Universitas : Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Prodi : Tehnik Informatika
Loop
Loop merupakan kode program yang berulang-ulang. Loop berguna saat kita ingin melakukan sebuah perintah yang perlu dijalankan berulang-ulang seperti melakukan perhitungan maupaun melakukan visualisasi terhadap banyak variabel secara serentak. Hal ini tentu saja membantu kita karena kita tidak perlu menulis sejumlah sintaks yang berulang-ulang. Kita hanya perlu mengatur statement berdasarkan hasil yang kita harapkan. Pada R bentuk loop dapat bermacam-macam (“for loop”,“while loop”, dll). R menyederhanakan bentuk loop ini dengan menyediakan sejumlah fungsi seperti apply(),tapply(), dll. Sehingga loop jarang sekali muncul dalam kode R. Sehingga R sering disebut sebagai loopless loop. Meski loop jarang muncul bukan berarti kita tidak akan melakukannya. Terkadang saat kita melakukan komputasi statistik atau matematik dan belum terdapat library yang mendukung proses tersebut, sering kali kita akan membuat sintaks sendiri berdasarkan algoritma metode tersebut. Pada algoritma tersebut sering pula terdapat loop yang diperlukan selama proses perhitungan. Secara sederhana diagram umum loop ditampilkan pada berikut ini:
For Loop
Mengulangi sebuah statement atau sekelompok statement sebanyak nilai yang ditentukan di awal. Jadi operasi akan terus dilakukan sampai dengan jumlah yang telah ditetapkan di awal atau dengan kata lain tes kondisi (Jika jumlah pengulangan telah cukup) hanya akan dilakukan di akhir. Secara sederhana bentuk dari for loop dapat dituliskan sebagai berikut:
for (value in vector){
statements
}
Berikut adalah contoh sintaks penerapan for loop:
# Membuat vektor numerik
vektor <- c(1:5)
# loop
for(i in vektor){
print(i)
}
##[1] 1 ##[1] 2 ##[1] 3 ##[1] 4 ##[1] 5
Loop akan dimulai dari blok statement for sampai dengan print(i). Berdasarkan loop pada contoh tersebut, loop hanya dilakukan sebanyak 5 kali sesuai dengan jumlah vektor yang ada.
While Loop
While loop merupakan loop yang digunakan ketika kita telah menetapkan stop condition sebelumnya. Blok statement/kode yang sama akan terus dijalankan sampai stop condition ini tercapai. Stop condition akan di cek sebelum melakukan proses loop. Berikut adalah pola dari while loop dapat dituliskan sebagai berikut:
while (test_expression){
statement
}
Berikut adalah contoh penerapan dari while loop:
coba <- c(“Contoh”) counter <- 1 #loop while (counter<5){ # print vektor print(coba) # tambahkan nilai counter sehingga proses terus berlangsung sampai counter = 5 counter <- counter + 1 }
##[1] “Contoh” ##[1] “Contoh” ##[1] “Contoh” ##[1] “Contoh”
Loop akan dimulai dari blok statement while sampai dengan counter <- 1. Loop hanya akan dilakukan sepanjang nilai counter < 5. Repeat Loop
Repeat loop akan menjalankan statement/kode yang sama berulang-ulang hingga stop condition tercapai. Berikut adalah pola dari repeat loop. repeat { commands if(condition){ break } }
Berikut adalah contoh penerapan dari repeat loop:
coba <- c(“contoh”) counter <- 1 repeat { print(coba) counter <- counter + 1 if(counter < 5){ break } }
“contoh”
Loop akan dimulai dari blok statement while sampai dengan break. Loop hanya akan dilakukan sepanjang nilai counter < 5. Hasil yang diperoleh berbeda dengan while loop, dimana kita memperoleh 4 buah kata “contoh”. Hal ini disebabkan karena repeat loop melakukan pengecekan stop condition tidak di awal loop seperti while loop sehingga berapapun nilainya, selama nilainya sesuai dengan stop condition maka loop akan dihentikan. Hal ini berbeda dengan while loop dimana proses dilakukan berulang-ulang sampai jumlahnya mendekati stop condition.
Break
Break sebenarnya bukan bagian dari loop, namun sering digunakan dalam loop. Break dapat digunakan pada loop manakala dirasa perlu, yaitu saat kondisi yang disyaratkan pada break tercapai. Berikut adalah contoh penerapan break pada beberapa jenis loop.
# for loop
a = c(2,4,6,8,10,12,14)
for(i in a){
if(i>8){
break
}
print(i)
}
##[1] 2 ##[1] 4 ##[1] 6 ##[1] 8
# while loop
a = 2 b = 4 while(a<7){ print(a) a = a +1 if(b+a>10){ break } }
##[1] 2 ##[1] 3 ##[1] 4 ##[1] 5 ##[1] 6 # repeat loop a = 1 repeat{ print(a) a = a+1 if(a>6){ break } }
##[1] 1 ##[1] 2 ##[1] 3 ##[1] 4 ##[1] 5 ##[1] 6
Loop Menggunakan Apply Family Function
Penggunaan loop sangat membantu kita dalam melakukan proses perhitungan berulang. Namun, metode ini tidak cukup ringkas dalam penerapannya dan perlu penulisan sintaks yang cukup panjang untuk menyelesaikan sebuah kasus yang kita inginkan. Berikut adalah sebuah sintaks yang digunakan untuk menghitung nilai mean pada suatu dataset:
#subset data iris sub_iris <- iris[,-5]
#membuat vektor untuk menyimpan hasil loop a <- rep(NA,4)
#loop for(i in 1:length(sub_iris)){ a[i]<-mean(sub_iris[,i]) }
#print a
##[1] 5.843 3.057 3.758 1.199 class(a) # cek kelas objek ##[1] “numeric”
Metode alternatif lain untuk melakukan loop suatu fungsi adalah dengan menggunakan Apply function family. Metode ini memungkinkan kita untuk melakukan loop suatu fungsi tanpa perlu menuliskan sintaks loop. Berikut adalah beberapa fungsi dari apply family yang nantinya akan sering kita gunakan:
• apply(): fungsi generik yang mengaplikasikan fungsi kepada kolom atau baris pada matriks atau secara lebih general aplikasi dilakukan pada dimensi untuk jenis data array.
• lapply(): fungsi apply yang bekerja pada jenis data list dan memberikan output berupa list juga.
• sapply(): bentuk sederhana dari lapply yang menghasilkan output berupa matriks atau vektor.
• vapply(): disebut juga verified apply (memungkinkan untuk menghasilkan output dengan jenis data yang telah ditentukan sebelumnya).
• tapply(): tagged apply dimana dimana tag menentukan subset dari data.
Apply
Fungsi apply() bekerja dengan jenis data matrik atau array (jenis data homogen). Kita dapat melakukan spesifikasi apakah suatu fungsi hanya akan bekerja pada kolom saja, baris saja atau keduanya. Format fungsi ini adalah sebagai berikut:
apply(X, MARGIN, FUN, …)
Catatan:
• X: matriks atau array
• MARGIN: menentukan bagaimana fungsi bekerja terhadap matriks atau array. Jika nilai yang diinputkan 1, maka fungsi akan bekerja pada masing-masing baris pada matriks. Jika nilainya 2, maka fungsi akan bekerja pada tiap kolom pada matriks.
• FUN: fungsi yang akan digunakan. Fungsi yang dapat digunakan dapat berupa fungsi dasar matematika atau statistika, serta user define function.
• …: opsional argumen pada fungsi yang digunakan.
Berikut adalah contoh bagaimana aplikasi fungsi tersebut pada matriks:
## membuat matriks
x <- cbind(x1 = 3, x2 = c(4:1, 2:5)) x # print
##x1 x2
##[1,] 3 4
##[2,] 3 3
##[3,] 3 2
##[4,] 3 1
##[5,] 3 2
##[6,] 3 3
##[7,] 3 4
##[8,] 3 5
class(x) # cek kelas objek
[1] “matrix”
menghitung mean masing-masing kolom_ apply(x, MARGIN=2 ,FUN=mean, trim=0.2, na.rm=TRUE)
##x1 x2 ##3 3
##menghitung range pada masing-masing baris ##menggunakan user define function
apply(x, MARGIN=1,
FUN=function(x){
max(x)-min(x)
})
##[1] 1 0 1 2 1 0 1 2
lapply
Fungsi ini melakukan loop fungsi terhadap input data berupa list. Output yang dihasilkan juga merupakan list dengan panjang list yang sama dengan yang diinputkan. Format yang digunakan adalah sebagai berikut:
lapply(X, FUN, …)
Catatan:
• X: vektor, data frame atau list
• FUN: fungsi yang akan digunakan. Fungsi yang dapat digunakan dapat berupa fungsi dasar matematika atau statistika, serta user define function. Subset juga dimungkinkan pada fungsi ini.
• …: opsional argumen pada fungsi yang digunakan.
__sapply_
Fungsi sapply() merupakan bentuk lain dari fungsi lapply(). Perbedaanya terletak pada output default yang dihasilkan. Secara default sapply() menerima input utama berupa list (dapat pula dataframe atau vektor), namun tidak seperti lapply() jenis data output yang dihasilkan adalah vektor. Untuk mengubah output menjadi list perlu argumen tambahan berupa simplify=FALSE. Format fungsi tersebut adalah sebagai berikut: sapply(X, FUN, …, simplify = TRUE, USE.NAMES = TRUE)
Catatan:
• X: vektor, data frame atau list
• FUN: fungsi yang akan digunakan. Fungsi yang dapat digunakan dapat berupa fungsi dasar matematika atau statistika, serta user define function. Subset juga dimungkinkan pada fungsi ini.
• …: opsional argumen pada fungsi yang digunakan.
• simplify: logical. Jika nilainya TRUE maka output yang dihasilkan adalah bentuk sederhana dari vektor, matrix atau array.
• USE.NAMES: jika list memiliki nama pada setiap elemennya, maka nama elemen tersebut akan secara default ditampilkan.
vapply
Fungsi ini merupakan bentuk lain dari sapply(). Bedanya secara kecepatan proses fungsi ini lebih cepat dari sapply(). Hal yang menarik dari fungsi ini kita dapat menambahkan argumen FUN.VALUE. pada argumen ini kita memasukkan vektor berupa output fungsi yang diinginkan. Perbedaan lainnya adalah output yang dihasilkan hanya berupa matriks atau array. Format dari fungsi ini adalah sebagai berikut:
vapply(X, FUN, FUN.VALUE, …, USE.NAMES = TRUE)
Catatan:
• X: vektor, data frame atau list • FUN: fungsi yang akan digunakan. Fungsi yang dapat digunakan dapat berupa fungsi dasar matematika atau statistika, serta user define function. Subset juga dimungkinkan pada fungsi ini. • FUN.VALUE: vektor, template dari return value FUN. • …: opsional argumen pada fungsi yang digunakan. • USE.NAMES: jika list memiliki nama pada setiap elemennya, maka nama elemen tersebut akan secara default ditampilkan.
__tapply Fungsi ini sangat berguna jika pembaca ingin menghitung suatu nilai misalnya mean berdasarkan grup data atau factor. Format fungsi ini adalah sebagi berikut: 4.2. LOOP MENGGUNAKAN APPLY FAMILY FUNCTION 105 tapply(X, INDEX, FUN = NULL, …, simplify = TRUE) Catatan: • X: vektor, data frame atau list • INDEX: list satu atau beberapa factor yang memiliki panjang sama dengan X. • FUN: fungsi yang akan digunakan. Fungsi yang dapat digunakan dapat berupa fungsi dasar matematika atau statistika, serta user define function. Subset juga dimungkinkan pada fungsi ini. • …: opsional argumen pada fungsi yang digunakan. • simplify: logical. Jika nilainya TRUE maka output yang dihasilkan adalah bentuk skalar. Berikut adalah contoh penerapannya:
membuat tabel frekuensi
groups <- as.factor(rbinom(32, n = 5, prob = 0.4)) tapply(groups, groups, length)
##12 13 16
## 2 2 1
# atau
table(groups)
##groups
# 12 13 16
##2 2 1
##membuat tabel kontingen tapply(X=warpbreaks$breaks, INDEX=warpbreaks[,-1], FUN=sum)
##tension
##wool L M H
##A 401 216 221
##B 254 259 169
Decision Making
Decicion Making atau sering disebut sebagai if then else statement merupakan bentuk percabagan yang digunakan manakala kita ingin agar program dapat melakukan pengujian terhadap syarat kondisi tertentu. Pada Tabel 4.1 disajikan daftar percabangan yang digunakan pada R.
Daftar percabangan pada R.
Statement Keterangan if statement if statement hanya terdiri atas sebuah ekspresi Boolean, dan diikuti satu atau lebih statementif else statement
if else statement terdiri atas beberapa buah ekspresi Boolean. Ekspressi Boolean berikutnya akan dijalankan jika ekspresi *Boolan sebelumnya bernilai FALSE switch statement switch statement digunakan untuk mengevaluasi sebuah variabel beberapa pilihan
if statement
Berikut adalah contoh penerapan if statement: x <- c(1:5) if(is.vector(x)){ print(“x adalah sebuah vector”) }
##[1] “x adalah sebuah vector”
if else statement
Pola dari if else statement disajikan pada Gambar 4.3 Berikut adalah contoh penerapan if else statement: x <- c(“Andi”,“Iwan”, “Adi”) if(“Rina” %in% x){ print(“Rina ditemukan”) } else if(“Adi” %in% x){ print(“Adi ditemukan”) } else{ print(“tidak ada yang ditemukan
##[1] “Adi ditemukan”
switch statement
Berikut adalah contoh penerapan switch statement: y = 3 x = switch( y, “Selamat Pagi”, “Selamat Siang”, “Selamat Sore”, “Selamat Malam” ) print(x)
##[1] “Selamat Sore”