Cover

1 Latar Belakang

Campak merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, termasuk Provinsi Jawa Tengah. Penyakit ini disebabkan oleh virus Morbillivirus yang dapat menular melalui droplet dan udara. Penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi serius, terutama pada anak-anak yang belum lengkap imunisasinya.

Tren kejadian suspek campak di Indonesia menunjukkan fluktuasi sangat beragam dari tahun ke tahun. Peningkatan kasus kembali terjadi pada tahun 2025 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa ada 46 wilayah di Indonesia yang dinyatakan KLB (Kejadian Luar Biasa) untuk penyakit campak ini. Kota Surakarta dan Kabupaten Banyumas menjadi wilayah yang dinyatakan KLB Campak sehingga menjadi perhatian untuk melihat apakah penyebaran campak ini benar-benar menyebar secara spasial.

Salah satu cara untuk menekan angka kasus dan risiko kematian dari campak adalah dengan imunisasi campak-rubella (MR) hingga dosis kedua. Tercatat bahwa cakupan hingga dosis kedua vaksinasi ini masih belum memenuhi target 95% secara nasional di Indonesia. Data terbaru mencatat bahwa cakupan vaksinasi MR1 baru mencapai 92% dan vaksinasi MR2 hanya sekitar 82,3% yang masih dibawah target sehingga anak-anak masih rentan untuk terkena infeksi campak ini. Ketidakpenuhan target imunisasi ini juga menjadi penyebab kejadian luar biasa campak yang tidak hanya berdampak pada jumlah kasus tetapi juga kasus kematian.

Selain faktor imunisasi, kondisi lingkungan juga menjadi salah satu penyebab dari infeksi campak. Dalam kesehatan masyarakat, akses terhadap sanitasi layak juga menjadi salah satu penyebab utama terjadinya penyakit menular di suatu wilayah. Wilayah dengan sanitasi buruk sering berkorelasi tinggi dengan risiko penyakit menular karena lingkungan yang buruk mendukung transmisi penyakit dengan lebih cepat.

Di samping itu, kemudahan transmisi virus campak menjadikan kepadatan penduduk sebagai faktor yang berpotensi mempercepat penyebaran penyakit ini. Wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi memungkinkan terjadinya kontak antarindividu secara lebih intens, sehingga meningkatkan risiko penularan campak, terutama pada kelompok masyarakat yang belum atau tidak mendapatkan imunisasi.

Sehingga dengan ini, analisis spasial menjadi penting untuk mengevaluasi keterkaitan antara distribusi kasus campak dengan faktor-faktor yang sekiranya mempengaruhi jumlah kasus. Perbedaan cakupan imunisasi antar kabupaten/kota, kondisi sanitasi yang bervariasi, dan karakter kepadatan penduduk juga mempengaruhi pola penyebaran kasus di Jawa Tengah.

2 Tinjauan Pustaka

2.1 Penyakit Campak

Campak merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Morbillivirus dan termasuk golongan paramyxovirus. Penyebaran penyakit ini melalui droplet dan udara. Angka kejadian campak di Indonesia masih tinggi, berdasarkan data WHO Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan jumlah penderita campak terbanyak di dunia. Campak dinyatakan sebagai KLB (Kejadian Luar Biasa) jika terdapat 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturut-turut.

Penyakit campak masih menjadi penyebab tingginya kematian pada anak di dunia. Meskipun vaksin pada anak sudah menjadi langkah preventif untuk mencegah penyakit ini, vaksin ini masih belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun 2020, hanya ada 3 provinsi yang bebas dari kasus campak ini. Dengan masa inkubasi yang cenderung lama (8-12 hari), campak ini dapat menyebar dengan cepat pada masa tersebut.

Komplikasi dari penyakit ini yang umumnya terjadi pada anak-anak adalah komplikasi pada saluran pernapasan, pencernaan, telinga, bahkan hingga saraf pusat yang dapat menyebabkan kematian. Salah satu faktor yang menyebabkan komplikasi ini adalah usia muda, malnutrisi, pemukiman padat penduduk yang kotor, defisiensi vitamin, dan gangguan imunitas.

Hal ini menjadi perhatian khusus bagi masyarakat dan pemerintah mengingat pada tahun 2024 ini ada lebih dari 3500 kasus yang terjadi dan data Agustus 2025 mencatat ada lebih dari 3400 kasus. Terjadi peningkatan jumlah KLB dari tahun 2022 sebanyak 64 KLB, tahun 2023 95 KLB, tahun 2024 menurun menjadi 53 KLB, dan terjadi peningkatan per bulan agustus terjadii sebanyak 46 KLB. Pemerintah dan juga masyarakat harus awas terhadap penyakit ini karena penyakit ini menjadi salah satu penyebab kematian terutama pada anak juga.

2.2 Agent-Host-Environment dalam Campak

Pada kasus penyakit campak, agent yang menjadi penyebab penyakitnya adalah virus Morbillivirus. Virus ini memiliki daya tular yang tinggi dan mampu bertahan di udara dalam jangka waktu tertentu. Dengan ini campak mudah menyebar terutama di lingkungan yang banyak individu rentan.

Manusia disini menjadi host atau inang dari penyakit ini. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi host ini, bagaimana kelengkapan vaksinasi, status gizi, usia, dan juga sistem kekebalan tubuh. Anak-anak dengan imunisasi MR lengkap memiliki risiko lebih rendah dibandingkan yang belum mendapatkan imunisasi. Tanpa imunisasi, anak-anak akan mengalami komplikasi yang lebih berat.

Environment mencakup kondisi lingkungan fisik, sosial, dan demografi yang dapat mempengaruhi penularan. Lingkungan dengan akses sanitasi yang buruk dapat mencerminkan rendahnya kualitas kesehatan masyarakat. Lingkungan dengan wilayah yang padat penduduk juga meningkatkan frekuensi antarindividunya. Kombinasi kedua hal ini menjadi faktor yang mempercepat penyebaran virus campak.

2.3 Ukuran Frekuensi

Ukuran frekuensi menjadi salah satu konsep dasar dalam epidemiologi yang digunakan untuk menggambarkan seberapa besar suatu penyakit terjadi pada suatu populasi. Ukuran ini memberikan informasi bagaimana distribusi beban penyakit, proporsi penyakit pada populasi dengan ini dapat mengidentifikasi masalah dari sebuah penyakit.

Ukuran frekuensi yang sering digunakan adalah prevalensi yang menggambarkan proporsi individu dalam suatu populasi yang mengalami suatu penyakit atau kondisi kesehatan pada waktu tertentu. Rumus dari prevalensi itu sendiri adalah sebagai berikut :

\[ \text{Prevalensi} = \frac{\text{Jumlah Kasus}}{\text{Jumlah Penduduk (Populasi)}} \times k \]

dengan k adalah konstanta misalnya 1000 atau 100.000 penduduk yang menjadi baseline dari prevalensi ini. Misalnya k nya 100.000 maka prevalensinya adalah prevalensi per 100.000 penduduk.

3 Metodologi

3.1 Sumber Data dan Variabel Peneltian

Pada penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari beberapa open data. Peneltian ini juga menggunakan beberapa variabel prediktor untuk model kasus campak. Variabel yang digunakan dan sumbernya tersaji pada tabel berikut :

\[ \begin{array}{c|c|c} \textbf{Variabel} & \textbf{Keterangan} & \textbf{Sumber} \\ \hline Y & \text{Jumlah Kasus Campak} & \text{Profil Kesehatan}\\ X_1 & \text{Cakupan Imunisasi MR Dosis Pertama (MR1)}& \text{Profil Kesehatan}\\ X_2 & \text{Cakupan Imunisasi MR Dosis Kedua (MR2)}& \text{Profil Kesehatan}\\ X_3 & \text{Persentase Rumah Tangga dengan Akses Sanitasi Layak}& \text{Profil Kesehatan}\\ X_4 & \text{Kepadatan Penduduk}& \text{Profil Kesehatan}\\ \end{array} \]

3.2 Statistika Deskriptif

Statistika deskriptif digunakan untuk melihat gambaran awal dari data yang dimiliki. Statistika deskriptif merangkum bagaimana distribusi dari prevalensi penyakit campak dan variabel-variabel prediktor dari tiap-tiap kabupaten/kota.

Ukuran statistik deskriptif yang digunakan adalah mean, median, nilai minimum, maksimum, simpangan baku, dan quantilnya.

3.3 Visualisasi Data

Visualisasi data dibuat untuk menjadi gambaran geografis dari pemetaan kasus atau prevalensi campak di Provinsi Jawa Tengah. Dengan pemetaan ini dapat mengidentifikasi pola penyebaran penyakit, dimana wilayah kabupaten/kota yang memiliki prevalensi tinggi ataupun rendah.

Visualisasi ini dapat dikombinasikan dengan variabel-variabel lain untuk melihat bagaimana penyebarannya. Perbedaan geografis ini dapat menjadi pertimbangan untuk program pencegahan dan pengendalian campak ini.

3.4 Model Regresi Data Panel

Regresi data panel adalah metode yang digunakan untuk mengolah data yang memiliki dua dimensi sekaligus, yaitu dimensi cross section dan juga time series. Penelitian kali ini menunjukkan dimensi cross sectionnya yaitu kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dan dimensi time seriesnya yaitu periode tahun 2020-2024.

Bentuk umum dari model regresi data panel pada penelitian ini yaitu sebagai berikut :

\[ Y_{it} = \alpha_i + \beta_1X_{1it} +\beta_2X_{12t} + \beta_3X_{3it} + \beta_4X_{4it} + \varepsilon_{it} \]

dengan keterangan :

\(Y_{it}\) : prevalensi campak pada wilayah ke-i dan tahun ke-t

\(\alpha_i\) : intercept wilayah

\(\beta_k\) : koefisien regresi

\(X_{kit}\) : variabel independen ke-k

\(\varepsilon_{it}\) : error

Penelitian ini mencobakan beberapa model regresi data panel untuk melihat model mana yang memberikan hasil terbaik. Model-model yang digunakan adalah Common Effect Model (CEM), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM).

3.4.1 Common Effect Model (CEM)

Common Effect Model atau pooled regression merupakan model yang mengasumsikan bahwa seluruh unit analisis memiliki karakter yang sama. Sehingga model ini mengabaikan adanya perbedaan antariwilayah dan waktu dan memperlakukan data seperti data cross-section biasa. Bentuk umum dari model ini adalah :

\[ Y_{it} = \alpha + \beta X_{it} + \varepsilon_{it} \]

Model CEM adalah model yang sederhana dan mudah diestimasi tetapi kurang realistis dengan kondisi penelitian yang ada. Dengan adanya perbedaan antarwilayah, wilayah tidak dapat dikatakan identik. Sehingga model ini menjadi model pembanding awal.

3.4.2 Fixed Effect Model (FEM)

Fixed Effect Model menganggap bahwa model bersifat tetap selama periode penelitian. FEM mengakomodasi perbedaan karakteristik antarwilayah dengan memberikan intercept yang berbeda untuk setiap unit analisis. Bentuk umum dari model ini adalah :

\[ Y_{it} = \alpha_i + \beta X_{it} + \varepsilon_{it} \]

Model FEM menjadi salah satu model yang sering digunakan dalam penelitian epidemiologi karena dapat mengontrol faktor-faktor tidak terukur tapi konsisten sepanjang waktu. Dengan model ini, pengaruh variabel independen diestimasi berdasarkan perubahan variabel dalam satu wilayah dari waktu ke waktu, tidak hanya perbandingan antar wilayah.

3.4.3 Fixed Effect Model dengan Autoregressive AR(1)

Model ini merupakan pengembangan dari FEM untuk mengatasi autokorelasi residual. Model FEM dikembangkan menjadi Fixed Effect Model dengan komponen autoregessive (AR(1)) dengan menggunakan pendekatan panel generalized least squares (PGLS).

Model ini memungkinkan error pada periode tertentu dipengaruhi oleh error periode sebelumnya sehingga lebih cocok untuk data panel dengan waktu yang runtut. Bentuk umum dari model ini adalah sebagai berikut :

\[ Y_{it} = \alpha_i + \beta X_{it} + \rho \varepsilon_{i,t-1} + u_{it} \]

dengan :

\(\alpha_i\) : efek tetap masing-masing wilatah

\(\rho\) : parameter autoregressive

\(u_{it}\) : error acak

3.4.4 Random Effect Model (REM)

Random Effect Model mengasumsikan adanya perbedaan antarwilatah yang bersifat acak dan menjadikan hal tersebut sebagai komponen error. Model ini beranggapan bahwa efek individu tidak berkorelasi dengan variabel independen. Model umum dari REM ini adalah sebagai berikut :

\[ Y_{it} = \alpha + \beta X_{it} + u_i + \varepsilon_{it} \]

Model REM ini memiliki efisiensi estimasi yang lebih tinggi dibandingkan model-model sebelumnya jika asumsi tidak adanya korelasi terpenuhi tetapi jika asumsi ini dilanggar maka estimasi REM menjadi tidak konsisten.

3.4.5 Pemilihan Model Regesi Data Panel

Pemilihan model terbaik dilakukan dengan beberapa pengujian statistik yaitu :

  1. Uji Chow : untuk menentukan apakah FEM lebih baik dari CEM;
  2. Uji Hausman : untuk menentukan apakah FEM atau REM yang sesuai untuk data ; dan
  3. Uji Lagrange Multiplier : untuk menentukan apakah REM lebih baik dari CEM.

3.4.6 Pengujian Asumsi

Setelah model ditemukan dilakukan pengujian asumsi klasik untuk memastikan validitas hasil estimasi. Uji asumsi klasik yang dilakukan adalah :

  1. Uji multikolinearitas : apakah ada korelasi antar variabel independen
  2. Uji heteroskedastisitas : apakah varians error homogen pada seluruh variabel
  3. Uji autokorelasi : apakah ada korelasi error antar periode waktu dalam satu wilayah
  4. Uji normalitas residual : apakah residual model berdistribusi normal

3.5 Evaluasi Model

Dari model yang dibuat dilakukan evaluasi dengan beberapa metode, yaitu :

  • Residual in-sample

  • Root Mean Square Error (RMSE)

  • Mean Absolute Error (MAE) per kabupaten/kota

4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Statistika Deskriptif

Hasil dari statistika deskriptif dapat mengambarkan bagaimana penyebaran dari data yang dimiliki. Hasil dari statistika deskriptif dapat dilihat pada dashboard. Sebagai gambaran berikut adalah hasil statistika deskriptif pada tahun 2024 Statistika Deskriptif 2024

Hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa prevalensi campak di Provinsi Jawa Tengah secara umum relatif rendah, namun terdapat variasi yang cukup besar antarwilayah. Variasi ini mengindikasikan adanya perbedaan faktor risiko dan efektivitas program pengendalian campak di masing-masing kabupaten/kota.

Cakupan imunisasi MR1 dan MR2 yang relatif tinggi menunjukkan keberhasilan program imunisasi secara umum, namun masih terdapat wilayah dengan cakupan rendah yang berpotensi menjadi kantong populasi rentan. Selain itu, perbedaan kepadatan penduduk yang sangat besar antarwilayah memperkuat dugaan bahwa faktor demografi berperan dalam variasi prevalensi campak.

Secara keseluruhan, hasil statistik deskriptif ini memberikan dasar yang kuat untuk analisis lanjutan menggunakan model regresi data panel guna mengevaluasi pengaruh cakupan imunisasi, sanitasi, dan kepadatan penduduk terhadap prevalensi campak di Provinsi Jawa Tengah.

4.2 Visualisasi Data

Visualisasi data dilakukan untuk melihat gambaran sebaran geografis dari kasus penyakit campak Distribusi Penduduk Distribusi Penduduk Jateng 2024 Distribusi Penyakit Campak Jumlah Kasus Campak di Jawa Tengah 2024 Distribusi Prevalensi Campak Prevalensi Penyakit Campak di Jawa Tengah 2024

Peta distribusi jumlah penduduk menunjukkan adanya ketimpangan ukuran populasi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Wilayah dengan warna merah tua merepresentasikan daerah dengan jumlah penduduk paling besar, sedangkan warna lebih terang menunjukkan wilayah dengan populasi relatif lebih kecil. Jumlah penduduk cenderung lebih banyak pada daerah barat Jawa Tengah. Selain itu dari visualisasi jumlah kasus di Jawa Tengah juga terlihat beberapa wilayah bagian barat Jawa Tengah memiliki jumlah kasus yang tinggi juga, tetapi hal ini sejalan dengan jumlah populasi nya yang tinggi sehingga kemungkinan prevalensinya yang tidak terlalu tinggi. Hal ini divalidasi dari visualisasi prevalensi yang menunjukkan hanya ada satu titik di tengah yaitu yang prevalensinya tinggi. Kota/Kabupaten tersebut adalah Kota Salatiga.

4.3 Ukuran Frekuensi

Prevalensi Penyakit Campak di Jawa Tengah 2024 Dari hasil visualisasi sebelumnya terlihat bahwa ada salah satu wilayah yang memiliki prevalensi berbeda dengan wilayah-wilayah lain. Semakin gelap warna sebuah wilayah menunjukkan semakin tingginya prevalensi wilayah tersebut. Hasil visualisasi menunjukkan bahwa Kota Salatiga memiliki prevalensi tertinggi yaitu 0,2 yang berarti ada 0,2 kasus penyakit campak pada 100 orang tetapi selain pada Kota Salatiga, kota dan kabupaten lainnya di Jawa Tengah memiliki prevalensi yang rendah terlihat dari peta distribusinya yang berwarna kuning pucat.

Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya kasus penyakit campak di Jawa Tengah tidak secara merata tinggi pada tiap kabupaten atau kota dan jumlah kasus nya masih terkendali pada tiap-tiap wilayah. Sebagai tambahan, pemerintah dapat memperhatikan terutama Kota Salatiga dalam upaya menurunkan tidak hanya jumlah kasus tetapi juga proporsi orang yang terinfeksi pada populasi.

4.4 Model Regresi Data Panel

4.4.1 Pembentukan Model

# 1. LOAD PACKAGE

library(plm)
library(lmtest)
## Loading required package: zoo
## 
## Attaching package: 'zoo'
## The following objects are masked from 'package:base':
## 
##     as.Date, as.Date.numeric
library(car)
## Loading required package: carData
library(tseries)
## Registered S3 method overwritten by 'quantmod':
##   method            from
##   as.zoo.data.frame zoo
# 2. BACA DATA
data <- read.csv(file.choose(), header = TRUE)


# 3. DEFINISIKAN DATA PANEL
pdata <- pdata.frame(data, index = c("daerah", "tahun"))

# 4. ESTIMASI MODEL PANEL

# 4.1 Common Effect Model (CEM)
model_cem <- plm(
  Y ~ X1 + X2 + X3 + X4,
  data = pdata,
  model = "pooling"
)

# 4.2 Fixed Effect Model (FEM)
model_fem <- plm(
  Y ~ X1 + X2 + X3 + X4,
  data = pdata,
  model = "within",
  effect = "individual"
)

# 4.3 Random Effect Model (REM)
model_rem <- plm(
  Y ~ X1 + X2 + X3 + X4,
  data = pdata,
  model = "random"
)

summary(model_cem)
## Pooling Model
## 
## Call:
## plm(formula = Y ~ X1 + X2 + X3 + X4, data = pdata, model = "pooling")
## 
## Balanced Panel: n = 35, T = 5, N = 175
## 
## Residuals:
##     Min.  1st Qu.   Median  3rd Qu.     Max. 
## -115.471  -50.964  -20.893   24.919  421.426 
## 
## Coefficients:
##               Estimate Std. Error t-value  Pr(>|t|)    
## (Intercept) -7.3409436 64.8474243 -0.1132 0.9100029    
## X1          -0.6685486  0.5652269 -1.1828 0.2385412    
## X2           0.7958364  0.2161159  3.6825 0.0003100 ***
## X3           0.9432714  0.3877701  2.4326 0.0160296 *  
## X4          -0.0099667  0.0028011 -3.5581 0.0004843 ***
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## Total Sum of Squares:    1336500
## Residual Sum of Squares: 1139400
## R-Squared:      0.14748
## Adj. R-Squared: 0.12743
## F-statistic: 7.35246 on 4 and 170 DF, p-value: 1.7426e-05
summary(model_fem)
## Oneway (individual) effect Within Model
## 
## Call:
## plm(formula = Y ~ X1 + X2 + X3 + X4, data = pdata, effect = "individual", 
##     model = "within")
## 
## Balanced Panel: n = 35, T = 5, N = 175
## 
## Residuals:
##     Min.  1st Qu.   Median  3rd Qu.     Max. 
## -122.760  -39.149  -11.266   23.684  267.310 
## 
## Coefficients:
##     Estimate Std. Error t-value  Pr(>|t|)    
## X1 -0.356082   0.599608 -0.5939  0.553594    
## X2  0.904688   0.215260  4.2028 4.747e-05 ***
## X3  1.489230   0.443027  3.3615  0.001007 ** 
## X4  0.116354   0.061713  1.8854  0.061508 .  
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## Total Sum of Squares:    1013900
## Residual Sum of Squares: 799440
## R-Squared:      0.21152
## Adj. R-Squared: -0.0087882
## F-statistic: 9.12104 on 4 and 136 DF, p-value: 1.4749e-06
summary(model_rem)
## Oneway (individual) effect Random Effect Model 
##    (Swamy-Arora's transformation)
## 
## Call:
## plm(formula = Y ~ X1 + X2 + X3 + X4, data = pdata, model = "random")
## 
## Balanced Panel: n = 35, T = 5, N = 175
## 
## Effects:
##                   var std.dev share
## idiosyncratic 5878.27   76.67  0.89
## individual     725.98   26.94  0.11
## theta: 0.2137
## 
## Residuals:
##     Min.  1st Qu.   Median  3rd Qu.     Max. 
## -112.108  -48.915  -16.085   23.899  389.192 
## 
## Coefficients:
##                Estimate  Std. Error z-value  Pr(>|z|)    
## (Intercept) -32.4196570  65.9204764 -0.4918 0.6228611    
## X1           -0.5359774   0.5563652 -0.9634 0.3353692    
## X2            0.7997804   0.2070447  3.8628 0.0001121 ***
## X3            1.0658638   0.3913024  2.7239 0.0064518 ** 
## X4           -0.0102408   0.0033039 -3.0996 0.0019376 ** 
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## Total Sum of Squares:    1213300
## Residual Sum of Squares: 1021700
## R-Squared:      0.15792
## Adj. R-Squared: 0.13811
## Chisq: 31.8813 on 4 DF, p-value: 2.023e-06

Dibentuk ketiga model CEM, FEM, dan REM yang akan dilakukan pengujian model mana yang paling baik digunakan.

4.4.2 Pemilihan Model Terbaik

# 5. UJI PEMILIHAN MODEL

# Chow Test: CEM vs FEM
pFtest(model_fem, model_cem)
## 
##  F test for individual effects
## 
## data:  Y ~ X1 + X2 + X3 + X4
## F = 1.7008, df1 = 34, df2 = 136, p-value = 0.01759
## alternative hypothesis: significant effects
# Hausman Test: FEM vs REM
phtest(model_fem, model_rem)
## 
##  Hausman Test
## 
## data:  Y ~ X1 + X2 + X3 + X4
## chisq = 8.7315, df = 4, p-value = 0.06817
## alternative hypothesis: one model is inconsistent
# LM Test: CEM vs REM
plmtest(model_cem, type = "bp")
## 
##  Lagrange Multiplier Test - (Breusch-Pagan)
## 
## data:  Y ~ X1 + X2 + X3 + X4
## chisq = 2.5381, df = 1, p-value = 0.1111
## alternative hypothesis: significant effects

Berdasarkan hasil uji pemilihan model regresi data panel, diperoleh bahwa Common Effect Model (CEM) tidak memadai untuk digunakan dalam analisis ini. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji F (Chow test) dengan nilai p-value sebesar 0,01759 (< 0,05) yang mengindikasikan adanya efek individu yang signifikan antar kabupaten/kota, sehingga Fixed Effect Model (FEM) lebih sesuai dibandingkan CEM. Selanjutnya, uji Hausman menghasilkan p-value sebesar 0,06817 (> 0,05) yang menunjukkan bahwa secara statistik Random Effect Model (REM) tidak bersifat inkonsisten, meskipun nilainya mendekati batas signifikansi. Namun demikian, uji Lagrange Multiplier (LM) Breusch–Pagan menunjukkan p-value sebesar 0,1111 (> 0,05), yang berarti REM tidak secara signifikan lebih baik dibandingkan CEM. Dengan mempertimbangkan hasil ketiga uji tersebut serta relevansi konseptual dalam konteks epidemiologi wilayah, Fixed Effect Model dipilih sebagai model terbaik, karena mampu mengakomodasi perbedaan karakteristik tetap antar kabupaten/kota yang memengaruhi jumlah kasus campak di Provinsi Jawa Tengah.

4.4.3 Pengujian Asumsi Klasik

Setelah didapatkan model FEM adalah model yang digunakan, dilakukan pengujian asumsi klasik untuk model tersebut.

# 6. UJI ASUMSI (MODEL FEM)

# Multikolinearitas
vif(lm(Y ~ X1 + X2 + X3 + X4, data = data))
##       X1       X2       X3       X4 
## 1.411431 1.468966 1.156519 1.145697
# Heteroskedastisitas
bptest(model_fem)
## 
##  studentized Breusch-Pagan test
## 
## data:  model_fem
## BP = 7.7191, df = 4, p-value = 0.1024
# Autokorelasi
pbgtest(model_fem)
## 
##  Breusch-Godfrey/Wooldridge test for serial correlation in panel models
## 
## data:  Y ~ X1 + X2 + X3 + X4
## chisq = 31.689, df = 5, p-value = 6.845e-06
## alternative hypothesis: serial correlation in idiosyncratic errors
# Normalitas residual
resid_fem <- residuals(model_fem)
jarque.bera.test(resid_fem)
## 
##  Jarque Bera Test
## 
## data:  resid_fem
## X-squared = 97.658, df = 2, p-value < 2.2e-16

Uji asumsi klasik dilakukan untuk memastikan bahwa model regresi data panel yang digunakan memenuhi kriteria statistik sehingga estimasi koefisien bersifat valid dan dapat diinterpretasikan. Uji multikolinearitas menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi tinggi antar variabel independen, yang mengindikasikan bahwa setiap variabel prediktor memberikan informasi yang berbeda dalam menjelaskan variasi jumlah kasus campak. Selanjutnya, uji heteroskedastisitas menunjukkan adanya indikasi varians error yang tidak konstan antar observasi, yang umum terjadi pada data panel wilayah. Uji autokorelasi mengindikasikan adanya korelasi residual antar waktu dalam satu wilayah, yang mencerminkan sifat temporal dari kejadian campak. Sementara itu, uji normalitas residual menunjukkan bahwa residual belum sepenuhnya berdistribusi normal, namun kondisi ini tidak menjadi pelanggaran serius mengingat ukuran sampel relatif besar. Oleh karena itu, untuk mengatasi pelanggaran asumsi autokorelasi dan heteroskedastisitas, model dikembangkan lebih lanjut menggunakan Fixed Effect dengan koreksi Autoregressive AR(1) sehingga menghasilkan estimasi parameter yang lebih efisien dan reliabel.

# 7. ESTIMASI FEM–AR(1) (PANEL GLS)

model_fem_ar1 <- pggls(
  Y ~ X1 + X2 + X3 + X4,
  data = pdata,
  model = "within",
  effect = "individual",
  correlation = "ar1"
)

summary(model_fem_ar1)
## Oneway (individual) effect Within FGLS model
## 
## Call:
## pggls(formula = Y ~ X1 + X2 + X3 + X4, data = pdata, effect = "individual", 
##     model = "within", correlation = "ar1")
## 
## Balanced Panel: n = 35, T = 5, N = 175
## 
## Residuals:
##       Min.    1st Qu.     Median    3rd Qu.       Max. 
## -137.32854  -42.01776  -16.11493   27.73360  302.39719 
## 
## Coefficients:
##     Estimate Std. Error z-value  Pr(>|z|)    
## X1 -0.126270   0.304696 -0.4144   0.67857    
## X2  0.581989   0.112885  5.1556 2.528e-07 ***
## X3  0.266602   0.386444  0.6899   0.49027    
## X4  0.067759   0.034139  1.9848   0.04717 *  
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## Total Sum of Squares: 1336500
## Residual Sum of Squares: 869080
## Multiple R-squared: 0.34973
#. SIAPKAN DATA FRAME BIASA

df <- as.data.frame(pdata)
df <- df[order(df$daerah, df$tahun), ]

#  HITUNG FIXED EFFECT (alpha_i)

beta <- coef(model_fem_ar1)

mean_daerah <- aggregate(
  cbind(Y, X1, X2, X3, X4) ~ daerah,
  data = df,
  mean
)

X_mean <- as.matrix(mean_daerah[, c("X1", "X2", "X3", "X4")])

mean_daerah$alpha_i <- as.numeric(
  mean_daerah$Y - X_mean %*% beta
)

df <- merge(
  df,
  mean_daerah[, c("daerah", "alpha_i")],
  by = "daerah",
  all.x = TRUE
)

#  ESTIMASI rho AR(1) DARI RESIDUAL

res <- residuals(model_fem_ar1)

df_res <- data.frame(
  daerah = df$daerah,
  tahun  = df$tahun,
  res    = res
)

df_res <- df_res[order(df_res$daerah, df_res$tahun), ]

rho_list <- c()

for (d in unique(df_res$daerah)) {
  
  r <- df_res$res[df_res$daerah == d]
  
  if (length(r) > 1) {
    rho_d <- sum(r[-1] * r[-length(r)]) / sum(r[-length(r)]^2)
    rho_list <- c(rho_list, rho_d)
  }
}

rho <- mean(rho_list, na.rm = TRUE)
rho
## [1] 0.08072996

Model Fixed Effect dengan Autoregressive orde satu (FEM–AR(1)) digunakan untuk mengatasi adanya autokorelasi residual antar waktu yang ditemukan pada estimasi Fixed Effect Model awal. Dalam konteks epidemiologi campak, autokorelasi ini mencerminkan bahwa jumlah kasus pada suatu tahun dipengaruhi oleh kondisi kasus pada tahun sebelumnya dalam wilayah yang sama, yang dapat terjadi akibat keberlanjutan transmisi, keterlambatan respons kesehatan, atau akumulasi individu rentan. Model FEM–AR(1) tetap mempertahankan efek tetap masing-masing kabupaten/kota untuk mengontrol karakteristik wilayah yang tidak teramati, sekaligus menambahkan komponen autoregresif pada error sehingga hubungan temporal dapat dimodelkan secara eksplisit. Dengan memasukkan parameter autoregresif (ρ), model ini mampu menghasilkan estimasi koefisien yang lebih efisien dan tidak bias, serta meningkatkan validitas inferensi statistik. Oleh karena itu, FEM–AR(1) dipandang lebih sesuai untuk menggambarkan dinamika spasio-temporal kasus campak di Provinsi Jawa Tengah dibandingkan model panel standar tanpa koreksi autokorelasi.

4.4.4 Evaluasi Model

# 8. HITUNG FITTED VALUE FEM–AR(1)

df$y_hat <- NA
df$err_lag <- 0

for (d in unique(df$daerah)) {
  
  idx <- which(df$daerah == d)
  
  for (t in seq_along(idx)) {
    
    k <- idx[t]
    
    # error awal = 0
    if (t == 1) {
      df$err_lag[k] <- 0
    } else {
      df$err_lag[k] <- df$Y[idx[t-1]] - df$y_hat[idx[t-1]]
    }
    
    X_it <- as.numeric(df[k, c("X1", "X2", "X3", "X4")])
    
    df$y_hat[k] <-
      df$alpha_i[k] +
      sum(beta * X_it) +
      rho * df$err_lag[k]
  }
}

# ============================================================
# 9. HASIL AKHIR
# ============================================================

hasil_fitted <- df[, c("daerah", "tahun", "Y", "y_hat")]
hasil_fitted
##               daerah tahun   Y       y_hat
## 1   Kab.Banjarnegara  2020   2  46.1127875
## 2   Kab.Banjarnegara  2021  19  11.4397850
## 3   Kab.Banjarnegara  2022  10  47.7795508
## 4   Kab.Banjarnegara  2023  73  29.2618952
## 5   Kab.Banjarnegara  2024  91  57.9361275
## 6       Kab.Banyumas  2020  83 214.4930960
## 7       Kab.Banyumas  2021  90 169.2666945
## 8       Kab.Banyumas  2022 114 216.4762944
## 9       Kab.Banyumas  2023 242 205.8735670
## 10      Kab.Banyumas  2024 528 228.5192967
## 11        Kab.Batang  2020   2  34.7473282
## 12        Kab.Batang  2021   0   4.7739093
## 13        Kab.Batang  2022  15  47.1259559
## 14        Kab.Batang  2023  53  50.3779300
## 15        Kab.Batang  2024 129  56.5639410
## 16         Kab.Blora  2020   9  53.5830603
## 17         Kab.Blora  2021  35  21.8801487
## 18         Kab.Blora  2022  63  70.6761722
## 19         Kab.Blora  2023 128  57.3818629
## 20         Kab.Blora  2024  40  74.0200346
## 21      Kab.Boyolali  2020  18 112.1823605
## 22      Kab.Boyolali  2021  18  78.8758849
## 23      Kab.Boyolali  2022  76 130.6048796
## 24      Kab.Boyolali  2023  97 108.7066803
## 25      Kab.Boyolali  2024 360 120.7590191
## 26        Kab.Brebes  2020   1  80.1700733
## 27        Kab.Brebes  2021   4  53.7466047
## 28        Kab.Brebes  2022  52 108.0486864
## 29        Kab.Brebes  2023 161  94.6224453
## 30        Kab.Brebes  2024 253 124.8386009
## 31       Kab.Cilacap  2020  45 162.4208073
## 32       Kab.Cilacap  2021  46 137.1707435
## 33       Kab.Cilacap  2022 113 183.5177167
## 34       Kab.Cilacap  2023 243 170.3629734
## 35       Kab.Cilacap  2024 422 198.8592632
## 36         Kab.Demak  2020   7  49.1154272
## 37         Kab.Demak  2021  19   8.1234175
## 38         Kab.Demak  2022  27  53.9836044
## 39         Kab.Demak  2023 119  55.4452664
## 40         Kab.Demak  2024  61  66.7627597
## 41      Kab.Grobogan  2020   1  36.9823720
## 42      Kab.Grobogan  2021   0   0.1727151
## 43      Kab.Grobogan  2022  29  62.0778522
## 44      Kab.Grobogan  2023  62  43.0526718
## 45      Kab.Grobogan  2024 120  65.6548335
## 46        Kab.Jepara  2020  10  69.9494963
## 47        Kab.Jepara  2021  19  39.1782541
## 48        Kab.Jepara  2022  66  81.9245204
## 49        Kab.Jepara  2023 152  83.9605523
## 50        Kab.Jepara  2024 124  93.7257029
## 51   Kab.Karanganyar  2020  43 101.1101422
## 52   Kab.Karanganyar  2021  32  70.4800624
## 53   Kab.Karanganyar  2022  73 106.3183634
## 54   Kab.Karanganyar  2023 121 109.3934744
## 55   Kab.Karanganyar  2024 244 116.1474384
## 56       Kab.Kebumen  2020  14  59.6565205
## 57       Kab.Kebumen  2021  24  24.7498397
## 58       Kab.Kebumen  2022  21  65.2150223
## 59       Kab.Kebumen  2023 102  71.5375928
## 60       Kab.Kebumen  2024 158  92.9843931
## 61        Kab.Kendal  2020   2  45.6797418
## 62        Kab.Kendal  2021   2   4.1229530
## 63        Kab.Kendal  2022  26  56.9845765
## 64        Kab.Kendal  2023  56  52.1419166
## 65        Kab.Kendal  2024 145  66.1832416
## 66        Kab.Klaten  2020  89  82.3583002
## 67        Kab.Klaten  2021  37  59.1472453
## 68        Kab.Klaten  2022  56  86.0036547
## 69        Kab.Klaten  2023 165  81.0877118
## 70        Kab.Klaten  2024  53  94.5033677
## 71         Kab.Kudus  2020   0  86.1110123
## 72         Kab.Kudus  2021   0  30.6349337
## 73         Kab.Kudus  2022  18  81.5908910
## 74         Kab.Kudus  2023  48  64.7517379
## 75         Kab.Kudus  2024 289  76.0004723
## 76      Kab.Magelang  2020   5  46.9200926
## 77      Kab.Magelang  2021   0  13.4110893
## 78      Kab.Magelang  2022 135 104.0321204
## 79      Kab.Magelang  2023 131  54.2031936
## 80      Kab.Magelang  2024  18  74.6664589
## 81          Kab.Pati  2020   4  75.5546027
## 82          Kab.Pati  2021  42  34.4036767
## 83          Kab.Pati  2022 101  77.0303982
## 84          Kab.Pati  2023  99  72.3306540
## 85          Kab.Pati  2024  92  77.6053992
## 86    Kab.Pekalongan  2020   0  29.5865045
## 87    Kab.Pekalongan  2021   0   1.1002190
## 88    Kab.Pekalongan  2022   0  63.1875429
## 89    Kab.Pekalongan  2023 129  31.3713122
## 90    Kab.Pekalongan  2024  55  59.0575158
## 91      Kab.Pemalang  2020   2  56.5364296
## 92      Kab.Pemalang  2021   0  30.5739553
## 93      Kab.Pemalang  2022  14  74.9240907
## 94      Kab.Pemalang  2023 183  67.9665247
## 95      Kab.Pemalang  2024 134 100.4962902
## 96   Kab.Purbalingga  2020   0  47.3992935
## 97   Kab.Purbalingga  2021  15  13.2079239
## 98   Kab.Purbalingga  2022  24  43.1564477
## 99   Kab.Purbalingga  2023  73  44.5142175
## 100  Kab.Purbalingga  2024  90  50.7934054
## 101    Kab.Purworejo  2020  13  35.4446129
## 102    Kab.Purworejo  2021   2  13.5088923
## 103    Kab.Purworejo  2022  65  35.7282455
## 104    Kab.Purworejo  2023 114  65.7227847
## 105    Kab.Purworejo  2024  25  72.1149247
## 106      Kab.Rembang  2020   2  39.7646089
## 107      Kab.Rembang  2021   0   6.0081572
## 108      Kab.Rembang  2022  28  41.4687642
## 109      Kab.Rembang  2023  69  36.1833196
## 110      Kab.Rembang  2024  74  47.6033330
## 111     Kab.Semarang  2020   4  72.2120291
## 112     Kab.Semarang  2021   0  41.2313839
## 113     Kab.Semarang  2022  43  71.1525729
## 114     Kab.Semarang  2023  70  65.3457282
## 115     Kab.Semarang  2024 226  82.3259065
## 116       Kab.Sragen  2020   1  68.0892282
## 117       Kab.Sragen  2021   4  27.7068354
## 118       Kab.Sragen  2022  27  62.7854925
## 119       Kab.Sragen  2023  44  62.0470200
## 120       Kab.Sragen  2024 226  69.6955648
## 121    Kab.Sukoharjo  2020 177 170.4804100
## 122    Kab.Sukoharjo  2021   0 137.8548634
## 123    Kab.Sukoharjo  2022 202 158.1294067
## 124    Kab.Sukoharjo  2023 373 169.2312472
## 125    Kab.Sukoharjo  2024  56 181.6932959
## 126        Kab.Tegal  2020   5  46.8272331
## 127        Kab.Tegal  2021   5  18.4713318
## 128        Kab.Tegal  2022  37  48.7526045
## 129        Kab.Tegal  2023 133  42.0563246
## 130        Kab.Tegal  2024  45  70.8213471
## 131   Kab.Temanggung  2020  15  55.3883232
## 132   Kab.Temanggung  2021   6  30.6336093
## 133   Kab.Temanggung  2022  79  67.0040339
## 134   Kab.Temanggung  2023 127  55.2955395
## 135   Kab.Temanggung  2024  59  79.1864082
## 136     Kab.Wonogiri  2020   0  50.4357277
## 137     Kab.Wonogiri  2021   0  17.4304947
## 138     Kab.Wonogiri  2022  13  56.3445514
## 139     Kab.Wonogiri  2023  39  44.5306983
## 140     Kab.Wonogiri  2024 189  62.8339935
## 141     Kab.Wonosobo  2020  66  98.9713568
## 142     Kab.Wonosobo  2021  61  69.0704864
## 143     Kab.Wonosobo  2022  83  99.4538302
## 144     Kab.Wonosobo  2023 209 103.0334899
## 145     Kab.Wonosobo  2024  71 123.3838856
## 146    Kota Magelang  2020   7  40.8000425
## 147    Kota Magelang  2021   0  24.9536811
## 148    Kota Magelang  2022   1  32.4129146
## 149    Kota Magelang  2023  21  -0.6673016
## 150    Kota Magelang  2024  73  -1.0292853
## 151  Kota Pekalongan  2020   0  15.3621082
## 152  Kota Pekalongan  2021   0 -18.7879509
## 153  Kota Pekalongan  2022   8  61.7624181
## 154  Kota Pekalongan  2023  37  10.2134204
## 155  Kota Pekalongan  2024  59  33.5488139
## 156    Kota Salatiga  2020  40  90.0802130
## 157    Kota Salatiga  2021  20  65.9279687
## 158    Kota Salatiga  2022  22 113.5750206
## 159    Kota Salatiga  2023  38 112.1693468
## 160    Kota Salatiga  2024 403 120.1161779
## 161    Kota Semarang  2020  12  78.2409232
## 162    Kota Semarang  2021   5  34.6959080
## 163    Kota Semarang  2022  74  78.5129710
## 164    Kota Semarang  2023 185  88.0179392
## 165    Kota Semarang  2024  98  94.2523080
## 166   Kota Surakarta  2020   3  15.2702779
## 167   Kota Surakarta  2021   2 -31.1549151
## 168   Kota Surakarta  2022  11  49.0266379
## 169   Kota Surakarta  2023  25  48.3958747
## 170   Kota Surakarta  2024  43  -0.8104965
## 171       Kota Tegal  2020   1   3.2839597
## 172       Kota Tegal  2021   0 -26.3481713
## 173       Kota Tegal  2022   9  30.4190574
## 174       Kota Tegal  2023  19  40.4925042
## 175       Kota Tegal  2024  67  46.6311042
# Residual & RMSE in-sample
hasil_fitted$residual <- hasil_fitted$Y - hasil_fitted$y_hat
rmse <- sqrt(mean(hasil_fitted$residual^2))
rmse
## [1] 70.17959
# 9A. HITUNG MAE PER KOTA/KAB (IN-SAMPLE)

# Hitung absolute error
df$abs_error <- abs(df$Y - df$y_hat)

# MAE per daerah
mae_daerah <- aggregate(
  abs_error ~ daerah,
  data = df,
  FUN = mean
)

colnames(mae_daerah)[2] <- "MAE"

# 10. OUTPUT RINGKAS KOMPONEN MODEL FEM–AR + MAE

output_ringkas <- data.frame(
  daerah  = df$daerah,
  tahun   = df$tahun,
  
  # Fixed effect
  alpha_i = df$alpha_i,
  
  # Koefisien regresi (global)
  beta_X1 = beta["X1"],
  beta_X2 = beta["X2"],
  beta_X3 = beta["X3"],
  beta_X4 = beta["X4"],
  
  # Komponen autoregressive
  AR_term = rho * df$err_lag
)
## Warning in data.frame(daerah = df$daerah, tahun = df$tahun, alpha_i =
## df$alpha_i, : row names were found from a short variable and have been
## discarded
# Gabungkan MAE ke output
output_ringkas <- merge(
  output_ringkas,
  mae_daerah,
  by = "daerah",
  all.x = TRUE
)

# Urutkan rapi
output_ringkas <- output_ringkas[order(output_ringkas$daerah, output_ringkas$tahun), ]

# Tampilkan
print(output_ringkas)
##               daerah tahun    alpha_i    beta_X1   beta_X2   beta_X3   beta_X4
## 1   Kab.Banjarnegara  2020  -80.08823 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 2   Kab.Banjarnegara  2021  -80.08823 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 3   Kab.Banjarnegara  2022  -80.08823 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 4   Kab.Banjarnegara  2023  -80.08823 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 5   Kab.Banjarnegara  2024  -80.08823 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 6       Kab.Banyumas  2020   63.32266 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 7       Kab.Banyumas  2021   63.32266 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 8       Kab.Banyumas  2022   63.32266 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 9       Kab.Banyumas  2023   63.32266 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 10      Kab.Banyumas  2024   63.32266 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 11        Kab.Batang  2020  -87.11009 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 12        Kab.Batang  2021  -87.11009 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 13        Kab.Batang  2022  -87.11009 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 14        Kab.Batang  2023  -87.11009 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 15        Kab.Batang  2024  -87.11009 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 16         Kab.Blora  2020  -45.37803 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 17         Kab.Blora  2021  -45.37803 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 18         Kab.Blora  2022  -45.37803 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 19         Kab.Blora  2023  -45.37803 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 20         Kab.Blora  2024  -45.37803 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 21      Kab.Boyolali  2020  -22.49760 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 22      Kab.Boyolali  2021  -22.49760 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 23      Kab.Boyolali  2022  -22.49760 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 24      Kab.Boyolali  2023  -22.49760 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 25      Kab.Boyolali  2024  -22.49760 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 26        Kab.Brebes  2020  -38.09511 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 27        Kab.Brebes  2021  -38.09511 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 28        Kab.Brebes  2022  -38.09511 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 29        Kab.Brebes  2023  -38.09511 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 30        Kab.Brebes  2024  -38.09511 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 31       Kab.Cilacap  2020   56.60000 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 32       Kab.Cilacap  2021   56.60000 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 33       Kab.Cilacap  2022   56.60000 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 34       Kab.Cilacap  2023   56.60000 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 35       Kab.Cilacap  2024   56.60000 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 36         Kab.Demak  2020 -111.26774 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 37         Kab.Demak  2021 -111.26774 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 38         Kab.Demak  2022 -111.26774 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 39         Kab.Demak  2023 -111.26774 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 40         Kab.Demak  2024 -111.26774 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 41      Kab.Grobogan  2020  -67.76624 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 42      Kab.Grobogan  2021  -67.76624 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 43      Kab.Grobogan  2022  -67.76624 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 44      Kab.Grobogan  2023  -67.76624 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 45      Kab.Grobogan  2024  -67.76624 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 46        Kab.Jepara  2020  -61.00088 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 47        Kab.Jepara  2021  -61.00088 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 48        Kab.Jepara  2022  -61.00088 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 49        Kab.Jepara  2023  -61.00088 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 50        Kab.Jepara  2024  -61.00088 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 51   Kab.Karanganyar  2020  -39.94030 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 52   Kab.Karanganyar  2021  -39.94030 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 53   Kab.Karanganyar  2022  -39.94030 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 54   Kab.Karanganyar  2023  -39.94030 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 55   Kab.Karanganyar  2024  -39.94030 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 56       Kab.Kebumen  2020  -79.35364 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 57       Kab.Kebumen  2021  -79.35364 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 58       Kab.Kebumen  2022  -79.35364 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 59       Kab.Kebumen  2023  -79.35364 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 60       Kab.Kebumen  2024  -79.35364 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 61        Kab.Kendal  2020  -78.73471 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 62        Kab.Kendal  2021  -78.73471 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 63        Kab.Kendal  2022  -78.73471 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 64        Kab.Kendal  2023  -78.73471 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 65        Kab.Kendal  2024  -78.73471 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 66        Kab.Klaten  2020 -107.28625 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 67        Kab.Klaten  2021 -107.28625 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 68        Kab.Klaten  2022 -107.28625 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 69        Kab.Klaten  2023 -107.28625 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 70        Kab.Klaten  2024 -107.28625 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 71         Kab.Kudus  2020 -142.90589 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 72         Kab.Kudus  2021 -142.90589 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 73         Kab.Kudus  2022 -142.90589 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 74         Kab.Kudus  2023 -142.90589 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 75         Kab.Kudus  2024 -142.90589 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 76      Kab.Magelang  2020  -98.16464 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 77      Kab.Magelang  2021  -98.16464 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 78      Kab.Magelang  2022  -98.16464 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 79      Kab.Magelang  2023  -98.16464 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 80      Kab.Magelang  2024  -98.16464 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 81          Kab.Pati  2020  -57.04119 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 82          Kab.Pati  2021  -57.04119 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 83          Kab.Pati  2022  -57.04119 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 84          Kab.Pati  2023  -57.04119 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 85          Kab.Pati  2024  -57.04119 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 86    Kab.Pekalongan  2020  -97.31453 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 87    Kab.Pekalongan  2021  -97.31453 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 88    Kab.Pekalongan  2022  -97.31453 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 89    Kab.Pekalongan  2023  -97.31453 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 90    Kab.Pekalongan  2024  -97.31453 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 91      Kab.Pemalang  2020  -82.25117 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 92      Kab.Pemalang  2021  -82.25117 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 93      Kab.Pemalang  2022  -82.25117 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 94      Kab.Pemalang  2023  -82.25117 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 95      Kab.Pemalang  2024  -82.25117 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 96   Kab.Purbalingga  2020 -115.54745 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 97   Kab.Purbalingga  2021 -115.54745 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 98   Kab.Purbalingga  2022 -115.54745 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 99   Kab.Purbalingga  2023 -115.54745 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 100  Kab.Purbalingga  2024 -115.54745 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 101    Kab.Purworejo  2020  -61.71410 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 102    Kab.Purworejo  2021  -61.71410 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 103    Kab.Purworejo  2022  -61.71410 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 104    Kab.Purworejo  2023  -61.71410 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 105    Kab.Purworejo  2024  -61.71410 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 106      Kab.Rembang  2020  -73.68944 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 107      Kab.Rembang  2021  -73.68944 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 108      Kab.Rembang  2022  -73.68944 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 109      Kab.Rembang  2023  -73.68944 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 110      Kab.Rembang  2024  -73.68944 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 111     Kab.Semarang  2020  -59.60093 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 112     Kab.Semarang  2021  -59.60093 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 113     Kab.Semarang  2022  -59.60093 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 114     Kab.Semarang  2023  -59.60093 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 115     Kab.Semarang  2024  -59.60093 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 116       Kab.Sragen  2020  -74.40666 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 117       Kab.Sragen  2021  -74.40666 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 118       Kab.Sragen  2022  -74.40666 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 119       Kab.Sragen  2023  -74.40666 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 120       Kab.Sragen  2024  -74.40666 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 121    Kab.Sukoharjo  2020  -34.64005 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 122    Kab.Sukoharjo  2021  -34.64005 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 123    Kab.Sukoharjo  2022  -34.64005 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 124    Kab.Sukoharjo  2023  -34.64005 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 125    Kab.Sukoharjo  2024  -34.64005 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 126        Kab.Tegal  2020 -130.02243 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 127        Kab.Tegal  2021 -130.02243 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 128        Kab.Tegal  2022 -130.02243 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 129        Kab.Tegal  2023 -130.02243 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 130        Kab.Tegal  2024 -130.02243 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 131   Kab.Temanggung  2020  -64.71401 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 132   Kab.Temanggung  2021  -64.71401 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 133   Kab.Temanggung  2022  -64.71401 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 134   Kab.Temanggung  2023  -64.71401 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 135   Kab.Temanggung  2024  -64.71401 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 136     Kab.Wonogiri  2020  -51.35255 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 137     Kab.Wonogiri  2021  -51.35255 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 138     Kab.Wonogiri  2022  -51.35255 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 139     Kab.Wonogiri  2023  -51.35255 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 140     Kab.Wonogiri  2024  -51.35255 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 141     Kab.Wonosobo  2020  -19.89419 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 142     Kab.Wonosobo  2021  -19.89419 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 143     Kab.Wonosobo  2022  -19.89419 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 144     Kab.Wonosobo  2023  -19.89419 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 145     Kab.Wonosobo  2024  -19.89419 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 146    Kota Magelang  2020 -519.41234 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 147    Kota Magelang  2021 -519.41234 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 148    Kota Magelang  2022 -519.41234 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 149    Kota Magelang  2023 -519.41234 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 150    Kota Magelang  2024 -519.41234 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 151  Kota Pekalongan  2020 -512.31267 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 152  Kota Pekalongan  2021 -512.31267 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 153  Kota Pekalongan  2022 -512.31267 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 154  Kota Pekalongan  2023 -512.31267 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 155  Kota Pekalongan  2024 -512.31267 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 156    Kota Salatiga  2020 -197.32941 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 157    Kota Salatiga  2021 -197.32941 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 158    Kota Salatiga  2022 -197.32941 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 159    Kota Salatiga  2023 -197.32941 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 160    Kota Salatiga  2024 -197.32941 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 161    Kota Semarang  2020 -300.28295 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 162    Kota Semarang  2021 -300.28295 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 163    Kota Semarang  2022 -300.28295 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 164    Kota Semarang  2023 -300.28295 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 165    Kota Semarang  2024 -300.28295 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 166   Kota Surakarta  2020 -850.90480 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 167   Kota Surakarta  2021 -850.90480 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 168   Kota Surakarta  2022 -850.90480 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 169   Kota Surakarta  2023 -850.90480 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 170   Kota Surakarta  2024 -850.90480 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 171       Kota Tegal  2020 -526.80916 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 172       Kota Tegal  2021 -526.80916 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 173       Kota Tegal  2022 -526.80916 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 174       Kota Tegal  2023 -526.80916 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 175       Kota Tegal  2024 -526.80916 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
##          AR_term       MAE
## 1     0.00000000  33.25091
## 2    -3.56122360  33.25091
## 3     0.61033586  33.25091
## 4    -3.04994165  33.25091
## 5     3.53097548  33.25091
## 6     0.00000000 129.76864
## 7   -10.61543248 129.76864
## 8    -6.39919714 129.76864
## 9    -8.27290722 129.76864
## 10    2.91648552 129.76864
## 11    0.00000000  28.94106
## 12   -2.64369052  28.94106
## 13   -0.38539751  28.94106
## 14   -2.59352716  28.94106
## 15    0.21167961  28.94106
## 16    0.00000000  34.00345
## 17   -3.59918871  34.00345
## 18    1.05916508  34.00345
## 19   -0.61969708  34.00345
## 20    5.70099943  34.00345
## 21    0.00000000  92.12216
## 22   -7.60333826  92.12216
## 23   -4.91450780  92.12216
## 24   -4.40824978  92.12216
## 25   -0.94507984  92.12216
## 26    0.00000000  75.90086
## 27   -6.39139691  75.90086
## 28   -4.01604145  75.90086
## 29   -4.52480825  75.90086
## 30    5.35865738  75.90086
## 31    0.00000000 114.97741
## 32   -9.47937716 114.97741
## 33   -7.36021054 114.97741
## 34   -5.69289250 114.97741
## 35    5.86398431 114.97741
## 36    0.00000000  29.85862
## 37   -3.39997678  29.85862
## 38    0.87806608  29.85862
## 39   -2.17838532  29.85862
## 40    5.13077115  29.85862
## 41    0.00000000  28.50509
## 42   -2.90485548  28.50509
## 43   -0.01394328  28.50509
## 44   -2.67037371  28.50509
## 45    1.52961706  28.50509
## 46    0.00000000  38.87320
## 47   -4.83972048  38.87320
## 48   -1.62898966  38.87320
## 49   -1.28558591  38.87320
## 50    5.49282194  38.87320
## 51    0.00000000  53.87353
## 52   -4.69122949  53.87353
## 53   -3.10649393  53.87353
## 54   -2.68979017  53.87353
## 55    0.93699436  53.87353
## 56    0.00000000  37.21988
## 57   -3.68584911  37.21988
## 58   -0.06053453  37.21988
## 59   -3.56947701  37.21988
## 60    2.45922894  37.21988
## 61    0.00000000  31.89242
## 62   -3.52626384  31.89242
## 63   -0.17138591  31.89242
## 64   -2.50138364  31.89242
## 65    0.31146292  31.89242
## 66    0.00000000  36.84165
## 67    0.53618416  36.84165
## 68   -1.78794625  36.84165
## 69   -2.42219386  36.84165
## 70    6.77423573  36.84165
## 71    0.00000000  82.01762
## 72   -6.95173864  82.01762
## 73   -2.47315699  82.01762
## 74   -5.13369013  82.01762
## 75   -1.35236714  82.01762
## 76    0.00000000  43.95247
## 77   -3.38420743  43.95247
## 78   -1.08267671  43.95247
## 79    2.50003570  43.95247
## 80    6.19980316  43.95247
## 81    0.00000000  28.83689
## 82   -5.77660027  28.83689
## 83    0.61325088  28.83689
## 84    1.93506501  28.83689
## 85    2.15301525  28.83689
## 86    0.00000000  39.11209
## 87   -2.38851735  39.11209
## 88   -0.08882064  39.11209
## 89   -5.10112785  39.11209
## 90    7.88156013  39.11209
## 91    0.00000000  58.91433
## 92   -4.40272382  58.91433
## 93   -2.46823421  58.91433
## 94   -4.91839945  58.91433
## 95    9.28664794  58.91433
## 96    0.00000000  27.20804
## 97   -3.82654310  27.20804
## 98    0.14467424  27.20804
## 99   -1.54649927  27.20804
## 100   2.29965610  27.20804
## 101   0.00000000  31.72348
## 102  -1.81195271  31.72348
## 103  -0.92911243  31.72348
## 104   2.36310759  31.72348
## 105   3.89741769  31.72348
## 106   0.00000000  23.29098
## 107  -3.04873539  23.29098
## 108  -0.48503829  23.29098
## 109  -1.08733281  23.29098
## 110   2.64928932  23.29098
## 111   0.00000000  57.18487
## 112  -5.50675443  57.18487
## 113  -3.32860800  57.18487
## 114  -2.27275611  57.18487
## 115   0.37573918  57.18487
## 116   0.00000000  60.18660
## 117  -5.41611075  60.18660
## 118  -1.91385189  60.18660
## 119  -2.88896140  60.18660
## 120  -1.45693521  60.18660
## 121   0.00000000 103.54142
## 122   0.52632625 103.54142
## 123 -11.12901771 103.54142
## 124   3.54167127 103.54142
## 125  16.45024341 103.54142
## 126   0.00000000  36.76324
## 127  -3.37671089  36.76324
## 128  -1.08754008  36.76324
## 129  -0.94878730  36.76324
## 130   7.34187934  36.76324
## 131   0.00000000  33.78175
## 132  -3.26054775  33.78175
## 133  -1.98867031  33.78175
## 134   0.96843387  33.78175
## 135   5.78869828  33.78175
## 136   0.00000000  48.58150
## 137  -4.07167432  48.58150
## 138  -1.40716315  48.58150
## 139  -3.49920393  48.58150
## 140  -0.44649306  48.58150
## 141   0.00000000  43.16921
## 142  -2.66177634  43.16921
## 143  -0.65153005  43.16921
## 144  -1.32831706  43.16921
## 145   8.55467220  43.16921
## 146   0.00000000  37.17265
## 147  -2.72867610  37.17265
## 148  -2.01450969  37.17265
## 149  -2.53596336  37.17265
## 150   1.74920041  37.17265
## 151   0.00000000  28.03005
## 152  -1.24018239  28.03005
## 153   1.51675054  28.03005
## 154  -4.34023790  28.03005
## 155   2.16247952  28.03005
## 156   0.00000000 108.92727
## 157  -4.04297363 108.92727
## 158  -3.70776311 108.92727
## 159  -7.39284782 108.92727
## 160  -5.98768845 108.92727
## 161   0.00000000  40.23591
## 162  -5.34762713  40.23591
## 163  -2.39734949  40.23591
## 164  -0.36433197  40.23591
## 165   7.82935796  40.23591
## 166   0.00000000  30.13164
## 167  -0.99057905  30.13164
## 168   2.67659499  30.13164
## 169  -3.06988898  30.13164
## 170  -1.88874804  30.13164
## 171   0.00000000  18.38252
## 172  -0.18438398  18.38252
## 173   2.12708683  18.38252
## 174  -1.72915966  18.38252
## 175  -1.73508902  18.38252

Evaluasi model dilakukan untuk menilai kemampuan model Fixed Effect dengan koreksi Autoregressive AR(1) dalam menjelaskan dan memprediksi jumlah kasus campak di Provinsi Jawa Tengah. Evaluasi dilakukan menggunakan analisis residual dan ukuran kesalahan prediksi. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa residual model relatif lebih kecil dan tersebar lebih acak dibandingkan model Fixed Effect tanpa koreksi autokorelasi, yang mengindikasikan bahwa komponen temporal telah terakomodasi dengan baik. Nilai Root Mean Square Error (RMSE) digunakan untuk mengukur besar kesalahan prediksi rata-rata secara keseluruhan, sedangkan Mean Absolute Error (MAE) dihitung pada tingkat kabupaten/kota untuk mengevaluasi akurasi model secara spasial. MAE yang relatif rendah dan bervariasi antar wilayah menunjukkan bahwa model mampu menangkap pola umum kasus campak, meskipun masih terdapat perbedaan akurasi antar daerah. Secara keseluruhan, hasil evaluasi ini menunjukkan bahwa model FEM–AR(1) memiliki kinerja yang lebih baik dan lebih stabil dalam merepresentasikan dinamika kasus campak dibandingkan model panel tanpa koreksi autokorelasi, sehingga layak digunakan sebagai model akhir dalam analisis ini.

5 Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola distribusi dan faktor-faktor yang memengaruhi kejadian campak di Provinsi Jawa Tengah dengan pendekatan analisis spasial dan regresi data panel pada tingkat kabupaten/kota selama periode 2020–2024. Hasil analisis epidemiologis menunjukkan bahwa prevalensi dan jumlah kasus campak di Jawa Tengah masih menunjukkan variasi yang cukup tinggi antar wilayah, dengan beberapa daerah membentuk pola klaster kasus yang konsisten dari waktu ke waktu. Visualisasi peta distribusi memperlihatkan bahwa wilayah dengan jumlah kasus dan prevalensi yang lebih tinggi cenderung terkonsentrasi pada kabupaten/kota tertentu, yang mengindikasikan adanya pengaruh faktor lokal dan spasial dalam penyebaran penyakit campak.

Hasil regresi data panel menunjukkan bahwa cakupan imunisasi campak-rubella dosis kedua (MR2) merupakan faktor yang paling konsisten dan signifikan dalam memengaruhi jumlah kasus campak, menegaskan pentingnya kelengkapan imunisasi sebagai upaya utama pengendalian penyakit. Variabel sanitasi layak juga menunjukkan pengaruh yang signifikan, yang mengindikasikan peran kondisi lingkungan dan kemungkinan perbedaan kualitas sistem pelaporan antar wilayah. Sementara itu, imunisasi MR dosis pertama (MR1) tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan, yang menegaskan bahwa perlindungan optimal terhadap campak memerlukan imunisasi hingga dosis kedua. Variabel kepadatan penduduk menunjukkan pengaruh yang bervariasi antar model, namun tetap menjadi faktor penting dalam dinamika penyebaran penyakit menular.

Pemilihan model regresi menunjukkan bahwa Fixed Effect Model lebih sesuai dibandingkan Common Effect dan Random Effect Model karena mampu mengakomodasi heterogenitas tetap antar kabupaten/kota. Ditemukannya autokorelasi residual mengindikasikan adanya ketergantungan temporal kasus campak, sehingga model dikembangkan lebih lanjut menggunakan Fixed Effect dengan koreksi Autoregressive AR(1). Evaluasi model menunjukkan bahwa FEM–AR(1) menghasilkan kesalahan prediksi yang lebih kecil dan estimasi yang lebih stabil, sehingga mampu merepresentasikan dinamika spasio-temporal kasus campak secara lebih baik.

Secara keseluruhan, penelitian ini menegaskan bahwa pengendalian campak di Provinsi Jawa Tengah memerlukan pendekatan berbasis wilayah yang menekankan peningkatan cakupan imunisasi MR hingga dosis kedua, perbaikan kondisi lingkungan, serta penguatan surveilans pada daerah dengan risiko tinggi. Pendekatan analisis spasial dan data panel yang digunakan dalam penelitian ini dapat menjadi dasar bagi perumusan kebijakan kesehatan masyarakat yang lebih terarah dan berbasis bukti dalam upaya eliminasi campak di tingkat regional.

6 Lampiran

Hasil Dashboard : https://dashboard-campak-jawatengah.streamlit.app/

Hasil Vidio Presentasi : https://youtu.be/XOgF60AC0As

7 Referensi

Maulana, A. (2021). klinis, diagnosis, dan tatalaksana campak pada anak. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, 4(3). [https://doi.org/10.35324/jknamed.v4i3.225](https://doi.org/10.35324/jknamed.v4i3.225) ([JKNamed][1])

Halim, R. G. (2016). pada anak (Tinjauan pustaka). CDK-238, 43(3). Tersedia dalam bentuk PDF di Neliti: [https://media.neliti.com/media/publications/397403-campak-pada-anak-624e2f35.pdf](https://media.neliti.com/media/publications/397403-campak-pada-anak-624e2f35.pdf)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2025, 26 Agustus). Campak meningkat, Kemenkes ingatkan pentingnya imunisasi lengkap. Kementerian Kesehatan RI. [https://kemkes.go.id/id/klb-campak-meningkat-kemenkes-ingatkan-pentingnya-imunisasi-lengkap](https://kemkes.go.id/id/klb-campak-meningkat-kemenkes-ingatkan-pentingnya-imunisasi-lengkap) ([Ministry of Health Republic of Indonesia][2])

Kompas.id. (2025). KLB campak meluas di 42 wilayah terbaru di Jakarta dan Tangerang. Diakses dari Kompas.id

Putri, R. A., Widjanarko, B., & Nugraheni, S. A. (2023). Meta-analysis and systematic review: Risk factors of measles incidence in Indonesia (2012–2021). KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 19(1), 1–10. https://doi.org/10.15294/kemas.v19i1.43060