Campak merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, termasuk Provinsi Jawa Tengah. Penyakit ini disebabkan oleh virus Morbillivirus yang dapat menular melalui droplet dan udara. Penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi serius, terutama pada anak-anak yang belum lengkap imunisasinya.
Tren kejadian suspek campak di Indonesia menunjukkan fluktuasi sangat beragam dari tahun ke tahun. Peningkatan kasus kembali terjadi pada tahun 2025 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa ada 46 wilayah di Indonesia yang dinyatakan KLB (Kejadian Luar Biasa) untuk penyakit campak ini. Kota Surakarta dan Kabupaten Banyumas menjadi wilayah yang dinyatakan KLB Campak sehingga menjadi perhatian untuk melihat apakah penyebaran campak ini benar-benar menyebar secara spasial.
Salah satu cara untuk menekan angka kasus dan risiko kematian dari campak adalah dengan imunisasi campak-rubella (MR) hingga dosis kedua. Tercatat bahwa cakupan hingga dosis kedua vaksinasi ini masih belum memenuhi target 95% secara nasional di Indonesia. Data terbaru mencatat bahwa cakupan vaksinasi MR1 baru mencapai 92% dan vaksinasi MR2 hanya sekitar 82,3% yang masih dibawah target sehingga anak-anak masih rentan untuk terkena infeksi campak ini. Ketidakpenuhan target imunisasi ini juga menjadi penyebab kejadian luar biasa campak yang tidak hanya berdampak pada jumlah kasus tetapi juga kasus kematian.
Selain faktor imunisasi, kondisi lingkungan juga menjadi salah satu penyebab dari infeksi campak. Dalam kesehatan masyarakat, akses terhadap sanitasi layak juga menjadi salah satu penyebab utama terjadinya penyakit menular di suatu wilayah. Wilayah dengan sanitasi buruk sering berkorelasi tinggi dengan risiko penyakit menular karena lingkungan yang buruk mendukung transmisi penyakit dengan lebih cepat.
Di samping itu, kemudahan transmisi virus campak menjadikan kepadatan penduduk sebagai faktor yang berpotensi mempercepat penyebaran penyakit ini. Wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi memungkinkan terjadinya kontak antarindividu secara lebih intens, sehingga meningkatkan risiko penularan campak, terutama pada kelompok masyarakat yang belum atau tidak mendapatkan imunisasi.
Sehingga dengan ini, analisis spasial menjadi penting untuk mengevaluasi keterkaitan antara distribusi kasus campak dengan faktor-faktor yang sekiranya mempengaruhi jumlah kasus. Perbedaan cakupan imunisasi antar kabupaten/kota, kondisi sanitasi yang bervariasi, dan karakter kepadatan penduduk juga mempengaruhi pola penyebaran kasus di Jawa Tengah.
Campak merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Morbillivirus dan termasuk golongan paramyxovirus. Penyebaran penyakit ini melalui droplet dan udara. Angka kejadian campak di Indonesia masih tinggi, berdasarkan data WHO Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan jumlah penderita campak terbanyak di dunia. Campak dinyatakan sebagai KLB (Kejadian Luar Biasa) jika terdapat 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturut-turut.
Penyakit campak masih menjadi penyebab tingginya kematian pada anak di dunia. Meskipun vaksin pada anak sudah menjadi langkah preventif untuk mencegah penyakit ini, vaksin ini masih belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun 2020, hanya ada 3 provinsi yang bebas dari kasus campak ini. Dengan masa inkubasi yang cenderung lama (8-12 hari), campak ini dapat menyebar dengan cepat pada masa tersebut.
Komplikasi dari penyakit ini yang umumnya terjadi pada anak-anak adalah komplikasi pada saluran pernapasan, pencernaan, telinga, bahkan hingga saraf pusat yang dapat menyebabkan kematian. Salah satu faktor yang menyebabkan komplikasi ini adalah usia muda, malnutrisi, pemukiman padat penduduk yang kotor, defisiensi vitamin, dan gangguan imunitas.
Hal ini menjadi perhatian khusus bagi masyarakat dan pemerintah mengingat pada tahun 2024 ini ada lebih dari 3500 kasus yang terjadi dan data Agustus 2025 mencatat ada lebih dari 3400 kasus. Terjadi peningkatan jumlah KLB dari tahun 2022 sebanyak 64 KLB, tahun 2023 95 KLB, tahun 2024 menurun menjadi 53 KLB, dan terjadi peningkatan per bulan agustus terjadii sebanyak 46 KLB. Pemerintah dan juga masyarakat harus awas terhadap penyakit ini karena penyakit ini menjadi salah satu penyebab kematian terutama pada anak juga.
Pada kasus penyakit campak, agent yang menjadi penyebab penyakitnya adalah virus Morbillivirus. Virus ini memiliki daya tular yang tinggi dan mampu bertahan di udara dalam jangka waktu tertentu. Dengan ini campak mudah menyebar terutama di lingkungan yang banyak individu rentan.
Manusia disini menjadi host atau inang dari penyakit ini. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi host ini, bagaimana kelengkapan vaksinasi, status gizi, usia, dan juga sistem kekebalan tubuh. Anak-anak dengan imunisasi MR lengkap memiliki risiko lebih rendah dibandingkan yang belum mendapatkan imunisasi. Tanpa imunisasi, anak-anak akan mengalami komplikasi yang lebih berat.
Environment mencakup kondisi lingkungan fisik, sosial, dan demografi yang dapat mempengaruhi penularan. Lingkungan dengan akses sanitasi yang buruk dapat mencerminkan rendahnya kualitas kesehatan masyarakat. Lingkungan dengan wilayah yang padat penduduk juga meningkatkan frekuensi antarindividunya. Kombinasi kedua hal ini menjadi faktor yang mempercepat penyebaran virus campak.
Ukuran frekuensi menjadi salah satu konsep dasar dalam epidemiologi yang digunakan untuk menggambarkan seberapa besar suatu penyakit terjadi pada suatu populasi. Ukuran ini memberikan informasi bagaimana distribusi beban penyakit, proporsi penyakit pada populasi dengan ini dapat mengidentifikasi masalah dari sebuah penyakit.
Ukuran frekuensi yang sering digunakan adalah prevalensi yang menggambarkan proporsi individu dalam suatu populasi yang mengalami suatu penyakit atau kondisi kesehatan pada waktu tertentu. Rumus dari prevalensi itu sendiri adalah sebagai berikut :
\[ \text{Prevalensi} = \frac{\text{Jumlah Kasus}}{\text{Jumlah Penduduk (Populasi)}} \times k \]
dengan k adalah konstanta misalnya 1000 atau 100.000 penduduk yang menjadi baseline dari prevalensi ini. Misalnya k nya 100.000 maka prevalensinya adalah prevalensi per 100.000 penduduk.
Pada penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari beberapa open data. Peneltian ini juga menggunakan beberapa variabel prediktor untuk model kasus campak. Variabel yang digunakan dan sumbernya tersaji pada tabel berikut :
\[ \begin{array}{c|c|c} \textbf{Variabel} & \textbf{Keterangan} & \textbf{Sumber} \\ \hline Y & \text{Jumlah Kasus Campak} & \text{Profil Kesehatan}\\ X_1 & \text{Cakupan Imunisasi MR Dosis Pertama (MR1)}& \text{Profil Kesehatan}\\ X_2 & \text{Cakupan Imunisasi MR Dosis Kedua (MR2)}& \text{Profil Kesehatan}\\ X_3 & \text{Persentase Rumah Tangga dengan Akses Sanitasi Layak}& \text{Profil Kesehatan}\\ X_4 & \text{Kepadatan Penduduk}& \text{Profil Kesehatan}\\ \end{array} \]
Statistika deskriptif digunakan untuk melihat gambaran awal dari data yang dimiliki. Statistika deskriptif merangkum bagaimana distribusi dari prevalensi penyakit campak dan variabel-variabel prediktor dari tiap-tiap kabupaten/kota.
Ukuran statistik deskriptif yang digunakan adalah mean, median, nilai minimum, maksimum, simpangan baku, dan quantilnya.
Visualisasi data dibuat untuk menjadi gambaran geografis dari pemetaan kasus atau prevalensi campak di Provinsi Jawa Tengah. Dengan pemetaan ini dapat mengidentifikasi pola penyebaran penyakit, dimana wilayah kabupaten/kota yang memiliki prevalensi tinggi ataupun rendah.
Visualisasi ini dapat dikombinasikan dengan variabel-variabel lain untuk melihat bagaimana penyebarannya. Perbedaan geografis ini dapat menjadi pertimbangan untuk program pencegahan dan pengendalian campak ini.
Regresi data panel adalah metode yang digunakan untuk mengolah data yang memiliki dua dimensi sekaligus, yaitu dimensi cross section dan juga time series. Penelitian kali ini menunjukkan dimensi cross sectionnya yaitu kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dan dimensi time seriesnya yaitu periode tahun 2020-2024.
Bentuk umum dari model regresi data panel pada penelitian ini yaitu sebagai berikut :
\[ Y_{it} = \alpha_i + \beta_1X_{1it} +\beta_2X_{12t} + \beta_3X_{3it} + \beta_4X_{4it} + \varepsilon_{it} \]
dengan keterangan :
\(Y_{it}\) : prevalensi campak pada wilayah ke-i dan tahun ke-t
\(\alpha_i\) : intercept wilayah
\(\beta_k\) : koefisien regresi
\(X_{kit}\) : variabel independen ke-k
\(\varepsilon_{it}\) : error
Penelitian ini mencobakan beberapa model regresi data panel untuk melihat model mana yang memberikan hasil terbaik. Model-model yang digunakan adalah Common Effect Model (CEM), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM).
Common Effect Model atau pooled regression merupakan model yang mengasumsikan bahwa seluruh unit analisis memiliki karakter yang sama. Sehingga model ini mengabaikan adanya perbedaan antariwilayah dan waktu dan memperlakukan data seperti data cross-section biasa. Bentuk umum dari model ini adalah :
\[ Y_{it} = \alpha + \beta X_{it} + \varepsilon_{it} \]
Model CEM adalah model yang sederhana dan mudah diestimasi tetapi kurang realistis dengan kondisi penelitian yang ada. Dengan adanya perbedaan antarwilayah, wilayah tidak dapat dikatakan identik. Sehingga model ini menjadi model pembanding awal.
Fixed Effect Model menganggap bahwa model bersifat tetap selama periode penelitian. FEM mengakomodasi perbedaan karakteristik antarwilayah dengan memberikan intercept yang berbeda untuk setiap unit analisis. Bentuk umum dari model ini adalah :
\[ Y_{it} = \alpha_i + \beta X_{it} + \varepsilon_{it} \]
Model FEM menjadi salah satu model yang sering digunakan dalam penelitian epidemiologi karena dapat mengontrol faktor-faktor tidak terukur tapi konsisten sepanjang waktu. Dengan model ini, pengaruh variabel independen diestimasi berdasarkan perubahan variabel dalam satu wilayah dari waktu ke waktu, tidak hanya perbandingan antar wilayah.
Model ini merupakan pengembangan dari FEM untuk mengatasi autokorelasi residual. Model FEM dikembangkan menjadi Fixed Effect Model dengan komponen autoregessive (AR(1)) dengan menggunakan pendekatan panel generalized least squares (PGLS).
Model ini memungkinkan error pada periode tertentu dipengaruhi oleh error periode sebelumnya sehingga lebih cocok untuk data panel dengan waktu yang runtut. Bentuk umum dari model ini adalah sebagai berikut :
\[ Y_{it} = \alpha_i + \beta X_{it} + \rho \varepsilon_{i,t-1} + u_{it} \]
dengan :
\(\alpha_i\) : efek tetap masing-masing wilatah
\(\rho\) : parameter autoregressive
\(u_{it}\) : error acak
Random Effect Model mengasumsikan adanya perbedaan antarwilatah yang bersifat acak dan menjadikan hal tersebut sebagai komponen error. Model ini beranggapan bahwa efek individu tidak berkorelasi dengan variabel independen. Model umum dari REM ini adalah sebagai berikut :
\[ Y_{it} = \alpha + \beta X_{it} + u_i + \varepsilon_{it} \]
Model REM ini memiliki efisiensi estimasi yang lebih tinggi dibandingkan model-model sebelumnya jika asumsi tidak adanya korelasi terpenuhi tetapi jika asumsi ini dilanggar maka estimasi REM menjadi tidak konsisten.
Pemilihan model terbaik dilakukan dengan beberapa pengujian statistik yaitu :
Setelah model ditemukan dilakukan pengujian asumsi klasik untuk memastikan validitas hasil estimasi. Uji asumsi klasik yang dilakukan adalah :
Dari model yang dibuat dilakukan evaluasi dengan beberapa metode, yaitu :
Residual in-sample
Root Mean Square Error (RMSE)
Mean Absolute Error (MAE) per kabupaten/kota
Hasil dari statistika deskriptif dapat mengambarkan bagaimana
penyebaran dari data yang dimiliki. Hasil dari statistika deskriptif
dapat dilihat pada dashboard. Sebagai gambaran berikut adalah hasil
statistika deskriptif pada tahun 2024
Hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa prevalensi campak di Provinsi Jawa Tengah secara umum relatif rendah, namun terdapat variasi yang cukup besar antarwilayah. Variasi ini mengindikasikan adanya perbedaan faktor risiko dan efektivitas program pengendalian campak di masing-masing kabupaten/kota.
Cakupan imunisasi MR1 dan MR2 yang relatif tinggi menunjukkan keberhasilan program imunisasi secara umum, namun masih terdapat wilayah dengan cakupan rendah yang berpotensi menjadi kantong populasi rentan. Selain itu, perbedaan kepadatan penduduk yang sangat besar antarwilayah memperkuat dugaan bahwa faktor demografi berperan dalam variasi prevalensi campak.
Secara keseluruhan, hasil statistik deskriptif ini memberikan dasar yang kuat untuk analisis lanjutan menggunakan model regresi data panel guna mengevaluasi pengaruh cakupan imunisasi, sanitasi, dan kepadatan penduduk terhadap prevalensi campak di Provinsi Jawa Tengah.
Visualisasi data dilakukan untuk melihat gambaran sebaran geografis
dari kasus penyakit campak Distribusi Penduduk
Distribusi Penyakit Campak
Distribusi Prevalensi
Campak
Peta distribusi jumlah penduduk menunjukkan adanya ketimpangan ukuran populasi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Wilayah dengan warna merah tua merepresentasikan daerah dengan jumlah penduduk paling besar, sedangkan warna lebih terang menunjukkan wilayah dengan populasi relatif lebih kecil. Jumlah penduduk cenderung lebih banyak pada daerah barat Jawa Tengah. Selain itu dari visualisasi jumlah kasus di Jawa Tengah juga terlihat beberapa wilayah bagian barat Jawa Tengah memiliki jumlah kasus yang tinggi juga, tetapi hal ini sejalan dengan jumlah populasi nya yang tinggi sehingga kemungkinan prevalensinya yang tidak terlalu tinggi. Hal ini divalidasi dari visualisasi prevalensi yang menunjukkan hanya ada satu titik di tengah yaitu yang prevalensinya tinggi. Kota/Kabupaten tersebut adalah Kota Salatiga.
Dari hasil
visualisasi sebelumnya terlihat bahwa ada salah satu wilayah yang
memiliki prevalensi berbeda dengan wilayah-wilayah lain. Semakin gelap
warna sebuah wilayah menunjukkan semakin tingginya prevalensi wilayah
tersebut. Hasil visualisasi menunjukkan bahwa Kota Salatiga memiliki
prevalensi tertinggi yaitu 0,2 yang berarti ada 0,2 kasus penyakit
campak pada 100 orang tetapi selain pada Kota Salatiga, kota dan
kabupaten lainnya di Jawa Tengah memiliki prevalensi yang rendah
terlihat dari peta distribusinya yang berwarna kuning pucat.
Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya kasus penyakit campak di Jawa Tengah tidak secara merata tinggi pada tiap kabupaten atau kota dan jumlah kasus nya masih terkendali pada tiap-tiap wilayah. Sebagai tambahan, pemerintah dapat memperhatikan terutama Kota Salatiga dalam upaya menurunkan tidak hanya jumlah kasus tetapi juga proporsi orang yang terinfeksi pada populasi.
# 1. LOAD PACKAGE
library(plm)
library(lmtest)
## Loading required package: zoo
##
## Attaching package: 'zoo'
## The following objects are masked from 'package:base':
##
## as.Date, as.Date.numeric
library(car)
## Loading required package: carData
library(tseries)
## Registered S3 method overwritten by 'quantmod':
## method from
## as.zoo.data.frame zoo
# 2. BACA DATA
data <- read.csv(file.choose(), header = TRUE)
# 3. DEFINISIKAN DATA PANEL
pdata <- pdata.frame(data, index = c("daerah", "tahun"))
# 4. ESTIMASI MODEL PANEL
# 4.1 Common Effect Model (CEM)
model_cem <- plm(
Y ~ X1 + X2 + X3 + X4,
data = pdata,
model = "pooling"
)
# 4.2 Fixed Effect Model (FEM)
model_fem <- plm(
Y ~ X1 + X2 + X3 + X4,
data = pdata,
model = "within",
effect = "individual"
)
# 4.3 Random Effect Model (REM)
model_rem <- plm(
Y ~ X1 + X2 + X3 + X4,
data = pdata,
model = "random"
)
summary(model_cem)
## Pooling Model
##
## Call:
## plm(formula = Y ~ X1 + X2 + X3 + X4, data = pdata, model = "pooling")
##
## Balanced Panel: n = 35, T = 5, N = 175
##
## Residuals:
## Min. 1st Qu. Median 3rd Qu. Max.
## -115.471 -50.964 -20.893 24.919 421.426
##
## Coefficients:
## Estimate Std. Error t-value Pr(>|t|)
## (Intercept) -7.3409436 64.8474243 -0.1132 0.9100029
## X1 -0.6685486 0.5652269 -1.1828 0.2385412
## X2 0.7958364 0.2161159 3.6825 0.0003100 ***
## X3 0.9432714 0.3877701 2.4326 0.0160296 *
## X4 -0.0099667 0.0028011 -3.5581 0.0004843 ***
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
##
## Total Sum of Squares: 1336500
## Residual Sum of Squares: 1139400
## R-Squared: 0.14748
## Adj. R-Squared: 0.12743
## F-statistic: 7.35246 on 4 and 170 DF, p-value: 1.7426e-05
summary(model_fem)
## Oneway (individual) effect Within Model
##
## Call:
## plm(formula = Y ~ X1 + X2 + X3 + X4, data = pdata, effect = "individual",
## model = "within")
##
## Balanced Panel: n = 35, T = 5, N = 175
##
## Residuals:
## Min. 1st Qu. Median 3rd Qu. Max.
## -122.760 -39.149 -11.266 23.684 267.310
##
## Coefficients:
## Estimate Std. Error t-value Pr(>|t|)
## X1 -0.356082 0.599608 -0.5939 0.553594
## X2 0.904688 0.215260 4.2028 4.747e-05 ***
## X3 1.489230 0.443027 3.3615 0.001007 **
## X4 0.116354 0.061713 1.8854 0.061508 .
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
##
## Total Sum of Squares: 1013900
## Residual Sum of Squares: 799440
## R-Squared: 0.21152
## Adj. R-Squared: -0.0087882
## F-statistic: 9.12104 on 4 and 136 DF, p-value: 1.4749e-06
summary(model_rem)
## Oneway (individual) effect Random Effect Model
## (Swamy-Arora's transformation)
##
## Call:
## plm(formula = Y ~ X1 + X2 + X3 + X4, data = pdata, model = "random")
##
## Balanced Panel: n = 35, T = 5, N = 175
##
## Effects:
## var std.dev share
## idiosyncratic 5878.27 76.67 0.89
## individual 725.98 26.94 0.11
## theta: 0.2137
##
## Residuals:
## Min. 1st Qu. Median 3rd Qu. Max.
## -112.108 -48.915 -16.085 23.899 389.192
##
## Coefficients:
## Estimate Std. Error z-value Pr(>|z|)
## (Intercept) -32.4196570 65.9204764 -0.4918 0.6228611
## X1 -0.5359774 0.5563652 -0.9634 0.3353692
## X2 0.7997804 0.2070447 3.8628 0.0001121 ***
## X3 1.0658638 0.3913024 2.7239 0.0064518 **
## X4 -0.0102408 0.0033039 -3.0996 0.0019376 **
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
##
## Total Sum of Squares: 1213300
## Residual Sum of Squares: 1021700
## R-Squared: 0.15792
## Adj. R-Squared: 0.13811
## Chisq: 31.8813 on 4 DF, p-value: 2.023e-06
Dibentuk ketiga model CEM, FEM, dan REM yang akan dilakukan pengujian model mana yang paling baik digunakan.
# 5. UJI PEMILIHAN MODEL
# Chow Test: CEM vs FEM
pFtest(model_fem, model_cem)
##
## F test for individual effects
##
## data: Y ~ X1 + X2 + X3 + X4
## F = 1.7008, df1 = 34, df2 = 136, p-value = 0.01759
## alternative hypothesis: significant effects
# Hausman Test: FEM vs REM
phtest(model_fem, model_rem)
##
## Hausman Test
##
## data: Y ~ X1 + X2 + X3 + X4
## chisq = 8.7315, df = 4, p-value = 0.06817
## alternative hypothesis: one model is inconsistent
# LM Test: CEM vs REM
plmtest(model_cem, type = "bp")
##
## Lagrange Multiplier Test - (Breusch-Pagan)
##
## data: Y ~ X1 + X2 + X3 + X4
## chisq = 2.5381, df = 1, p-value = 0.1111
## alternative hypothesis: significant effects
Berdasarkan hasil uji pemilihan model regresi data panel, diperoleh bahwa Common Effect Model (CEM) tidak memadai untuk digunakan dalam analisis ini. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji F (Chow test) dengan nilai p-value sebesar 0,01759 (< 0,05) yang mengindikasikan adanya efek individu yang signifikan antar kabupaten/kota, sehingga Fixed Effect Model (FEM) lebih sesuai dibandingkan CEM. Selanjutnya, uji Hausman menghasilkan p-value sebesar 0,06817 (> 0,05) yang menunjukkan bahwa secara statistik Random Effect Model (REM) tidak bersifat inkonsisten, meskipun nilainya mendekati batas signifikansi. Namun demikian, uji Lagrange Multiplier (LM) Breusch–Pagan menunjukkan p-value sebesar 0,1111 (> 0,05), yang berarti REM tidak secara signifikan lebih baik dibandingkan CEM. Dengan mempertimbangkan hasil ketiga uji tersebut serta relevansi konseptual dalam konteks epidemiologi wilayah, Fixed Effect Model dipilih sebagai model terbaik, karena mampu mengakomodasi perbedaan karakteristik tetap antar kabupaten/kota yang memengaruhi jumlah kasus campak di Provinsi Jawa Tengah.
Setelah didapatkan model FEM adalah model yang digunakan, dilakukan pengujian asumsi klasik untuk model tersebut.
# 6. UJI ASUMSI (MODEL FEM)
# Multikolinearitas
vif(lm(Y ~ X1 + X2 + X3 + X4, data = data))
## X1 X2 X3 X4
## 1.411431 1.468966 1.156519 1.145697
# Heteroskedastisitas
bptest(model_fem)
##
## studentized Breusch-Pagan test
##
## data: model_fem
## BP = 7.7191, df = 4, p-value = 0.1024
# Autokorelasi
pbgtest(model_fem)
##
## Breusch-Godfrey/Wooldridge test for serial correlation in panel models
##
## data: Y ~ X1 + X2 + X3 + X4
## chisq = 31.689, df = 5, p-value = 6.845e-06
## alternative hypothesis: serial correlation in idiosyncratic errors
# Normalitas residual
resid_fem <- residuals(model_fem)
jarque.bera.test(resid_fem)
##
## Jarque Bera Test
##
## data: resid_fem
## X-squared = 97.658, df = 2, p-value < 2.2e-16
Uji asumsi klasik dilakukan untuk memastikan bahwa model regresi data panel yang digunakan memenuhi kriteria statistik sehingga estimasi koefisien bersifat valid dan dapat diinterpretasikan. Uji multikolinearitas menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi tinggi antar variabel independen, yang mengindikasikan bahwa setiap variabel prediktor memberikan informasi yang berbeda dalam menjelaskan variasi jumlah kasus campak. Selanjutnya, uji heteroskedastisitas menunjukkan adanya indikasi varians error yang tidak konstan antar observasi, yang umum terjadi pada data panel wilayah. Uji autokorelasi mengindikasikan adanya korelasi residual antar waktu dalam satu wilayah, yang mencerminkan sifat temporal dari kejadian campak. Sementara itu, uji normalitas residual menunjukkan bahwa residual belum sepenuhnya berdistribusi normal, namun kondisi ini tidak menjadi pelanggaran serius mengingat ukuran sampel relatif besar. Oleh karena itu, untuk mengatasi pelanggaran asumsi autokorelasi dan heteroskedastisitas, model dikembangkan lebih lanjut menggunakan Fixed Effect dengan koreksi Autoregressive AR(1) sehingga menghasilkan estimasi parameter yang lebih efisien dan reliabel.
# 7. ESTIMASI FEM–AR(1) (PANEL GLS)
model_fem_ar1 <- pggls(
Y ~ X1 + X2 + X3 + X4,
data = pdata,
model = "within",
effect = "individual",
correlation = "ar1"
)
summary(model_fem_ar1)
## Oneway (individual) effect Within FGLS model
##
## Call:
## pggls(formula = Y ~ X1 + X2 + X3 + X4, data = pdata, effect = "individual",
## model = "within", correlation = "ar1")
##
## Balanced Panel: n = 35, T = 5, N = 175
##
## Residuals:
## Min. 1st Qu. Median 3rd Qu. Max.
## -137.32854 -42.01776 -16.11493 27.73360 302.39719
##
## Coefficients:
## Estimate Std. Error z-value Pr(>|z|)
## X1 -0.126270 0.304696 -0.4144 0.67857
## X2 0.581989 0.112885 5.1556 2.528e-07 ***
## X3 0.266602 0.386444 0.6899 0.49027
## X4 0.067759 0.034139 1.9848 0.04717 *
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## Total Sum of Squares: 1336500
## Residual Sum of Squares: 869080
## Multiple R-squared: 0.34973
#. SIAPKAN DATA FRAME BIASA
df <- as.data.frame(pdata)
df <- df[order(df$daerah, df$tahun), ]
# HITUNG FIXED EFFECT (alpha_i)
beta <- coef(model_fem_ar1)
mean_daerah <- aggregate(
cbind(Y, X1, X2, X3, X4) ~ daerah,
data = df,
mean
)
X_mean <- as.matrix(mean_daerah[, c("X1", "X2", "X3", "X4")])
mean_daerah$alpha_i <- as.numeric(
mean_daerah$Y - X_mean %*% beta
)
df <- merge(
df,
mean_daerah[, c("daerah", "alpha_i")],
by = "daerah",
all.x = TRUE
)
# ESTIMASI rho AR(1) DARI RESIDUAL
res <- residuals(model_fem_ar1)
df_res <- data.frame(
daerah = df$daerah,
tahun = df$tahun,
res = res
)
df_res <- df_res[order(df_res$daerah, df_res$tahun), ]
rho_list <- c()
for (d in unique(df_res$daerah)) {
r <- df_res$res[df_res$daerah == d]
if (length(r) > 1) {
rho_d <- sum(r[-1] * r[-length(r)]) / sum(r[-length(r)]^2)
rho_list <- c(rho_list, rho_d)
}
}
rho <- mean(rho_list, na.rm = TRUE)
rho
## [1] 0.08072996
Model Fixed Effect dengan Autoregressive orde satu (FEM–AR(1)) digunakan untuk mengatasi adanya autokorelasi residual antar waktu yang ditemukan pada estimasi Fixed Effect Model awal. Dalam konteks epidemiologi campak, autokorelasi ini mencerminkan bahwa jumlah kasus pada suatu tahun dipengaruhi oleh kondisi kasus pada tahun sebelumnya dalam wilayah yang sama, yang dapat terjadi akibat keberlanjutan transmisi, keterlambatan respons kesehatan, atau akumulasi individu rentan. Model FEM–AR(1) tetap mempertahankan efek tetap masing-masing kabupaten/kota untuk mengontrol karakteristik wilayah yang tidak teramati, sekaligus menambahkan komponen autoregresif pada error sehingga hubungan temporal dapat dimodelkan secara eksplisit. Dengan memasukkan parameter autoregresif (ρ), model ini mampu menghasilkan estimasi koefisien yang lebih efisien dan tidak bias, serta meningkatkan validitas inferensi statistik. Oleh karena itu, FEM–AR(1) dipandang lebih sesuai untuk menggambarkan dinamika spasio-temporal kasus campak di Provinsi Jawa Tengah dibandingkan model panel standar tanpa koreksi autokorelasi.
# 8. HITUNG FITTED VALUE FEM–AR(1)
df$y_hat <- NA
df$err_lag <- 0
for (d in unique(df$daerah)) {
idx <- which(df$daerah == d)
for (t in seq_along(idx)) {
k <- idx[t]
# error awal = 0
if (t == 1) {
df$err_lag[k] <- 0
} else {
df$err_lag[k] <- df$Y[idx[t-1]] - df$y_hat[idx[t-1]]
}
X_it <- as.numeric(df[k, c("X1", "X2", "X3", "X4")])
df$y_hat[k] <-
df$alpha_i[k] +
sum(beta * X_it) +
rho * df$err_lag[k]
}
}
# ============================================================
# 9. HASIL AKHIR
# ============================================================
hasil_fitted <- df[, c("daerah", "tahun", "Y", "y_hat")]
hasil_fitted
## daerah tahun Y y_hat
## 1 Kab.Banjarnegara 2020 2 46.1127875
## 2 Kab.Banjarnegara 2021 19 11.4397850
## 3 Kab.Banjarnegara 2022 10 47.7795508
## 4 Kab.Banjarnegara 2023 73 29.2618952
## 5 Kab.Banjarnegara 2024 91 57.9361275
## 6 Kab.Banyumas 2020 83 214.4930960
## 7 Kab.Banyumas 2021 90 169.2666945
## 8 Kab.Banyumas 2022 114 216.4762944
## 9 Kab.Banyumas 2023 242 205.8735670
## 10 Kab.Banyumas 2024 528 228.5192967
## 11 Kab.Batang 2020 2 34.7473282
## 12 Kab.Batang 2021 0 4.7739093
## 13 Kab.Batang 2022 15 47.1259559
## 14 Kab.Batang 2023 53 50.3779300
## 15 Kab.Batang 2024 129 56.5639410
## 16 Kab.Blora 2020 9 53.5830603
## 17 Kab.Blora 2021 35 21.8801487
## 18 Kab.Blora 2022 63 70.6761722
## 19 Kab.Blora 2023 128 57.3818629
## 20 Kab.Blora 2024 40 74.0200346
## 21 Kab.Boyolali 2020 18 112.1823605
## 22 Kab.Boyolali 2021 18 78.8758849
## 23 Kab.Boyolali 2022 76 130.6048796
## 24 Kab.Boyolali 2023 97 108.7066803
## 25 Kab.Boyolali 2024 360 120.7590191
## 26 Kab.Brebes 2020 1 80.1700733
## 27 Kab.Brebes 2021 4 53.7466047
## 28 Kab.Brebes 2022 52 108.0486864
## 29 Kab.Brebes 2023 161 94.6224453
## 30 Kab.Brebes 2024 253 124.8386009
## 31 Kab.Cilacap 2020 45 162.4208073
## 32 Kab.Cilacap 2021 46 137.1707435
## 33 Kab.Cilacap 2022 113 183.5177167
## 34 Kab.Cilacap 2023 243 170.3629734
## 35 Kab.Cilacap 2024 422 198.8592632
## 36 Kab.Demak 2020 7 49.1154272
## 37 Kab.Demak 2021 19 8.1234175
## 38 Kab.Demak 2022 27 53.9836044
## 39 Kab.Demak 2023 119 55.4452664
## 40 Kab.Demak 2024 61 66.7627597
## 41 Kab.Grobogan 2020 1 36.9823720
## 42 Kab.Grobogan 2021 0 0.1727151
## 43 Kab.Grobogan 2022 29 62.0778522
## 44 Kab.Grobogan 2023 62 43.0526718
## 45 Kab.Grobogan 2024 120 65.6548335
## 46 Kab.Jepara 2020 10 69.9494963
## 47 Kab.Jepara 2021 19 39.1782541
## 48 Kab.Jepara 2022 66 81.9245204
## 49 Kab.Jepara 2023 152 83.9605523
## 50 Kab.Jepara 2024 124 93.7257029
## 51 Kab.Karanganyar 2020 43 101.1101422
## 52 Kab.Karanganyar 2021 32 70.4800624
## 53 Kab.Karanganyar 2022 73 106.3183634
## 54 Kab.Karanganyar 2023 121 109.3934744
## 55 Kab.Karanganyar 2024 244 116.1474384
## 56 Kab.Kebumen 2020 14 59.6565205
## 57 Kab.Kebumen 2021 24 24.7498397
## 58 Kab.Kebumen 2022 21 65.2150223
## 59 Kab.Kebumen 2023 102 71.5375928
## 60 Kab.Kebumen 2024 158 92.9843931
## 61 Kab.Kendal 2020 2 45.6797418
## 62 Kab.Kendal 2021 2 4.1229530
## 63 Kab.Kendal 2022 26 56.9845765
## 64 Kab.Kendal 2023 56 52.1419166
## 65 Kab.Kendal 2024 145 66.1832416
## 66 Kab.Klaten 2020 89 82.3583002
## 67 Kab.Klaten 2021 37 59.1472453
## 68 Kab.Klaten 2022 56 86.0036547
## 69 Kab.Klaten 2023 165 81.0877118
## 70 Kab.Klaten 2024 53 94.5033677
## 71 Kab.Kudus 2020 0 86.1110123
## 72 Kab.Kudus 2021 0 30.6349337
## 73 Kab.Kudus 2022 18 81.5908910
## 74 Kab.Kudus 2023 48 64.7517379
## 75 Kab.Kudus 2024 289 76.0004723
## 76 Kab.Magelang 2020 5 46.9200926
## 77 Kab.Magelang 2021 0 13.4110893
## 78 Kab.Magelang 2022 135 104.0321204
## 79 Kab.Magelang 2023 131 54.2031936
## 80 Kab.Magelang 2024 18 74.6664589
## 81 Kab.Pati 2020 4 75.5546027
## 82 Kab.Pati 2021 42 34.4036767
## 83 Kab.Pati 2022 101 77.0303982
## 84 Kab.Pati 2023 99 72.3306540
## 85 Kab.Pati 2024 92 77.6053992
## 86 Kab.Pekalongan 2020 0 29.5865045
## 87 Kab.Pekalongan 2021 0 1.1002190
## 88 Kab.Pekalongan 2022 0 63.1875429
## 89 Kab.Pekalongan 2023 129 31.3713122
## 90 Kab.Pekalongan 2024 55 59.0575158
## 91 Kab.Pemalang 2020 2 56.5364296
## 92 Kab.Pemalang 2021 0 30.5739553
## 93 Kab.Pemalang 2022 14 74.9240907
## 94 Kab.Pemalang 2023 183 67.9665247
## 95 Kab.Pemalang 2024 134 100.4962902
## 96 Kab.Purbalingga 2020 0 47.3992935
## 97 Kab.Purbalingga 2021 15 13.2079239
## 98 Kab.Purbalingga 2022 24 43.1564477
## 99 Kab.Purbalingga 2023 73 44.5142175
## 100 Kab.Purbalingga 2024 90 50.7934054
## 101 Kab.Purworejo 2020 13 35.4446129
## 102 Kab.Purworejo 2021 2 13.5088923
## 103 Kab.Purworejo 2022 65 35.7282455
## 104 Kab.Purworejo 2023 114 65.7227847
## 105 Kab.Purworejo 2024 25 72.1149247
## 106 Kab.Rembang 2020 2 39.7646089
## 107 Kab.Rembang 2021 0 6.0081572
## 108 Kab.Rembang 2022 28 41.4687642
## 109 Kab.Rembang 2023 69 36.1833196
## 110 Kab.Rembang 2024 74 47.6033330
## 111 Kab.Semarang 2020 4 72.2120291
## 112 Kab.Semarang 2021 0 41.2313839
## 113 Kab.Semarang 2022 43 71.1525729
## 114 Kab.Semarang 2023 70 65.3457282
## 115 Kab.Semarang 2024 226 82.3259065
## 116 Kab.Sragen 2020 1 68.0892282
## 117 Kab.Sragen 2021 4 27.7068354
## 118 Kab.Sragen 2022 27 62.7854925
## 119 Kab.Sragen 2023 44 62.0470200
## 120 Kab.Sragen 2024 226 69.6955648
## 121 Kab.Sukoharjo 2020 177 170.4804100
## 122 Kab.Sukoharjo 2021 0 137.8548634
## 123 Kab.Sukoharjo 2022 202 158.1294067
## 124 Kab.Sukoharjo 2023 373 169.2312472
## 125 Kab.Sukoharjo 2024 56 181.6932959
## 126 Kab.Tegal 2020 5 46.8272331
## 127 Kab.Tegal 2021 5 18.4713318
## 128 Kab.Tegal 2022 37 48.7526045
## 129 Kab.Tegal 2023 133 42.0563246
## 130 Kab.Tegal 2024 45 70.8213471
## 131 Kab.Temanggung 2020 15 55.3883232
## 132 Kab.Temanggung 2021 6 30.6336093
## 133 Kab.Temanggung 2022 79 67.0040339
## 134 Kab.Temanggung 2023 127 55.2955395
## 135 Kab.Temanggung 2024 59 79.1864082
## 136 Kab.Wonogiri 2020 0 50.4357277
## 137 Kab.Wonogiri 2021 0 17.4304947
## 138 Kab.Wonogiri 2022 13 56.3445514
## 139 Kab.Wonogiri 2023 39 44.5306983
## 140 Kab.Wonogiri 2024 189 62.8339935
## 141 Kab.Wonosobo 2020 66 98.9713568
## 142 Kab.Wonosobo 2021 61 69.0704864
## 143 Kab.Wonosobo 2022 83 99.4538302
## 144 Kab.Wonosobo 2023 209 103.0334899
## 145 Kab.Wonosobo 2024 71 123.3838856
## 146 Kota Magelang 2020 7 40.8000425
## 147 Kota Magelang 2021 0 24.9536811
## 148 Kota Magelang 2022 1 32.4129146
## 149 Kota Magelang 2023 21 -0.6673016
## 150 Kota Magelang 2024 73 -1.0292853
## 151 Kota Pekalongan 2020 0 15.3621082
## 152 Kota Pekalongan 2021 0 -18.7879509
## 153 Kota Pekalongan 2022 8 61.7624181
## 154 Kota Pekalongan 2023 37 10.2134204
## 155 Kota Pekalongan 2024 59 33.5488139
## 156 Kota Salatiga 2020 40 90.0802130
## 157 Kota Salatiga 2021 20 65.9279687
## 158 Kota Salatiga 2022 22 113.5750206
## 159 Kota Salatiga 2023 38 112.1693468
## 160 Kota Salatiga 2024 403 120.1161779
## 161 Kota Semarang 2020 12 78.2409232
## 162 Kota Semarang 2021 5 34.6959080
## 163 Kota Semarang 2022 74 78.5129710
## 164 Kota Semarang 2023 185 88.0179392
## 165 Kota Semarang 2024 98 94.2523080
## 166 Kota Surakarta 2020 3 15.2702779
## 167 Kota Surakarta 2021 2 -31.1549151
## 168 Kota Surakarta 2022 11 49.0266379
## 169 Kota Surakarta 2023 25 48.3958747
## 170 Kota Surakarta 2024 43 -0.8104965
## 171 Kota Tegal 2020 1 3.2839597
## 172 Kota Tegal 2021 0 -26.3481713
## 173 Kota Tegal 2022 9 30.4190574
## 174 Kota Tegal 2023 19 40.4925042
## 175 Kota Tegal 2024 67 46.6311042
# Residual & RMSE in-sample
hasil_fitted$residual <- hasil_fitted$Y - hasil_fitted$y_hat
rmse <- sqrt(mean(hasil_fitted$residual^2))
rmse
## [1] 70.17959
# 9A. HITUNG MAE PER KOTA/KAB (IN-SAMPLE)
# Hitung absolute error
df$abs_error <- abs(df$Y - df$y_hat)
# MAE per daerah
mae_daerah <- aggregate(
abs_error ~ daerah,
data = df,
FUN = mean
)
colnames(mae_daerah)[2] <- "MAE"
# 10. OUTPUT RINGKAS KOMPONEN MODEL FEM–AR + MAE
output_ringkas <- data.frame(
daerah = df$daerah,
tahun = df$tahun,
# Fixed effect
alpha_i = df$alpha_i,
# Koefisien regresi (global)
beta_X1 = beta["X1"],
beta_X2 = beta["X2"],
beta_X3 = beta["X3"],
beta_X4 = beta["X4"],
# Komponen autoregressive
AR_term = rho * df$err_lag
)
## Warning in data.frame(daerah = df$daerah, tahun = df$tahun, alpha_i =
## df$alpha_i, : row names were found from a short variable and have been
## discarded
# Gabungkan MAE ke output
output_ringkas <- merge(
output_ringkas,
mae_daerah,
by = "daerah",
all.x = TRUE
)
# Urutkan rapi
output_ringkas <- output_ringkas[order(output_ringkas$daerah, output_ringkas$tahun), ]
# Tampilkan
print(output_ringkas)
## daerah tahun alpha_i beta_X1 beta_X2 beta_X3 beta_X4
## 1 Kab.Banjarnegara 2020 -80.08823 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 2 Kab.Banjarnegara 2021 -80.08823 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 3 Kab.Banjarnegara 2022 -80.08823 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 4 Kab.Banjarnegara 2023 -80.08823 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 5 Kab.Banjarnegara 2024 -80.08823 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 6 Kab.Banyumas 2020 63.32266 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 7 Kab.Banyumas 2021 63.32266 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 8 Kab.Banyumas 2022 63.32266 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 9 Kab.Banyumas 2023 63.32266 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 10 Kab.Banyumas 2024 63.32266 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 11 Kab.Batang 2020 -87.11009 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 12 Kab.Batang 2021 -87.11009 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 13 Kab.Batang 2022 -87.11009 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 14 Kab.Batang 2023 -87.11009 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 15 Kab.Batang 2024 -87.11009 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 16 Kab.Blora 2020 -45.37803 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 17 Kab.Blora 2021 -45.37803 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 18 Kab.Blora 2022 -45.37803 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 19 Kab.Blora 2023 -45.37803 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 20 Kab.Blora 2024 -45.37803 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 21 Kab.Boyolali 2020 -22.49760 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 22 Kab.Boyolali 2021 -22.49760 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 23 Kab.Boyolali 2022 -22.49760 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 24 Kab.Boyolali 2023 -22.49760 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 25 Kab.Boyolali 2024 -22.49760 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 26 Kab.Brebes 2020 -38.09511 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 27 Kab.Brebes 2021 -38.09511 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 28 Kab.Brebes 2022 -38.09511 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 29 Kab.Brebes 2023 -38.09511 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 30 Kab.Brebes 2024 -38.09511 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 31 Kab.Cilacap 2020 56.60000 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 32 Kab.Cilacap 2021 56.60000 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 33 Kab.Cilacap 2022 56.60000 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 34 Kab.Cilacap 2023 56.60000 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 35 Kab.Cilacap 2024 56.60000 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 36 Kab.Demak 2020 -111.26774 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 37 Kab.Demak 2021 -111.26774 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 38 Kab.Demak 2022 -111.26774 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 39 Kab.Demak 2023 -111.26774 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 40 Kab.Demak 2024 -111.26774 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 41 Kab.Grobogan 2020 -67.76624 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 42 Kab.Grobogan 2021 -67.76624 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 43 Kab.Grobogan 2022 -67.76624 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 44 Kab.Grobogan 2023 -67.76624 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 45 Kab.Grobogan 2024 -67.76624 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 46 Kab.Jepara 2020 -61.00088 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 47 Kab.Jepara 2021 -61.00088 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 48 Kab.Jepara 2022 -61.00088 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 49 Kab.Jepara 2023 -61.00088 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 50 Kab.Jepara 2024 -61.00088 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 51 Kab.Karanganyar 2020 -39.94030 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 52 Kab.Karanganyar 2021 -39.94030 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 53 Kab.Karanganyar 2022 -39.94030 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 54 Kab.Karanganyar 2023 -39.94030 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 55 Kab.Karanganyar 2024 -39.94030 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 56 Kab.Kebumen 2020 -79.35364 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 57 Kab.Kebumen 2021 -79.35364 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 58 Kab.Kebumen 2022 -79.35364 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 59 Kab.Kebumen 2023 -79.35364 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 60 Kab.Kebumen 2024 -79.35364 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 61 Kab.Kendal 2020 -78.73471 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 62 Kab.Kendal 2021 -78.73471 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 63 Kab.Kendal 2022 -78.73471 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 64 Kab.Kendal 2023 -78.73471 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 65 Kab.Kendal 2024 -78.73471 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 66 Kab.Klaten 2020 -107.28625 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 67 Kab.Klaten 2021 -107.28625 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 68 Kab.Klaten 2022 -107.28625 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 69 Kab.Klaten 2023 -107.28625 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 70 Kab.Klaten 2024 -107.28625 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 71 Kab.Kudus 2020 -142.90589 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 72 Kab.Kudus 2021 -142.90589 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 73 Kab.Kudus 2022 -142.90589 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 74 Kab.Kudus 2023 -142.90589 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 75 Kab.Kudus 2024 -142.90589 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 76 Kab.Magelang 2020 -98.16464 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 77 Kab.Magelang 2021 -98.16464 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 78 Kab.Magelang 2022 -98.16464 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 79 Kab.Magelang 2023 -98.16464 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 80 Kab.Magelang 2024 -98.16464 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 81 Kab.Pati 2020 -57.04119 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 82 Kab.Pati 2021 -57.04119 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 83 Kab.Pati 2022 -57.04119 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 84 Kab.Pati 2023 -57.04119 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 85 Kab.Pati 2024 -57.04119 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 86 Kab.Pekalongan 2020 -97.31453 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 87 Kab.Pekalongan 2021 -97.31453 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 88 Kab.Pekalongan 2022 -97.31453 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 89 Kab.Pekalongan 2023 -97.31453 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 90 Kab.Pekalongan 2024 -97.31453 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 91 Kab.Pemalang 2020 -82.25117 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 92 Kab.Pemalang 2021 -82.25117 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 93 Kab.Pemalang 2022 -82.25117 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 94 Kab.Pemalang 2023 -82.25117 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 95 Kab.Pemalang 2024 -82.25117 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 96 Kab.Purbalingga 2020 -115.54745 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 97 Kab.Purbalingga 2021 -115.54745 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 98 Kab.Purbalingga 2022 -115.54745 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 99 Kab.Purbalingga 2023 -115.54745 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 100 Kab.Purbalingga 2024 -115.54745 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 101 Kab.Purworejo 2020 -61.71410 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 102 Kab.Purworejo 2021 -61.71410 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 103 Kab.Purworejo 2022 -61.71410 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 104 Kab.Purworejo 2023 -61.71410 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 105 Kab.Purworejo 2024 -61.71410 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 106 Kab.Rembang 2020 -73.68944 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 107 Kab.Rembang 2021 -73.68944 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 108 Kab.Rembang 2022 -73.68944 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 109 Kab.Rembang 2023 -73.68944 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 110 Kab.Rembang 2024 -73.68944 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 111 Kab.Semarang 2020 -59.60093 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 112 Kab.Semarang 2021 -59.60093 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 113 Kab.Semarang 2022 -59.60093 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 114 Kab.Semarang 2023 -59.60093 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 115 Kab.Semarang 2024 -59.60093 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 116 Kab.Sragen 2020 -74.40666 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 117 Kab.Sragen 2021 -74.40666 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 118 Kab.Sragen 2022 -74.40666 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 119 Kab.Sragen 2023 -74.40666 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 120 Kab.Sragen 2024 -74.40666 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 121 Kab.Sukoharjo 2020 -34.64005 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 122 Kab.Sukoharjo 2021 -34.64005 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 123 Kab.Sukoharjo 2022 -34.64005 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 124 Kab.Sukoharjo 2023 -34.64005 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 125 Kab.Sukoharjo 2024 -34.64005 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 126 Kab.Tegal 2020 -130.02243 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 127 Kab.Tegal 2021 -130.02243 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 128 Kab.Tegal 2022 -130.02243 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 129 Kab.Tegal 2023 -130.02243 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 130 Kab.Tegal 2024 -130.02243 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 131 Kab.Temanggung 2020 -64.71401 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 132 Kab.Temanggung 2021 -64.71401 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 133 Kab.Temanggung 2022 -64.71401 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 134 Kab.Temanggung 2023 -64.71401 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 135 Kab.Temanggung 2024 -64.71401 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 136 Kab.Wonogiri 2020 -51.35255 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 137 Kab.Wonogiri 2021 -51.35255 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 138 Kab.Wonogiri 2022 -51.35255 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 139 Kab.Wonogiri 2023 -51.35255 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 140 Kab.Wonogiri 2024 -51.35255 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 141 Kab.Wonosobo 2020 -19.89419 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 142 Kab.Wonosobo 2021 -19.89419 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 143 Kab.Wonosobo 2022 -19.89419 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 144 Kab.Wonosobo 2023 -19.89419 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 145 Kab.Wonosobo 2024 -19.89419 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 146 Kota Magelang 2020 -519.41234 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 147 Kota Magelang 2021 -519.41234 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 148 Kota Magelang 2022 -519.41234 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 149 Kota Magelang 2023 -519.41234 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 150 Kota Magelang 2024 -519.41234 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 151 Kota Pekalongan 2020 -512.31267 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 152 Kota Pekalongan 2021 -512.31267 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 153 Kota Pekalongan 2022 -512.31267 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 154 Kota Pekalongan 2023 -512.31267 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 155 Kota Pekalongan 2024 -512.31267 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 156 Kota Salatiga 2020 -197.32941 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 157 Kota Salatiga 2021 -197.32941 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 158 Kota Salatiga 2022 -197.32941 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 159 Kota Salatiga 2023 -197.32941 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 160 Kota Salatiga 2024 -197.32941 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 161 Kota Semarang 2020 -300.28295 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 162 Kota Semarang 2021 -300.28295 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 163 Kota Semarang 2022 -300.28295 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 164 Kota Semarang 2023 -300.28295 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 165 Kota Semarang 2024 -300.28295 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 166 Kota Surakarta 2020 -850.90480 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 167 Kota Surakarta 2021 -850.90480 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 168 Kota Surakarta 2022 -850.90480 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 169 Kota Surakarta 2023 -850.90480 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 170 Kota Surakarta 2024 -850.90480 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 171 Kota Tegal 2020 -526.80916 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 172 Kota Tegal 2021 -526.80916 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 173 Kota Tegal 2022 -526.80916 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 174 Kota Tegal 2023 -526.80916 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## 175 Kota Tegal 2024 -526.80916 -0.1262702 0.5819889 0.2666016 0.0677587
## AR_term MAE
## 1 0.00000000 33.25091
## 2 -3.56122360 33.25091
## 3 0.61033586 33.25091
## 4 -3.04994165 33.25091
## 5 3.53097548 33.25091
## 6 0.00000000 129.76864
## 7 -10.61543248 129.76864
## 8 -6.39919714 129.76864
## 9 -8.27290722 129.76864
## 10 2.91648552 129.76864
## 11 0.00000000 28.94106
## 12 -2.64369052 28.94106
## 13 -0.38539751 28.94106
## 14 -2.59352716 28.94106
## 15 0.21167961 28.94106
## 16 0.00000000 34.00345
## 17 -3.59918871 34.00345
## 18 1.05916508 34.00345
## 19 -0.61969708 34.00345
## 20 5.70099943 34.00345
## 21 0.00000000 92.12216
## 22 -7.60333826 92.12216
## 23 -4.91450780 92.12216
## 24 -4.40824978 92.12216
## 25 -0.94507984 92.12216
## 26 0.00000000 75.90086
## 27 -6.39139691 75.90086
## 28 -4.01604145 75.90086
## 29 -4.52480825 75.90086
## 30 5.35865738 75.90086
## 31 0.00000000 114.97741
## 32 -9.47937716 114.97741
## 33 -7.36021054 114.97741
## 34 -5.69289250 114.97741
## 35 5.86398431 114.97741
## 36 0.00000000 29.85862
## 37 -3.39997678 29.85862
## 38 0.87806608 29.85862
## 39 -2.17838532 29.85862
## 40 5.13077115 29.85862
## 41 0.00000000 28.50509
## 42 -2.90485548 28.50509
## 43 -0.01394328 28.50509
## 44 -2.67037371 28.50509
## 45 1.52961706 28.50509
## 46 0.00000000 38.87320
## 47 -4.83972048 38.87320
## 48 -1.62898966 38.87320
## 49 -1.28558591 38.87320
## 50 5.49282194 38.87320
## 51 0.00000000 53.87353
## 52 -4.69122949 53.87353
## 53 -3.10649393 53.87353
## 54 -2.68979017 53.87353
## 55 0.93699436 53.87353
## 56 0.00000000 37.21988
## 57 -3.68584911 37.21988
## 58 -0.06053453 37.21988
## 59 -3.56947701 37.21988
## 60 2.45922894 37.21988
## 61 0.00000000 31.89242
## 62 -3.52626384 31.89242
## 63 -0.17138591 31.89242
## 64 -2.50138364 31.89242
## 65 0.31146292 31.89242
## 66 0.00000000 36.84165
## 67 0.53618416 36.84165
## 68 -1.78794625 36.84165
## 69 -2.42219386 36.84165
## 70 6.77423573 36.84165
## 71 0.00000000 82.01762
## 72 -6.95173864 82.01762
## 73 -2.47315699 82.01762
## 74 -5.13369013 82.01762
## 75 -1.35236714 82.01762
## 76 0.00000000 43.95247
## 77 -3.38420743 43.95247
## 78 -1.08267671 43.95247
## 79 2.50003570 43.95247
## 80 6.19980316 43.95247
## 81 0.00000000 28.83689
## 82 -5.77660027 28.83689
## 83 0.61325088 28.83689
## 84 1.93506501 28.83689
## 85 2.15301525 28.83689
## 86 0.00000000 39.11209
## 87 -2.38851735 39.11209
## 88 -0.08882064 39.11209
## 89 -5.10112785 39.11209
## 90 7.88156013 39.11209
## 91 0.00000000 58.91433
## 92 -4.40272382 58.91433
## 93 -2.46823421 58.91433
## 94 -4.91839945 58.91433
## 95 9.28664794 58.91433
## 96 0.00000000 27.20804
## 97 -3.82654310 27.20804
## 98 0.14467424 27.20804
## 99 -1.54649927 27.20804
## 100 2.29965610 27.20804
## 101 0.00000000 31.72348
## 102 -1.81195271 31.72348
## 103 -0.92911243 31.72348
## 104 2.36310759 31.72348
## 105 3.89741769 31.72348
## 106 0.00000000 23.29098
## 107 -3.04873539 23.29098
## 108 -0.48503829 23.29098
## 109 -1.08733281 23.29098
## 110 2.64928932 23.29098
## 111 0.00000000 57.18487
## 112 -5.50675443 57.18487
## 113 -3.32860800 57.18487
## 114 -2.27275611 57.18487
## 115 0.37573918 57.18487
## 116 0.00000000 60.18660
## 117 -5.41611075 60.18660
## 118 -1.91385189 60.18660
## 119 -2.88896140 60.18660
## 120 -1.45693521 60.18660
## 121 0.00000000 103.54142
## 122 0.52632625 103.54142
## 123 -11.12901771 103.54142
## 124 3.54167127 103.54142
## 125 16.45024341 103.54142
## 126 0.00000000 36.76324
## 127 -3.37671089 36.76324
## 128 -1.08754008 36.76324
## 129 -0.94878730 36.76324
## 130 7.34187934 36.76324
## 131 0.00000000 33.78175
## 132 -3.26054775 33.78175
## 133 -1.98867031 33.78175
## 134 0.96843387 33.78175
## 135 5.78869828 33.78175
## 136 0.00000000 48.58150
## 137 -4.07167432 48.58150
## 138 -1.40716315 48.58150
## 139 -3.49920393 48.58150
## 140 -0.44649306 48.58150
## 141 0.00000000 43.16921
## 142 -2.66177634 43.16921
## 143 -0.65153005 43.16921
## 144 -1.32831706 43.16921
## 145 8.55467220 43.16921
## 146 0.00000000 37.17265
## 147 -2.72867610 37.17265
## 148 -2.01450969 37.17265
## 149 -2.53596336 37.17265
## 150 1.74920041 37.17265
## 151 0.00000000 28.03005
## 152 -1.24018239 28.03005
## 153 1.51675054 28.03005
## 154 -4.34023790 28.03005
## 155 2.16247952 28.03005
## 156 0.00000000 108.92727
## 157 -4.04297363 108.92727
## 158 -3.70776311 108.92727
## 159 -7.39284782 108.92727
## 160 -5.98768845 108.92727
## 161 0.00000000 40.23591
## 162 -5.34762713 40.23591
## 163 -2.39734949 40.23591
## 164 -0.36433197 40.23591
## 165 7.82935796 40.23591
## 166 0.00000000 30.13164
## 167 -0.99057905 30.13164
## 168 2.67659499 30.13164
## 169 -3.06988898 30.13164
## 170 -1.88874804 30.13164
## 171 0.00000000 18.38252
## 172 -0.18438398 18.38252
## 173 2.12708683 18.38252
## 174 -1.72915966 18.38252
## 175 -1.73508902 18.38252
Evaluasi model dilakukan untuk menilai kemampuan model Fixed Effect dengan koreksi Autoregressive AR(1) dalam menjelaskan dan memprediksi jumlah kasus campak di Provinsi Jawa Tengah. Evaluasi dilakukan menggunakan analisis residual dan ukuran kesalahan prediksi. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa residual model relatif lebih kecil dan tersebar lebih acak dibandingkan model Fixed Effect tanpa koreksi autokorelasi, yang mengindikasikan bahwa komponen temporal telah terakomodasi dengan baik. Nilai Root Mean Square Error (RMSE) digunakan untuk mengukur besar kesalahan prediksi rata-rata secara keseluruhan, sedangkan Mean Absolute Error (MAE) dihitung pada tingkat kabupaten/kota untuk mengevaluasi akurasi model secara spasial. MAE yang relatif rendah dan bervariasi antar wilayah menunjukkan bahwa model mampu menangkap pola umum kasus campak, meskipun masih terdapat perbedaan akurasi antar daerah. Secara keseluruhan, hasil evaluasi ini menunjukkan bahwa model FEM–AR(1) memiliki kinerja yang lebih baik dan lebih stabil dalam merepresentasikan dinamika kasus campak dibandingkan model panel tanpa koreksi autokorelasi, sehingga layak digunakan sebagai model akhir dalam analisis ini.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola distribusi dan faktor-faktor yang memengaruhi kejadian campak di Provinsi Jawa Tengah dengan pendekatan analisis spasial dan regresi data panel pada tingkat kabupaten/kota selama periode 2020–2024. Hasil analisis epidemiologis menunjukkan bahwa prevalensi dan jumlah kasus campak di Jawa Tengah masih menunjukkan variasi yang cukup tinggi antar wilayah, dengan beberapa daerah membentuk pola klaster kasus yang konsisten dari waktu ke waktu. Visualisasi peta distribusi memperlihatkan bahwa wilayah dengan jumlah kasus dan prevalensi yang lebih tinggi cenderung terkonsentrasi pada kabupaten/kota tertentu, yang mengindikasikan adanya pengaruh faktor lokal dan spasial dalam penyebaran penyakit campak.
Hasil regresi data panel menunjukkan bahwa cakupan imunisasi campak-rubella dosis kedua (MR2) merupakan faktor yang paling konsisten dan signifikan dalam memengaruhi jumlah kasus campak, menegaskan pentingnya kelengkapan imunisasi sebagai upaya utama pengendalian penyakit. Variabel sanitasi layak juga menunjukkan pengaruh yang signifikan, yang mengindikasikan peran kondisi lingkungan dan kemungkinan perbedaan kualitas sistem pelaporan antar wilayah. Sementara itu, imunisasi MR dosis pertama (MR1) tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan, yang menegaskan bahwa perlindungan optimal terhadap campak memerlukan imunisasi hingga dosis kedua. Variabel kepadatan penduduk menunjukkan pengaruh yang bervariasi antar model, namun tetap menjadi faktor penting dalam dinamika penyebaran penyakit menular.
Pemilihan model regresi menunjukkan bahwa Fixed Effect Model lebih sesuai dibandingkan Common Effect dan Random Effect Model karena mampu mengakomodasi heterogenitas tetap antar kabupaten/kota. Ditemukannya autokorelasi residual mengindikasikan adanya ketergantungan temporal kasus campak, sehingga model dikembangkan lebih lanjut menggunakan Fixed Effect dengan koreksi Autoregressive AR(1). Evaluasi model menunjukkan bahwa FEM–AR(1) menghasilkan kesalahan prediksi yang lebih kecil dan estimasi yang lebih stabil, sehingga mampu merepresentasikan dinamika spasio-temporal kasus campak secara lebih baik.
Secara keseluruhan, penelitian ini menegaskan bahwa pengendalian campak di Provinsi Jawa Tengah memerlukan pendekatan berbasis wilayah yang menekankan peningkatan cakupan imunisasi MR hingga dosis kedua, perbaikan kondisi lingkungan, serta penguatan surveilans pada daerah dengan risiko tinggi. Pendekatan analisis spasial dan data panel yang digunakan dalam penelitian ini dapat menjadi dasar bagi perumusan kebijakan kesehatan masyarakat yang lebih terarah dan berbasis bukti dalam upaya eliminasi campak di tingkat regional.
Hasil Dashboard : https://dashboard-campak-jawatengah.streamlit.app/
Hasil Vidio Presentasi : https://youtu.be/XOgF60AC0As
Maulana, A. (2021). klinis, diagnosis, dan tatalaksana campak pada anak. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, 4(3). [https://doi.org/10.35324/jknamed.v4i3.225](https://doi.org/10.35324/jknamed.v4i3.225) ([JKNamed][1])
Halim, R. G. (2016). pada anak (Tinjauan pustaka). CDK-238, 43(3). Tersedia dalam bentuk PDF di Neliti: [https://media.neliti.com/media/publications/397403-campak-pada-anak-624e2f35.pdf](https://media.neliti.com/media/publications/397403-campak-pada-anak-624e2f35.pdf)
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2025, 26 Agustus). Campak meningkat, Kemenkes ingatkan pentingnya imunisasi lengkap. Kementerian Kesehatan RI. [https://kemkes.go.id/id/klb-campak-meningkat-kemenkes-ingatkan-pentingnya-imunisasi-lengkap](https://kemkes.go.id/id/klb-campak-meningkat-kemenkes-ingatkan-pentingnya-imunisasi-lengkap) ([Ministry of Health Republic of Indonesia][2])
Kompas.id. (2025). KLB campak meluas di 42 wilayah terbaru di Jakarta dan Tangerang. Diakses dari Kompas.id
Putri, R. A., Widjanarko, B., & Nugraheni, S. A. (2023). Meta-analysis and systematic review: Risk factors of measles incidence in Indonesia (2012–2021). KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 19(1), 1–10. https://doi.org/10.15294/kemas.v19i1.43060