Disusun oleh : Maulana Hardy Rayyan - 140610230064
Dosen Pengampu : I Gede Nyoman Mindra Jaya, Ph.D
Program Studi Statistika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Padjadjaran
Pembangunan ekonomi Indonesia tidak hanya menilai dari pertumbuhan nasional, tetapi juga dari kinerja ekonomi antarwilayah. Badan Pusat Statistik (BPS) RI melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 mencapai Rp22.139 triliun dengan PDB per kapita sebesar Rp78,6 juta. Dalam laporannya, BPS menekankan bahwa provinsi di Pulau Jawa memiliki kontribusi sebesar 57,02% terhadap perekonomian nasional. Ini mengindikasikan adanya konsentrasi aktivitas ekonomi di Pulau Jawa.
Dalam konteks wilayah, indikator yang digunakan untuk membaca
kekuatan ekonomi daerah yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Data statistik BPS menunjukkan bahwa PDRB tiga provinsi teratas yang
memiliki PDRB terbesar yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur
sudah berkontribusi lebih dari 40% PDB Indonesia pada tahun 2024. Jika
dibandingkan dengan wilayah lainnya selain tiga provinsi teratas
tersebut, terdapa perbedaan level dan kontribusi yang signifikan yang
menandakan ketimpangan output ekonomi antarprovinsi yang mana ini
terkait dengan agenda SDGs 8 dan SDGs 10 dimana Indonesia juga sedang
menjalankan pencapaian SDGs ini melalui Peraturan Presiden (PERPRES)
Nomor 111 Tahun 2022.
Faktor yang memengaruhi salah satunya adalah investasi. Investasi
merupakan salah satu penggerak utama untuk pembentukan output ekonomi
suatu wilayah. Secara nasional, investasi tahun 2024 mencapai Rp1.714,2
triliun dan terkonsentrasi pada provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Pada level provinsi, penanaman modal berkaitan langsung dengan
pertumbuhan ekonomi daerah. Dari sisi kualitas manusia, BPS mencatat
bahwa pada tahun 2024 IPM Indonesia naik sebesar 0,63 poin dari 2023.
IPM merepresentasikan kualitas kesehatan, pendidikan, dan standar hidup.
Secara teori, wilayah yang memiliki IPM yang tinggi memiliki peluang
lebih besar untuk meningkatkan kinerja ekonomi di Indonesia.
Dengan demikian, menganalisis hubungan PDRB dengan RPMDN, RPMA, dan IPM serta mempertimbangkan aspek spasial dengan menggunakan model spasial ekonometrik dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai pola pembangunan regional dan juga implikasinya terhadap pencapaian agenda pembangunan berkelanjutan
PDRB antarprovinsi di Indonesia cenderung membentuk pola spasial, hal tersebut perlu dibuktikan dengan pengujian autokorelasi spasial apakah benar-benar terdapat pola spasial atau tidak
Diperlukan model spasial ekonometrik yang cocok untuk menjelaskan PDRB di Indonesia
Mendeskripsikan kondisi PDRB dan variabel independen yang digunakan pada tingkat provinsi melalui eksplorasi data
Menguji keberadaan dependensi spasial pada PDRB menggunakan uji autokorelasi spasial
Menganalisis pengaruh faktor faktor yang memengaruhi PDRB dengan mempertimbangkan efek spasial
Menentukan model yang terbaik antara SAR dan SDM berdasarkan pengujian statistik Likelihood Ratio dan AIC setiap model
Penelitian berfokus pada PDRB tingkat provinsi di Indonesia pada tahun 2024
Variabel independen yang digunakan yaitu Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri, Realisasi Penanaman Modal Asing, dan Indeks Pembangunan Manusia
Model yang digunakan yaitu SAR dan SDM dengan matriks bobot spasial queen contiguity
Dependensi spasial merupakan kondisi ketika nilai suatu variabel di satu lokasi berdekatan memiliki keterkaitan nilai dengan lokasi disekitarnya sehingga observasi antarwilayah satu dengan yang lainnya bersifat tidak independen. Sifat tidak independen ini bisa muncul karena wilayah pengamatan yang berdekatan memiliki interaksi berupa aktivitas ekonomi, mobilitas masyarakat ataupun faktor lingkungan. Keberadaan dependensi spasial menjadi penyebab utama mengapa model regresi klasik menghasilkan inferensi yang kurang akurat dikarenakan apabila efek spasial ini diabaikan.
Autokorelasi spasial merupakan bentuk dari dependensi spasial yang mengukur keterkaitan nilai variabel nya sendiri dengan lokasi yang berdekatan secara geografis. Dalam hal ini, autokorelasi spasial positif terjadi saat wilayah yang berdekatan memiliki nilai yang mirip membentuk klaster high-high dan low-low sedangkan autokorelasi spasial negatif terjadi saat wilayah yang berdekatan memiliki nilai yang berlawanan membentuk klaster high-low dan low-high. Pengujian autokorelasi spasial berfungsi untuk mendeteksi pola klaster sehingga analisis lanjut perlu memasukkan komponen spasial kedalamnya. Terdapat dua pendekatan dalam pengujian autokorelasi spasial, untuk pendekatan secara global menggunakan Moran’s I yang berfungsi sebagai koefisien seperti korelasi Pearson tetapi juga mempertimbangkan aspek spasial, dan untuk pendekatan secara lokal digunakan Local Moran’s I yang berfungsi mendeteksi klaster dalam wilayah seperti high-high, low-low, high-low, dan low-high.
Model spasial ekonometrik digunakan untuk menangani pelanggaran asumsi independensi dikarenakan terdapat dependensi antarwilayah. Model Spatial Autoregressive Model (SAR) mengasumsikan dependensi spasial berada pada variabel dependen dan Spatial Durbin Model (SDM) yang mirip dengan SAR, namun SDM mengasumsikan bahwa dependensi spasial juga bisa terdapat pada variabel independen.
Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diambil dari laman website Badan Pusat Statistika (BPS) RI pada tahun 2024. Pada penelitian ini mencakup data dari 38 provinsi yang ada di Indonesia. Namun, dikarenakan peta batas administrasi untuk provinsi hasil pemekaran belum tersedia, penelitian ini hanya menggunaka 34 provinsi sesuai pembagian wilayah sebelum pemekaran, meskipun saat ini Indonesia terdiri dari 38 provinsi. Untuk variabel yang digunakan sebagai berikut :
Variabel Dependen : PDRB atas Dasar Harga Konstan (Y)
Variabel Independen :
Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri / RPMDN (X1)
Realisasi Penanaman Modal Asing / RPMA (X2)
Indeks Pembangunan Manusia / IPM (X3)
Unit spasial dalam penelitian ini adalah 34 provinsi yang ada di Indonesia. Setiap provinsi dianggap sebagai satuan wilayah yang merepresentasikan satu observasi dalam analisis spasial.
Berikut yang merupakan tahapan metode analisis yang dilakukan pada penelitian :
| Variabel | Min | Median | Mean | Max |
|---|---|---|---|---|
| Y | 32.9 | 159.7 | 379.5 | 2151 |
| X1 | 974.8 | 10001.8 | 23856.7 | 128402.1 |
| X2 | 2.2 | 583.7 | 1716 | 9972.3 |
| X3 | 67.69 | 74.45 | 74.7 | 84.15 |
Secara statistik deskriptif variabel PDRB (Y), Realisasi PMDN (X1), dan Realisasi PMA (X2) memiliki ketimpangan nilai yang tinggi dengan melihat jauh nya jarak nilai minimum dan nilai maksimum. Namun, untuk variabel IPM (X3) relatif stabil jika dibandingkan dengan variabel lainnya.
Berdasarkan peta PDRB di atas, konsentrasi PDRB tinggi dominan di Pulau Jawa, ini mengindikasikan bahwa Pulau Jawa merupakan pusat kegiatan ekonomi di Indonesia. Selanjut diikuti oleh Pulau Sumatera dan Kalimantan masuk ke kategori menengah dan untuk Indonesia bagian timur cenderung menunjukkan PDRB yang lebih rendah. Ini menggambarkan ketimpangan dalam kapasitas ekonomi antarwilayah di Indonesia.
Dengan uji korelasi Pearson, variabel RPMDN (X1) memiliki hubungan positif yang sangat kuat dengan PDRB (Y), ini berarti provinsi dengan RPMDN (X1) yang tinggi cenderung memiliki PDRB (Y) yang tinggi juga. Untuk variabel RPMA (X2) memiliki hubungan positif yang terbilang sedang dengan PDRB, ini berarti investasi asing juga memiliki keterkaitan dengan peningkatan PDRB namun tidak sekuat RPMDN (X2). Untuk variabel IPM memiliki hubungan positif yang sedang dengan PDRB, ini mengindikasikan bahwa provinsi dengan kualitas pembangunan yang lebih tinggi cenderung memiliki output PDRB yang tinggi juga tetapi kontribusinya relatif lebih jika dibandingkan variabel independen lainnya.
Berdasarkan hasil dari uji autokorelasi Moran’s I yang menggunakan matriks bobot spasial dengan queen contiquity, didapatkan nilai I sebesar 0.37 dengan p-value yang signifikan. Dari uji Moran’s I ini menunjukkan bahwa terdapat autokorelasi spasial positif yang signifikan.
Berdasarkan hasil uji autokorelasi Local Moran’s I, terdapat provinsi yang membentuk klaster high-high yaitu Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, serta juga terdapat provinsi yang membentuk klaster low-high. Untuk daerah lainnya tidak membentuk klaster tertentu.
| Variabel | Koefisien | Std. Error | Statistik-Z | p-value |
|---|---|---|---|---|
| Intersep | 173.738 | 938.028 | 0.1848 | 0.853 |
| X1 | 0.014 | 0.002 | 8.3353 | < 0.05 |
| X2 | 0.027 | 0.018 | 1.4802 | 0.139 |
| X3 | -3.28 | 12.84 | -0.2554 | 0.798 |
Berdasarkan hasil estimasi SAR, diperoleh bahwa variabel X1 berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB. Sementara itu, untuk variabel X2 dan X3 tidak signifikan. Lalu, untuk \(\rho\) dengan nilai 0.168 dan p-value 0.07 mengindikasikan adanya autokorelasi positif pada PDRB, yaitu PDRB pada suatu provinsi cenderung berkorelasi searah dengan PDRB provinsi tentagga nya meskipun tidak signifikan.
| Variabel | Koefisien | Std. Error | Statistik-Z | p-value |
|---|---|---|---|---|
| Intersep | -1.336e+04 | 4.765e+03 | -2.858 | 0.004 |
| X1 | 1.187e-02 | 1.676e-03 | 7.086 | < 0.05 |
| X2 | 2.157e-02 | 1.593e-02 | 1.354 | 0.176 |
| X3 | 3.396e+01 | 1.647e+01 | 2.061 | 0.039 |
| Lag X1 | -9.954e-03 | 6.213e-03 | -1.602 | 0.109 |
| Lag X2 | 1.107e-01 | 3.327e-02 | 3.327 | < 0.05 |
| Lag X3 | 1.4685 | 5.102e+01 | 2.878 | < 0.05 |
Berdasarkan hasil estimasi SDM, diperoleh bahwa variabel X1 dan X3 berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB. Sementara itu, untuk variabel X2 tidak signifikan. Untuk komponen spillover \(WX\) yaitu Lag X2, dan Lag X3 memiliki efek yang signifikan sedangkan Lag X1 tidak signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa RPMA dan IPM di suatu provinsi akan memengaruhi RPMA dan IPM di provinsi lainnya.
Berdasarkan hasil pengujian LR-test, p-value yang dihasilkan yaitu 0.019 yang mana kurang dari 0.05, sehingga secara statistik lebih baik menggunakan SDM daripada SAR.
AIC yang dihasilkan dari pemodelan SAR yaitu 469.8 dan untuk pemodelan SDM yaitu 465.9, ini berarti SAR lebih cocok digunakan terhadap data yang digunakan dan lebih sederhana sesuai prinsip parsimoni.
Berikut merupakan peta residual model, yang mana kita dapat melihat seberapa jauh model memprediksi PDRB dari suatu provinsi
Dari hasil pengujian di atas, model SAR menjadi pilihan untuk digunakan dalam data PDRB. Untuk model yang terbentuk sebagai berikut
\(Y = \rho W Y + X\beta + WX\theta + \varepsilon,\ \ \varepsilon \sim N(0,\sigma^2 I)\)
dengan :
Y = Besarnya PDRB pada Provinsi di Indonesia
\(\rho\) = Dependensi spasial pada PDRB antarprovinsi
W = Matriks bobot spasial
X = [1, X1, X2, X3]
\(\beta\) = Koefisien pada setiap variabel
\(\theta\) = Koefisien untuk lag variabel penjelas / spillover
\(\varepsilon\) = Error model
PDRB tiap provinsi di Indonesia menunjukkan dependensi spasial yang positif, maka dari itu diperlukan pemodelan spasial ekonometrik. Model spasial ekonometrik terbaik sesuai pengujian Likelihood Ratio dan AIC terkecil yaitu Spatial Durbin Model (SDM). Pada hasil SDM dapat menunjukkan bahwa PDRB suatu provinsi cenderung dipengaruhi oleh PDRB di provinsi sekitarnya dikarenakan interaksi diantaranya dan juga variabel independen yang juga dapat memengaruhi provinsi di sekitarnya (spillover). Untuk variabel independen yang signifikan yaitu RPMDN (X1) yang memiliki koefisien positif. Saran untuk pengembangan studi berikutnya bisa menambahkan variabel-variabel relevan terhadap PDRB dan bersifat spasial.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada website Badan Pusat Statistik Jawa Tengah dan Open Data Jawa Tengah telah menyediakan data yang relevan dan cocok digunakan dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada I Gede Nyoman Mindra Jaya, Ph.D selaku dosen pengampu mata kuliah Spatial Statistics yang telah memberikan bimbingan dan arahan tidak hanya selama proses penyusunan laporan, tetapi juga selama kegiatan perkuliahan berlangsung. Selain itu, penulis juga menggunakan alat bantu berupa program Artificial Intelligence berupa ChatGPT dan Claude AI dalam proses penyusunan laporan ini. AI berperan untuk :
Membantu penulisan, penyusunan, debugging kode R untuk analisis spasial yang dilakukan seperti uji autokorelasi spasial, model spasial ekonometrik, dan visualisasi spasial
Membantu penyusunan dan debugging kode RShiny untuk pembuatan dashboard epidemiologi yang interaktif
Membantu pencarian referensi berupa jurnal / laporan yang relevan dengan topik penelitian
Seluruh proses yang dilakukan mulai dari pencarian data, ide analisis data, interpretasi hasil, serta penarikan kesimpulan merupakan hasil yang dikerjakan secara mandiri oleh penulis.
Badan Pusat Statistik, “Ekonomi Indonesia Tahun 2024 Tumbuh 5,03 Persen (C-to-C) . Ekonomi Indonesia Triwulan IV-2024 Tumbuh 5,02 Persen (Y-on-Y). Ekonomi Indonesia Triwulan IV-2024 Tumbuh 0,53 Persen (Q-to-Q).,” Berita Resmi Statistik BPS, 5 Feb. 2025. https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2025/02/05/2408/ekonomi-indonesia-tahun-2024-tumbuh-5-03-persen--c-to-c---ekonomi-indonesia-triwulan-iv-2024-tumbuh-5-02-persen--y-on-y---ekonomi-indonesia-triwulan-iv-2024-tumbuh-0-53-persen--q-to-q--.html
Badan Pusat Statistik, “Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Provinsi (miliar rupiah), 2024,” Tabel Statistik BPS, 11 Mar. 2025. https://www.bps.go.id/id/statistics-table/3/WkdVMWRYVnBkMnBvVEhKSVkyWXhNblZtTjJSbmR6MDkjMw==/produk-domestik-regional-bruto-atas-dasar-harga-berlaku---menurut-provinsi--miliar-rupiah---2022.html?year=2024
Badan Pusat Statistik, “Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Provinsi (persen), 2024,” Tabel Statistik BPS, 11 Mar. 2025. https://www.bps.go.id/id/statistics-table/3/YVRaR1RHODBVSG9yYldGa2JFZ3lWbW81U1M4MFFUMDkjMw==/distribusi-persentase-produk-domestik-regional-bruto-atas-dasar-harga-berlaku-menurut-provinsi--persen---2024.html?year=2024
Republik Indonesia, “Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan,” Jakarta, 13 Sep. 2022.
Badan Pusat Statistik, “Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tahun 2024 mencapai 75,02, meningkat 0,63 poin atau 0,85% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 74,39,” Berita Resmi Statistik, 15 Nov. 2024. https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2024/11/15/2296/indeks-pembangunan-manusia--ipm--indonesia-tahun-2024-mencapai-75-02--meningkat-0-63-poin-atau-0-85-persen-dibandingkan-tahun-sebelumnya-yang-sebesar-74-39-.html
R. L. Rizky, G. Agustin, dan I. Mukhlis, “Pengaruh Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri dan Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Indonesia,” JESP, vol. 8, no. 1, pp. 9–16, Mar. 2016. https://journal.um.ac.id/index.php/jesp/article/view/5265
L. Anselin, “Spatial Econometrics,” in A Companion to Theoretical Econometrics, B. H. Baltagi, Ed., Oxford: Blackwell Publishing, 2001, pp. 310–330. https://web.pdx.edu/~crkl/WISE/SEAUG/papers/anselin01_CTE14.pdf
W. Wang et al., “Reclaiming independence in spatial-clustering datasets: A series of data-driven spatial weights matrices,” Statistics in Medicine, vol.41, no.15, pp.2939–2956, 2022. https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/sim.9395
I. G. N. M. Jaya, “Spatial Statistics”, 2025. https://rpubs.com/mindra/1365004