Pendahuluan

Permasalahan

Masyarakat Uni Eropa melarang penggunaan AIP karena mampu menimbulakan resistensi dan residu pada produk hasil ternak (Leeson dan Summer 2009). Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 2017, pasal 15 dan 16 tentang pelarang penggunaan AIP pada pakan semenjak Januari 2018.

Solusi Umum

Solusi Khusus

Kajian Lain

Antimikrobial peptida-A3 asal maggot 60-90 (mg kg -1) memiliki dampak yang sama dengan avilamycin (15 mg kg -1) pakan terhadap performa, produktivitas, imunitas, komposisi mikroorganisme usus, dan morfologi usus halus ayam broiler ROSS 305 (Choi et al. 2014).

Tujuan Penelitian

  1. modifikasi dan rekayasa pengolahan maggot menjadi BPM
  2. identifikasi BPM
  3. evaluasi aktivitas penghambatan dan menentukan dosis optimal BPM terhadap bakteri patogen saluran cerna ternak
  4. evaluasi respon imunitas alami dan poliferasi limfosit BPM serta produk turunan interleukin
  5. evaluasi ekosistem mikroba, morfologi usus, ekspresi defensin, dan proliferasi limfosit serta produk turunan interleukin dari ternak yang diberikan imbuhan pakan berupa BPM

Hipotesis

  1. Penggunaan jenis dan konsentrasi pelarut akan mempengaruhi karakteristik BPM hasil ekstraksi.
  2. BPM maggot memiliki aktivitas penghambatan terhadap bakteri patogen saluran cerna yang lebih baik daripada AIP.
  3. BPM mampu mentriger sistem kekebalan lebih baik daripada AIP.
  4. BPM mampu meningkatkan performa, ekosistem mikroba saluran cerna, dan status kekebalan tubuh menjadi lebih baik daripada AIP.

Sekema Riset

Metode Penelitian

Pengolahan dan Purifikasi

Antibakteri

Karakteristik

Respon Imunologis

Tahap Keempat (Respon Imunologis BPM) Respon sitokin diukur menggunakan sitokin normal dari tikus. BPM uji diambil sebanyak 1 μL dan diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37°C pada sediaan cawan yang telah diberikan sitokin normal sejumlah 10^3 sel. Sitokin normal digunakan untuk uji pembanding. Pengukuran IgA dan IgM berdasarkan metode ELISA. BPM uji diambil sebanyak 0.5 μL dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C pada sediaan cawan yang telah diberikan sitokin normal sejumlah 10^3 sel. Perubahan IgA dan IgM sebelum dan setelah pemberian BPM diukur.

Aplikasi Ke Ternak

Aplikasi ke ternak terlebih dahulu di ujikan ke hewan coba dengan menggunakan mencit. Parameter yang diukur adalah deferensiasi leukosit, titer antibodi, produksi imunoglobulin A dan M. Hasil pengukuran efektifitas BPM pada mencit digunakan untuk menentukan dosis optimum penggunaan BPM. Aplikasi BPM pada ternak dengan menggunakan ayam ras broiler strain ROSS 306. Persiapan kandang dilakukan dengan pembersihan kering dan basah serta desinfeksi kandang. Sebayak 400 ekor DOC jantan broiler, dengan kondisi seragam bobot badanya diacak ke dalam 40 petak percobaan. Pemeliharaan dilakukan selama 21 hari broiler. Peubah yang diamati adalah performa, komposisi mikroba, morfologi usus, ekspresi defensin, ekspresi interleukin, dan respon imunologis

Rancangan Percobaan

Tahap 1

Respon surface methodology

Tahap 2

Analisis Penjajaran Struktur

Tahap 3, 4, 5

Yij=μ+ αii+εijkij

Keterangan: Yij = produksi BPM pada perlakuan jenis antibakteri taraf ke-i dan ulangan ke-j μg = rataan umum αi = pengaruh perlakuan jenis antibakteri ke-i εij = pengaruh acak menyebar normal pada perlakuan jenis antibakteri taraf ke-i dan ulangan ke-j

Jawaban Petanyaan Prelim Tulis

Penghambatan BPM

Aktivitas biologis ABPs terhadap patogen adalah dengan menghambat sistem transport membran dan sistem biokimia intersel. ABPs menghambat sistem transport membran berdasarkan model barrel-stave, toroidal, carpet, dan aggregate channel (Xiao et al. 2015). Berdasarkan model barrel-steve (Ehrenstein dan Lecer (Xiao et al. 2015) mekanisme penghambatan ABPs adalah masuknya ABPs ke dalam membran sel dan menyelimutinya sehingga integrasi fosfolipid bilayer terganggu. Model toroidal, ABPs merusak membran sel dengan jalan menembusnya secara langsung dan menciptakan celah yang diisi oleh komplek ABPs-fosfolipid bilayer. Model carpet, ABPs bersifat seperti detergen dan berinteraksi dengan membran sehingga aktivitas transport membran menurun. Model aggregate channel, ABPs memasuki membran, membentuk komplek ABPs-fofolipid bilayer, dan komplek tersebut memisahkan diri dari membran. Penghambatan aktivitas intersel berupa menghambat sintesis (DNA, RNA, dan protein), meningkatkan sintesis protein pembunuh (PR-39 pada babi), upregulasi DNA penyandi enzim proteolisis serta menginduksi pembentukan ROS (Reactive Oxygen Species) (Mayor dan Pagano 2007; Scheit et al. 1979; Tang et al. 2012). ROS mampu menghabat mekanisme transport elektron dari mitokondria, sehingga bakteri patogen akan penurunan kecepatan pertumbuhan karena kekurangan energi (Tang et al. 2012).

Antibiotik

McDonald et al. (2010) dan NRC (1994), mengungkapkan terdapat empat jenis antibiotik berdasarkan bobot molekul dan mekanisme penghambatan.

  1. Antibiotik tipe pertama (>1200 Da) memiliki aktivitas mengganggu sistem transport dan pembentukan membran bakteri yang dapat menyebabkan sel lisis. Antibiotik tipe pertama bekerja hanya pada bakteri gram positif dan tidak memiliki withdrawal period (waktu antibiotik hilang dari tubuh ternak), contohnya: avoparsin dan flavomisin.

  2. Antibiotik tipe kedua (>500 Da) memiliki mekanisme menghambat sintesis protein. Antibiotik ini memiliki aktivitas penghambatan terhadap bakteri gram posistif dan memiliki withdrawal period, contonya: tilosin dan virginiamisin.

  3. Antibiotik tipe ketiga (250 Da) mampu menghambat sintesis DNA. Antibiotik tipe ketiga bekerja pada spektrum luas (gram positif dan negatif) dan memiliki withdrawal period yang lebih lama, contohnya: nitrofuran dan quinosalin-N-oksida.

  4. Antibiotik tipe keempat mampu mengganggu sistem pompa elektrolit (Na/K) dengan menekan pemasukan kalium ke dalam sel, sehingga diperlukan energi untuk mengeluarkannya, contohnya:monensin.

Kelemahan BPM

  1. Potensi toksisitas pada ternak
  2. Sensivitas terhdap suhu dan temperatur ekstrem
  3. Kurang selektif terhadap strain bakteri tertentu
  4. Performa turun ketika dikenai coating
  5. Adanya bakteri yang resisten BPM

Sitokin

Sitokin adalah kategori luas dari protein kecil (~ 5-20 kDa ) yang penting dalam pensinyalan sel. Pelepasan sitokin memengaruhi perilaku sel di sekitar mereka. Sitokin dapat terlibat dalam pensinyalan autokrin, pensinyalan parakrin, dan pensinyalan endokrin sebagai agen imunomodulasi. Sitokin terlibat penting dalam kesehatan dan penyakit, khususnya dalam respon inang terhadap infeksi, respons imun, peradangan, trauma, sepsis, kanker, dan reproduksi.

IgA dan IgM

  1. IgA 15% dari Ig

    -Terdapat pada cairan tubuh (darah, air mata, saliva, asi, cairan paru, cairan GIT, dan urogenital)

    -Melinsungi infeksi paru, GIT, urogenital

  2. IgM 10% dari Ig

    -Saluran serum intavaskuler

    -Imunglobulin pertama yang dihasilkan sebagai reaksi infeksi bakteri dan virus

    -Mengaktifkan sistem komplemen

ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)

Uji Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) merupakan uji yang banyak banyak digunakan pada laboratorium diagnostik. Teknik ini dapat memeriksa keberadaan antigen (identfikasi Ag) maupun antibodi baik secara kualitatif (positif/negatif) maupun kuantitatif (titer). Uji ELISA mempunyai dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana untuk mengidentifikasi jenis antigen tertentu dengan mereaksikannya terhadap antibodi telah diketahui. Kedua adalah untuk mengetahui jenis antibodi dan titernya, dengan cara mereaksikan serum yang ingin diketahui jenis antibodinya dengan antigen standar yáng telah diketahui. Uji ini dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu Indirect ELISA, Sandwich ELISA dan Direct ELISA.

Pick Cecropin

Pick Maldi Cecropin (BM)

3D Cecropin

Antibakteri Cecropin

Ekspresi Gen Cecropin

Pick Defensin

Pick Maldi Defensin (BM)

3D Defensin

Antibakteri Defensin

Daya Hambat

Hasil Data

Gram Positif dan Negatif

Gram+ Gram-