Cover

1 Latar Belakang

Malaria tetap menjadi tantangan kesehatan masyarakat yang signifikan di Indonesia, terutama dengan adanya disparitas beban penyakit yang mencolok antarwilayah. Penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan melalui vektor nyamuk Anopheles betina ini menunjukkan pola endemisitas yang sangat heterogen, di mana wilayah Timur Indonesia masih menjadi pusat utama kasus nasional. Karakteristik penularan malaria tidak hanya bersifat biologis, tetapi juga sangat bergantung pada interaksi dinamis antara faktor lingkungan, kondisi sanitasi, kepadatan penduduk, dan mobilitas manusia yang memfasilitasi perpindahan parasit lintas batas administratif.

Karakteristik data malaria yang memiliki dimensi lokasi dan waktu menuntut pendekatan analisis yang lebih komprehensif daripada sekadar statistik deskriptif konvensional. Analisis spasio-temporal hadir sebagai instrumen krusial untuk memetakan risiko penyakit secara presisi, mengingat risiko malaria sering kali menunjukkan ketergantungan spasial (spatial dependence), di mana kondisi suatu wilayah dipengaruhi oleh wilayah tetangganya. Penggunaan pendekatan ini memungkinkan identifikasi klaster penularan (hotspots) secara lebih akurat serta membantu mendeteksi perubahan tren kejadian penyakit dari waktu ke waktu secara simultan.

Lebih lanjut, dalam konteks pemetaan penyakit (disease mapping), sering ditemukan kendala berupa variabilitas data yang tinggi pada area dengan populasi kecil. Oleh karena itu, penerapan metode berbasis spasial, seperti pendekatan Bayesian menjadi sangat relevan untuk menstabilkan estimasi risiko dan meminimalisir fluktuasi acak. Dengan memahami dinamika spasio-temporal ini, perencanaan intervensi kesehatan dapat dilakukan secara lebih tepat sasaran. Fokus pada analisis spasial ini diharapkan mampu memberikan bukti ilmiah yang kuat bagi pengambil kebijakan dalam menentukan prioritas wilayah eliminasi malaria, sehingga alokasi sumber daya dapat dioptimalkan pada titik-titik dengan risiko tertinggi dan pertumbuhan kasus yang paling signifikan.

2 Tinjauan Pustaka

2.1 Penyakit Malaria

Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang membawa parasit. Ada beberapa spesies parasit Plasmodium yang masih sering dijumpai yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale, yang paling sering ditemukan pada manusia adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax (WHO, 2023). Malaria ini menjadi masalah kesehatan serius di wilayah tropis dan subtropis salah satunya Indonesia.

Secara klinis, gejala dari malaria adalah demam periodik, menggigil, sakit kepala, anemia, bahkan penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi serius hingga kematian. Penyebaran penyakit malaria dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya faktor lingkungan, sosial ekonomi, dan kondisi demografis dari wilayah.

2.2 Spasial Dependence

Ketergantungan spasial terjadi karena adanya kemiripan karakteristik lingkungannya dan juga mobilitas penduduk antar wilayahnya. Spasial dependence menunjukkan bahwa observasi pada suatu wilayah bergantung pada observasi wilayah tetangganya.

Dalam analisis spasial, spatial dependence menjadi dasar untuk memahami pola distribusi data spasial. Spatial dependence diukur dengan indeks autokorelasi spasial yang dapat dilihat dari Moran’s I nya.

2.3 Autokorelasi Spasial

Autokorelasi spasial adalah ukuran statistik yang digunakan untuk menilai sejauh mana suatu variabel terikat dengan wilayahnya sendiri. Autokorelasi spasial ada dua jenis yaitu autokorelasi spasial positif dan negatif. Jika autokorelasi spasial positif maka wilayah-wilayah yang berdekatan memiliki nilai yang relatif sama, jika pada suatu wilayah tinggi maka sekitarnya tinggi. Jika autokorelasi spasial negatif maka wilayah tersebut berbanding terbalik dengan sekitarnya.

2.4 Pemodelan Spasial Ekonometrik

Pemodelan spasial ekonometrik merupakan pengembangan dari analisis ekonometrik klasik yang menambah pertimbangan spasial dependensinya. Terdapat beberapa jenis model spasial ekonometrik Spatial Error Model (SEM), Spatial Autoregressice Model (SAR), dan Spatial Durbin Model (SDM) yang bisa menjadi pengembangan dari model regresi biasanya.

Selain itu pengembangan dari model regresi jika data yang dimiliki adalah data panel, model spasial ekonometrik ini juga dapat dikembangkan menjadi model panel juga. Dikarenakan data yang digunakan pada penelitian ini adalah data panel maka yang akan menjadi penjelasan dari model spasial ekonometrik ini adalah model spasial panel.

2.4.1 Spatial Panel SAR

Model ini menggunakan lag spasial dan lag temporal sebagai variabel dependen. Model ini digunakan ketika nilai dipengaruhi oleh wilayah sekitarnya (ada autokorelasi spasial) dan juga dipengaruhi oleh masa lalu. Model umum dari Spatial Panel SAR adalah sebagai berikut :

\[ y_{it} = \rho W y_{it} + \phi y_{i, t-1} + X_{it} \beta + \mu_i + \varepsilon_{it} \]

dengan

  • \(y_{it}\) adalah variabel dependen pada wilayah ke-i dan waktu ke-t

  • \(\rho\) adalah koefisien autokorelasi spasial pada variabel dependen

  • \(Wy_{it}\) adalah lag spasial dari variabel dependen

  • \(\phi\) adalah koefisien lag wakru

  • \(y_{i, t-1}\) adalah variabel dependen pada wilayah ke-i pada periode waktu sebelumnya

  • \(X_{it} \beta\) : pengaruh variabel independen wilayah itu sendiri

  • \(\mu_i\) : efek tetap wilayah

  • \(\varepsilon_{it}\) : error acak

2.4.2 Spatial Panel SEM

Model yang digunakan ketika errornya ada ketergantungan spasial dan ada faktor yang tidak terimata yang bersifat spasial dan temporal. Model umum dari model ini adalah sebagai berikut :

\[ y_{it} = \bf{X}_{it}\beta + u_{it}, u_{it} = \lambda W u_{it} + \varepsilon_{it} \]

dengan

  • \(y_{it}\) adalah variabel dependen pada wilayah ke-i dan waktu ke-t

  • \(\bf{X}_it\) adalah vektor atau matriks variabel independen pada wilayah ke-i dan waktu ke-t

  • \(\beta\) adalah vektor koefisien regresi untuk variabel independen

  • \(\lambda\) adlaah koefisien autokorelasi spasial pada error

  • \(\varepsilon_{it}\) : error acak

2.4.3 Spatial Panel SDM (Dynamic Spatial Durbin Model)

Model ini merupakan gabungan dari model sehingga model ini adalah model spasial-temporal paling lengkap. Model ini menangkap efek langsung, tidak langsung, dan total. Model ini juga menangkap pengaruh jangka pendek dan panjang. Model umumnya adalah sebagai berikut :

\[ y_{it} = \rho W y_{it} + \phi y_{i,t-1} + X_{it} \beta + W X_{it} \theta + \varepsilon_{it} \]

dengan

  • \(y_{it}\)​ : variabel dependen wilayah i pada waktu t
  • \(Wy_{it}\)​ : pengaruh spasial dari wilayah tetangga

  • \(y_{i,t-1}\)​ : pengaruh nilai masa lalu

  • \(X_{it}\beta\) : pengaruh variabel independen wilayah itu sendiri
  • \(X_{it}\theta\)​ : pengaruh variabel independen wilayah tetangga

  • \(\varepsilon_{it}\)​ : error acak

3 Metodologi

3.1 Variabel Penelitian dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari beberapa open source data. Data yang digunakan merupakan data spasial dan merupakan data time series dengan periode 2022-2024. Data disusun dalam bentuk panel data spasial. Data yang digunakan adalah sebagai berikut

\[ \begin{array}{c|c|c} \textbf{Variabel} & \textbf{Keterangan} & \textbf{Sumber Data} \\ \hline Y & \text{Prevalensi Campak Per Provinsi} & \text{Profil Kesehatan Indonesia dan Data Sismal}\\ X_1 & \text{Kepadatan Penduduk (Km)}^2 & \text{BPS Indonesia}\\ X_2 & \text{Akses Sanitasi Layak (%)} & \text{BPS Indonesia} \\ X_3 & \text{Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun)} & \text{BPS Indonesia}\\ \end{array} \]

Variabel dependen berupa prevalensi campak digunakan untuk menggambarkan kondisi kesehatan masyarakat pada masing-masing provinsi. Variabel independen dipilih berdasarkan pertimbangan teoritis yang berkaitan dengan faktor kependudukan, lingkungan, dan sosial ekonomi yang berpotensi memengaruhi penyebaran penyakit campak.

3.2 Analisis Deskriptif

Dilakukan analisis deskriptif untuk melihat distribusi dari prevalensi dari penyakit malaria. Analisis deskriptif ini dilakukan dengan menghitung rata-rata, nilai minimum, maximum prevalensi dan total jumlah kasus dari penyakit malaria. Analisis deskriptif ini juga dapat melihat 5 provinsi dengan prevalensi paling tinggi dan 5 provinsi dengan prevalensi terendah.

3.3 Analisis Autokorelasi Spasial

Untuk mengetahui apakah terdapat ketergantungan spasial antarprovinsi dilakukan pengujian autokorelasi spasial secara dengan Moran’s I baik yang global maupun local. Moran’s I Global melihat apakah ada pengelompokkan atau penyebaran atau pola acak prevalensi malaria di Indonesia. Kemudian untuk Moran’s I local melihat apakah ada pola antara wilayah sekitarnya misalnya

3.4 Model Regresi Panel Spasial

Untuk membentuk model regresi panel spasial, dibuat model baseline yang merupakan model regresi panel nonspasial yaitu model Common Effect Model (CEM), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Model-model ini nantinya dipilih sesuai dengan uji Hausman

Ketika terjadi autokorelasi spasial maka model yang sebelumnya hanya model regresi panel dapat dikembangkan menjadi model regresi panel spasial.

3.4.1 Uji Lagrange Multiplier

Untuk menentukan bentuk ketergantungan spasial yang dominan dilakukan pengujian lagrange multiplier. Jika pengujian LM-lag maka mengindikasikan model Spatial Lag (SAR), LM - error mengindikasikan model spatial error, jika memang keduanya signifikan maka modelnya menggunakan Spatial Durbin Model.

3.4.2 Kriteria Pemilihan Model Terbaik

Pemilihan model yang sekiranya dapat digunakan adalah menggunakan nilai AIC atau BIC nya dan juga dapat dilihat koefisien parameter yang signifikan. Namun perlu menjadi catatan pemilihan model juga mempertimbangkan teori.

4 Hasil dan Pembahasan