Universitas : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Jurusan : Teknik Informatika
Gambar 1.1: Tampilan RStudio
Pada kesempatan ini kita akan membahas dasar pemrograman menggunakan R dan juga akan membahas bagaimana kita dapat membentuk suatu fungsi menggunakan R untuk pekerjaan yang berulang-ulang.
Loop merupakan kode program yang berulang-ulang. Loop berguna saat kita ingin melakukan sebuah perintah yang perlu dijalankan berulang-ulang seperti melakukan perhitungan maupun melakukan visualisasi terhadap banyak variabel secara serentak. Hal ini tentu saja membantu kita karena kita tidak perlu menulis sejumlah sintaks yang berulang-ulang. Kita hanya perlu mengatur statement berdasarkan hasil yang kita harapkan.
Pada R bentuk loop dapat bermacam-macam (“for loop”,“while loop”, dll). R menyederhanakan bentuk loop ini dengan menyediakan sejumlah fungsi seperti apply(),tapply(), dll. Sehingga loop jarang sekali muncul dalam kode R. Sehingga R sering disebut sebagai loopless loop.
Gambar 1.2: Gambar loop
For loop merupakan statement control flow untuk iterasi khusus, yang memungkinkan kode untuk dijalankan berulang. Loop ini baik digunakan jika kita mengetahui seberapa banyak kita akan menjalankan bagian dari kode tersebut.Jadi operasi akan terus dilakukan sampai dengan jumlah yang telah ditetapkan di awal atau dengan kata lain tes kondisi (Jika jumlah pengulangan telah cukup) hanya akan dilakukan di akhir. Secara sederhana bentuk dari for loop dapat dituliskan sebagai berikut:
Berikut adalah contoh sintaks penerapan for loop:
# Membuat vektor numerik
vektor <- c(1:5)
# loop
for(i in vektor){
print(i)
}
## [1] 1
## [1] 2
## [1] 3
## [1] 4
## [1] 5
Loop akan dimulai dari blok statement for sampai dengan print(i).Loop akan dimulai dari blok statement for sampai dengan print(i).
While loop merupakan loop yang dievaluasi atau diperiksa sebelum diproses dari badan dari sebuah loop. Loop ini hanya akan dieksekusi jika kondisi benar dari loop tersebut dan hanya badan dari sebuah loop yang dieksekusi. Loop ini akan memberikan kendali kembali setelah badan dari loop dieksekusi yang akan memeriksa jika kondisi benar. Proses ini akan dieksekusi hingga kondisinya menjadi salah dan kendali akan keluar dari loop.
Gambar 1.3: Algoritma while loop
Berikut adalah contoh penerapan dari while loop:
coba <- c("Contoh")
counter <- 1
# loop
while (counter<5){
# print vektor
print(coba)
# tambahkan nilai counter sehingga proses terus berlangsung sampai counter = 5
counter <- counter + 1
}
## [1] "Contoh"
## [1] "Contoh"
## [1] "Contoh"
## [1] "Contoh"
Loop akan dimulai dari blok statement while sampai dengan counter <- 1. Loop hanya akan dilakukan sepanjang nilai counter < 5.
Repeat loop akan menjalankan statement/kode yang sama berulang-ulang hingga stop condition tercapai. Berikut adalah contoh penerapan dari repeat loop:
coba <- c("contoh")
counter <- 1
repeat {
print(coba)
counter <- counter + 1
if(counter < 5){
break
}
}
## [1] "contoh"
Loop akan dimulai dari blok statement while sampai dengan break. Loop hanya akan dilakukan sepanjang nilai counter < 5. Hasil yang diperoleh berbeda dengan while loop, dimana kita memperoleh 4 buah kata “contoh”. Hal ini disebabkan karena repeat loop melakukan pengecekan stop condition tidak di awal loop seperti while loop sehingga berapapun nilainya, selama nilainya sesuai dengan stop condition maka loop akan dihentikan.
Break sebenarnya bukan bagian dari loop, namun sering digunakan dalam loop. Break dapat digunakan pada loop manakala dirasa perlu, yaitu saat kondisi yang disyaratkan pada break tercapai.Berikut adalah contoh penerapan break pada beberapa jenis loop.
# for loop
a = c(2,4,6,8,10,12,14)
for(i in a){
if(i>8){
break
}
print(i)
}
## [1] 2
## [1] 4
## [1] 6
## [1] 8
# while loop
a = 2
b = 4
while(a<7){
print(a)
a = a +1
if(b+a>10){
break
}
}
## [1] 2
## [1] 3
## [1] 4
## [1] 5
## [1] 6
# repeat loop
a = 1
repeat{
print(a)
a = a+1
if(a>6){
break
}
}
## [1] 1
## [1] 2
## [1] 3
## [1] 4
## [1] 5
## [1] 6
Penggunaan loop sangat membantu kita dalam melakukan proses perhitungan berulang. Namun, metode ini tidak cukup ringkas dalam penerapannya dan perlu penulisan sintaks yang cukup panjang untuk menyelesaikan sebuah kasus yang kita inginkan. Berikut adalah sebuah sintaks yang digunakan untuk menghitung nilai mean pada suatu dataset:
# subset data iris
sub_iris <- iris[,-5]
# membuat vektor untuk menyimpan hasil loop
a <- rep(NA,4)
# loop
for(i in 1:length(sub_iris)){
a[i]<-mean(sub_iris[,i])
}
# print
a
## [1] 5.843333 3.057333 3.758000 1.199333
class(a) # cek kelas objek
## [1] "numeric"
Berikut adalah beberapa fungsi dari apply family yang nantinya akan sering kita gunakan:
apply() : fungsi generik yang mengaplikasikan fungsi kepada kolom atau baris pada matriks atau secara lebih general aplikasi dilakukan pada dimensi untuk jenis data array.
lapply() : fungsi apply yang bekerja pada jenis data list dan memberikan output berupa list juga.
sapply() : bentuk sederhana dari lapply yang menghasilkan output berupa matriks atau vektor.
vapply() : disebut juga verified apply (memungkinkan untuk menghasilkan output dengan jenis data yang telah ditentukan sebelumnya).
tapply() : tagged apply dimana dimana tag menentukan subset dari data.
Metode tersebut memungkinkan kita untuk melakukan loop suatu fungsi tanpa perlu menuliskan sintaks loop.
Fungsi apply() bekerja dengan jenis data matrik atau array (jenis data homogen).
Catatan:
- X: matriks atau array
- MARGIN: menentukan bagaimana fungsi bekerja terhadap matriks atau array. Jika nilai yang diinputkan 1, maka fungsi akan bekerja pada masing-masing baris pada matriks. Jika nilainya 2, maka fungsi akan bekerja pada tiap kolom pada matriks.
- FUN: fungsi yang akan digunakan. Fungsi yang dapat digunakan dapat berupa fungsi dasar matematika atau statistika, serta user define function.
- …: opsional argumen pada fungsi yang digunakan.
Berikut adalah contoh bagaimana aplikasi fungsi tersebut pada matriks:
## membuat matriks
x <- cbind(x1 = 3, x2 = c(4:1, 2:5))
x # print
## x1 x2
## [1,] 3 4
## [2,] 3 3
## [3,] 3 2
## [4,] 3 1
## [5,] 3 2
## [6,] 3 3
## [7,] 3 4
## [8,] 3 5
class(x) # cek kelas objek
## [1] "matrix" "array"
## menghitung mean masing-masing kolom
apply(x, MARGIN=2 ,FUN=mean, trim=0.2, na.rm=TRUE)
## x1 x2
## 3 3
## menghitung range pada masing-masing baris
## menggunakan user define function
apply(x, MARGIN=1,
FUN=function(x){
max(x)-min(x)
})
## [1] 1 0 1 2 1 0 1 2
Fungsi ini melakukan loop fungsi terhadap input data berupa list.
Catatan:
- X: vektor, data frame atau list
- FUN: fungsi yang akan digunakan. Fungsi yang dapat digunakan dapat berupa fungsi dasar matematika atau statistika, serta user define function. Subset juga dimungkinkan pada fungsi ini.
- …: opsional argumen pada fungsi yang digunakan.
Berikut adalah contoh penerapan fungsi lapply:
## Membuat list
x <- list(a = 1:10, beta = exp(-3:3), logic = c(TRUE,FALSE,FALSE,TRUE))
x # print
## $a
## [1] 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
##
## $beta
## [1] 0.04978707 0.13533528 0.36787944 1.00000000 2.71828183 7.38905610
## [7] 20.08553692
##
## $logic
## [1] TRUE FALSE FALSE TRUE
class(x) # cek kelas objek
## [1] "list"
## Menghitung nilai mean pada masing-masing baris lits
lapply(x, FUN=mean)
## $a
## [1] 5.5
##
## $beta
## [1] 4.535125
##
## $logic
## [1] 0.5
Secara default sapply() menerima input utama berupa list (dapat pula dataframe atau vektor), namun tidak seperti lapply() jenis data output yang dihasilkan adalah vektor. Untuk mengubah output menjadi list perlu argumen tambahan berupa simplify=FALSE.
Catatan:
- X: vektor, data frame atau list.
- FUN: fungsi yang akan digunakan. Fungsi yang dapat digunakan dapat berupa fungsi dasar matematika atau statistika, serta user define function. Subset juga dimungkinkan pada fungsi ini.
- …: opsional argumen pada fungsi yang digunakan.
- simplify: logical. Jika nilainya TRUE maka output yang dihasilkan adalah bentuk sederhana dari vektor, matrix atau array.
- USE.NAMES: jika list memiliki nama pada setiap elemennya, maka nama elemen tersebut akan secara default ditampilkan.
Berikut adalah contoh penerapannya:
## membuat list
x <- list(a = 1:10, beta = exp(-3:3), logic = c(TRUE,FALSE,FALSE,TRUE))
## menghitung nilai mean setiap elemen
sapply(x, FUN=mean)
## a beta logic
## 5.500000 4.535125 0.500000
## menghitung nilai mean dengan output list
sapply(x, FUN=mean, simplify=FALSE)
## $a
## [1] 5.5
##
## $beta
## [1] 4.535125
##
## $logic
## [1] 0.5
## summary objek dataframe
sapply(mtcars, FUN=summary)
## mpg cyl disp hp drat wt qsec vs
## Min. 10.40000 4.0000 71.1000 52.0000 2.760000 1.51300 14.50000 0.0000
## 1st Qu. 15.42500 4.0000 120.8250 96.5000 3.080000 2.58125 16.89250 0.0000
## Median 19.20000 6.0000 196.3000 123.0000 3.695000 3.32500 17.71000 0.0000
## Mean 20.09062 6.1875 230.7219 146.6875 3.596563 3.21725 17.84875 0.4375
## 3rd Qu. 22.80000 8.0000 326.0000 180.0000 3.920000 3.61000 18.90000 1.0000
## Max. 33.90000 8.0000 472.0000 335.0000 4.930000 5.42400 22.90000 1.0000
## am gear carb
## Min. 0.00000 3.0000 1.0000
## 1st Qu. 0.00000 3.0000 2.0000
## Median 0.00000 4.0000 2.0000
## Mean 0.40625 3.6875 2.8125
## 3rd Qu. 1.00000 4.0000 4.0000
## Max. 1.00000 5.0000 8.0000
## summary objek list
a <- list(mobil=mtcars, anggrek=iris)
sapply(a, FUN=summary)
## $mobil
## mpg cyl disp hp
## Min. :10.40 Min. :4.000 Min. : 71.1 Min. : 52.0
## 1st Qu.:15.43 1st Qu.:4.000 1st Qu.:120.8 1st Qu.: 96.5
## Median :19.20 Median :6.000 Median :196.3 Median :123.0
## Mean :20.09 Mean :6.188 Mean :230.7 Mean :146.7
## 3rd Qu.:22.80 3rd Qu.:8.000 3rd Qu.:326.0 3rd Qu.:180.0
## Max. :33.90 Max. :8.000 Max. :472.0 Max. :335.0
## drat wt qsec vs
## Min. :2.760 Min. :1.513 Min. :14.50 Min. :0.0000
## 1st Qu.:3.080 1st Qu.:2.581 1st Qu.:16.89 1st Qu.:0.0000
## Median :3.695 Median :3.325 Median :17.71 Median :0.0000
## Mean :3.597 Mean :3.217 Mean :17.85 Mean :0.4375
## 3rd Qu.:3.920 3rd Qu.:3.610 3rd Qu.:18.90 3rd Qu.:1.0000
## Max. :4.930 Max. :5.424 Max. :22.90 Max. :1.0000
## am gear carb
## Min. :0.0000 Min. :3.000 Min. :1.000
## 1st Qu.:0.0000 1st Qu.:3.000 1st Qu.:2.000
## Median :0.0000 Median :4.000 Median :2.000
## Mean :0.4062 Mean :3.688 Mean :2.812
## 3rd Qu.:1.0000 3rd Qu.:4.000 3rd Qu.:4.000
## Max. :1.0000 Max. :5.000 Max. :8.000
##
## $anggrek
## Sepal.Length Sepal.Width Petal.Length Petal.Width
## Min. :4.300 Min. :2.000 Min. :1.000 Min. :0.100
## 1st Qu.:5.100 1st Qu.:2.800 1st Qu.:1.600 1st Qu.:0.300
## Median :5.800 Median :3.000 Median :4.350 Median :1.300
## Mean :5.843 Mean :3.057 Mean :3.758 Mean :1.199
## 3rd Qu.:6.400 3rd Qu.:3.300 3rd Qu.:5.100 3rd Qu.:1.800
## Max. :7.900 Max. :4.400 Max. :6.900 Max. :2.500
## Species
## setosa :50
## versicolor:50
## virginica :50
##
##
##
Fungsi ini merupakan bentuk lain dari sapply(). Bedanya secara kecepatan proses fungsi ini lebih cepat dari sapply(). Hal yang menarik dari fungsi ini kita dapat menambahkan argumen FUN.VALUE.
Catatan:
- X: vektor, data frame atau list.
- FUN: fungsi yang akan digunakan. Fungsi yang dapat digunakan dapat berupa fungsi dasar matematika atau statistika, serta user define function. Subset juga dimungkinkan pada fungsi ini.
- FUN.VALUE: vektor, template dari return value FUN.
- …: opsional argumen pada fungsi yang digunakan.
- USE.NAMES: jika list memiliki nama pada setiap elemennya, maka nama elemen tersebut akan secara default ditampilkan.
Berikut adalah contoh penerapannya:
## membuat list
x <- sapply(3:9, seq)
x # print
## [[1]]
## [1] 1 2 3
##
## [[2]]
## [1] 1 2 3 4
##
## [[3]]
## [1] 1 2 3 4 5
##
## [[4]]
## [1] 1 2 3 4 5 6
##
## [[5]]
## [1] 1 2 3 4 5 6 7
##
## [[6]]
## [1] 1 2 3 4 5 6 7 8
##
## [[7]]
## [1] 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Fungsi ini sangat berguna jika pembaca ingin menghitung suatu nilai misalnya mean berdasarkan grup data atau factor.
Catatan:
- X: vektor, data frame atau list
- INDEX: list satu atau beberapa factor yang memiliki panjang sama dengan X.
- FUN: fungsi yang akan digunakan. Fungsi yang dapat digunakan dapat berupa fungsi dasar matematika atau statistika, serta user define function. Subset juga dimungkinkan pada fungsi ini.
- …: opsional argumen pada fungsi yang digunakan.
- simplify: logical. Jika nilainya TRUE maka output yang dihasilkan adalah bentuk skalar.
Berikut adalah contoh penerapannya:
## membuat tabel frekuensi
groups <- as.factor(rbinom(32, n = 5, prob = 0.4))
tapply(groups, groups, length)
## 8 14 15
## 1 3 1
## membuat tabel kontingensi
# menghitung jumlah breaks berdasarkan faktor jenis wool
# dan tensi level
tapply(X=warpbreaks$breaks, INDEX=warpbreaks[,-1], FUN=sum)
## tension
## wool L M H
## A 401 216 221
## B 254 259 169
# menghitung mean panjang gigi babi hutan berdasarkan
# jenis suplemen dan dosisnya
tapply(ToothGrowth$len, ToothGrowth[,-1], mean)
## dose
## supp 0.5 1 2
## OJ 13.23 22.70 26.06
## VC 7.98 16.77 26.14
# menghitung mpg minimum berdasarkan jumlah silinder pada mobil
tapply(mtcars$mpg, mtcars$cyl, min, simplify=FALSE)
## $`4`
## [1] 21.4
##
## $`6`
## [1] 17.8
##
## $`8`
## [1] 10.4
Decicion Making atau sering disebut sebagai if then else statement merupakan bentuk percabagan yang digunakan manakala kita ingin agar program dapat melakukan pengujian terhadap syarat kondisi tertentu. Pada Tabel 4.1 disajikan daftar percabangan yang digunakan pada R.
Statement | Keterangan |
---|---|
if statement | if statement hanya terdiri atas sebuah ekspresi Boolean, dan diikuti satu atau lebih statement |
if…else statement | if else statement terdiri atas beberapa buah ekspresi Boolean. Ekspressi Boolean berikutnya akan dijalankan jika ekspresi *Boolan sebelumnya bernilai FALSE |
contoh penerapan if statement:
x <- c(1:5)
if(is.vector(x)){
print("x adalah sebuah vector")
}
## [1] "x adalah sebuah vector"
contoh penerapan if else statement:
x <- c("Andi","Iwan", "Adi")
if("Rina" %in% x){
print("Rina ditemukan")
} else if("Adi" %in% x){
print("Adi ditemukan")
} else{
print("tidak ada yang ditemukan")
}
## [1] "Adi ditemukan"
contoh penerapan switch statement:
y = 3
x = switch(
y,
"Selamat Pagi",
"Selamat Siang",
"Selamat Sore",
"Selamat Malam"
)
print(x)
## [1] "Selamat Sore"
Fungsi merupakan sekumpulan instruksi atau statement yang dapat melakukan tugas khusus yaitu sebagai contoh untuk menyelesaikan operasi perkalian, operasi pemangkatan, dll.
Pada R terdapat 2 jenis fungsi, yaitu: build in fuction dan user define function. build in fnction merupakan fungsi bawaan R saat pertama kita menginstall R. Contohnya adalah mean(), sum(), ls(), rm(), dll. Sedangkan user define fuction merupakan fungsi-fungsi yang dibuat sendiri oleh pengguna.
Berikut adalah contoh penerapan user define function:
# Fungsi tanpa argument
bilang <- function(){
print("Hello World!!")
}
# Print
bilang()
## [1] "Hello World!!"
# Fungsi dengan argumen
tambah <- function(a,b){
print(a+b)
}
# Print
tambah(5,3)
## [1] 8
# Fungsi dengan return value
kali <- function(a,b){
return(a*b)
}
# Print
kali(4,3)
## [1] 12
Sering kali fungsi atau sintaks yang kita tulis menghasilkan error sehingga output yang kita harapkan tidak terjadi. Debugging merupakan langkah untuk mengecek error yang terjadi.
Untuk mengecek error yang terjadi dari suatu sintaks, kita dapat menggunakan fungsi debug(). Pembaca tinggal memasukkan nama fungsi kedalam fungsi debug(). Fungsi tersebut akan secara otomatis akan menampilkan hasil samping dari pengaplikasian fungsi f1() untuk melihat sumber atau tahapan dimana error mulai muncul.