library(tidyverse)
library(highcharter)Kemiskinan dan kurangnya asupan gizi sejauh ini masih menjadi permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia, sampai saat ini, sampai detik ini. Tanpa kita sadari, ternyata ada hubungan antara angka kemiskinan dan kurangnya asupan gizi pada masyarakat. Mungkin, secara kasat mata, kita tidak menyadarinya. Tetapi, bila seseorang kekurangan gizi, maka orang tersebut bisa jadi terkena penyakit lemah atau lesu, sehingga mengganggu kegiatan orang tersebut sehari-hari.
Salah satu kategori kekurangan gizi adalah kurangnya asupan kalori pada seseorang. Pada Balita, kurangnya asupan kalori dapat menyebabkan stunting. Bila stunting diderita pada anak, maka ada beberapa efek jangka panjang dan dapat menyebabkan efek domino terhadap beberapa permasalahan yang ada. Salah satu efek jangka panjang bila seorang anak menderita stunting adalah ketika anak tersebut beranjak dewasa, produktivitas dan kapasitas kerja dari anak yang menderita stunting menurun atau bahkan cenderung tidak optimal. Selain itu, ternyata efek jangka panjang dari stunting dapat berdampak pada pertumbuhan negara.
Sebab dari produktivitas rendah bisa mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi yang nantinya bisa meningkatkan angka kemiskinan dan memperlebar angka ketimpangan ekonomi [1].
Kemiskinan sendiri di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor di Indonesia. Selain kurangnya produktivitas dari pemuda-pemudi, contoh faktor lainnya adalah kurangnya pendidikan yang memadai. Kemiskinan adalah siklus, dan tanpa pendidikan seseorang akan kesulitan memperbaiki kondisi keuangan mereka [2].
Siklus seperti ini menjadi mata rantai yang saling berhubungan dan seperti domino. Maka, pada kesempatan ini saya akan memprediksi persentase kemiskinan dan meng-klusterkan daerah mana dengan kurangnya asupan kalori yg tinggi pada tahun di prediksi tersebut.
Pertama, mari kita assign data persentase kurangnya asupan kalori & kemiskinan di Indonesia selama 5 tahun terakhir (2015, 2016, 2017, 2018, & 2019) ke malnutrisi & pov, dan melihat tipe data dari tiap kolom dan jumlah baris pada data dengan menggunakan fungsi glimpse().
malnutrisi <- read.csv("malnutrition_calorie.csv")
glimpse(malnutrisi)## Rows: 34
## Columns: 6
## $ province <chr> "ACEH", "SUMATERA UTARA", "SUMATERA BARAT", "RIAU", "JAMBI...
## $ X2019 <dbl> 9.61, 6.06, 7.19, 10.20, 9.80, 6.97, 7.27, 9.99, 6.22, 8.4...
## $ X2018 <dbl> 9.38, 6.87, 6.93, 10.19, 8.93, 6.81, 6.31, 8.89, 8.23, 11....
## $ X2017 <dbl> 10.29, 7.88, 6.60, 9.78, 8.64, 4.51, 8.67, 8.41, 6.60, 8.5...
## $ X2016 <dbl> 13.42, 13.82, 7.34, 13.22, 14.64, 10.62, 9.56, 14.74, 9.99...
## $ X2015 <dbl> 11.30, 12.62, 8.64, 10.86, 13.97, 10.10, 10.30, 15.43, 7.9...
Hasil diatas menunjukkan bahwa selain kolom province, kolom yang lain bertipe numerik dan hanya kolom province saja yang memiliki kolom bertipe karakter. Data tersebut memiliki 34 baris yang merepresentasikan provinsi yang ada di Indonesia.
malnutrisipov <- read.csv("poverty_yearly.csv")
glimpse(pov)## Rows: 34
## Columns: 6
## $ province <chr> "ACEH", "SUMATERA UTARA", "SUMATERA BARAT", "RIAU", "JAMBI...
## $ Y2019 <dbl> 30.33, 17.46, 12.71, 13.98, 15.11, 25.27, 30.14, 24.92, 9....
## $ Y2018 <dbl> 31.65, 18.16, 13.20, 14.60, 15.77, 25.62, 30.84, 26.15, 10...
## $ Y2017 <dbl> 32.81, 19.50, 13.62, 15.19, 16.09, 26.29, 32.04, 26.73, 10...
## $ Y2016 <dbl> 33.16, 20.62, 14.23, 15.65, 16.78, 26.93, 34.35, 28.15, 10...
## $ Y2015 <dbl> 34.19, 21.32, 14.02, 17.24, 17.98, 28.02, 35.04, 27.88, 10...
Hasil diatas menunjukkan bahwa terdapat 6 kolom yang dimana kolom pertama adalah nama-nama provinsi yang ada di Indonesia dengan tipe data karakter, dan kolom selain kolom province merepresentasikan persentase kemiskinan di Indonesia selama 5 tahun terakhir dengan tipe data numerik. Jumlah baris yang terdapat pada data pov sejumlah dengan jumlah baris yang berada di data malnutrisi.
Setelah itu, mari kita cek apakah terdapat missing value pada data malnutrisi dengan menggunakan anyNA().
anyNA(malnutrisi)## [1] FALSE
anyNA(pov)## [1] FALSE
Selanjutnya, kita akan melihat beberapa insight dari kedua data tersebut
Pada bab ini, akan dilakukan Explanatory Data dan Visualisasinya terhadap daerah yang berada di Pulau Jawa, karena penduduk terbanyak berada di Pulau Jawa dan bahkan Pulau Jawa menjadi parameter dalam segala hal, contohnya seperti politik.
Pertama, kita akan melihat bagaimana grafik kurangnya asupan kalori di Pulau Jawa pada 5 tahun terakhir (2015, 2016, 2017, 2018, & 2019). Sebelum dilakukan visualisasi, kita akan mengubah data dari yang lebar menjadi memanjang ke bawah dengan pivot_longer() dan rename().
# EDA on `malnutrisi` data
data1 <- malnutrisi %>%
group_by(province) %>%
rename("2015" = X2015,
"2016" = X2016,
"2017" = X2017,
"2018" = X2018,
"2019" = X2019) %>%
pivot_longer(c("2015",
"2016",
"2017",
"2018",
"2019"),
names_to = "year")
# quick check
head(data1)Setelah itu, mari kita visualisasikan data yang sudah siap seperti diatas.
# create agroup of category to subset/filter
jawa <- c("DKI JAKARTA", "JAWA BARAT", "BANTEN", "JAWA TENGAH", "DI YOGYAKARTA", "JAWA TIMUR")
# visualization!
data1 %>%
filter(province %in% jawa) %>%
hchart("line",
hcaes(year, value,
group = province)) %>%
hc_title(text = "Persentase Malnutrisi (Kalori) di Pulau Jawa",
style = list(fontWeight = "bold")) %>%
hc_subtitle(text = " Pada Tahun 2015, 2016, 2017, 2018, & 2019") %>%
hc_yAxis(title = list(text = "")) %>%
hc_xAxis(title = list(text = "Tahun")) Grafik diatas menunjukkan bahwa;
Secara keseluruhan, persentase kurangnya asupan kalori tertinggi terdapat pada daerah Jawa Tengah.
Angka persentase kurangnya asupan kalori di DI Yogyakarta turun secara signifikan pada tahun 2016 dan 2017. Walaupun pada tahun 2019 persentase kurang asupan kalori di DI Yogyakarta naik, tetapi masih menjadi kedua yang terendah di Pulau Jawa.
Secara keseluruhan, Banten memiliki persentase terendah untuk kurangnya asupan gizi pada masyarakat.
Bila kita sudah melihat secara grafik persentase kurangnya asupan kalori pada masyarakat di Pulau Jawa pada 5 tahun terakhir, pada subbab ini kita akan melakukan EDA dan visualisasi persentase kemiskinan di Pulau Jawa
# rename and pivot_longer on data `pov`
data2 <- pov %>%
group_by(province) %>%
rename("2015" = Y2015,
"2016" = Y2016,
"2017" = Y2017,
"2018" = Y2018,
"2019" = Y2019) %>%
pivot_longer(c("2015",
"2016",
"2017",
"2018",
"2019"),
names_to = "year")
# quick check
head(data2)data2 %>%
filter(province %in% jawa) %>%
hchart("line",
hcaes(year, value,
group = province)) %>%
hc_title(text = "Persentase Kemiskinan di Pulau Jawa",
style = list(fontWeight = "bold")) %>%
hc_subtitle(text = " Pada Tahun 2015, 2016, 2017, 2018, & 2019") %>%
hc_yAxis(title = list(text = "")) %>%
hc_xAxis(title = list(text = "Tahun"))Grafik diatas menunjukkan bahwa;
Secara keseluruhan, DI Yogyakarta memiliki persentase kemiskinan tertinggi di Pulau Jawa, sedangkan DKI Jakarta memiliki persentase kemiskinan terendah di Pulau Jawa.
Penurunan persentase kemiskinan di DKI Jakarta tidak terlalu menurun, cenderung landai tiap tahunnya.
Secara keseluruhan, persentase kemiskinan menurun secara landai pada tiap tahunnya.
Berikut adalah grafik rerata persentase malnutrisi / kurangnya asupan kalori di Pulau Jawa.
data1 %>%
group_by(province) %>%
summarise(rerata = mean(value)) %>%
filter(province %in% jawa) %>%
hchart("column",
hcaes(province, rerata,
group = province)) %>%
hc_tooltip(crosshairs = TRUE,
borderWidth = 3.5,
table = TRUE,
pointFormat = paste('<br>Rerata Persentase Malnutrisi: {point.rerata}%')) %>%
hc_title(text = "Rerata Persentase Malnutrisi Kalori di Pulau Jawa",
style = list(fontWeight = "bold")) %>%
hc_subtitle(text = "Pada 5 tahun terakhir (2015, 2016, 2017, 2018, & 2019)") %>%
hc_yAxis(title = list(text = "")) %>%
hc_xAxis(title = list(text = "Provinsi"))Dari bar chart diatas dapat disimpulkan;
Jawa Tengah adalah provinsi tertinggi rerata persentase malnutrisi kalori sebesar 11,444%.
DKI Jakarta menempati posisi kedua dengan rerata persentase malnutrisi kalori sebesar 10,022%.
Rerata persentase malnutrisi kalori Jawa Barat dengan Jawa Timur berselisih sekitar 0,124%, sedangkan selisih rerata persentase malnutrisi kalori Banten dengan DI Yogyakarta sekitar 0,15%.
Berikut ini adalah rerata persentase kemiskinan di Pulau Jawa.
data2 %>%
group_by(province) %>%
summarise(rerata = mean(value)) %>%
filter(province %in% jawa) %>%
hchart("column",
hcaes(province, rerata,
group = province)) %>%
hc_tooltip(crosshairs = TRUE,
borderWidth = 3.5,
table = TRUE,
pointFormat = paste('<br>Rerata Persentase Kemiskinan: {point.rerata}%')) %>%
hc_title(text = "Rerata Persentase Kemiskinan di Pulau Jawa",
style = list(fontWeight = "bold")) %>%
hc_subtitle(text = "Pada 5 tahun terakhir (2015, 2016, 2017, 2018, & 2019)") %>%
hc_yAxis(title = list(text = "")) %>%
hc_xAxis(title = list(text = "Provinsi"))Dari bar chart diatas dapat disimpulkan bahwa;
DI Yogyakarta menempati posisi tertinggi untuk rerata persentase kemiskinan tertinggi di Pulau Jawa dengan rerata persentase sebesar 25,394%, disusul oleh Jawa Tengah pada posisi kedua dengan rerata persentase sebesar 24,498%. Selisih keduanya sekitar 0,896%.
Rerata persentase kemiskinan DI Yogyakarta dan Jawa Tengah mempunyai selisih yang sedikit.
DKI Jakarta menempati posisi terendah untuk rerata persentase kemiskinan tertinggi di Pulau Jawa.
Sekarang, kita akan melihat bagaimana distribusi persebaran persentase kemiskinan dan persentase malnutrisi kalori di Indonesia.
# join `malnutrisi` and `pov`
data_join <- malnutrisi %>%
left_join(pov)
# quick check
head(data_join)data_join %>%
select(c(province,
X2019,
Y2019)) %>%
hchart("scatter",
hcaes(X2019, Y2019,
group = province)) %>%
hc_tooltip(crosshairs = TRUE,
borderWidth = 3.5,
table = TRUE,
headerFormat = "<b>Distribusi Persentase</b>",
pointFormat = paste('<br><b>{point.province}</b><br>Malnutrisi: {point.X2019}%<br>Kemiskinan: {point.Y2019}%')) %>%
hc_title(text = "Distribusi Persentase Kemiskinan dan Malnutrisi Kalori di Indonesia",
style = list(fontWeight = "bold")) %>%
hc_subtitle(text = "Tahun 2019") %>%
hc_xAxis(title = list(text = "Persentase Malnutrisi Kalori")) %>%
hc_yAxis(title = list(text = "Persentase Kemiskinan")) %>%
hc_legend(enabled = FALSE)Grafik diatas menunjukkan bahwa;
Ada beberapa provinsi yang mempunyai persentase kemiskinan dan malnutrisi (kalori) yang tinggi pada tahun 2019, diantaranya adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Papua, dan Maluku.
Rerata persebaran/distribusi persentase malnutrisi kalori berkisar di angka 4-10%, sedangkan untuk rerata distribusi persentase kemiskinan berkisar 10-30%.
Ada 1 provinsi yang memiliki persentase malnutrisi kalori yang sangat rendah, tetapi cukup tinggi pada persentase kemiskinan, yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Maluku Utara, termasuk memiliki persentase nutrisi yang tinggi yaitu 27,95%, tetapi untuk persentase kemiskinan berada di rata-rata persentase.
Bali dan DKI Jakarta memiliki persentase kemiskinan dan malnutrisi kalori yang rendah dari rata-rata persentase kemiskinan dan malnutrisi kalori.
Kesimpulan yang bisa didapat dari hasil EDA & Visualisasi diatas adalah sebagai berikut;
Secara keseluruhan 5 tahun terakhir, persentase kurangnya asupan kalori/malnutrisi kalori pada Provinsi yang berada di Pulau Jawa pada periode tahun 2016 - 2017 mengalami penurunan. Beberapa diantaranya mengalami menurunan yang signifikan.
Periode tahun 2017 - 2019, persentase malturisi kalori di Provinsi yang berada di Pulau Jawa mengalami kenaikan. Periode tahun 2017 - 2018, Provinsi di Pulau Jawa mengalami kenaikan yang landai, dan pada periode tahun 2018 - 2019 beberapa Provinsi mengalami kenaikan persentase malnutrisi kalori yg cukup signifikan.
Secara keseluruhan, persentase kemiskinan di Pulau Jawa menurun setiap tahunnya secara melandai.
Jawa Tengah adalah provinsi tertinggi rerata persentase malnutrisi kalori sebesar 11,444% dan DI Yogyakarta adalah provinsi terendah rerata persentase malnutrisi kalori sebesar 6,424%.
Pada tahun 2019, ada beberapa provinsi yang memiliki angka persentase kemiskinan dan malnutrisi kalori yang tinggi, diantaranya adalah Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku. Khususnya angka persentase kemiskinan di Papua sangat mengkhawatirkan.
Sebenarnya, permasalah kemiskinan dapat diselesaikan bila persebaran pekerjaan dan pendidikan yang merata. Diharapkan dengan persebaran pekerjaan dan pendidikan yang merata dapat secara perlahan mengatasi gizi buruk yang terjadi di Indonesia.
Solusi untuk kurangnya asupan kalori/malnutrisi kalori sendiri diantara lainnya pemerintah setempat dapat memastikan kebutuhan air bersih terpenuhi, meningkatkan fasilitas sanitasi, dan lain-lain.
Dengan adanya EDA & Visualisasi dari kedua data yang telah diolah, diharapkan pemerintah (khusunya Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial), ahli gizi, pengusaha, dan atau bahkan anda sendiri agar aware dengan permasalahan yang ada.
Pertanyaan selanjutnya:
Bagaimana kita dapat memprediksi persentase kemiskinan dan persentase kurangnya asupan kalori di Indonesia?
Dengan menggunakan Time Series, kita dapat memprediksi berapa persentase kemiskinan dan persentase kurangnya asupan kalori per daerah/provinsi.
Selain itu, kita dapat meng-klusterkan daerah/provinsi mana yang diperkirakan memiliki persentase kemiskinan dan atau persentase kurangnya asupan kalori/malnutrisi kalori dengan Clustering.
[1] Sumber 1 : https://www.gooddoctor.co.id/tips-kesehatan/parenting/gizi-anak/gizi-buruk-pada-anak-di-indonesia/
[2] Sumber 2 : https://www.diadona.id/moneytalk/8-penyebab-kemiskinan-di-indonesia-dan-solusinya-200810y.html