Large Scale Propagation Loss

Wireless Comm. 2021

Catatan

  • Jika panah \(\nabla\) menjadi berwarna, anda bisa menavigasi slide ke bawah
  • Apabila terdapat slide seperti itu, maka topik bahasan dalam satu slide vertikal adalah sama.
  • Hal ini untuk mempermudah pengelompokan “konteks” bahasan.
  • tekan o untuk melihat struktur presentasi (mode overview), dan tekan ENTER untuk langsung menuju ke slide tersebut
  • tekan f untuk mode fullscreen
  • tekan ESC untuk keluar dari mode fullscreen / mode

3.8 Scattering

  • Secara umum, sinyal yang diterima oleh radio mobile akan selalu tidak sesuai dengan hasil pemodelan matematis.
  • Hal ini dikarenakan tidak ada permukaan yang 100% rata sehingga pemantulan sinyalnya sempurna.
  • Permukaan yang tidak merata tersebut akan menyebabkan energi sinyal tersebar ( scattering )

Surface Roughness

  • Secara umum, tingkat kasarnya suatu permukaan dapat dimodelkan menggunakan Rayleigh Criterion \[ h_c = \frac{\lambda}{8 \sin{\theta_{i}}} \]
  • Dimana \(h_c\) adalah tinggi permukaan kritis dari sudut kejadian \(\theta_{i}\).
  • Suatu permukaan dikatakan “rata” apabila ketinggian proturbence kurang dari tinggi permukaan kritis tersebut (\(h < h_c\))

Surface Roughness & Scattering Loss Issue

  • Ament berasumsi bahwa tinggi permukaan \(h\) dapat bersifat acak yang terdistribusi normal ( Gaussian ) dengan nilai mean yang berhubungan dengan \(\rho_s\).
  • \(\rho_s\) tersebut adalah Scattering Loss Factor , yang digunakan untuk faktor pengali dari koefisien refleksi pada fenomena pemantulan ( reflection ), khusus untuk permukaan yang diasumsikan tidak rata 100% \[ \rho_s = exp \left[ -8 \left(\frac{\pi \sigma_h \sin{\theta_i}}{\lambda} \right) ^2 \right] \]

Lanjutan

\[ \rho_s = exp \left[ -8 \left(\frac{\pi \sigma_h \sin{\theta_i}}{\lambda} \right) ^2 \right] \] - \(\sigma_h\) = standar deviasi ketinggian permukaan yang tidak rata

Gamma Coefficient for Rough Surfaces

Untuk \(h > h_c\) , berdasarkan penjelasan 2 slide sebelumnya, maka koefisien refleksi harus dikalikan dengan \(\rho_s\)

\[ \Gamma_{kasar} = \Gamma \rho_s \]

Gaussian Distribution for Rough Surfaces

  • Dengan demikian, koefisien pemantulan untuk permukaan kasar bergantung terhadap Standar deviasi dari distribusi random Gaussian dari tinggi permukaan yang kasar (\(\rho_s\)) \[ \Gamma_{kasar} = \Gamma \left( exp \left[ -8 \left(\frac{\pi \sigma_h \sin{\theta_i}}{\lambda} \right) ^2 \right] \right) \]
  • Makin tinggi \(\sigma_h\) (standar deviasi distribusi) dari tinggi permukaan kasar, maka semakin kecil koefisien pantul-nya ( karena fungsi exponential decay ).

Conclusion: Surface Roughness & Scattering Loss Issue

  • Apabila koefisien pantul \(\Gamma\) semakin kecil, maka Energi medan \(E\) pada gelombang pantul akan semakin kecil energinya, karena tersebar kemana-mana.
  • Perlu diingat bahwa \(\Gamma\) adalah rasio \(E_{pantul} : E_{kejadian}\).

3.9 Path Loss Model

  • Sebagian besar model matematika untuk radio mobile propagation di estimasi menggunakan kombinasi dari 2 cara berikut: analitis & empiris.
  • Metode analitis & empiris pertama dilakukan dengan pengambilan dataset dengan melakukan pengukuran dari lingkungan uji coba.
  • Dari dataset tersebut, dilakukan curve fitting untuk mengestimasi model matematika yang paling mendekati.

Cons of Analytical-Empirical Approach

  • Metode ini memiliki keunggulan dimana dari pengambilan dataset tersebut, secara tidak langsung sudah mengikutsertakan berbagai faktor propagasi, baik yang dapat diprediksi maupun yang tidak dapat diprediksi.
  • Model tersebut hanya valid pada lingkungan yang serupa, karena dataset tersebut hanya berasal dari 1 lingkungan uji coba.
  • Bila ada sedikit perubahan pada kondisi lingkungannya, maka model yang dibuat bisa jadi tidak akurat.

What’s the Solution Then?

  • Seiring berjalannya waktu, mulai muncul metode lain untuk memodelkan propagasi radio mobile, salah satunya adalah path loss model.
  • Dengan path loss model, SNR dari sinyal transmisi dapat diprediksi dengan mengestimasi sinyal yang diterima berdasarkan fungsi jarak.

3.9.1 Log Distance Model

  • Pada log distance model, power sinyal yang diterima akan berkurang dalam skala logaritmis seiring bertambahnya jarak, baik indoor maupun outdoor . \[ \overline{PL}_{(dB)} = \overline{PL}(d_0) + 10n \log{ \left( \frac{d}{d_0} \right) } \]
  • \(n\) = Eksponen (semacam koefisien) path loss, yang merepresentasikan rate atau kecepatan penurunan power sinyal
  • \(d_0\) = Jarak referensi yang diukur dari transmitter
  • \(d\) = Jarak antara transmitter-receiver ( T-R separation )

Tabel Koefisien n

Environment n
Free Space 2
Urban area cellular radio 2.7 - 3.5
Shadowed urban area 3 - 5
In building line-of-sight 1.6 - 1.8
Obstructed in building 4 - 6
Obstructed in factories 2 - 3

3.9.2 Log Normal “Shadowing”

\[ \overline{PL}_{(dB)} = \overline{PL}(d_0) + 10n \log{ \left( \frac{d}{d_0} \right) } \] Melalui persamaan tersebut tidak dipertimbangkan bahwa kondisi lingkungan sangat berbeda jauh, walaupun jaraknya ( T-R separation ) kurang lebih sama, karena persamaan tersebut hanya dependen terhadap \(d\).

Lanjutan

  • Sebenarnya nilai Path loss tersebut besifat acak yang terdistribusi normal ( Gaussian ) logaritmis, sehingga dapat dipersingkat menjadi: \[ \overline{PL}_{d[dB]} = \overline{PL}_{d} + X_{\sigma} \]
  • Dimana \(X_{\sigma}\) adalah angka acak (dalam dB) Gaussian dengan mean = 0, dan standard deviasi \(\sigma\).

Lanjutan

  • Distribusi normal logaritmis tersebut terjadi pada banyak hasil pengukuran di lingkungan yang T-R Separation bernilai kurang lebih sama, namun punya tingkatan clutter yang berbeda-beda sepanjang jalur propagasinya
  • Clutter adalah istilah pantulan gema ( echo ) sinyal yang tidak diinginkan, yang secara umum berasal dari permukaan tanah, lautan, dan dapat mempengaruhi performa sistem secara signifikan.

Hubungan Distribusi Normal

  • Karena path loss bersifat terdistribusi normal, maka dapat digunakan Q-function untuk memprediksi apakah sinyal yang diterima akan bernilai diatas nilai tertentu (dalam dB) -> sukses, atau bernilai kurang dari nilai tertentu (dalam dB juga) -> gagal.
  • Dalam statistika, p merupakan probabilitas suatu kejadian terjadi (sukses), dan q adalah probabilitas suatu kejadian tidak terjadi (gagal).
  • Q-function digunakan untuk menghitung porsi q dari suatu nilai acak yang terdistribusi Normal.

Definisi Q(z)

\[ Q(z) = \frac{1}{\sqrt[]{2 \pi}} \int_{z}^{\infty}{exp \left( - \frac{x}{2} \right)} \,dx \] Dengan demikian, probabilitas power suatu sinyal (dB) melebihi / kurang dari suatu nilai tertentu (\(\gamma\)), untuk jarak T-R tertentu (\(d\)) : \[ P_r \left[ P_r (d) > \gamma \right] = Q \left( \frac{\gamma - \overline{P_r}(d)}{\sigma} \right) \] \[ P_r \left[ P_r (d) < \gamma \right] = Q \left( \frac{\overline{P_r}(d)}{\sigma} - \gamma \right) \]

2 Forms of Q(z)

  • Fungsi \(Q(z)\) mempunyai 2 bentuk.
  • Keduanya dapat di expand, bentuk pertama identik dengan integral, dan bentuk kedua identik dengan \(erf\) ( error function )

Lanjutan, Forms of Q(z)

\[ \begin{align} Q(z) &= \frac{1}{\sqrt[]{2 \pi}} \int_{z}^{\infty}{exp \left( - \frac{x}{2} \right)} \,dx &\quad \text{(integral)} \\ Q(z) &= \frac{1}{2} \left[ 1 - erf \left( \frac{z}{\sqrt[]{2}} \right) \right] &\quad \text{(error function)} \end{align} \]

3.9.3 Usable Service Area

  • Akibat dari efek “shadowing” yang telah dibahas sebelumnya, beberapa daerah yang seharusnya memiliki kualitas baik, menjadi tidak baik karena level sinyal (dB) turun dibawah threshold
  • Untuk itu, perlu dilakukan perhitungan persentase daerah yang memiliki layanan jaringan baik, yang disimbolkan dengan \(U(\gamma)\)

Lanjutan, Usable Service Area

  • Demi kemudahan, umumnya \(d = r\) dimana \(r\), dengan demikian, jarak \(d\) sekarang representasinya secara radial (melingkar, seperti penyebaran sinyal pada antenna transmitter)

\[ Pr \left[ P_r (d) < \gamma \right] \to Pr \left[ P_r (r) < \gamma \right] \]

Probabilitas \(U(\gamma)\)

  • Setelah kita buat \(r = d\), maka nilai \(U(\gamma)\) didapat melalui persamaan:

\[ U( \gamma ) = \frac{1}{\pi R^2} \int{ Pr \left[ P_r (r) < \gamma \right] } \,dA \] - Kita perlu ingat juga bahwa \(Pr[ P_r (r) < \gamma]\) idem dengan:

\[ Q \left( \frac{\gamma - \overline{P_r}(r)}{\sigma} \right) \]

Lanjutan Probabilitas \(U(\gamma)\)

  • Dengan demikian, karena \(Q(z)\) juga mempunyai 2 bentuk, maka ekspansi dari \(Pr[ P_r (r) < \gamma]\) juga akan memiliki 2 bentuk.
  • Namun, karena working with integrals are hard (I know you feel that way), kita akan gunakan versi yang \(erf\) agar tidak mempersulit diri sendiri.

\[ Pr \left[ P_r (r) < \gamma \right] = \frac{1}{2} - \frac{1}{2}erf \left[ \frac{\gamma - \overline{P_r}(r)}{\sigma \sqrt[]{2}} \right] \]

Lanjutan Probabilitas \(U(\gamma )\)

  • ekspansi \(\overline{P_r}(r)\) \[ Pr \left[ P_r (r) < \gamma \right] = \frac{1}{2} - \frac{1}{2}erf \left[ \frac{\gamma - \left[ P_t - ( \overline{PL}(d_0) + 10n \log{ (\frac{r}{d_0}}) ) \right] } {\sigma \sqrt[]{2}} \right] \]

  • Agar model kita dapat memodelkan path loss yang sesuai dengan batasan area yang memiliki layanan usable, maka \(r = R\), sehingga persamaan akan menjadi:

\[ Pr \left[ P_r (r) < \gamma \right] = \frac{1}{2} - \frac{1}{2}erf \left[ \frac{\gamma - \left[ P_t - ( \overline{PL}(d_0) + 10n \log{ (\frac{R}{d_0}}) + 10n \log{ (\frac{r}{R}}) ) \right] } {\sigma \sqrt[]{2}} \right] \]

3.10 Outdoor Propagation Model

  • Seringkali, sistem komunikasi wireless yang di desain akan diluncurkan untuk lingkungan outdoor, dan lingkungan outdoor ( sector ) pastinya memiliki bentuk permukaan ( terrain ) yang tidak dapat bervariasi.
  • Kondisi lingkungan tersebut dapat bervariasi mulai dari tempat yang datar, hingga di pegunungan.
  • Setiap model yang dibahas ini memiliki keunggulan, akurasi, dan kompleksitas tersendiri yang unik.
  • Sebagian besar model yang sudah ada merupakan hasil analisa dari pengambilan data yang ada di lokasi terkait.
  • Berikut akan dibahas 3 dari model tersebut, yaitu:
    • Longley-Rice
    • Hata
    • Walfisch & Bertoni

3.10.1 Longley-Rice’s Model

  • Berlaku untuk komunikasi P2P ( peer-to-peer )
  • Rentang frekuensi 40 MHz - 100 GHz
  • Median dari \(P_{loss}\) didapat dari hasil prediksi bentuk path dari lingkungan sistem, serta refractivity dari troposfer.
  • Kekurangan dari model ini adalah model ini tidak menyertakan “koreksi” apabila terpengaruh faktor lingkungan yang memiliki banyak bangunan tinggi.
  • Kekurangan kedua, model ini tidak bisa digunakan untuk multipath loss.

3.10.2 Hata’s Model

  • Model milik Hata merupakan hasil pengembangan dari model milik Okumura yang masih memiliki banyak kekurangan

  • Persamaan model Okumura:
    \[ L_{50}(dB) = L_F + A_{mu}(f,d) - G(h_{te}) - G(h_{re}) - G_{AREA} \]

  • \(L_{50}\) = Median dari path loss

  • \(A_mu\) = Median dari atenuasi free space

  • \(G(h_{te})\) = Gain antenna dari pemancar

  • \(G(h_{re})\) = Gain antenna dari penerima

  • \(G_{AREA}\) = Gain dari lingkungan (berbeda dengan free space)

Lanjutan Hata’s Model

  • Dengan masing-masing gain pada model Okumura tersebut adalah sebagai berikut:

\[ G(h_{te}) = 20 \log{ \left( \frac{h_{te}}{200} \right) } \quad ; \quad 30m \lt h_{te} \lt 1000m \]

\[ G(h_{re}) = \begin{cases} 10 \log{ \left( \frac{h_{re}}{3} \right) } ,& \text{if} & h_{re} \le 3 m\\ 20 \log{ \left( \frac{h_{re}}{3} \right) } ,& \text{if} & 3m \lt h_{re} \lt 10m \end{cases} \]

Lanjutan Hata’s Model

  • Hata menyempurnakan formulasi model Okumura menjadi beberapa persamaan, dengan tiap persamaan berlaku untuk lingkungan tertentu.
  • Urban Area
    \[ \begin{align} L_{50} =& \quad 69.55 + 26.16 \log{f_{c}} - 13.82 \log{h_{te}} - \alpha(h_{re}) \\ & \quad (44.9 - 6.55 \log{h_{te}}) \log{d} \end{align} \]
    • \(f_c\) = frekuensi valid model Okumura (150 - 1500 MHz)
    • \(d\) = jarak transmitter-receiver
    • \(\alpha(h_{re})\) = faktor koreksi untuk tinggi antena receiver

Lanjutan Hata’s Model (Urban Area)

  • Nilai \(\alpha(h_{re})\) Urban Area

    \[ \begin{align} \alpha(h_{re}) &= (1.1 \log{f_c} - 0.7) h_{re} - (1.56 \log{f_c} - 0.8) & \text{(Kota kecil)}\\ \alpha(h_{re}) &= \begin{cases} 8.29 ( \log{1.54 h_{re}})^2 - 1.1 &\text{for} & f_{c} \le 300 MHz \\ 3.2 ( \log{11.75 h_{re}})^2 - 4.97 &\text{for} & f_{c} \ge 300 MHz \end{cases} & \text{(Kota Besar)} \end{align} \]

Lanjutan Hata’s Model (Suburban)

  • Untuk daerah suburban , hanya tinggal memodifikasi sedikit dari Urban Area
  • Suburban Area

\[ L_{50}(dB) = L_{50}(urban) - 2 \left[ \log{\left( \frac{f_c}{28} \right)} \right]^2 - 5.4 \]

Lanjutan Hata’s Model (Rural)

  • Untuk daerah rural , juga memodifikasi sedikit dari Urban Area
  • Rural Area

\[ \begin{align} L_{50}(dB) =& \quad L_{50}(urban) - 4.78 ( \log{f_c} )^2 \\ & \quad - 18.33 \log{f_c} - 40.98 \end{align} \]

Lanjutan Hata’s Model (Conclusion)

  • Kelebihan yang diterapkan oleh Hata adalah generalisasi, karena model milik Hata tidak menyeratakan koreksi untuk path yang benar-benar spesifik, hanya kondisi daerah umum saja.
  • Model milik Hata akurat, dengan syarat jarak transmitter-receiver ( T-R Separation atau \(d\) ) nilainya lebih dari 1 km.
  • Model ini cocok digunakan untuk sistem skala besar, dan tidak cocok untuk sistem komunikasi personal ( PCS - Personal Communication System ) yang memiliki radius kurang dari 1 km.

3.10.3 Walfisch’s & Bertoni’s Model

  • Model yang dicetuskan oleh Walfisch & Bertoni memperhitungkan pengaruh dari atap bangunan & tinggi bangunan, dengan menggunakan prediksi difraksi sinyal yang berada pada level ketinggian jalan.
  • Dalam model Walfisch & Bertoni, path loss disimbolkan dengan \(S\), dan memiliki definisi sebuah product (perkalian) dari 3 hal: \[ S = P_0 \times Q^2 \times P_1 \]
    • \(P_0\) adalah path loss untuk free space
    • \(Q^2\) merepresentasikan konstanta reduksi untuk sinyal yang berada pada tingkat atap bangunan.
    • \(P_1\) menentukan path loss sepanjang area antara atap bangunan dan jalan

Lanjutan Walfisch’s & Bertoni’s

  • Persamaan \(S\) juga dapat direpresentasikan dalam satuan \(dB\): \[ S(dB) = L_0 + L_{rts} + L_{ms} \]
    • \(L_0 \to\) free space loss
    • \(L_{rts} \to\) kerugian akibat difraksi & penyebaran di area dari atap-jalanan
    • \(L_{ms} \to\) kerugian akibat deretan bangunan

3.11 Indoor Propagation Model

  • Dengan semakin berkembangnya PCS ( Personal Communication System ), peningkatan model propagasi untuk lingkungan indoor semakin ditekankan.
  • 2 faktor umum yang mempengaruhi model propagasi indoor adalah struktur bangunan dan bahan bangunan
  • Pemodelan propagasi indoor juga menerapkan hal yang sama dengan outdoor, yaitu dengan konsep:
    • difraksi / difraction
    • refleksi / reflection
    • penyebaran / scattering

  • Pada pembahasan ini akan dijabarkan 3 subtopik:
    • Partition Loss (lantai yang sama)
    • Partition Loss (antar lantai)
    • Log-Distance Path Loss
  • Untuk model yang lain, metode-nya sebagian besar adalah menggunakan tabel seperti partition loss, dikarenakan banyaknya variasi bangunan dan kesulitan generalisasi model propagation loss-nya.

3.11.1 Partition Loss (same floor)

  • Bangunan pastinya bervariasi dalam struktur ruangan-ruangannya.
  • Misalkan ada rumah penduduk umumnya menggunakan kayu untuk membentuk strukturnya
  • Bangunan seperti kantor umumnya dapat menggunakan bahan seperti besi untuk pembentuk strukturnya (sekat antar dinding)

Lanjutan…

  • Karena banyaknya variasi dari bahan bangunan yang digunakan, tidak bisa dilakukan generalisasi model untuk jenis bangunan yang mirip
  • Namun ada juga sebuah “try” untuk memodelkan secara matematis, yang sifatnya “dimiripkan” dengan model propagasi outdoor
  • Solusi paling sederhana adalah daftar nilai path loss untuk setiap bahan bangunan

Table 3.11.1 - Average Loss for Common Building Material (cuplikan)

Bahan Loss Frekuensi
All metal 26 dB 815 MHz
Aluminium siding 20.4 dB 815 MHz
Foil insulation 3.9 dB 815 MHz
Concrete block wall 13 dB 1300 MHz
Loss from 1 floor 20-30 dB 1300 MHz
Loss from 1 floor & 1 wall 40-50 dB 1300 MHz
Metal catwalk / staircase 5 dB 1300 MHz
Ceiling duct 1-8 dB 1300 MHz

3.11.2 Partition Loss Between Floors

  • Sama seperti loss untuk lantai yang sama, untuk loss antar lantai juga berlaku tabel daftar nilai.
  • Nilai penting disini adalah \(FAF\) ( Floor-Attenuation-Factor ), dimana ini merepresentasikan seberapa besar atenuasi (peredaman) sinyal.
  • Slide ke bawah untuk contoh data dari bangunan milik perusahaan Pacific Bell di San Fransisco

Pacific Bell Building

Tabel 3.11.1 : Contoh Tabel FAF Bangunan Pacific Bell

f = 915 MHz

JumlahLantai FAF.dB StdDev.dB Num.Location
1 13.2 9.2 16
2 18.1 8.0 10
3 24.0 5.6 10
4 27.0 6.8 10

f = 1900 MHz

JumlahLantai FAF.dB StdDev.dB Num.Location
1 26.2 10.5 21
2 33.4 9.9 21
3 35.2 5.9 20
4 38.4 3.4 20

3.11.3 Log-Distance Path Loss Model

  • Untuk model yang satu ini, memiliki kemiripan dengan counterpart outdoor-nya.
  • Dapat dilihat dari persamaan berikut, mirip dengan persamaan log-normal shadowing \[ PL(dB) = PL(d_0) + 10n \log{ \left( \frac{d}{d_0} \right)} + X_{\sigma} \]
  • nilai \(n\) bergantung pada karakteristik bangunan (konstanta)
  • \(X_{\sigma}\) adalah nilai acak (Gaussian) dengan standard deviasi \(\sigma\) (keduanya dalam \(dB\))
  • Slide kebawah untuk contoh daftar nilai \(n\) dan \(\sigma\) yang relevan.

Tabel 3.11.3 Daftar Nilai untuk Log-Distance Path Loss Indoor

Bangunan Frequency.MHz n StdDev.dB
Retail store 914 2.2 8.7
Grocery store 914 1.8 5.2
Office, hard partition 1500 3.0 7.0
Office, soft partition 900 2.4 9.6
Office, soft partition 1900 2.6 14.1

3.12 Signal Penetration

  • Pengukuran kekuatan sinyal yang masuk ke suatu bangunan menjadi penting dalam meningkatkan kualitas transmisi
  • Namun, usaha ini masih susah dioptimisasi, karena sebagian besar paper yang dipublikasikan tidak bisa saling dibandingkan. (Selain itu juga karena jumlah paper yang dipublikasikan sedikit)
  • Namun dari seluruh paper yang sudah dipublikasikan, ada 1 pola pemikiran yang sama.

Lanjutan (Signal Penetration)

  • Pola pemikiran tersebut adalah
    1. Kekuatan sinyal bertambah dengan bertambahnya ketinggian bangunan.
    2. Kekuatan penetrasi sinyal juga merupakan fungsi dari frekuensi
    3. Parameter antenna menjadi faktor penentu juga
  • Pada ketinggian lantai yang rendah, clutter lebih dominan sehingga kekuatan sinyal menjadi teratenuasi (teredam)
  • Dari salah satu hasil paper, disebutkan bahwa ketika frekuensi meningkat, maka kekuatan penetrasi sinyal juga meningkat

Lanjutan

  • Penelitian yang dilakukan oleh Walker menggunakan pemancar cellular sebagai subyek penelitian, dan dari hasil pengambilan sampel 14 bangunan, beliau mendapatkan rata-rata penetration loss sebesar 1.9 dB / lantai.
  • Penelitian serupa yang dilakukan oleh Turkamani juga mendapatkan hasil penetration loss sebesar 2 dB / lantai.

Lanjutan

  • Hasil pengukuran tersebut dipengaruhi oleh persentase jendela & bahan metal yang ada di bangunan
  • Contohnya, attenuasi dari bahan metal: 3 - 30 dB
  • Sudut kejadian gelombang terhadap permukaan bangunan juga menjadi faktor kekuatan penetrasi sinyal.

3.13 Ray Tracing & Site Specific Modeling

  • Seiring berkembangnya jaman, kemampuan komputasi dari komputer juga semakin berkembang
  • Beberapa teknik pemodelan propagasi radio mulai dilakukan dengan bantuan komputer, contohnya SISP model ( SIte Specific Propagation ) dan GIS database ( Graphical Infromation System )

Lanjutan

  • Contoh lainnya adalah teknik Photogrammetric , yaitu teknik mengkonversi hasil foto dari satelit menjadi model 3D yang bisa dimasukkan ke database, sehingga data-data & parameter lingkungannya dapat di import untuk dianalisa lebih lanjut.
  • Berkat bantuan teknologi komputer tersebut, pemodelan untuk propagasi radio semakin bersifat deterministik \(\to\) desain semakin robust.