - penggerak ruang publik informal) lebih banyak menyuarakan keprihatinan terhadap suatu permasalahan di masyarakat, memperkaya isu yang menyangkut kepentingan masyarakat; berfungsi sebagai kelompok penekan; tidak bisa mempengaruhi kebijakan secara langsung

  • Aktor pemerintah (penggerak ruang publik formal) lebih banyak mempertimbangkan suatu kebijakan berdasarkan agenda jangka pendek mereka; berperan sebagai pengambil kebijakan

Problem Statement

Ketika Pemerintah menetapkan status darurat bencana nasional Covid-19 pada akhir Maret 2020, berbagai agenda besar negara di tahun tersebut, termasuk Pilkada Serentak 2020 terancam untuk ditunda hingga waktu yang tidak dapat ditentukan.

Situasi pandemi mendorong terciptanya diskusi-diskusi melalui online meeting platforms yang kemudian disiarkan ulang pada Youtube Channel penyelenggara diskusi. Pada umumnya topik diskusi memperdebatkan visibilitas penyelenggaraan pilkada serentak pada tahun 2020.

Pro-kontra terjadi pada diskursus yang mengakibatkan sentimen yang dibangun oleh ketiga kelompok aktor institusi demokratis berbeda-beda.

Skripsi tersebut ingin melihat bagaimana arena adu argumentasi dapat membawa pengaruh terhadap kebijakan yang dihasilkan.

Metode yang digunakan dalam skripsi

Skripsi tersebut menggunakan metode “Political Discourse Analysis”, yang menganalisis argumentasi setiap aktor melalui beberapa pembedaan tipe premis. Hasil dari pengolahan metode tersebut kemudian diagregasikan pada sebuah matriks.

Tujuan Pembuatan wordcloud

Wordcloud dapat membawa cara analisis yang berbeda: yakni, melihat kata-kata yang paling sering diucapkan oleh setiap aktor. Dalam kata lain, sebetulnya wordcloud dapat menjadi teknik pengolahan dan analisis data yang berbeda dari Political Discourse Analysis.

Meskipun cara analisis ini cenderung lebih naif karena lebih bergantung pada komputasi, wordcloud dapat membantu penggambaran sentimen yang dibangun oleh setiap aktor secara lebih cepat. Publikasi ini tidak menggunakan algoritma machine learning untuk menganalisis sentimen (apakah suatu kalimat/data text bernilai positif, negatif atau netral); tetapi menjabarkan secara umum kata-kata yang paling sering muncul di dalam suatu dataset.

Glosarium Teknis

  • Importing data : Melakukan pembacaan data yang ingin diolah pada R

  • Corpus : Kumpulan badan (body/bahasa latin: corpus) teks

  • Document Term Matrix: Matriks yang berisi kata-kata (term) yang sudah disusun rapi sesuai dengan banyaknya kemunculan

  • Cleansing: Membersihkan data – dalam hal ini melakukan seleksi terhadap kata-kata hubung, tanda baca, nama orang, dan sebagainya

Wordcloud Visualisation Workflow

Memanggil Library R Language

library(wordcloud)
library(wordcloud2)
library(RColorBrewer)
library(tm)

OMS


Kondisi

Awal setelah penetapan kondisi “darurat bencana nasional” oleh melalui BNPB dan Pemerintah, Organisasi Masyarakat Sipil-kepemiluan (OMS) seringkali melakukan diskusi dengan stakeholder seperti penyelenggara pemilu, ahli hukum tatanegara, hingga perwakilan eksekutif. Aktor-aktor ini kemudian mendiskusikan visibilitas penyelenggaraan Pilkada 2020 (di tengah pandemi Covid-19) secara hukum, serta mempertimbangkan alternatif yang bisa ditempuh oleh pemerintah, demi baiknya kualitas Pilkada itu sendiri.


Importing data

oms_1 <- readLines("diskursus_oms_preperppu.txt")
oms_corpus <- Corpus(VectorSource(oms_1))

Membuat Corpus

writeCorpus(oms_corpus)
inspect(oms_corpus[1:5])
#> <<SimpleCorpus>>
#> Metadata:  corpus specific: 1, document level (indexed): 0
#> Content:  documents: 5
#> 
#> [1] UU yang ada, yakni Undang-undang Pilkada tidak menyelesaikan masalah karena tidak ada ayat-ayat yang memberikan alternatif proses penyelenggaraan Pilkada dengan waktu yang tidak pasti
#> [2]                                                                                                                                                                                        
#> [3] Konsekuensinya cukup besar kalau kita menyelenggarakan Pilkada pada September 2020. Jika berkaca pada beberapa negara lain yang juga turut menunda pemilu/pilkadanya.                  
#> [4] Dalam rangka Pilkada Serentak, menurut kami (keputusan penundaannya) lebih baik ditentukan oleh KPU Pusat. Perlu kita melindungi para penyelenggara dari ketidakpastian ini            
#> [5]

Cleansing Data

oms_corpus_clean <- tm_map(oms_corpus, stripWhitespace)
oms_corpus_clean <- tm_map(oms_corpus, removePunctuation)
oms_corpus_clean <- tm_map(oms_corpus, content_transformer(tolower))
oms_corpus_clean <- tm_map(oms_corpus, removeWords, c("pilkada", "2020", "yang", "Nah","nah", "jadi", "kita", "untuk", "lalu", "juga"))
inspect(oms_corpus_clean[1:5])
#> <<SimpleCorpus>>
#> Metadata:  corpus specific: 1, document level (indexed): 0
#> Content:  documents: 5
#> 
#> [1] UU  ada, yakni Undang-undang Pilkada tidak menyelesaikan masalah karena tidak ada ayat-ayat  memberikan alternatif proses penyelenggaraan Pilkada dengan waktu  tidak pasti
#> [2]                                                                                                                                                                            
#> [3] Konsekuensinya cukup besar kalau  menyelenggarakan Pilkada pada September . Jika berkaca pada beberapa negara lain   turut menunda pemilu/pilkadanya.                      
#> [4] Dalam rangka Pilkada Serentak, menurut kami (keputusan penundaannya) lebih baik ditentukan oleh KPU Pusat. Perlu  melindungi para penyelenggara dari ketidakpastian ini    
#> [5]

Membuat Document Term Matrix

oms_corpus_clean <- tm_map(oms_corpus, removeWords, c("Pilkada", "yang", "ini", "kalau", "bisa", "ada", "karena", "beberapa","itu", "untuk", "dalam", "akan", "maka", "dengan", "lebih", "bagi", "juga", "dan", "menjadi", "sudah", "saya", "atau", "jadi", "bang", "charles"))

oms_corpus_clean <- tm_map(oms_corpus_clean, removeWords, c("Bang", "Charles",  "Yang", "yang"))

oms_corpus_clean <- tm_map(oms_corpus_clean, removeWords, c("Nah"))

oms_corpus_clean <- tm_map(oms_corpus_clean, removePunctuation)
oms_dtm1 <- TermDocumentMatrix(oms_corpus_clean)
m_oms1 <- as.matrix(oms_dtm1)
v_oms1 <- sort(rowSums(m_oms1), decreasing = TRUE)
d_oms1 <- data.frame(word = names(v_oms1), freq = v_oms1)

head(d_oms1, 20)

Visualisasi Wordcloud

set.seed(1234)
wordcloud(words = d_oms1$word, freq = d_oms1$freq, min.freq = 1,
          max.words=300, random.order=FALSE, rot.per=0.35,
          colors=brewer.pal(7, "Dark2"))

Analisis

Topik yang paling hangat dibicarakan pada fase ini adalah rekayasa UU untuk menjadikan kondisi “penundaan Pilkada karena status darurat bencana Covid-19” dapat dikatakan sah secara hukum. Maka dari itu, OMS menawarkan beberapa opsi regulasi yang dinamakan opsi minimalis maupun maksimalis. Eksekusi dari kedua opsi ini dilakukan dalam bentuk pembuatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Selain itu, secara semiotik OMS berusaha menyadarkan bahwa Pandemi Covid-19 merupakan keprihatinan bersama, ini menjadi jawaban mengapa penggunaan kata “kita” dan “tidak” paling sering digunakan.

OMS (2)


Kondisi

Ketika Pandemi sudah memasuki tiga bulan pertama, Perppu sudah diterbitkan oleh pemerintah, dengan penambahan paramenter “bencana non alam” sebagai salah satu indikator sahnya penundaan Pilkada. Pemerintah juga mencabut status kedaruratan bencana tersebut pada Q2 2020, dengan mulai menggaungkan narasi “new normal”. Di sisi lain, banyaknya kasus dan tingkat kematian masih terus meningkat.


Importing data

oms_2 <- readLines("diskursus_oms.txt")
oms_corpus1 <- Corpus(VectorSource(oms_2))

Membuat Corpus

writeCorpus(oms_corpus1)
inspect(oms_corpus1[1:5])
#> <<SimpleCorpus>>
#> Metadata:  corpus specific: 1, document level (indexed): 0
#> Content:  documents: 5
#> 
#> [1] Tetapi, perppu kita ini sudah keluar, di satu sisi kita bersyukur, karena itu melegitimasi penundaaan Pilkada oleh KPU. Tetapi ternyata perppu ini tidak memberikan pengaturan khusus atau cantelan eksplisit, untuk tadi; untuk bisa menyiasati, untuk bisa kreatif secara maskimal di dalam menyelenggarakan Pilkada di tengah normal baru.
#> [2]                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                              
#> [3] Jadi perppu ini punya pendekatan melaksanakan Pilkada di tengah normal baru, dengan regulasi berbasis normal lama. Karena Pilkadanya di bulan Desember pemungutan suaranya; tetapi tidak memberikan basis soal regulasi yang betul-betul optimal mengatur normal baru tadi.                                                                  
#> [4]                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                              
#> [5] Memang KPU sih bisa berkreativitas, tapi banyak batasannya. Karena kreativitas tidak boleh bertentangan dengan dua hal: (1) Dengan peraturan perundang-undangan yang secara eksplisit mengatur itu; dan (2) Kepentingan orang banyak.

Cleansing Data

oms_clean <- tm_map(oms_corpus1, stripWhitespace)
oms_clean <- tm_map(oms_corpus1, removePunctuation)
oms_clean <- tm_map(oms_corpus1, content_transformer(tolower))
oms_clean <- tm_map(oms_corpus1, removeWords, c("pilkada", "2020", "yang", "Nah","nah", "jadi", "kita", "untuk", "lalu", "juga"))
oms_clean <- tm_map(oms_clean, removeWords, c("Itu", "itu", "Dan", "dan", "Ini", "ini", "Dengan", "dengan", "kalau", "bisa", "ada", "karena", "beberapa", "untuk", "dalam", "saya", "maka", "dengan", "lebih", "bagi", "juga", "dan", "menjadi", "sudah", "saya", "atau", "dari", "oleh", "tadi", "jadi", "kemudian", "nomor", "banyak", "pak", "Pilkada"))

oms_clean <- tm_map(oms_clean, removeWords, c("Nah", "baru", "punya", "apa", "gitu", "baik", "adalah", "Pak", "kalau", "Kalau", "Apa", "apa", "Yang", "Fritz", "Mbak", "mbak", "Ketika", "ketika", "tetapi", "Tetapi"))

oms_clean <- tm_map(oms_clean, removePunctuation)

Membuat Document Term Matrix

oms_dtm2 <- TermDocumentMatrix(oms_clean)
m_oms2 <- as.matrix(oms_dtm2)
v_oms2 <- sort(rowSums(m_oms2), decreasing = TRUE)
require(reshape2)
v_oms2$id <- rownames(v_oms2)
df_oms2 <- melt(v_oms2)
df_oms2

Visualisasi Wordcloud

set.seed(1234)
wordcloud(words = df_oms2$L1, freq = df_oms2$value, min.freq = 1,
          max.words=600, random.order=FALSE, rot.per=0.35,
          colors=brewer.pal(7, "Dark2"))

Analisis

OMS mencoba menyadarkan Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu dengan menyuarakan pentingnya regulasi protokol kesehatan selama penyelenggaraan Pilkada berlangsung; Tidak hanya pada saat hari-H pemungutan suara, tetapi juga selama rangkaian tahapan Pilkada Serentak 2020. Pemerintah dianggap terlalu menganggap mudah situasi dengan mengandalkan protokol kesehatan di dalam PKPU, yang mana PKPU adalah peraturan teknis yang tidak memiliki kekuatan sanksi yang tegas terhadap pelanggar protokol kesehatan.

Di sisi lain, OMS juga menggaungkan kepada Pemerintah dan penyelenggara Pemilu agar Pilkada 2020 tidak dilakukan secara tergesa-gesa, mengingat Pandemi sama sekali belum terkendali. Masih ada cara lain dengan mengaktifkan penjabat sementara (PJ/PLT), ketika masa jabatan kepala daerah sudah berakhir. Hal ini dianalogikan oleh aktor pemerintah sebagai “supir cadangan”.

Dalam hal ini, OMS membangun sentimen negatif terhadap aksi yang dilakukan pemerintah, karena menganggap terdapat langkah yang kurang tepat ataupun perlu diperbaiki.

Pemerintah dan DPR


Kondisi

Pemerintah dan DPR lebih banyak menggunakan diskursus sebagai sarana sosialisasi (dan rasionalisasi) agenda mereka. Terkhusus untuk aktor Pemerintah dan DPR, visualisasi Wordcloud ini merepresentasikan seluruh rentang waktu diskursus (Maret-Oktober 2020).


Importing data

pemerintah <- readLines("diskursus_pemerintah.txt")
pemerintah_corpus <- Corpus(VectorSource(pemerintah))

Membuat Corpus

writeCorpus(pemerintah_corpus)
inspect(pemerintah_corpus[1:5])
#> <<SimpleCorpus>>
#> Metadata:  corpus specific: 1, document level (indexed): 0
#> Content:  documents: 5
#> 
#> [1] â\200¦ kalau saya baca tulisan teman-teman di media massa, kalau teman-teman mendesak pemerintah menerbitkan Perppu, tentu perlu kita hormati, pelajari, dan cermati baik. Pemerintah mempelajari dan membuka diri untuk menerbitkan Perppu itu. Tetapi ini nanti kita juga serahkan kepada KPU untuk melihat bagaimana perkembangan kebencanaan ini.                                                                                                                                                                                                                               
#> [2]                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  
#> [3]                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  
#> [4] Gugus Tugas sudah menyampaikan surat dukungan, tetapi ingin agar mereka dilibatkan dalam penyusunan protokol kesehatan dalam rangka mendukung pelaksanaan Pilkada; sekaligus juga bekerja sama dalam rangka untuk, bagi gugus tugas juga ini kesempatan bagus juga untuk percepatan pengendalian kesehatan. Kenapa? Karena 220 hampir kepala daerah yang akan bertanding kembali, itu akan menjadi pertarungan bagi mereka, pertarungan kepemimpinan. Sehingga di masa seperti itu, kita bisa mendorong untuk pengendalian Covid di deaerah-daerah yang ada pilkadanya tersebut. 
#> [5]

Cleansing Data

pemerintah_clean <- tm_map(pemerintah_corpus, stripWhitespace)
pemerintah_clean <- tm_map(pemerintah_corpus, removePunctuation)
pemerintah_clean <- tm_map(pemerintah_corpus, content_transformer(tolower))
pemerintah_clean <- tm_map(pemerintah_corpus, removeWords, c("pilkada", "2020", "yang", "Nah","nah", "jadi", "kita", "untuk", "lalu", "juga", "kalau"))
pemerintah_clean <- tm_map(pemerintah_clean, removeWords, c("Itu", "itu", "Dan", "dan", "Ini", "ini", "Dengan", "dengan", "kalau", "bisa", "ada", "karena", "beberapa", "untuk", "dalam", "saya", "maka", "dengan", "lebih", "bagi", "juga", "dan", "menjadi", "sudah", "saya", "atau", "dari", "oleh", "tadi", "jadi", "kemudian", "nomor", "banyak", "pak", "Pilkada"))

pemerintah_clean <- tm_map(pemerintah_clean, removeWords, c("Nah", "baru", "punya", "apa", "gitu", "baik", "adalah", "Pak", "kalau", "Kalau", "Apa", "apa", "Yang", "yang", "tidak", "pada" , "pak", "Pak", "tahun", "Tahun"))

pemerintah_clean <- tm_map(pemerintah_clean, removePunctuation)

Membuat Document Term Matrix

pemerintah_dtm <- TermDocumentMatrix(pemerintah_clean)
m_pemerintah <- as.matrix(pemerintah_dtm)
v_pemerintah <- sort(rowSums(m_pemerintah), decreasing = TRUE)
require(reshape2)
v_pemerintah$id <- rownames(v_pemerintah)
df_pemerintah <- melt(v_pemerintah)
head(df_pemerintah)

Visualisasi Wordcloud

set.seed(1234)
wordcloud(words = df_pemerintah$L1, freq = df_pemerintah$value, min.freq = 1,
          max.words=600, random.order=FALSE, rot.per=0.35,
          colors=brewer.pal(7, "Dark2"))

Analisis

Dari visualisasi wordcloud ini kita dapat menyimpulkan bahwa aktor Pemerintah dan DPR lebih banyak menyampaikan rasionalisasinya. Sebagai pihak yang didesak oleh Sipil, Pemerintah mengatakan faktor-faktor yang mengharuskan Pilkada tetap dilaksanakan pada tahun 2020. Seperti halnya permasalahan preferensi pemerintah elected officials ketimbang PJ/PLT; terdapat 270 daerah yang harus ditangani; Pilkada 2020 dinilai dapat memiliki dampak sosial-ekonomi yang positif.

Penyelenggara Pemilu


Kondisi

Aktor Penyelenggara Pemilu (Ketua KPU Arief Budiman, beserta komisioner-komisioner lainnya) merespon ajakan melakukan diskusi dengan OMS. Kembali pada kondisi awal pandemi Covid, Penyelenggara bersama OMS memikirkan visibilitas penyelenggaraan Pilkada di tengah Pandemi Covid-19.


Importing data

penyelenggara_1 <- readLines("diskursus_penyelenggara_preperppu.txt")
penyelenggara_corpus <- Corpus(VectorSource(penyelenggara_1))

Membuat Corpus

writeCorpus(penyelenggara_corpus)
inspect(penyelenggara_corpus[1:10])
#> <<SimpleCorpus>>
#> Metadata:  corpus specific: 1, document level (indexed): 0
#> Content:  documents: 10
#> 
#>  [1] memasuki bulan Maret dan Pemerintah megumumkan darurat bencana nasional sampai                                                                                                                                                                                      
#>  [2] Mengingat situasi itu KPU membuat keputusan untuk membuat SK  Surat Keputusan  KPU melakukan penundaan 4 hal                                                                                                                                                        
#>  [3] Awalnya karena mundur 3 bulan kami skenariokan ini  mundur 3 bulan juga maka kami memundurkannya sampai Desember                                                                                                                                                    
#>  [4] Tapi rasa-rasanya Desmber ini terlalu riskan karena kalau tidak kekejaar mundur 3 bulan maka akan kita harus merevisi lagi perppu lalu memundurkan lagi                                                                                                             
#>  [5] Maka KPU mengeluarkan opsi berikutnya yakni bulan Maret  Pilkada 2020                                                                                                                                                                                               
#>  [6] Kita tidak tahu kapan Covid Berakhir Tidak ada satu pun otoritas yang bisa menjelaskan kepada publik luas terkait dengan kondisi bahaya wabah Corona sat ini sejauh mana tingkatannya                                                                               
#>  [7] Perlu dipastikan bahwa daerah juga sudah melakukan penundaan membuat SK penundaan Kami sudah perintahkan                                                                                                                                                            
#>  [8] Di undang-undang tidak mengenal penundaan Sebetulnya bukannnya tidak mengenal penundaan  Memang di Pasal 120 sampai dengan 122 itu judulnya pemilihan lanjutan dan pemilihan susulan. Tapi pemilihan lanjutan dan susulan itu didahului dengan penetapan penuunndaan
#>  [9] Nah memang undang-undang ini saya nggak tau bagaimana riwayatnya dulu ya  Tapi agak unik Kenapa Karena penetapan penundaannya itu dilakukan oleh KPU, tetapi penetapan pemilihan lanjutann atau susulannya itu tidak oleh KPU                                       
#> [10] Jadi penundaannya juga kalau di pasal 122 ayat 2 itu kan hanya memberikan kewenangan kepada KPU Kabupaten Kota dan KPU Provinsi Itu kan tidak penrah membayangkan dalam pilkada ini ada bencana yang berskala nasional
# corpus_cleans_p1 <- tm_map(penyelenggara_corpus, function(x) iconv(enc2utf8(x), sub = "byte"))

Cleansing Data

penyelenggara1_clean <- tm_map(penyelenggara_corpus, stripWhitespace)
penyelenggara1_clean <- tm_map(penyelenggara_corpus, removePunctuation)
penyelenggara1_clean <- tm_map(penyelenggara_corpus, content_transformer(tolower))
penyelenggara1_clean <- tm_map(penyelenggara_corpus, removeWords, c("pilkada", "2020", "yang", "Nah","nah", "jadi", "kita", "untuk", "lalu", "juga", "kalau"))
penyelenggara1_clean <- tm_map(penyelenggara1_clean, removeWords, c("Itu", "itu", "Dan", "dan", "Ini", "ini", "Dengan", "dengan", "kalau", "bisa", "ada", "karena", "beberapa", "untuk", "dalam", "saya", "maka", "dengan", "lebih", "bagi", "juga", "dan", "menjadi", "sudah", "saya", "atau", "dari", "oleh", "tadi", "jadi", "kemudian", "nomor", "banyak", "pak", "Pilkada"))

penyelenggara1_clean <- tm_map(penyelenggara1_clean, removeWords, c("Nah", "baru", "punya", "apa", "gitu", "baik", "adalah", "Pak", "kalau", "Kalau", "Apa", "apa", "Yang", "yang", "tidak", "pada" , "pak", "Pak", "tahun", "Tahun", "...", "(...)", "Mei", "mei", "kekejaar", "memang"))

penyelenggara1_clean <- tm_map(penyelenggara1_clean, removePunctuation)
penyelenggara1_clean
#> <<SimpleCorpus>>
#> Metadata:  corpus specific: 1, document level (indexed): 0
#> Content:  documents: 23

Membuat Document Term Matrix

penyelenggara1_dtm <- TermDocumentMatrix(penyelenggara1_clean)
m_penyelenggara1 <- as.matrix(penyelenggara1_dtm)
v_penyelenggara1 <- sort(rowSums(m_penyelenggara1), decreasing = TRUE)
require(reshape2)
v_penyelenggara1$id <- rownames(v_penyelenggara1)
df_penyelenggara1 <- melt(v_penyelenggara1)
df_penyelenggara1

Visualisasi Wordcloud

set.seed(1234)
wordcloud(words = df_penyelenggara1$L1, freq = df_penyelenggara1$value, min.freq = 1,
          max.words=600, random.order=FALSE, rot.per=0.35,
          colors=brewer.pal(7, "Dark2"))

Analisis

Penyelenggara Pemilu memikirkan bagaimana penundaan dapat dilakukan. Secara umum, mereka membangun sentimen yang netral di dalam diskursus. Secara teknis, Penyelenggara Pemilu berusaha untuk mencari waktu yang tepat untuk dijadikan opsi hari-H penyelenggaraan Pilkada. Dengan banyaknya penggunaan kata “penundaan” dan “harus”, Penyeenggara Pemilu banyak menjabarkan situasi dan kondisi.

Penyelenggara Pemilu (2)


Kondisi

Pada fase ini, aktor Penyelenggara Pemilu sedikit dipertanyakan oleh OMS terkait regulasi Protokol kesehatan maupun penetapan hari-H Pilkada pada 9 Desember 2020. Penyelenggara Pemilu secara tidak langsung mengemukakan kondisi yang dilematis.


Importing data

penyelenggara_2 <- readLines("diskursus_penyelenggara.txt")
penyelenggara2_corpus <- Corpus(VectorSource(penyelenggara_2))

Membuat Corpus

writeCorpus(penyelenggara2_corpus)
inspect(penyelenggara2_corpus[1:10])
#> <<SimpleCorpus>>
#> Metadata:  corpus specific: 1, document level (indexed): 0
#> Content:  documents: 10
#> 
#>  [1] Ya sebetulnya bukan hanya urusan ini ya untuk urusan-urusan apapun untuk urusan yang lain sebetulnya biasa kita melakukan komunikasi formal dan informal Mereka pingin tahu pandangan masing-masing itu biasa saja Dan KPU tidak merasa bahwa ini bagian dari intervensi bagian dari pengkondisian. Makanya dalam presentasi kita kemarin kita sampaikan semua termasuk hasil FGD dan hasil uji publik  
#>  [2]                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                         
#>  [3] Kenapa KPU memberi opsi Desember Karena memang tiga opsi ini kan dikeluarkan KPU pada awal Maret ketika pandemi belum begitu meluas seperti sekarang ketika kegelisahan publik belum terlalu tinggi ketika 270 daerah itu belum semuanya terkena covid Pada saat itu BNPB mengeluarkan status darurat sampai dengan 29 Mei                                                                              
#>  [4]                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                         
#>  [5] Artinya hanya 3  bulan Maret April Mei Karena itu di awal Maret Karena hanya mundur 3 bulan dan kami berfikir waktu itu ah 3 bulan ini cukup untuk menyelesaikan pandeminya Makanya KPU kemudian memberikan jadwal mundur 3 bulan juga Jadi kan september kan awalnya menjadi mundur oktober november desember Nah itu lah kenapa kami mengeluarkan opsi desember                                       
#>  [6]                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                         
#>  [7] Tapi kami juga melihat kemungkinan wah kemungkinan jangan-jangan Mei nggak selesai Maka kami mengeluarkan opsi tambah lagi tiga bulan lagi Maka keluarlah opsi Maret Lah kalau Maret belum selesai gimana? Itu karena berbagai macam informasi yang masuk Yaudah kalau gitu supaya tidak merepotkan sosialisasinya macem-macem lah persiapannya juga lebih punya waktu luang kita mundur satu tahun saja
#>  [8]                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                         
#>  [9] Itu juga setelah kami melihat di beberapa negara mohon maaf saya agak mengkoreksi data presentasi kemarin bukannya tidak ada yang mundur di 2021 Jadi sebetulnya kalau data yang kami punya ya, ada dua negra yang mundurnya di 2021 Pertama Inggris yang kedua Paraguay                                                                                                                                
#> [10]

Cleansing Data

penyelenggara2_clean <- tm_map(penyelenggara2_corpus, stripWhitespace)
penyelenggara2_clean <- tm_map(penyelenggara2_corpus, removePunctuation)
penyelenggara2_clean <- tm_map(penyelenggara2_corpus, content_transformer(tolower))
penyelenggara2_clean <- tm_map(penyelenggara2_corpus, removeWords, c("pilkada", "2020", "yang", "Nah","nah", "jadi", "kita", "untuk", "lalu", "juga", "kalau", "karena", "enggak"))
penyelenggara2_clean <- tm_map(penyelenggara2_clean, removeWords, c("Itu", "itu", "Dan", "dan", "Ini", "ini", "Dengan", "dengan", "kalau", "bisa", "ada", "karena", "beberapa", "untuk", "dalam", "saya", "maka", "dengan", "lebih", "bagi", "juga", "dan", "menjadi", "sudah", "saya", "atau", "dari", "oleh", "tadi", "jadi", "kemudian", "nomor", "banyak", "pak", "Pilkada"))

penyelenggara2_clean <- tm_map(penyelenggara2_clean, removeWords, c("Nah", "baru", "punya", "apa", "gitu", "baik", "adalah", "Pak", "kalau", "Kalau", "Apa", "apa", "Yang", "yang", "tidak", "pada" , "pak", "Pak", "tahun", "Tahun", "..."))

penyelenggara2_clean <- tm_map(penyelenggara2_clean, removePunctuation)

Membuat Document Term Matrix

penyelenggara2_dtm <- TermDocumentMatrix(penyelenggara2_clean)
m_penyelenggara2 <- as.matrix(penyelenggara2_dtm)
v_penyelenggara2 <- sort(rowSums(m_penyelenggara2), decreasing = TRUE)
require(reshape2)
v_penyelenggara2$id <- rownames(v_penyelenggara2)
df_penyelenggara2 <- melt(v_penyelenggara2)
df_penyelenggara2

Visualisasi Wordcloud

set.seed(123)
wordcloud(words = df_penyelenggara2$L1, freq = df_penyelenggara2$value, min.freq = 1,
          max.words=600, random.order=FALSE, rot.per=0.35,
          colors=brewer.pal(7, "Dark2"))

Analisis

Dari Wordcloud kita dapat melihat bahwa Penyelenggara Pemilu banyak menggunakan kata “kami”, dan kata-kata lainnya dapat kita asosiasikan dengan reasoning pada hal-hal yang bersifat kausal (sebab-akibat). Situasi yang terjadi pada fase diskursus ini adalah, Penyelenggara Pemilu sudah memasuki fase operasional Pilkada dan harus lebih banyak mematuhi agenda nasional.