Dosen Pengampu : Prof.Dr.Suhartono,M.Kom

Lembaga : UIN Maliki Malang

Jurusan : Teknik Informatika

Fakultas : Sains Dan Teknologi


Persamaan Non-Linear

dapat diartikan sebagai persamaan yang tidak mengandung syarat seperti persamaan linaer, sehingga persamaan non-linaer dapat merupakan:

Persamaan yang memiliki pangkat selain satu (misal: x2)
Persamaan yang mempunyai produk dua variabel (misal: xy)

Dalam penyelesaian persamaan non-linaer diperlukan akar-akar persamaan non-linaer, dimana akar sebuah persamaan non-linaer f(x)=0 merupakan nilai x yang menyebabkan nilai f(x) sama dengan nol. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa akar-akar penyelesaian persamaan non-linaer merupakan titik potong antara kurva f(x) dengan sumbu x.

Untuk mengetahui apakah suatu persamaan non-linier memiliki akar-akar penyelesaian atau tidak, diperlukan analisa menggunakan Teorema berikut:

Teorema (root) Suatu range x=[a,b] mempunyai akar bila f(a) dan f(b) berlawanan tanda atau memenuhi f(a).f(b)<0

Adapun untuk menentukan akar persamaan adalah dengan beberapa metode di bawah ini :

\(1\) \(Metode\) \(Tertutup\)

disebut juga metode bracketing. Disebut sebagai metode tertutup karena dalam pencarian akar-akar persamaan non-linier dilakukan dalam suatu selang [a,b].

\(Metode\) \(Tabel\)

Penyelesaian persamaan non-linier menggunakan metode tabel dilakukan dengan membagi persamaan menjadi beberapa area, dimana untuk x = [a,b] dibagi sebanyak N bagian dan pada masing-masing bagian dihitung nilai f (x) sehingga diperoleh nilai f (x) pada setian N bagian.

Bila nilai f (xk)=0 atau mendekati nol, dimana *a ≤ k ≤ b, maka dikatakan bahwa **xk* adalah penyelesaian persamaan *f (x). Bila tidak ditemukan, dicari nilai **f (xk)* dan f (xk+1) yang berlawanan tanda. Bila tidak ditemukan, maka persamaan tersebut dapat dikatakan tidak mempunyai akar untuk rentang [a,b].

Bila akar persamaan tidak ditemukan, maka ada dua kemungkinan untuk menentukan akar persamaan, yaitu:

  1. Akar persamaan ditentukan oleh nilai mana yang lebih dekat. Bila *f (xk) ≤ f (xk+1), maka akarnya xk. Bila f (xk+1) ≤ f (xk), maka akarnya **xk+1*.

  2. Perlu dicari lagi menggunakan rentang x = [xk,xk+1].

Algoritma Metode Tabel

1.Definisikan fungsi f (x)

2.Tentukan rentang untuk x yang berupa batas bawah a dan batas atas b.

3.Tentukan jumlah pembagi N

4.Hitung step pembagi

h = b + a /N

5.Untuk i = 0 s/d N, hitung:

xi = a + i.h

yi = f (xi)

6.Untuk i = 0 s/d N, dimana

Kita dapat membuat suatu fungsi pada R untuk melakukan proses iterasi pada metode Tabel. Fungsi root_table() akan melakukan iterasi berdasarkan step algoritma 1 sampai 5. Berikut adalah sintaks yang digunakan:

root_table <- function(f, a, b, N=20){ h <- abs((a+b)/N) x <- seq(from=a, to=b, by=h) fx <- rep(0, N+1) for(i in 1:(N+1)){ fx[i] <- f(x[i]) } data <- data.frame(x=x, fx=fx) return(data) }

Untuk melihat gambaran lokasi akar, kita dapat pulang mengeplotkan data menggunakan fungsi plot. Plot adalah aplikasi pembuatan grafik yang memudahkan untuk memvisualisasikan rumus matematika.

Untuk mengetahui lokasi akar dengan lebih jelas, kita dapat memperkecil lagi rentang nilai yang dimasukkan dalam fungsi curve().

Metode tabel pada dasarnya memiliki kelemahan yaitu cukup sulit untuk memdapatkan error penyelesaian yang cukup kecil, sehingga metode ini jarang sekali digunakan untuk menyelesaikan persamaan non-linier. Namun, metode ini cukup baik digunakan dalam menentukan area penyelesaian sehingga dapat dijadikan acuan metode lain yang lebih baik.

\(Metode\) \(Biseksi\)

Prinsip metode bagi dua adalah mengurung akar fungsi pada interval x=[a,b] atau pada nilai x batas bawah a dan batas atas b. Selanjutnya interval tersebut terus menerus dibagi 2 hingga sekecil mungkin, sehingga nilai hampiran yang dicari dapat ditentukan dengan tingkat toleransi tertentu. Untuk lebih memahami metode biseksi,

Metode biseksi merupakan metode yang paling mudah dan paling sederhana dibanding metode lainnya. Adapun sifat metode ini antara lain:

  1. Konvergensi lambat

  2. Caranya mudah

  3. Tidak dapat digunakan untuk mencari akar imaginer

  4. Hanya dapat mencari satu akar pada satu siklus.

Algoritma Metode Biseksi

  1. Definisikan fungsi f (x)

  2. Tentukan rentang untuk x yang berupa batas bawah a dan batas atas b.

  3. Tentukan nilai toleransi e dan iterasi maksimum N

  4. Hitung f (a) dan f (b)

  5. Hitung:

\[x=a+b/2\]

  1. Hitung f (x)

  2. Bila f (x).f (a) < 0, maka b = x dan f (b) = f (x). Bila tidak, a = x dan f (a)=f (x)

  3. Bila |b−a| < e atau iterasi maksimum maka proses dihentikan dan didapatkan akar=x , dan bila tidak ulangi langkah 6. Jika sudah diperoleh nilai dibawah nilai toleransi, nilai akar selanjutnya dihitung berdasarkan Persamaan pada opsi 5 dengan nilai a dan b merupakan nilai baru yang diperoleh dari proses iterasi.

Berdasarkan algoritma tersebut, kita dapat menyusun suatu fungsi pada R yang dapat digunakan untuk melakukan iterasi tersebut. Fungsi root_bisection() merupakan fungsi yang telah penulis susun untuk melakukan iterasi menggunakan metode biseksi. Berikut adalah sintaks dari fungsi tersebut:

root_bisection <- function(f, a, b, tol=1e-7, N=100){ iter <- 0 fa <- f(a) fb <- f(b)

while(abs(b-a)>tol){ iter <- iter+1 if(iter>N){ warning(“iterations maximum exceeded”) break } x <- (a+b)/2 fx <- f(x) if(fa*fx>0){ a <- x fa <- fx } else{ b <- x fb <- fx } }

# iterasi nilai x sebagai return value root <- (a+b)/2 return(list(function=f, root=root, iter=iter)) }

\(Metode\) \(Regula\) \(Falsi\)

Metode regula falsi merupakan metode yang menyerupai metode biseksi, dimana iterasi dilakukan dengan terus melakukan pembaharuan rentang untuk memperoleh akar persamaan. Hal yang membedakan metode ini dengan metode biseksi adalah pencarian akar didasarkan pada slope (kemiringan) dan selisih tinggi dari kedua titik rentang. Titik pendekatan pada metode regula-falsi disajikan pada Persamaan x = f (b).a − f (a).b / f (b) − f (a)

Algoritma Metode Regula Falsi

  1. Definisikan fungsi f (x)

  2. Tentukan rentang untuk x yang berupa batas bawah a dan batas atas b.

  3. Tentukan nilai toleransi e dan iterasi maksimum N

  4. Hitung f (a) dan f (b)

  5. Untuk iterasi i = 1 s/d N

  1. Akar persamaan adalah x

Fungsi root_rf() didasarkan pada langkah-langkah di atas. Sintaks fungsi tersebut adalah sebagai berikut:

root_rf <- function(f, a, b, tol=1e-7, N=100){ iter <- 1 fa <- f(a) fb <- f(b) x <- ((fba)-(fab))/(fb-fa) fx <- f(x)

while(abs(fx)>tol){ iter <- iter+1 if(iter>N){ warning(“iterations maximum exceeded”) break } if(fafx>0){ a <- x fa <- fx } else{ b <- x fb <- fx } x <- (fba-fa*b)/(fb-fa) fx <- f(x) }

# iterasi nilai x sebagai return value root <- x return(list(function=f, root=root, iter=iter)) }

\(2\) \(Metode\) \(Terbuka\)

Metode terbuka merupakan metode yang menggunakan satu atau dua tebakan awal yang tidak memerlukan rentang sejumlah nilai. Metode terbuka terdiri dari beberapa jenis yaitu metode iterasi titik tetap, metode Newton-Raphson, dan metode Secant.

a) Metode Iterasi Titik Tetap

Algoritma Metode Iterasi Titik Tetap

Fungsi root_fpi() dapat digunakan untuk melakukan iterasi dengan argumen fungsi berupa persamaan non-linier, nilai tebakan awal, nilai toleransi, dan jumlah iterasi maksimum. Berikut adalah sintaks fungsi tersebut:

root_fpi <- function(f, x0, tol=1e-7, N=100){ iter <- 1 xold <- x0 xnew <- f(xold)

while(abs(xnew-xold)>tol){ iter <- iter+1 if(iter>N){ stop(“No solutions found”) } xold <- xnew xnew <- f(xold) }

root <- xnew return(list(function=f, root=root, iter=iter)) }

  1. Metode Newton-Raphson

Algoritma Metode Newton-Raphson

Fungsi root_newton() merupakan fungsi yang dibuat menggunakan algoritma di atas. Fungsi tersebut dituliskan pada sintaks berikut:

root_newton <- function(f, fp, x0, tol=1e-7, N=100){ iter <- 0 xold<-x0 xnew <- xold + 10*tol

while(abs(xnew-xold)>tol){ iter <- iter+1 if(iter>N){ stop(“No solutions found”) } xold<-xnew xnew <- xold - f(xold)/fp(xold)
}

root<-xnew return(list(function=f, root=root, iter=iter)) }

  1. Metode Secant

Algoritma Metode Secant

Fungsi root_secant() merupakan fungsi yang penulis buat untuk melakukan iterasi menggunakan metode Secant. Berikut merupakan sintaks dari fungsi tersebut:

root_secant <- function(f, x, tol=1e-7, N=100){ iter <- 0

xold <- x fxold <- f(x) x <- xold+10*tol

while(abs(x-xold)>tol){ iter <- iter+1 if(iter>N) stop(“No solutions found”)

fx <- f(x)
xnew <- x - fx*((x-xold)/(fx-fxold))
xold <- x
fxold <- fx
x <- xnew

}

root<-xnew return(list(function=f, root=root, iter=iter)) }

Referensi

https://bookdown.org/moh_rosidi2610/Metode_Numerik/rootfinding.html

https://websetnet.net/id/meet-plot-aplikasi-plotting-grafik-matematika-untuk-desktop-linux/amp/

R Markdown

This is an R Markdown document. Markdown is a simple formatting syntax for authoring HTML, PDF, and MS Word documents. For more details on using R Markdown see http://rmarkdown.rstudio.com.

When you click the Knit button a document will be generated that includes both content as well as the output of any embedded R code chunks within the document. You can embed an R code chunk like this:

summary(cars)
##      speed           dist       
##  Min.   : 4.0   Min.   :  2.00  
##  1st Qu.:12.0   1st Qu.: 26.00  
##  Median :15.0   Median : 36.00  
##  Mean   :15.4   Mean   : 42.98  
##  3rd Qu.:19.0   3rd Qu.: 56.00  
##  Max.   :25.0   Max.   :120.00

Including Plots

You can also embed plots, for example:

Note that the echo = FALSE parameter was added to the code chunk to prevent printing of the R code that generated the plot.