
Ditujukan untuk memenuhi ujian Mata Kuliah Epidemiologi
Dosen Pengampu:
Dr. I Gede Nyoman Mindra Jaya, M.Si.
PROGRAM STUDI STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2025
Link Dashboard : https://dashboard-epidem-hipertensi.streamlit.app/Kesimpulan
Link Media Sosial : https://youtu.be/BeFMHcLsaRw
Hipertensi adalah penyakit yang dapat menyerang siapa saja, dari muda sampai tua dan tidak terbatas pada gender. Hipertensi menjadi salah satu penyakit yang paling sering dikhawatirkan karena memiliki dampak yang luas terhadap kualitas hidup dan risiko komplikasi berkepanjangan.
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, hipertensi merupakan faktor risiko tertinggi penyebab kematian keempat di Indonesia yang menyumbang 10,2% dari total kematian penyakit tidak menular. Pada tahun 2023, prevalensi hipertensi pada penduduk usia di atas 18 tahun mencapai 30,8%. Di antara sepuluh provinsi penyumbang kasus hipertensi tertinggi, Provinsi Jawa Barat menempati peringkat kedua dengan prevalensi tertinggi sebesar 39,6%.
Secara ilmiah, hipertensi atau tekanan darah tinggi didefinisikan sebagai kondisi tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥90 mmHg. Faktor penyebab hipertensi meliputi genetik, gaya hidup (seperti konsumsi garam tinggi, obesitas, stres, merokok, dan konsumsi alkohol), serta faktor lingkungan.Jika tidak ditangani dengan serius, penyakit dengan julukan “the silent killer” ini dapat menyebabkan komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, diabetes, bahkan kebutaan. Komplikasi ini dapat meningkatkan angka kematian dan disabilitas, serta menurunkan kualitas hidup penderita.
Menanaggapi berbahayanya penyakit ini, pemerintah dan para ahli kesehatan telah mengkampanyekan langkah penurunan hipertensi, seperti perilaku hidup sehat ‘PATUH’ dan ‘CERDIK’ yang menekankan pemeriksaan kesehatan rutin, gizi seimbang, aktivitas fisik, kelola stres, istirahat yang cukup, sampai menghindari sumber zat karsinogenik. Namun, tetap dibutuhkan kesadaran masyarakat yang tinggi serta pengoptimalan dukungan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan deteksi dini, edukasi, dan akses pengobatan hipertensi, guna menekan angka prevalensi dan komplikasi hipertensi.
Sebagai langkah kecil, penelitian ini dilakukan untuk memberi kontribusi dalam melihat peluang optimalisasi penekanan angka hipertensi melalui sisi epidimiologis. Dalam hal ini, akan ditinjau lebih lanjut terkait kasus hipertensi khusus di Provinsi Jawa Barat.
Adapun rumusan masalah yang akan diteliti adalah :
Apa saja faktor agent-host-environment yang relevan terhadap kasus hipertensi dan bagaimana hubungan faktor risiko terhadap penyakit tersebut?
Bagaimana sebaran kasus hipertensi di setiap kabupaten/kota di Jawa Barat tahun 2024 berdasarkan analisis epidemiologis?
Bagaimana simulasi desain studi epidemiologi untuk kasus hipertensi di Jawa Barat?
Apa implikasi hasil penelitian terhadap kebijakan pengendalian hipertensi yang berfokus pada intervensi epidemiologis lokal?
Guna menjawab rumusan masalah yang ada, penelitian ini bertujuan untuk :
Mengidentifikasi faktor agent-host-environment yang relevan terhadap kasus hipertensi dan menggambarkan hubungan faktor risiko terhadap penyakit tersebut.
Menganalisis pola sebaran kasus hipertensi di Jawa Barat tahun 2024 menggunakan pendekatan epidemiologis.
Merancang desain simulatif studi epidemiologi kasus hipertensi di Jawa Barat
Memberikan rekomendasi kebijakan pengendalian hipertensi di Jawa Barat.
Ruang lingkup wilayah dibatasi pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat, sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan untuk provinsi lain di Indonesia.
Analisis yang dilakukan hanya mencakup tiga pendekatan, yaitu:
Analisis deskriptif untuk menggambarkan karakteristik dan distribusi kasus hipertensi,
Analisis prevalensi untuk mengukur tingkat sebaran hipertensi di setiap wilayah kabupaten/kota, artinya penelitian ini tidak menilai hubungan sebab-akibat (kausalitas) antarvariabel.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi medis kronis di mana tekanan dalam pembuluh arteri meningkat secara persisten. Hipertensi umumnya didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg jika diukur secara berulang dalam keadaan istirahat yang adekuat. Tekanan darah tinggi menyebabkan jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah dan dapat merusak pembuluh darah serta organ target seperti otak, jantung, dan ginjal jika tidak ditangani dengan tepat.
Hipertensi merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskular termasuk stroke dan penyakit jantung koroner, serta berkontribusi terhadap sekitar 9 juta kematian global setiap tahun. Hipertensi sering tidak menunjukkan gejala pada tahap awal atau biasa disebut sebagai “the silent killer” sehingga banyak penderitanya tidak menyadari kondisinya hingga terjadi komplikasi.
Model ini dapat digunakan untuk memahami faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya hipertensi sebagai penyakit tidak menular dengan menggambarkan bagaimana interaksi antara penyebab, individu, dan lingkungan berperan dalam terjadinya kondisi hipertensi.
Agent : berupa faktor non-infeksi seperti asupan natrium berlebih, konsumsi alkohol dan kafein, obesitas, resistensi insulin, serta penggunaan obat tertentu yang memicu peningkatan volume darah dan resistensi vaskular.
Host : mencakup individu dengan faktor predisposisi seperti usia lanjut, jenis kelamin, faktor genetik, status gizi, obesitas, kebiasaan merokok, stres, serta aktivitas fisik rendah yang meningkatkan kerentanan terhadap hipertensi.
Environment : meliputi lingkungan fisik dan sosial seperti gaya hidup modern penuh tekanan, pola makan tinggi garam terutama di wilayah pesisir, kurangnya aktivitas fisik di daerah perkotaan, perbedaan geografis, serta keterbatasan akses dan peran pelayanan kesehatan dalam pencegahan dan deteksi dini hipertensi.
Prevalensi
Proporsi individu yang memiliki penyakit tertentu (kasus lama + baru) pada suatu titik waktu (point prevalence) atau periode tertentu (period prevalence). Menggambarkan beban penyakit pada populasi.
\[ Prevalensi = \frac{\text{Jumlah kasus pada waktu tertentu}}{\text{Total populasi}} \times 100\% \]
Spatial dependence atau ketergantungan spasial adalah kondisi ketika nilai suatu variabel di suatu lokasi memiliki keterkaitan atau pengaruh terhadap nilai variabel di lokasi lain yang berdekatan. Dalam konteks epidemiologi hipertensi, hal ini berarti wilayah dengan angka kasus tinggi dapat memengaruhi wilayah yang berdekatan. Memungkinkan terjadi karena mobilitas masyarakatnya, gaya hidupnya, atau kesamaan karakteristik lingkungannya.
Ketergantungan spasial dapat diuji melalui Moran’s I, Geary’s C, atau Local Indicators of Spatial Association (LISA). Apabila pengujian yang dilakukan menghasilkan autokorelasi spasial positif, maka kasus hipertensi dikatakan cenderung mengelompok (clustered) di wilayah tertentu, bukan menyebar acak. Informasi ini penting untuk digunakan dalam rancangan pengendalian hipertensi melalui intervensi berbasis wilayah (spatial targeting).
Ketergantungan spasial dapat diuji melalui beberapa metode statistik (Anselin, 1995):
A. Moran’s I (Global) - Mengukur autokorelasi spasial secara keseluruhan - Nilai: -1 (dispersi sempurna) hingga +1 (klaster sempurna) - I > 0: autokorelasi positif (pengelompokan) - I < 0: autokorelasi negatif (dispersi) - I ≈ 0: distribusi acak
B. Geary’s C - Alternatif dari Moran’s I - Nilai: 0 (klaster sempurna) hingga 2 (dispersi sempurna)
C. Local Indicators of Spatial Association (LISA) - Mengidentifikasi klaster lokal - Mendeteksi hotspot (High-High) dan coldspot (Low-Low)
Interpretasi Hasil: Apabila pengujian menghasilkan autokorelasi spasial positif yang signifikan, maka kasus hipertensi dikatakan cenderung mengelompok (clustered) di wilayah tertentu, bukan menyebar acak. Informasi ini penting untuk merancang pengendalian hipertensi melalui intervensi berbasis wilayah (spatial targeting) (Pfeiffer et al., 2008).
Matriks bobot spasial (spatial weights matrix, W) digunakan untuk menggambarkan hubungan kedekatan antar wilayah dalam analisis spasial (Bivand et al., 2013). Matriks ini mengkuantifikasi seberapa kuat pengaruh suatu wilayah terhadap wilayah lainnya.
A. Contiguity-based Weights (Berdasarkan Batas Wilayah) - Rook contiguity: Wilayah dianggap tetangga jika berbagi sisi batas - Queen contiguity: Wilayah dianggap tetangga jika berbagi sisi atau titik sudut - Bishop contiguity: Wilayah dianggap tetangga jika berbagi titik sudut saja
B. Distance-based Weights (Berdasarkan Jarak) - Menggunakan jarak Euclidean antar centroid wilayah - Bobot menurun seiring jarak meningkat - Formula umum: \(w_{ij} = \frac{1}{d_{ij}^{\alpha}}\) (α biasanya = 2)
C. K-Nearest Neighbors (KNN) - Setiap wilayah memiliki k tetangga terdekat - Mengatasi masalah wilayah terpencil tanpa tetangga
Dalam konteks hipertensi di kabupaten/kota Jawa Barat, penelitian ini menggunakan queen contiguity karena: - Lebih mencerminkan interaksi sosial-ekonomi antar wilayah - Memperhitungkan wilayah yang hanya bersinggungan di sudut - Sesuai dengan pola mobilitas penduduk Jawa Barat
Matriks bobot spasial (W) digunakan untuk menggambarkan hubungan kedekatan antarwilayah. Matriks ini juga dapat menunjukkan seberapa kuat pengaruh antarwilayah tersebut. Beberapa metode umum dalam pembentukan matriks bobot spasial antara lain: Contiguity-based weights (berdasarkan batas wilayah), Distance-based weights (berdasarkan jarak), dan K-nearest neighbors (KNN) yang menganggap setiap wilayah bertetangga dengan k wilayah terdekatnya.
Dalam konteks hipertensi di kabupaten/kota Jawa Barat, matriks bobot spasial penting untuk mengidentifikasi pola sebaran kasus antarwilayah.
## Warning: package 'DiagrammeR' was built under R version 4.3.3
Studi simulatif dapat dilakukan menggunakan desain cross-sectional. Desain ini mengukur paparan dan outcome bersamaan, menggambarkan prevalensi suatu populasi, mengidentifikasi dengan jelas faktor yang berkaitan. Namun, desain ini terbatas dalam menentukan hubungan kausal temporal karena hanya dilakukan pada satu waktu.
Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi dengan pendekatan deskriptif kuantitatif. Data yang digunakan bersifat agregat, yaitu data per kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat selama periode 2020-2024, yang bertujuan untuk menggambarkan distribusi dan tren jumlah penduduk, jumlah penderita hipertensi usia ≥15 tahun, serta jumlah penderita hipertensi yang mendapatkan pelayanan kesehatan, tanpa melakukan analisis hubungan atau kausalitas antarvariabel.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari situs Open Data Jabar.
Variabel yang digunakan:
| Variabel | Jenis Data |
|---|---|
| Tahun | Kuantitatif |
| Nama Kabupaten/Kota | Kualitatif |
| Jumlah Penduduk | Kuantitatif |
| Jumlah Penderita Hipertensi Usia >= 15 Tahun | Kuantitatif |
| Jumlah Penderita Hipertensi yang Mendapat Pelayanan Kesehatan | Kuantitatif |
Dalam penelitian ini digunakan satu jenis ukuran epidemiologi, yaitu ukuran frekuensi , dengan rumus sebagai berikut:
Prevalensi
Menggambarkan proporsi individu yang menderita penyakit dalam suatu populasi pada waktu tertentu.
Rumus: \[ \text{Prevalensi} = \frac{\text{Jumlah Kasus Lama + Baru}}{\text{Jumlah Penduduk}} \times 100\% \]
# Paket
library(readxl)
library(dplyr)
library(ggplot2)
library(sf)
library(tmap)
library(spdep)
library(knitr)Analisis deskriptif menggambarkan karakteristik jumlah penduduk, jumlah penderita hipertensi usia di atas 15 tahun, jumlah penderita hipertensi yang mendapat pelayanan kesehatan di kabupaten/kota di Jawa Barat pada tahun 2020-2024.
# data
data <- read_excel("C:\\Users\\reifa\\Downloads\\Shiny\\DataHipertensi.xlsx")
# cek hasil
head(data)## # A tibble: 6 × 6
## id tahun nama_kabupaten_kota jumlah_penderita_hip…¹ jumlah_penderita_hip…²
## <dbl> <dbl> <chr> <dbl> <dbl>
## 1 1 2020 KABUPATEN BOGOR 1624893 975300
## 2 2 2020 KABUPATEN SUKABUMI 566095 476574
## 3 3 2020 KABUPATEN CIANJUR 759786 400822
## 4 4 2020 KABUPATEN BANDUNG 1306543 111504
## 5 5 2020 KABUPATEN GARUT 837842 139743
## 6 6 2020 KABUPATEN TASIKMALA… 69706 69706
## # ℹ abbreviated names: ¹jumlah_penderita_hipertensi_usia_15tahunkeatas,
## # ²jumlah_penderita_hipertensi_mendapatkan_pelayanan
## # ℹ 1 more variable: jumlah_penduduk <dbl>
#deskriptif
stat_deskriptif <- data %>%
group_by(tahun, nama_kabupaten_kota) %>%
summarise(
penduduk = sum(jumlah_penduduk, na.rm = TRUE),
penderita = sum(jumlah_penderita_hipertensi_usia_15tahunkeatas, na.rm = TRUE),
dilayani = sum(jumlah_penderita_hipertensi_mendapatkan_pelayanan, na.rm = TRUE),
.groups = "drop"
)
kable(stat_deskriptif,
caption = "Statistik Deskriptif Kasus Hipertensi per Kabupaten/Kota dan Tahun")| tahun | nama_kabupaten_kota | penduduk | penderita | dilayani |
|---|---|---|---|---|
| 2020 | KABUPATEN BANDUNG | 3616540 | 1306543 | 111504.00 |
| 2020 | KABUPATEN BANDUNG BARAT | 1782190 | 0 | 0.00 |
| 2020 | KABUPATEN BEKASI | 3101730 | 631428 | 97434.00 |
| 2020 | KABUPATEN BOGOR | 5409370 | 1624893 | 975300.00 |
| 2020 | KABUPATEN CIAMIS | 1226050 | 296944 | 68736.00 |
| 2020 | KABUPATEN CIANJUR | 2470560 | 759786 | 400822.00 |
| 2020 | KABUPATEN CIREBON | 2270350 | 644577 | 174538.00 |
| 2020 | KABUPATEN GARUT | 2577350 | 837842 | 139743.00 |
| 2020 | KABUPATEN INDRAMAYU | 1829230 | 550316 | 42438.00 |
| 2020 | KABUPATEN KARAWANG | 2434090 | 141053 | 141053.00 |
| 2020 | KABUPATEN KUNINGAN | 1162590 | 222360 | 75272.00 |
| 2020 | KABUPATEN MAJALENGKA | 1301570 | 361123 | 146231.00 |
| 2020 | KABUPATEN PANGANDARAN | 422410 | 92395 | 74814.00 |
| 2020 | KABUPATEN PURWAKARTA | 994330 | 240267 | 52994.00 |
| 2020 | KABUPATEN SUBANG | 1605250 | 502937 | 73555.00 |
| 2020 | KABUPATEN SUKABUMI | 2718740 | 566095 | 476574.00 |
| 2020 | KABUPATEN SUMEDANG | 1149470 | 295651 | 270225.00 |
| 2020 | KABUPATEN TASIKMALAYA | 1861060 | 69706 | 69706.00 |
| 2020 | KOTA BANDUNG | 2438350 | 722933 | 132662.00 |
| 2020 | KOTA BANJAR | 200270 | 56637 | 13090.00 |
| 2020 | KOTA BEKASI | 2536120 | 546283 | 72189.00 |
| 2020 | KOTA BOGOR | 1040570 | 77938 | 53635.00 |
| 2020 | KOTA CIMAHI | 566170 | 175156 | 66240.00 |
| 2020 | KOTA CIREBON | 332580 | 88568 | 136633.00 |
| 2020 | KOTA DEPOK | 2046830 | 640008 | 139331.00 |
| 2020 | KOTA SUKABUMI | 344830 | 222497 | 60271.00 |
| 2020 | KOTA TASIKMALAYA | 713670 | 207364 | 63385.00 |
| 2021 | KABUPATEN BANDUNG | 3652400 | 1306543 | 111504.00 |
| 2021 | KABUPATEN BANDUNG BARAT | 1808420 | 423891 | 73240.00 |
| 2021 | KABUPATEN BEKASI | 3148740 | 658978 | 62507.00 |
| 2021 | KABUPATEN BOGOR | 5484150 | 1412925 | 986323.00 |
| 2021 | KABUPATEN CIAMIS | 1234830 | 398281 | 136437.00 |
| 2021 | KABUPATEN CIANJUR | 2500640 | 785294 | 134573.00 |
| 2021 | KABUPATEN CIREBON | 2301330 | 648010 | 73173.00 |
| 2021 | KABUPATEN GARUT | 2613530 | 861324 | 255443.00 |
| 2021 | KABUPATEN INDRAMAYU | 1851730 | 550316 | 302830.00 |
| 2021 | KABUPATEN KARAWANG | 2465570 | 623205 | 337541.00 |
| 2021 | KABUPATEN KUNINGAN | 1175950 | 222360 | 75272.00 |
| 2021 | KABUPATEN MAJALENGKA | 1315010 | 768968 | 127852.00 |
| 2021 | KABUPATEN PANGANDARAN | 425590 | 147446 | 84412.00 |
| 2021 | KABUPATEN PURWAKARTA | 1008930 | 231691 | 138881.00 |
| 2021 | KABUPATEN SUBANG | 1620700 | 512669 | 117010.00 |
| 2021 | KABUPATEN SUKABUMI | 2747450 | 558531 | 471373.00 |
| 2021 | KABUPATEN SUMEDANG | 1159260 | 248174 | 244911.00 |
| 2021 | KABUPATEN TASIKMALAYA | 1876890 | 638521 | 86176.00 |
| 2021 | KOTA BANDUNG | 2461410 | 722933 | 132662.00 |
| 2021 | KOTA BANJAR | 202720 | 61015 | 27776.00 |
| 2021 | KOTA BEKASI | 2568020 | 667811 | 78170.00 |
| 2021 | KOTA BOGOR | 1050920 | 55386 | 56411.00 |
| 2021 | KOTA CIMAHI | 574450 | 175156 | 66240.00 |
| 2021 | KOTA CIREBON | 335810 | 77723 | 77481.00 |
| 2021 | KOTA DEPOK | 2081130 | 513142 | 167199.00 |
| 2021 | KOTA SUKABUMI | 350150 | 77257 | 70857.00 |
| 2021 | KOTA TASIKMALAYA | 723100 | 215761 | 110862.00 |
| 2022 | KABUPATEN BANDUNG | 3687250 | 1107209 | 397464.00 |
| 2022 | KABUPATEN BANDUNG BARAT | 1834230 | 544368 | 7303.00 |
| 2022 | KABUPATEN BEKASI | 3193840 | 728750 | 32140.00 |
| 2022 | KABUPATEN BOGOR | 5556310 | 1456289 | 12185.00 |
| 2022 | KABUPATEN CIAMIS | 1243320 | 491554 | 135511.00 |
| 2022 | KABUPATEN CIANJUR | 2529810 | 851996 | 58089.00 |
| 2022 | KABUPATEN CIREBON | 2331360 | 668497 | 29798.00 |
| 2022 | KABUPATEN GARUT | 2648950 | 849160 | 160510.00 |
| 2022 | KABUPATEN INDRAMAYU | 1873400 | 605018 | 9413.00 |
| 2022 | KABUPATEN KARAWANG | 2496190 | 679870 | 29475.00 |
| 2022 | KABUPATEN KUNINGAN | 1189010 | 432009 | 9521.00 |
| 2022 | KABUPATEN MAJALENGKA | 1328010 | 392548 | 13181.00 |
| 2022 | KABUPATEN PANGANDARAN | 428600 | 145099 | 80282.00 |
| 2022 | KABUPATEN PURWAKARTA | 1023180 | 271592 | 2914.00 |
| 2022 | KABUPATEN SUBANG | 1635560 | 505733 | 26554.00 |
| 2022 | KABUPATEN SUKABUMI | 2775310 | 879091 | 556178.00 |
| 2022 | KABUPATEN SUMEDANG | 1168840 | 403970 | 20495.00 |
| 2022 | KABUPATEN TASIKMALAYA | 1892220 | 638098 | 5211.00 |
| 2022 | KOTA BANDUNG | 2484150 | 705417 | 65357.00 |
| 2022 | KOTA BANJAR | 205140 | 67690 | 10841.00 |
| 2022 | KOTA BEKASI | 2598070 | 525162 | 43665.00 |
| 2022 | KOTA BOGOR | 1060940 | 334410 | 18737.00 |
| 2022 | KOTA CIMAHI | 582650 | 179260 | 8542.00 |
| 2022 | KOTA CIREBON | 338940 | 93688 | 11533.00 |
| 2022 | KOTA DEPOK | 2113620 | 486414 | 180368.00 |
| 2022 | KOTA SUKABUMI | 355420 | 119893 | 22026.00 |
| 2022 | KOTA TASIKMALAYA | 732480 | 228192 | 9124.00 |
| 2023 | KABUPATEN BANDUNG | 3721110 | 435172 | 360106.00 |
| 2023 | KABUPATEN BANDUNG BARAT | 1859640 | 108649 | 76325.00 |
| 2023 | KABUPATEN BEKASI | 3237420 | 198637 | 158638.00 |
| 2023 | KABUPATEN BOGOR | 5627020 | 201787 | 7775.00 |
| 2023 | KABUPATEN CIAMIS | 1251540 | 98562 | 94321.00 |
| 2023 | KABUPATEN CIANJUR | 2558140 | 709850 | 411638.00 |
| 2023 | KABUPATEN CIREBON | 2360440 | 88047 | 15735.00 |
| 2023 | KABUPATEN GARUT | 2683670 | 94429 | 106219.00 |
| 2023 | KABUPATEN INDRAMAYU | 1894330 | 583692 | 555759.00 |
| 2023 | KABUPATEN KARAWANG | 2526000 | 155376 | 124791.00 |
| 2023 | KABUPATEN KUNINGAN | 1201760 | 88047 | 82946.00 |
| 2023 | KABUPATEN MAJALENGKA | 1340620 | 82745 | 69401.00 |
| 2023 | KABUPATEN PANGANDARAN | 431460 | 29081 | 30522.00 |
| 2023 | KABUPATEN PURWAKARTA | 1037070 | 70533 | 67812.00 |
| 2023 | KABUPATEN SUBANG | 1649820 | 115455 | 82954.00 |
| 2023 | KABUPATEN SUKABUMI | 2802400 | 172455 | 175867.00 |
| 2023 | KABUPATEN SUMEDANG | 1178240 | 136201 | 73113.00 |
| 2023 | KABUPATEN TASIKMALAYA | 1907050 | 119464 | 91707.00 |
| 2023 | KOTA BANDUNG | 2506600 | 227676 | 68847.00 |
| 2023 | KOTA BANJAR | 207510 | 17013 | 19129.00 |
| 2023 | KOTA BEKASI | 2627210 | 169010 | 124660.00 |
| 2023 | KOTA BOGOR | 1070720 | 67228 | 82311.00 |
| 2023 | KOTA CIMAHI | 590780 | 56741 | 56173.00 |
| 2023 | KOTA CIREBON | 341980 | 90868 | 90805.00 |
| 2023 | KOTA DEPOK | 2145400 | 379902 | 106429.00 |
| 2023 | KOTA SUKABUMI | 360640 | 32251 | 22090.00 |
| 2023 | KOTA TASIKMALAYA | 741760 | 41756 | 55999.00 |
| 2024 | KABUPATEN BANDUNG | 3753120 | 324883 | 332683.00 |
| 2024 | KABUPATEN BANDUNG BARAT | 1884190 | 108906 | 44125.00 |
| 2024 | KABUPATEN BEKASI | 3273870 | 173367 | 47037.00 |
| 2024 | KABUPATEN BOGOR | 5682300 | 202191 | 182707.00 |
| 2024 | KABUPATEN CIAMIS | 1259230 | 98036 | 63302.00 |
| 2024 | KABUPATEN CIANJUR | 2584990 | 152757 | 61886.00 |
| 2024 | KABUPATEN CIREBON | 2387960 | 89137 | 46016.00 |
| 2024 | KABUPATEN GARUT | 2716950 | 108360 | 117271.00 |
| 2024 | KABUPATEN INDRAMAYU | 1914040 | 108296 | 19378.00 |
| 2024 | KABUPATEN KARAWANG | 2554380 | 166583 | 99699.00 |
| 2024 | KABUPATEN KUNINGAN | 1213930 | 95797 | 81594.00 |
| 2024 | KABUPATEN MAJALENGKA | 1352540 | 89419 | 116939.00 |
| 2024 | KABUPATEN PANGANDARAN | 434100 | 29902 | 28996.00 |
| 2024 | KABUPATEN PURWAKARTA | 1050340 | 76654 | 40123.00 |
| 2024 | KABUPATEN SUBANG | 1663160 | 118895 | 96037.00 |
| 2024 | KABUPATEN SUKABUMI | 2828020 | 194727 | 193923.00 |
| 2024 | KABUPATEN SUMEDANG | 1187130 | 94523 | 121808.00 |
| 2024 | KABUPATEN TASIKMALAYA | 1920920 | 119466 | 28257.00 |
| 2024 | KOTA BANDUNG | 2528160 | 1990980 | 208287.00 |
| 2024 | KOTA BANJAR | 209790 | 17161 | 111.22 |
| 2024 | KOTA BEKASI | 2644060 | 181605 | 136004.00 |
| 2024 | KOTA BOGOR | 1078350 | 73394 | 89726.00 |
| 2024 | KOTA CIMAHI | 598700 | 56173 | 41215.00 |
| 2024 | KOTA CIREBON | 344850 | 24076 | 24065.00 |
| 2024 | KOTA DEPOK | 2163640 | 379903 | 152907.00 |
| 2024 | KOTA SUKABUMI | 365740 | 34835 | 37136.00 |
| 2024 | KOTA TASIKMALAYA | 750730 | 55999 | 61450.00 |
stat_mean_median_sd <- data %>%
group_by(tahun) %>%
summarise(
mean_penderita = mean(jumlah_penderita_hipertensi_usia_15tahunkeatas, na.rm = TRUE),
median_penderita = median(jumlah_penderita_hipertensi_usia_15tahunkeatas, na.rm = TRUE),
sd_penderita = sd(jumlah_penderita_hipertensi_usia_15tahunkeatas, na.rm = TRUE),
.groups = "drop"
)
stat_mean_median_sd %>%
mutate(coef_variation = sd_penderita / mean_penderita * 100)## # A tibble: 5 × 5
## tahun mean_penderita median_penderita sd_penderita coef_variation
## <dbl> <dbl> <dbl> <dbl> <dbl>
## 1 2020 440048. 296944 387602. 88.1
## 2 2021 502345. 513142 351942. 70.1
## 3 2022 532999. 505733 324377. 60.9
## 4 2023 169282. 108649 169029. 99.9
## 5 2024 191334. 108296 369318. 193.
kable(
stat_mean_median_sd,
digits = 2,
caption = "Mean, Median, dan Standar Deviasi Jumlah Penderita Hipertensi Usia ≥15 Tahun per Tahun"
)| tahun | mean_penderita | median_penderita | sd_penderita |
|---|---|---|---|
| 2020 | 440048.2 | 296944 | 387601.9 |
| 2021 | 502344.8 | 513142 | 351942.1 |
| 2022 | 532999.2 | 505733 | 324376.5 |
| 2023 | 169282.5 | 108649 | 169029.3 |
| 2024 | 191334.3 | 108296 | 369318.4 |
top10_wilayah_usia <- data %>%
group_by(nama_kabupaten_kota) %>%
summarise(
total_penderita1 = sum(jumlah_penderita_hipertensi_usia_15tahunkeatas, na.rm = TRUE),
.groups = "drop"
) %>%
arrange(desc(total_penderita1)) %>%
slice_head(n = 10)
kable(
top10_wilayah_usia,
caption = "10 Kabupaten/Kota dengan Jumlah Penderita Hipertensi Usia ≥15 Tahun Tertinggi (Akumulasi 2020–2024)"
)| nama_kabupaten_kota | total_penderita1 |
|---|---|
| KABUPATEN BOGOR | 4898085 |
| KABUPATEN BANDUNG | 4480350 |
| KOTA BANDUNG | 4369939 |
| KABUPATEN CIANJUR | 3259683 |
| KABUPATEN GARUT | 2751115 |
| KOTA DEPOK | 2399369 |
| KABUPATEN INDRAMAYU | 2397638 |
| KABUPATEN BEKASI | 2391160 |
| KABUPATEN SUKABUMI | 2370899 |
| KABUPATEN CIREBON | 2138268 |
top10_wilayah_layanan <- data %>%
group_by(nama_kabupaten_kota) %>%
summarise(
total_penderita2 = sum(jumlah_penderita_hipertensi_mendapatkan_pelayanan, na.rm = TRUE),
.groups = "drop"
) %>%
arrange(desc(total_penderita2)) %>%
slice_head(n = 10)
kable(
top10_wilayah_layanan,
caption = "10 Kabupaten/Kota dengan Jumlah Penderita Hipertensi yang Mendapat Pelayanan kesehatan (Akumulasi 2020–2024)"
)| nama_kabupaten_kota | total_penderita2 |
|---|---|
| KABUPATEN BOGOR | 2164290 |
| KABUPATEN SUKABUMI | 1873915 |
| KABUPATEN BANDUNG | 1313261 |
| KABUPATEN CIANJUR | 1067008 |
| KABUPATEN INDRAMAYU | 929818 |
| KABUPATEN GARUT | 779186 |
| KOTA DEPOK | 746234 |
| KABUPATEN KARAWANG | 732559 |
| KABUPATEN SUMEDANG | 730552 |
| KOTA BANDUNG | 607815 |
tren_total_provinsi <- data %>%
group_by(tahun) %>%
summarise(
total_penderita1 = sum(jumlah_penderita_hipertensi_usia_15tahunkeatas, na.rm = TRUE),
.groups = "drop"
)
ggplot(tren_total_provinsi, aes(x = tahun, y = total_penderita1)) +
geom_line(linewidth = 1.2, color = "steelblue") +
geom_point(size = 3, color = "steelblue") +
labs(
title = "Tren Total Penderita Hipertensi Usia ≥15 Tahun\nProvinsi Jawa Barat, 2020–2024",
x = "Tahun",
y = "Jumlah Penderita Hipertensi"
) +
theme_minimal()tren_total_provinsi_kesehatan <- data %>%
group_by(tahun) %>%
summarise(
total_penderita2 = sum(jumlah_penderita_hipertensi_mendapatkan_pelayanan, na.rm = TRUE),
.groups = "drop"
)
ggplot(tren_total_provinsi_kesehatan, aes(x = tahun, y = total_penderita2)) +
geom_line(linewidth = 1.2, color = "steelblue") +
geom_point(size = 3, color = "steelblue") +
labs(
title = "Tren Total Penderita Hipertensi yang Mendapat Pelayanan Kesehatan\nProvinsi Jawa Barat, 2020–2024",
x = "Tahun",
y = "Jumlah Penderita Hipertensi"
) +
theme_minimal()Berikut ini disajikan 10 kabupaten/kota dengan angka prevalensi
hipertensi tertinggi di Provinsi Jawa Barat tahun 2024.
Nilai insidensi dihitung sebagai pendekatan dengan membandingkan jumlah
kasus terhadap total penduduk, karena data yang digunakan bersifat
agregat tahunan.
data_prevalensi <- stat_deskriptif %>%
mutate(
prevalensi = (penderita / penduduk) * 100
)
kable(data_prevalensi,
digits = 2,
caption = "Prevalensi Hipertensi per Kabupaten/Kota dan Tahun (%)")| tahun | nama_kabupaten_kota | penduduk | penderita | dilayani | prevalensi |
|---|---|---|---|---|---|
| 2020 | KABUPATEN BANDUNG | 3616540 | 1306543 | 111504.00 | 36.13 |
| 2020 | KABUPATEN BANDUNG BARAT | 1782190 | 0 | 0.00 | 0.00 |
| 2020 | KABUPATEN BEKASI | 3101730 | 631428 | 97434.00 | 20.36 |
| 2020 | KABUPATEN BOGOR | 5409370 | 1624893 | 975300.00 | 30.04 |
| 2020 | KABUPATEN CIAMIS | 1226050 | 296944 | 68736.00 | 24.22 |
| 2020 | KABUPATEN CIANJUR | 2470560 | 759786 | 400822.00 | 30.75 |
| 2020 | KABUPATEN CIREBON | 2270350 | 644577 | 174538.00 | 28.39 |
| 2020 | KABUPATEN GARUT | 2577350 | 837842 | 139743.00 | 32.51 |
| 2020 | KABUPATEN INDRAMAYU | 1829230 | 550316 | 42438.00 | 30.08 |
| 2020 | KABUPATEN KARAWANG | 2434090 | 141053 | 141053.00 | 5.79 |
| 2020 | KABUPATEN KUNINGAN | 1162590 | 222360 | 75272.00 | 19.13 |
| 2020 | KABUPATEN MAJALENGKA | 1301570 | 361123 | 146231.00 | 27.75 |
| 2020 | KABUPATEN PANGANDARAN | 422410 | 92395 | 74814.00 | 21.87 |
| 2020 | KABUPATEN PURWAKARTA | 994330 | 240267 | 52994.00 | 24.16 |
| 2020 | KABUPATEN SUBANG | 1605250 | 502937 | 73555.00 | 31.33 |
| 2020 | KABUPATEN SUKABUMI | 2718740 | 566095 | 476574.00 | 20.82 |
| 2020 | KABUPATEN SUMEDANG | 1149470 | 295651 | 270225.00 | 25.72 |
| 2020 | KABUPATEN TASIKMALAYA | 1861060 | 69706 | 69706.00 | 3.75 |
| 2020 | KOTA BANDUNG | 2438350 | 722933 | 132662.00 | 29.65 |
| 2020 | KOTA BANJAR | 200270 | 56637 | 13090.00 | 28.28 |
| 2020 | KOTA BEKASI | 2536120 | 546283 | 72189.00 | 21.54 |
| 2020 | KOTA BOGOR | 1040570 | 77938 | 53635.00 | 7.49 |
| 2020 | KOTA CIMAHI | 566170 | 175156 | 66240.00 | 30.94 |
| 2020 | KOTA CIREBON | 332580 | 88568 | 136633.00 | 26.63 |
| 2020 | KOTA DEPOK | 2046830 | 640008 | 139331.00 | 31.27 |
| 2020 | KOTA SUKABUMI | 344830 | 222497 | 60271.00 | 64.52 |
| 2020 | KOTA TASIKMALAYA | 713670 | 207364 | 63385.00 | 29.06 |
| 2021 | KABUPATEN BANDUNG | 3652400 | 1306543 | 111504.00 | 35.77 |
| 2021 | KABUPATEN BANDUNG BARAT | 1808420 | 423891 | 73240.00 | 23.44 |
| 2021 | KABUPATEN BEKASI | 3148740 | 658978 | 62507.00 | 20.93 |
| 2021 | KABUPATEN BOGOR | 5484150 | 1412925 | 986323.00 | 25.76 |
| 2021 | KABUPATEN CIAMIS | 1234830 | 398281 | 136437.00 | 32.25 |
| 2021 | KABUPATEN CIANJUR | 2500640 | 785294 | 134573.00 | 31.40 |
| 2021 | KABUPATEN CIREBON | 2301330 | 648010 | 73173.00 | 28.16 |
| 2021 | KABUPATEN GARUT | 2613530 | 861324 | 255443.00 | 32.96 |
| 2021 | KABUPATEN INDRAMAYU | 1851730 | 550316 | 302830.00 | 29.72 |
| 2021 | KABUPATEN KARAWANG | 2465570 | 623205 | 337541.00 | 25.28 |
| 2021 | KABUPATEN KUNINGAN | 1175950 | 222360 | 75272.00 | 18.91 |
| 2021 | KABUPATEN MAJALENGKA | 1315010 | 768968 | 127852.00 | 58.48 |
| 2021 | KABUPATEN PANGANDARAN | 425590 | 147446 | 84412.00 | 34.65 |
| 2021 | KABUPATEN PURWAKARTA | 1008930 | 231691 | 138881.00 | 22.96 |
| 2021 | KABUPATEN SUBANG | 1620700 | 512669 | 117010.00 | 31.63 |
| 2021 | KABUPATEN SUKABUMI | 2747450 | 558531 | 471373.00 | 20.33 |
| 2021 | KABUPATEN SUMEDANG | 1159260 | 248174 | 244911.00 | 21.41 |
| 2021 | KABUPATEN TASIKMALAYA | 1876890 | 638521 | 86176.00 | 34.02 |
| 2021 | KOTA BANDUNG | 2461410 | 722933 | 132662.00 | 29.37 |
| 2021 | KOTA BANJAR | 202720 | 61015 | 27776.00 | 30.10 |
| 2021 | KOTA BEKASI | 2568020 | 667811 | 78170.00 | 26.00 |
| 2021 | KOTA BOGOR | 1050920 | 55386 | 56411.00 | 5.27 |
| 2021 | KOTA CIMAHI | 574450 | 175156 | 66240.00 | 30.49 |
| 2021 | KOTA CIREBON | 335810 | 77723 | 77481.00 | 23.14 |
| 2021 | KOTA DEPOK | 2081130 | 513142 | 167199.00 | 24.66 |
| 2021 | KOTA SUKABUMI | 350150 | 77257 | 70857.00 | 22.06 |
| 2021 | KOTA TASIKMALAYA | 723100 | 215761 | 110862.00 | 29.84 |
| 2022 | KABUPATEN BANDUNG | 3687250 | 1107209 | 397464.00 | 30.03 |
| 2022 | KABUPATEN BANDUNG BARAT | 1834230 | 544368 | 7303.00 | 29.68 |
| 2022 | KABUPATEN BEKASI | 3193840 | 728750 | 32140.00 | 22.82 |
| 2022 | KABUPATEN BOGOR | 5556310 | 1456289 | 12185.00 | 26.21 |
| 2022 | KABUPATEN CIAMIS | 1243320 | 491554 | 135511.00 | 39.54 |
| 2022 | KABUPATEN CIANJUR | 2529810 | 851996 | 58089.00 | 33.68 |
| 2022 | KABUPATEN CIREBON | 2331360 | 668497 | 29798.00 | 28.67 |
| 2022 | KABUPATEN GARUT | 2648950 | 849160 | 160510.00 | 32.06 |
| 2022 | KABUPATEN INDRAMAYU | 1873400 | 605018 | 9413.00 | 32.30 |
| 2022 | KABUPATEN KARAWANG | 2496190 | 679870 | 29475.00 | 27.24 |
| 2022 | KABUPATEN KUNINGAN | 1189010 | 432009 | 9521.00 | 36.33 |
| 2022 | KABUPATEN MAJALENGKA | 1328010 | 392548 | 13181.00 | 29.56 |
| 2022 | KABUPATEN PANGANDARAN | 428600 | 145099 | 80282.00 | 33.85 |
| 2022 | KABUPATEN PURWAKARTA | 1023180 | 271592 | 2914.00 | 26.54 |
| 2022 | KABUPATEN SUBANG | 1635560 | 505733 | 26554.00 | 30.92 |
| 2022 | KABUPATEN SUKABUMI | 2775310 | 879091 | 556178.00 | 31.68 |
| 2022 | KABUPATEN SUMEDANG | 1168840 | 403970 | 20495.00 | 34.56 |
| 2022 | KABUPATEN TASIKMALAYA | 1892220 | 638098 | 5211.00 | 33.72 |
| 2022 | KOTA BANDUNG | 2484150 | 705417 | 65357.00 | 28.40 |
| 2022 | KOTA BANJAR | 205140 | 67690 | 10841.00 | 33.00 |
| 2022 | KOTA BEKASI | 2598070 | 525162 | 43665.00 | 20.21 |
| 2022 | KOTA BOGOR | 1060940 | 334410 | 18737.00 | 31.52 |
| 2022 | KOTA CIMAHI | 582650 | 179260 | 8542.00 | 30.77 |
| 2022 | KOTA CIREBON | 338940 | 93688 | 11533.00 | 27.64 |
| 2022 | KOTA DEPOK | 2113620 | 486414 | 180368.00 | 23.01 |
| 2022 | KOTA SUKABUMI | 355420 | 119893 | 22026.00 | 33.73 |
| 2022 | KOTA TASIKMALAYA | 732480 | 228192 | 9124.00 | 31.15 |
| 2023 | KABUPATEN BANDUNG | 3721110 | 435172 | 360106.00 | 11.69 |
| 2023 | KABUPATEN BANDUNG BARAT | 1859640 | 108649 | 76325.00 | 5.84 |
| 2023 | KABUPATEN BEKASI | 3237420 | 198637 | 158638.00 | 6.14 |
| 2023 | KABUPATEN BOGOR | 5627020 | 201787 | 7775.00 | 3.59 |
| 2023 | KABUPATEN CIAMIS | 1251540 | 98562 | 94321.00 | 7.88 |
| 2023 | KABUPATEN CIANJUR | 2558140 | 709850 | 411638.00 | 27.75 |
| 2023 | KABUPATEN CIREBON | 2360440 | 88047 | 15735.00 | 3.73 |
| 2023 | KABUPATEN GARUT | 2683670 | 94429 | 106219.00 | 3.52 |
| 2023 | KABUPATEN INDRAMAYU | 1894330 | 583692 | 555759.00 | 30.81 |
| 2023 | KABUPATEN KARAWANG | 2526000 | 155376 | 124791.00 | 6.15 |
| 2023 | KABUPATEN KUNINGAN | 1201760 | 88047 | 82946.00 | 7.33 |
| 2023 | KABUPATEN MAJALENGKA | 1340620 | 82745 | 69401.00 | 6.17 |
| 2023 | KABUPATEN PANGANDARAN | 431460 | 29081 | 30522.00 | 6.74 |
| 2023 | KABUPATEN PURWAKARTA | 1037070 | 70533 | 67812.00 | 6.80 |
| 2023 | KABUPATEN SUBANG | 1649820 | 115455 | 82954.00 | 7.00 |
| 2023 | KABUPATEN SUKABUMI | 2802400 | 172455 | 175867.00 | 6.15 |
| 2023 | KABUPATEN SUMEDANG | 1178240 | 136201 | 73113.00 | 11.56 |
| 2023 | KABUPATEN TASIKMALAYA | 1907050 | 119464 | 91707.00 | 6.26 |
| 2023 | KOTA BANDUNG | 2506600 | 227676 | 68847.00 | 9.08 |
| 2023 | KOTA BANJAR | 207510 | 17013 | 19129.00 | 8.20 |
| 2023 | KOTA BEKASI | 2627210 | 169010 | 124660.00 | 6.43 |
| 2023 | KOTA BOGOR | 1070720 | 67228 | 82311.00 | 6.28 |
| 2023 | KOTA CIMAHI | 590780 | 56741 | 56173.00 | 9.60 |
| 2023 | KOTA CIREBON | 341980 | 90868 | 90805.00 | 26.57 |
| 2023 | KOTA DEPOK | 2145400 | 379902 | 106429.00 | 17.71 |
| 2023 | KOTA SUKABUMI | 360640 | 32251 | 22090.00 | 8.94 |
| 2023 | KOTA TASIKMALAYA | 741760 | 41756 | 55999.00 | 5.63 |
| 2024 | KABUPATEN BANDUNG | 3753120 | 324883 | 332683.00 | 8.66 |
| 2024 | KABUPATEN BANDUNG BARAT | 1884190 | 108906 | 44125.00 | 5.78 |
| 2024 | KABUPATEN BEKASI | 3273870 | 173367 | 47037.00 | 5.30 |
| 2024 | KABUPATEN BOGOR | 5682300 | 202191 | 182707.00 | 3.56 |
| 2024 | KABUPATEN CIAMIS | 1259230 | 98036 | 63302.00 | 7.79 |
| 2024 | KABUPATEN CIANJUR | 2584990 | 152757 | 61886.00 | 5.91 |
| 2024 | KABUPATEN CIREBON | 2387960 | 89137 | 46016.00 | 3.73 |
| 2024 | KABUPATEN GARUT | 2716950 | 108360 | 117271.00 | 3.99 |
| 2024 | KABUPATEN INDRAMAYU | 1914040 | 108296 | 19378.00 | 5.66 |
| 2024 | KABUPATEN KARAWANG | 2554380 | 166583 | 99699.00 | 6.52 |
| 2024 | KABUPATEN KUNINGAN | 1213930 | 95797 | 81594.00 | 7.89 |
| 2024 | KABUPATEN MAJALENGKA | 1352540 | 89419 | 116939.00 | 6.61 |
| 2024 | KABUPATEN PANGANDARAN | 434100 | 29902 | 28996.00 | 6.89 |
| 2024 | KABUPATEN PURWAKARTA | 1050340 | 76654 | 40123.00 | 7.30 |
| 2024 | KABUPATEN SUBANG | 1663160 | 118895 | 96037.00 | 7.15 |
| 2024 | KABUPATEN SUKABUMI | 2828020 | 194727 | 193923.00 | 6.89 |
| 2024 | KABUPATEN SUMEDANG | 1187130 | 94523 | 121808.00 | 7.96 |
| 2024 | KABUPATEN TASIKMALAYA | 1920920 | 119466 | 28257.00 | 6.22 |
| 2024 | KOTA BANDUNG | 2528160 | 1990980 | 208287.00 | 78.75 |
| 2024 | KOTA BANJAR | 209790 | 17161 | 111.22 | 8.18 |
| 2024 | KOTA BEKASI | 2644060 | 181605 | 136004.00 | 6.87 |
| 2024 | KOTA BOGOR | 1078350 | 73394 | 89726.00 | 6.81 |
| 2024 | KOTA CIMAHI | 598700 | 56173 | 41215.00 | 9.38 |
| 2024 | KOTA CIREBON | 344850 | 24076 | 24065.00 | 6.98 |
| 2024 | KOTA DEPOK | 2163640 | 379903 | 152907.00 | 17.56 |
| 2024 | KOTA SUKABUMI | 365740 | 34835 | 37136.00 | 9.52 |
| 2024 | KOTA TASIKMALAYA | 750730 | 55999 | 61450.00 | 7.46 |
prevalensi_provinsi <- data %>%
group_by(tahun) %>%
summarise(
total_penduduk = sum(jumlah_penduduk, na.rm = TRUE),
total_penderita = sum(jumlah_penderita_hipertensi_usia_15tahunkeatas, na.rm = TRUE),
prevalensi = (total_penderita / total_penduduk) * 100,
.groups = "drop"
)
kable(prevalensi_provinsi,
digits = 2,
caption = "Prevalensi Hipertensi Provinsi Jawa Barat per Tahun (%)")| tahun | total_penduduk | total_penderita | prevalensi |
|---|---|---|---|
| 2020 | 48152270 | 11881300 | 24.67 |
| 2021 | 48738830 | 13563311 | 27.83 |
| 2022 | 49306800 | 14390977 | 29.19 |
| 2023 | 49860330 | 4570627 | 9.17 |
| 2024 | 50345190 | 5166025 | 10.26 |
ggplot(prevalensi_provinsi,
aes(x = tahun, y = prevalensi)) +
geom_line() +
geom_point() +
labs(
title = "Tren Prevalensi Hipertensi Provinsi Jawa Barat (2020–2024)",
x = "Tahun",
y = "Prevalensi (%)"
) +
theme_minimal()# 10 wilayah dengan prevalensi tertinggi untuk penderita usia 15 tahun ke atas
top10_prevalensi_2024 <- data %>%
filter(tahun == 2024) %>%
group_by(nama_kabupaten_kota) %>%
summarise(
jumlah_penduduk = sum(jumlah_penduduk, na.rm = TRUE),
jumlah_penderita = sum(jumlah_penderita_hipertensi_usia_15tahunkeatas, na.rm = TRUE),
prevalensi = (jumlah_penderita / jumlah_penduduk) * 100,
.groups = "drop"
) %>%
arrange(desc(prevalensi)) %>%
slice_head(n = 10)
kable(
top10_prevalensi_2024,
digits = 2,
caption = "10 Kabupaten/Kota dengan Prevalensi Hipertensi Usia ≥15 Tahun Tertinggi di Jawa Barat Tahun 2024"
)| nama_kabupaten_kota | jumlah_penduduk | jumlah_penderita | prevalensi |
|---|---|---|---|
| KOTA BANDUNG | 2528160 | 1990980 | 78.75 |
| KOTA DEPOK | 2163640 | 379903 | 17.56 |
| KOTA SUKABUMI | 365740 | 34835 | 9.52 |
| KOTA CIMAHI | 598700 | 56173 | 9.38 |
| KABUPATEN BANDUNG | 3753120 | 324883 | 8.66 |
| KOTA BANJAR | 209790 | 17161 | 8.18 |
| KABUPATEN SUMEDANG | 1187130 | 94523 | 7.96 |
| KABUPATEN KUNINGAN | 1213930 | 95797 | 7.89 |
| KABUPATEN CIAMIS | 1259230 | 98036 | 7.79 |
| KOTA TASIKMALAYA | 750730 | 55999 | 7.46 |
ggplot(top10_prevalensi_2024,
aes(x = reorder(nama_kabupaten_kota, prevalensi), y = prevalensi)) +
geom_col(fill = "firebrick") +
coord_flip() +
labs(
title = "Top 10 Kabupaten/Kota dengan Prevalensi Hipertensi Tertinggi Berdasarkan Usia (2024)",
x = "Kabupaten/Kota",
y = "Prevalensi Hipertensi (%)"
) +
theme_minimal()# 10 wilayah dengan prevalensi tertinggi untuk penderita yang dapat pelayanan kesehatan
top10_prevalensi_2024_layanan <- data %>%
filter(tahun == 2024) %>%
group_by(nama_kabupaten_kota) %>%
summarise(
jumlah_penduduk = sum(jumlah_penduduk, na.rm = TRUE),
jumlah_penderita = sum(jumlah_penderita_hipertensi_mendapatkan_pelayanan, na.rm = TRUE),
prevalensi = (jumlah_penderita / jumlah_penduduk) * 100,
.groups = "drop"
) %>%
arrange(desc(prevalensi)) %>%
slice_head(n = 10)
kable(
top10_prevalensi_2024_layanan,
digits = 2,
caption = "10 Kabupaten/Kota dengan Prevalensi Hipertensi Mendapat Pelayanan Kesehatan Tertinggi di Jawa Barat Tahun 2024"
)| nama_kabupaten_kota | jumlah_penduduk | jumlah_penderita | prevalensi |
|---|---|---|---|
| KABUPATEN SUMEDANG | 1187130 | 121808 | 10.26 |
| KOTA SUKABUMI | 365740 | 37136 | 10.15 |
| KABUPATEN BANDUNG | 3753120 | 332683 | 8.86 |
| KABUPATEN MAJALENGKA | 1352540 | 116939 | 8.65 |
| KOTA BOGOR | 1078350 | 89726 | 8.32 |
| KOTA BANDUNG | 2528160 | 208287 | 8.24 |
| KOTA TASIKMALAYA | 750730 | 61450 | 8.19 |
| KOTA DEPOK | 2163640 | 152907 | 7.07 |
| KOTA CIREBON | 344850 | 24065 | 6.98 |
| KOTA CIMAHI | 598700 | 41215 | 6.88 |
ggplot(top10_prevalensi_2024_layanan,
aes(x = reorder(nama_kabupaten_kota, prevalensi), y = prevalensi)) +
geom_col(fill = "firebrick") +
coord_flip() +
labs(
title = "Top 10 Kabupaten/Kota dengan Prevalensi Hipertensi Tertinggi Berdasarkan Pelayanan Kesehatan(2024)",
x = "Kabupaten/Kota",
y = "Prevalensi Hipertensi (%)"
) +
theme_minimal()Analisis spasial merupakan pendekatan penting dalam epidemiologi untuk memahami pola geografis penyebaran penyakit. Dalam konteks hipertensi, analisis spasial membantu mengidentifikasi area-area dengan risiko tinggi (hotspot), mendeteksi pola pengelompokan kasus (clustering), dan memahami hubungan spasial antara prevalensi hipertensi dengan faktor-faktor risiko lingkungan dan sosial ekonomi. Analisis spasial yang dilakukan dalam penelitian ini mencakup beberapa metode statistik spasial yang saling melengkapi.
library(readxl)
library(dplyr)
library(sf)
library(tmap)
library(spdep)
library(ggplot2)
library(knitr)
library(kableExtra)
library(viridis)
library(RColorBrewer)
# Baca data Hipertensi
data <- read_excel("C:\\Users\\reifa\\Downloads\\Shiny\\DataHipertensi.xlsx")
# Hitung prevalensi dan klasifikasi
data_2024 <- data %>%
filter(tahun == 2024) %>%
mutate(
Prevalensi = (jumlah_penderita_hipertensi_usia_15tahunkeatas /
jumlah_penduduk) * 100,
Tipe_Wilayah = ifelse(
grepl("KOTA", nama_kabupaten_kota, ignore.case = TRUE),
"Kota", "Kabupaten"
),
Kategori_Prevalensi = cut(
Prevalensi,
breaks = quantile(Prevalensi, probs = c(0, 0.25, 0.5, 0.75, 1),
na.rm = TRUE),
labels = c("Rendah", "Sedang", "Tinggi", "Sangat Tinggi"),
include.lowest = TRUE
)
)
# Baca shapefile Jawa Barat dari GADM
jabar_shp <- st_read("C:\\Users\\reifa\\Downloads\\Shiny\\gadm41_IDN_2.shp")## Reading layer `gadm41_IDN_2' from data source
## `C:\Users\reifa\Downloads\Shiny\gadm41_IDN_2.shp' using driver `ESRI Shapefile'
## Simple feature collection with 502 features and 13 fields
## Geometry type: MULTIPOLYGON
## Dimension: XY
## Bounding box: xmin: 95.00971 ymin: -11.00761 xmax: 141.0194 ymax: 6.076941
## Geodetic CRS: WGS 84
# Filter hanya Jawa Barat
jabar_shp <- jabar_shp %>%
filter(NAME_1 == "Jawa Barat")
# Lihat nama kabupaten/kota di shapefile
print("Nama wilayah di shapefile:")## [1] "Nama wilayah di shapefile:"
## [1] "Bandung" "Bandung Barat" "Banjar" "Bekasi"
## [5] "Bogor" "Ciamis" "Cianjur" "Cimahi"
## [9] "Cirebon" "Depok" "Garut" "Indramayu"
## [13] "Karawang" "Kota Bandung" "Kota Bekasi" "Kota Bogor"
## [17] "Kota Cirebon" "Kota Sukabumi" "Kota Tasikmalaya" "Kuningan"
## [21] "Majalengka" "Purwakarta" "Subang" "Sukabumi"
## [25] "Sumedang" "Tasikmalaya" "Waduk Cirata"
# Buat fungsi untuk mencocokkan nama
data_2024 <- data_2024%>%
mutate(
Nama_Matching = case_when(
# Kabupaten
nama_kabupaten_kota == "KABUPATEN BOGOR" ~ "Bogor",
nama_kabupaten_kota == "KABUPATEN SUKABUMI" ~ "Sukabumi",
nama_kabupaten_kota == "KABUPATEN CIANJUR" ~ "Cianjur",
nama_kabupaten_kota == "KABUPATEN BANDUNG" ~ "Bandung",
nama_kabupaten_kota == "KABUPATEN GARUT" ~ "Garut",
nama_kabupaten_kota == "KABUPATEN TASIKMALAYA" ~ "Tasikmalaya",
nama_kabupaten_kota == "KABUPATEN CIAMIS" ~ "Ciamis",
nama_kabupaten_kota == "KABUPATEN KUNINGAN" ~ "Kuningan",
nama_kabupaten_kota == "KABUPATEN CIREBON" ~ "Cirebon",
nama_kabupaten_kota == "KABUPATEN MAJALENGKA" ~ "Majalengka",
nama_kabupaten_kota == "KABUPATEN SUMEDANG" ~ "Sumedang",
nama_kabupaten_kota == "KABUPATEN INDRAMAYU" ~ "Indramayu",
nama_kabupaten_kota == "KABUPATEN SUBANG" ~ "Subang",
nama_kabupaten_kota == "KABUPATEN PURWAKARTA" ~ "Purwakarta",
nama_kabupaten_kota == "KABUPATEN KARAWANG" ~ "Karawang",
nama_kabupaten_kota == "KABUPATEN BEKASI" ~ "Bekasi",
nama_kabupaten_kota == "KABUPATEN BANDUNG BARAT" ~ "Bandung Barat",
nama_kabupaten_kota == "KABUPATEN PANGANDARAN" ~ "Pangandaran",
# Kota
nama_kabupaten_kota == "KOTA BOGOR" ~ "Kota Bogor",
nama_kabupaten_kota == "KOTA SUKABUMI" ~ "Kota Sukabumi",
nama_kabupaten_kota == "KOTA BANDUNG" ~ "Kota Bandung",
nama_kabupaten_kota == "KOTA CIREBON" ~ "Kota Cirebon",
nama_kabupaten_kota == "KOTA BEKASI" ~ "Kota Bekasi",
nama_kabupaten_kota == "KOTA DEPOK" ~ "Kota Depok",
nama_kabupaten_kota == "KOTA CIMAHI" ~ "Kota Cimahi",
nama_kabupaten_kota == "KOTA TASIKMALAYA" ~ "Kota Tasikmalaya",
nama_kabupaten_kota == "KOTA BANJAR" ~ "Kota Banjar",
TRUE ~ nama_kabupaten_kota
)
)
# Gabungkan data dengan shapefile
jabar_data <- jabar_shp %>%
left_join(data_2024, by = c("NAME_2" = "Nama_Matching"))
# Cek data yang tidak cocok
missing_data <- jabar_data %>%
filter(is.na(Prevalensi)) %>%
st_drop_geometry() %>%
select(NAME_2)
if(nrow(missing_data) > 0) {
cat("Wilayah yang tidak cocok:\n")
print(missing_data)
}## Wilayah yang tidak cocok:
## NAME_2
## 1 Banjar
## 2 Cimahi
## 3 Depok
## 4 Waduk Cirata
data_2024 %>%
count(Kategori_Prevalensi, Tipe_Wilayah) %>%
kable(
caption = "Distribusi Kabupaten/Kota menurut Kategori Prevalensi Hipertensi Tahun 2024"
)| Kategori_Prevalensi | Tipe_Wilayah | n |
|---|---|---|
| Rendah | Kabupaten | 7 |
| Sedang | Kabupaten | 5 |
| Sedang | Kota | 2 |
| Tinggi | Kabupaten | 4 |
| Tinggi | Kota | 2 |
| Sangat Tinggi | Kabupaten | 2 |
| Sangat Tinggi | Kota | 5 |
data_2024 <- data_2024 %>%
mutate(
Kategori_Prevalensi = cut(
Prevalensi,
breaks = quantile(Prevalensi, probs = c(0, 0.25, 0.5, 0.75, 1),
na.rm = TRUE),
labels = c( "Rendah", "Sedang", "Tinggi", "Sangat Tinggi"),
include.lowest = TRUE
)
)
jabar_data <- jabar_shp %>%
left_join(data_2024, by = c("NAME_2" = "Nama_Matching"))
# Set tmap mode
tmap_mode("plot")
# Peta prevalensi Hipertensi
peta1 <- tm_shape(jabar_data) +
tm_fill("Prevalensi",
title = "Prevalensi",
palette = "YlOrRd",
style = "jenks",
n = 5,
legend.hist = TRUE) +
tm_borders(col = "white", lwd = 1) +
tm_text("NAME_2", size = 0.5, col = "black", alpha = 0.7) +
tm_layout(
main.title = "Peta Prevalensi Kasus Hipertensi \nProvinsi Jawa Barat (2024)",
main.title.size = 1.2,
legend.outside = TRUE,
legend.outside.position = "right",
frame = FALSE
) +
tm_compass(position = c("left", "bottom")) +
tm_scale_bar(position = c("left", "bottom"))
print(peta1)peta1 <- tm_shape(jabar_data) +
tm_fill("Kategori_Prevalensi",
title = "Kategori\nPrevalensi",
palette = c("Rendah" = "#fce6e6",
"Sedang" = "#f7b3b3",
"Tinggi" = "#ef6666",
"Sangat Tinggi" = "#e81919")) +
tm_borders(col = "white", lwd = 1) +
tm_text("NAME_2", size = 0.5, col = "black", alpha = 0.7) +
tm_layout(
main.title = "Peta Kategori Prevalensi Hipertensi di Jawa Barat (2024)",
main.title.size = 1.2,
legend.outside = TRUE,
legend.outside.position = "right",
frame = FALSE
) +
tm_compass(position = c("left", "bottom")) +
tm_scale_bar(position = c("left", "bottom"))
print(peta1)## Cek Missing Values:
## NA dalam Prevalensi: 4
## NA dalam geometri: 0
jabar_complete <- jabar_data %>%
filter(!is.na(Prevalensi) &
!is.na(jumlah_penderita_hipertensi_usia_15tahunkeatas) &
!is.na(jumlah_penduduk))
cat("Jumlah wilayah setelah filter:", nrow(jabar_complete), "\n")## Jumlah wilayah setelah filter: 23
## Wilayah yang dikeluarkan:
missing_areas <- jabar_data %>%
filter(is.na(Prevalensi)) %>%
st_drop_geometry() %>%
select(NAME_2)
if(nrow(missing_areas) > 0) {
print(missing_areas)
} else {
cat("Tidak ada wilayah yang dikeluarkan\n")
}## NAME_2
## 1 Banjar
## 2 Cimahi
## 3 Depok
## 4 Waduk Cirata
# Buat matriks tetangga (queen contiguity)
nb <- poly2nb(jabar_complete, queen = TRUE)
# Cek wilayah tanpa tetangga
if(any(card(nb) == 0)) {
cat("\nPeringatan: Ada wilayah tanpa tetangga:\n")
no_neighbor <- which(card(nb) == 0)
print(jabar_complete$NAME_2[no_neighbor])
}
# Konversi ke listw
lw <- nb2listw(nb, style = "W", zero.policy = TRUE)
# Hitung Moran's I
moran_test <- moran.test(jabar_complete$Prevalensi, lw, zero.policy = TRUE)
cat("Statistik Moran's I:\n")## Statistik Moran's I:
## ─────────────────────────────────────────────────────────────
## Moran's I : 0.0003
## Expected Value : -0.0455
## Variance : 0.001151
## Standard Deviate : 1.3478
## P-value : 0.08887
## ─────────────────────────────────────────────────────────────
# Interpretasi
if(moran_test$p.value < 0.001) {
sig_level <- "sangat signifikan (p < 0.001)"
} else if(moran_test$p.value < 0.01) {
sig_level <- "sangat signifikan (p < 0.01)"
} else if(moran_test$p.value < 0.05) {
sig_level <- "signifikan (p < 0.05)"
} else {
sig_level <- "tidak signifikan (p ≥ 0.05)"
}
if(moran_test$p.value < 0.05) {
if(moran_test$estimate[1] > 0) {
cat("✓ Terdapat autokorelasi spasial POSITIF yang", sig_level, "\n\n")
cat(" Artinya:\n")
cat(" • Wilayah dengan prevalensi hipertensi tinggi cenderung bertetangga\n")
cat(" dengan wilayah prevalensi tinggi (clustering tinggi)\n")
cat(" • Wilayah dengan prevalensi hipertensi rendah cenderung bertetangga\n")
cat(" dengan wilayah prevalensi rendah (clustering rendah)\n")
cat(" • Pola penyebaran hipertensi menunjukkan pengelompokan spasial\n")
cat(" • Diperlukan intervensi berbasis klaster geografis\n")
} else {
cat("✓ Terdapat autokorelasi spasial NEGATIF yang", sig_level, "\n\n")
cat(" Artinya:\n")
cat(" • Wilayah dengan prevalensi tinggi cenderung bertetangga\n")
cat(" dengan wilayah prevalensi rendah (pola dispersi)\n")
cat(" • Pola penyebaran hipertensi bersifat heterogen secara spasial\n")
}
} else {
cat("✗ Tidak terdapat autokorelasi spasial yang signifikan\n\n")
cat(" Artinya:\n")
cat(" • Pola sebaran kasus hipertensi bersifat acak (random)\n")
cat(" • Tidak ada pola pengelompokan atau dispersi yang jelas\n")
cat(" • Prevalensi hipertensi di suatu wilayah tidak bergantung pada\n")
cat(" prevalensi di wilayah tetangganya\n")
}## ✗ Tidak terdapat autokorelasi spasial yang signifikan
##
## Artinya:
## • Pola sebaran kasus hipertensi bersifat acak (random)
## • Tidak ada pola pengelompokan atau dispersi yang jelas
## • Prevalensi hipertensi di suatu wilayah tidak bergantung pada
## prevalensi di wilayah tetangganya
# Buat Moran Scatterplot
par(mar = c(5, 5, 4, 2))
moran_plot <- moran.plot(jabar_complete$Prevalensi, lw,
zero.policy = TRUE,
labels = jabar_complete$NAME_2,
xlab = "Prevalensi hipertensi (standardized)",
ylab = "Spatially Lagged Prevalensi Hipertensi (standardized)",
main = "Moran Scatterplot: Autokorelasi Spasial Prevalensi hipertensi\ndi Jawa Barat (2024)",
cex.main = 1.2,
cex.lab = 1.1)
# Tambahkan legend
legend("topleft",
legend = c("High-High", "Low-High", "Low-Low", "High-Low"),
pch = 19,
col = c("red", "pink", "lightblue", "lightgreen"),
title = "Kuadran",
bty = "n")
# Tambahkan informasi Moran's I
mtext(sprintf("Moran's I = %.4f, p-value = %s",
moran_result$statistic,
format.pval(moran_result$p_value, digits = 3)),
side = 3, line = 0.5, cex = 0.9, col = "blue")# Hitung Local Moran's I
local_moran <- localmoran(jabar_complete$Prevalensi, lw, zero.policy = TRUE)
# Tambahkan ke data
jabar_complete$local_moran_i <- local_moran[,1]
jabar_complete$local_moran_z <- local_moran[,4]
jabar_complete$local_moran_p <- local_moran[,5]
# Standardisasi nilai
mean_prev <- mean(jabar_complete$Prevalensi, na.rm = TRUE)
jabar_complete$prev_std <- scale(jabar_complete$Prevalensi)
jabar_complete$prev_lag_std <- lag.listw(lw, jabar_complete$prev_std, zero.policy = TRUE)
# Klasifikasi klaster LISA dengan kriteria yang lebih ketat
jabar_complete <- jabar_complete %>%
mutate(
lisa_cluster = case_when(
local_moran_p > 0.05 ~ "Not Significant",
local_moran_i > 0 & prev_std > 0 & Prevalensi > mean_prev ~ "High-High",
local_moran_i > 0 & prev_std < 0 & Prevalensi < mean_prev ~ "Low-Low",
local_moran_i < 0 & prev_std > 0 & Prevalensi> mean_prev ~ "High-Low",
local_moran_i < 0 & prev_std < 0 & Prevalensi < mean_prev ~ "Low-High",
TRUE ~ "Not Significant"
),
lisa_sig = case_when(
local_moran_p < 0.001 ~ "***",
local_moran_p < 0.01 ~ "**",
local_moran_p < 0.05 ~ "*",
TRUE ~ "ns"
)
)
# Ringkasan klaster LISA
lisa_summary <- jabar_complete %>%
st_drop_geometry() %>%
group_by(lisa_cluster) %>%
summarise(
Jumlah = n(),
Mean_Prevalensi = mean(Prevalensi, na.rm = TRUE),
Min_Prevalensi = min(Prevalensi, na.rm = TRUE),
Max_Prevalensi = max(Prevalensi, na.rm = TRUE)
) %>%
arrange(desc(Mean_Prevalensi))
kable(lisa_summary,
caption = "Ringkasan Klaster LISA Prevalensi hipertensi",
digits = 2,
col.names = c("Tipe Klaster", "Jumlah Wilayah", "Mean", "Min", "Max"),
format.args = list(big.mark = ",")) %>%
kable_styling(bootstrap_options = c("striped", "hover"), full_width = FALSE)| Tipe Klaster | Jumlah Wilayah | Mean | Min | Max |
|---|---|---|---|---|
| Not Significant | 23 | 9.71 | 3.56 | 78.75 |
lisa_table <- jabar_complete %>%
st_drop_geometry() %>%
filter(local_moran_p < 0.05) %>%
select(NAME_2, Tipe_Wilayah, Prevalensi, local_moran_i,
local_moran_z, local_moran_p, lisa_cluster, lisa_sig) %>%
arrange(local_moran_p)
if(nrow(lisa_table) > 0) {
kable(lisa_table,
caption = "Wilayah dengan Klaster Spasial Signifikan (p < 0.05)",
digits = c(0, 0, 2, 3, 3, 4, 0, 0),
col.names = c("Wilayah", "Tipe", "Prevalensi/100k", "Local I",
"Z-score", "P-value", "Klaster", "Sig.")) %>%
kable_styling(bootstrap_options = c("striped", "hover"),
full_width = FALSE, font_size = 11) %>%
row_spec(0, bold = TRUE, color = "white", background = "#2E86AB") %>%
column_spec(7, bold = TRUE)
} else {
cat("Tidak ada wilayah dengan klaster spasial yang signifikan (p < 0.05)\n")
}## Tidak ada wilayah dengan klaster spasial yang signifikan (p < 0.05)
Pada tahap awal telah dilakukan analisis deksriptif untuk melihat gambaran atau menemukan karakteristik data. Ditemukan bahwa rata-rata jumlah penderita hipertensi usia ≥15 tahun per kabupaten/kota di Jawa Barat meningkat dari tahun 2020 hingga 2022, dengan nilai mean naik dari sekitar 440 ribu (2020) menjadi 533 ribu (2022). Namun, terjadi penurunan tajam pada tahun 2023 yang berlanjut hingga 2024. Pola yang mirip juga terlihat pada nilai median, yang menandakan perubahan ini terjadi secara sistemik hampir di seluruh wilayah, bukan hanya dipengaruhi oleh outlier tertentu.
Standar deviasi yang relatif tinggi pada seluruh periode menunjukkan ketimpangan beban hipertensi antar kabupaten/kota. Hal ini diperkuat oleh koefisien variasi (CV) yang berada di atas 60% pada semua tahun, bahkan meningkat tajam pada 2024. Hasil ini menunjukkan distribusi kasus hipertensi sangat heterogen, dengan sebagian wilayah menanggung beban jauh lebih besar dibanding wilayah lainnya.
Kemudian, total penderita dihitung secara akumulatif selama lima tahun. Hasilnya, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, dan Kota Bandung merupakan tiga wilayah dengan jumlah penderita hipertensi usia ≥15 tahun tertinggi. Wilayah-wilayah ini juga dikenal sebagai daerah dengan jumlah penduduk besar, sehingga tingginya jumlah kasus mencerminkan beban absolut penyakit yang besar. Pola serupa juga terlihat pada indikator jumlah penderita hipertensi yang mendapatkan pelayanan kesehatan, di mana Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bandung tetap mendominasi, menunjukkan tingginya kebutuhan layanan kesehatan di wilayah tersebut.
Selanjutnya, dilakukan analisis tren yang menunjukkan bahwa jumlah total penderita hipertensi usia ≥15 tahun meningkat konsisten dari 2020 hingga mencapai puncaknya pada 2022, kemudian mengalami penurunan signifikan pada 2023, dan sedikit meningkat kembali pada 2024. Pola yang sejalan juga terlihat pada jumlah penderita yang mendapatkan pelayanan kesehatan, namun dengan peningkatan yang lebih tajam. Penurunan drastis pada 2023 dapat disebabkan banyak hal seperti perubahan sistem pelaporan, kebijakan pencatatan, atau gangguan layanan kesehatan, sehingga perlu lebih hati-hati dan tidak langsung diasumsikan sebagai kondisi faktual.
Dari menjumlahkan seluruh provinsi, prevalensi hipertensi usia ≥15 tahun di Jawa Barat meningkat pada periode 2020–2022, dari 24,67% (2020) menjadi 29,19% (2022). Namun, pada 2023 terjadi penurunan tajam menjadi 9,17%, dan sedikit meningkat kembali pada 2024 menjadi 10,26%. Penurunan drastis ini kemungkinan besar dipengaruhi perubahan pencatatan, cakupan skrining, atau definisi operasional data, dan tidak dapat langsung diartikan sebagai penurunan risiko hipertensi secara epidemiologis. Hal ini perlu diperhatikan agar interpretasi tren tidak bias.
Adapun pada penelitian ini lebih berfokus pada tahun 2024, di mana wilayah dengan prevalensi tertinggi pada tahun tersebut adalah Kota Bandung (78,75%) dan Kota Depok (17,56%), diikuti wilayah lain dengan prevalensi menengah, yakni Sukabumi, Cimahi, dan Kabupaten Bandung. Sementara itu, wilayah dengan prevalensi tertinggi penderita hipertensi yang mendapat layanan kesehatan didominasi oleh Kabupaten Sumedang, Kota Sukabumi, dan Kabupaten Bandung. Ini dapat menjadi penanda awal adanya ketimpangan pelayanan kesehatan antarwilayah.
Dalam memudahkan penyampaian hasil analisis, dilakukan analisis spasial dengan membuat klaster atau klasifikasi wilayah menjadi daerah yang memiliki prevalensi sangat tinggi sampai rendah. Hasilnya, kategori “Sangat Tinggi” lebih banyak ditemukan di kota, sementara daerah kabupaten lebih banyak berada pada kategori menengah-rendah.Jika melihat ke tahun 2024, peta prevalensi menunjukkan variasi antarwilayah yang cukup kontras, namun tidak membentuk klaster atau batas geografi yang jelas. Wilayah yang memiliki prevalensi tinggi tidak selalu berdekatan secara geografis, melainkan tersebar acak.
Untuk membuktikan asumsi-asumsi tersebut, dilakukan uji autokorelasi spasial menggunakan Moran’s I dan LISA. Hasilnya, Moran’s I menunjukkan tidak adanya autokorelasi spasial yang signifikan, yang berarti:pola sebaran prevalensi hipertensi bersifat acak (random), prevalensi suatu kabupaten/kota tidak dipengaruhi secara signifikan oleh wilayah tetangganya. Begiitupun dengan hasil LISA yang konsisten, di mana tidak ditemukan klaster High–High, Low–Low, maupun outlier spasial yang signifikan (p < 0,05).
Berikut adalah simulai desain studi epidemiologis yang dapat dilakukan. Desain studi cross-sectional untuk menganalisis prevalensi hipertensi dan faktor-faktor yang berhubungan pada tingkat kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Variabel utama dalam penelitian ini adalah prevalensi hipertensi sebagai variabel dependen, dan sisanya variabel independen yakni karakteristik sosiodemografi (usia, jenis kelamin), faktor gaya hidup (obesitas, aktivitas fisik, konsumsi garam), serta faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan (kepadatan penduduk, tingkat mobilisasi, dan ketersediaan fasilitas kesehatan). Populasi penelitian adalah seluruh penduduk yang berusia ≥18 tahun yang berdomisili di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Teknik sampling dilakukan dengan total sampling pada level wilayah dengan menggunakan seluruh data kabupaten/kota yang tersedia dari sumber data sekunder resmi, seperti Riskesdas dan BPS. Potensi bias yang mungkin terjadi adalah information bias akibat kesalahan pengukuran tekanan darah atau kesalahan ketika melakukan pelaporan diri pada variabel perilaku, serta ecological fallacy karena analisis dilakukan pada tingkat wilayah, serta keterbatasan desain cross-sectional yang tidak dapat menjelaskan hubungan sebab-akibat secara temporal.
Berdasarkan analisis epidemiologis kasus hipertensi atau tekanan darah tinggi di Provinsi Jawa Barat tahun 2020-2024, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
Agent : Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang dipengaruhi oleh faktor fisiologis dan metabolik, seperti peningkatan resistensi pembuluh darah dan gangguan regulasi tekanan darah. Tidak terdapat agen infeksius, sehingga kejadian hipertensi sangat dipengaruhi oleh gaya hidup dan faktor lingkungan.
Host (Inang): Beban hipertensi tertinggi ditemukan pada penduduk usia ≥15 tahun di wilayah dengan jumlah penduduk besar dan tingkat urbanisasi tinggi.
Wilayah perkotaan seperti Kota Bandung dan Kota Depok menunjukkan prevalensi yang jauh lebih tinggi dibandingkan kabupaten, mengindikasikan peran faktor host seperti: Pola hidup sedentari, Stres psikososial, serta Pola konsumsi tinggi garam dan lemak
Perbedaan besar prevalensi antardaerah menunjukkan heterogenitas risiko hipertensi pada tingkat populasi.
Environment (Lingkungan): Lingkungan perkotaan dengan kepadatan tinggi, aktivitas ekonomi intensif, dan tekanan sosial berperan penting dalam peningkatan prevalensi hipertensi.
Peta prevalensi menunjukkan pola spasial tidak merata, dengan konsentrasi prevalensi tinggi di wilayah perkotaan dan kawasan penyangga metropolitan
Pola tren serupa dengan total penderita, menunjukkan bahwa cakupan pelayanan belum stabil dari tahun ke tahun. Tahun 2022–2023 menunjukkan penurunan signifikan jumlah penderita yang mendapatkan layanan, yang dapat mengindikasikan gangguan akses atau underreporting.
Kota Bandung (78,75%) Kota Depok (17,56%) Kota Sukabumi (9,52%) Kota Cimahi (9,38%) Kabupaten Bandung (8,66%)
Karakteristik Wilayah Beban Tinggi:
Peta tematik menunjukkan kategori prevalensi tinggi dan sangat tinggi terkonsentrasi di kota-kota besar. Kabupaten dengan wilayah geografis luas cenderung memiliki prevalensi lebih rendah namun jumlah kasus absolut tetap besar.
Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi deskriptif time-series dengan unit analisis kabupaten/kota.
Kelebihan desain: - Mampu menggambarkan pola spasial dan temporal hipertensi - Efektif untuk identifikasi wilayah prioritas intervensi - Relevan untuk perencanaan kebijakan kesehatan tingkat daerah
Keterbatasan: - Tidak dapat menentukan hubungan sebab-akibat - Rentan terhadap ecological fallacy - Tidak menangkap faktor risiko tiap individu
Kota Bandung, Depok, Cimahi, dan kota besar lainnya memerlukan intervensi intensif
Fluktuasi jumlah penderita yang mendapat layanan menunjukkan perlunya penguatan sistem pelayanan primer
Kabupaten dengan jumlah penderita absolut besar perlu tetap menjadi target utama meskipun prevalensinya tidak tertinggi.
A. Prioritas Wilayah (Immediate Action)
Kota Bandung, Kota Depok
Rekomendasi: - Skrining tekanan darah rutin di ruang publik - Penguatan Posbindu PTM di wilayah padat - Integrasi pengendalian hipertensi dengan layanan penyakit tidak menular lainnya
Rekomendasi: - Edukasi gaya hidup sehat - Peningkatan kepatuhan pengobatan - Monitoring rutin pasien hipertensi terdaftar
Rekomendasi:
B. Intervensi Berbasis Faktor Risiko
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan dalam interpretasi hasil:
Data bersifat agregat → ecological fallacy
Variabel terbatas (tanpa perilaku individu)
Potensi kesalahan pencatatan atau kekurangan data
Fluktuasi sistem pencatatan antar tahun
Tidak mengukur durasi penyakit dan kepatuhan terapi
Implikasi: Hasil penelitian ini sebaiknya digunakan sebagai bukti awal (preliminary evidence) untuk perumusan kebijakan, bukan sebagai satu-satunya dasar pengambilan keputusan. Diperlukan penelitian lanjutan dengan desain yang lebih robust untuk konfirmasi temuan.
Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di Provinsi Jawa Barat dengan beban kasus tinggi, khususnya di wilayah perkotaan. Pola prevalensi dan tren temporal menunjukkan perlunya pendekatan pengendalian hipertensi yang berkelanjutan, berbasis wilayah, dan terintegrasi.
Keberhasilan pengendalian hipertensi bergantung pada:
Melalui strategi yang tepat dan sesuai dengan kenyataan yang ada, kasus hipertensi dapat ditangani lebih efektif dan efisien serta tepat guna. Kasus hipertensi di Jawa Barat dapat menurun dan kesejahteraan masyarakat meningkat.
Buku dan Artikel :
Donira, A. D. (2022). Analisis Faktor Determinan Kejadian Hipertensi pada Penduduk Usia Lebih dari 19 Tahun di Provinsi Jawa Barat (Analisis Data Indonesian Family Life Survey-5). Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat. https://share.google/eUrG93pwKTfGYIgKN
Iqbal, N. M. F. (2025). ANALISIS KEJADIAN HIPERTENSI DENGAN PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF PADA DATA SURVEILANS DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA. Intan Husada Jurnal Ilmiah Keperawatan, 13(01), 159–169. https://doi.org/10.52236/ih.v13i1.697
Mills, K. T., Stefanescu, A., & He, J. (2020). The global epidemiology of hypertension. Nature Reviews Nephrology, 16(4), 223–237. https://doi.org/10.1038/s41581-019-0244-2
Nurvita, S. (2022). Analisis Epidemiologi Hipertensi di Kecamatan Gayamsari. Nurvita | 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN. https://doi.org/10.33846/2trik12308
Data dan Statistik:
Jabar Digital Service. (n.d.-a). Jumlah Penderita Hipertensi Berusia ≥ 15 Tahun Berdasarkan Kabupaten/Kota di Jawa Barat. https://opendata.jabarprov.go.id/id/dataset/jumlah-penderita-hipertensi-berusia---15-tahun-berdasarkan-kabupatenkota-di-jawa-barat
Jabar Digital Service. (n.d.-b). Jumlah Penderita Hipertensi yang Mendapat Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Kabupaten/Kota di Jawa Barat. https://opendata.jabarprov.go.id/id/dataset/jumlah-penderita-hipertensi-yang-mendapat-pelayanan-kesehatan-berdasarkan-kabupatenkota-di-jawa-barat
Metodologi Penelitian:
Rothman, K. J., Greenland, S., & Lash, T. L. (2008). Modern Epidemiology (3rd ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Pfeiffer, D., Robinson, T., Stevenson, M., et al. (2008). Spatial Analysis in Epidemiology. Oxford: Oxford University Press.
Bivand, R. S., Pebesma, E., & Gómez-Rubio, V. (2013). Applied Spatial Data Analysis with R (2nd ed.). New York: Springer.
R Packages:
Bivand, R., & Wong, D. W. S. (2018). Comparing implementations of global and local indicators of spatial association. TEST, 27(3), 716-748.
Pebesma, E. (2018). Simple Features for R: Standardized Support for Spatial Vector Data. The R Journal, 10(1), 439-446.
Tennekes, M. (2018). tmap: Thematic Maps in R. Journal of Statistical Software, 84(6), 1-39.