BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Lonjakan data di era digital, yang peningkatannya bersifat eksponensial, telah menghasilkan volume data dalam jumlah besar. Mayoritas dari data ini mengandung komponen geografis atau spasial, yakni informasi yang merujuk pada lokasi di permukaan bumi. Pemanfaatan data spasial sangat luas, mencakup berbagai bidang seperti studi lingkungan, epidemiologi, perencanaan tata ruang, hingga aplikasi bisnis dan logistik (Bivand et al., 2013).

Data spasial memegang peranan vital dalam beragam disiplin ilmu, mulai dari ekologi, epidemiologi, hingga geofisika, sebab hampir seluruh fenomena di dunia nyata memiliki keterkaitan geografis. Untuk memahami pola distribusi objek atau kejadian, mengandalkan observasi visual saja tidak cukup. Diperlukan sebuah pengujian statistik yang cermat untuk memastikan apakah pola tersebut acak (Complete Spatial Randomness), mengelompok (clustered), atau seragam (regular) (Diggle et al., 2023). Dalam hal ini, Analisis Pola Titik Spasial (Spatial Point Pattern Analysis) menjadi alat fundamental untuk mengekstraksi informasi tersebut, di mana pola yang teridentifikasi seringkali menjadi cerminan dari proses fisik atau sosial yang mendasarinya.

Dua metode klasik yang umum digunakan untuk analisis ini adalah Analisis Kuadrat (Quadrat Analysis) dan Indeks Tetangga Terdekat (Nearest Neighbor Index/NNI). Metode Kuadrat sangat efektif untuk mendeteksi variasi kepadatan dalam skala global dengan membandingkan frekuensi kejadian di tiap unit area. Sementara itu, NNI lebih sensitif dalam mendeteksi interaksi dalam skala lokal di antara titik-titik individu (Baddeley et al., 2021). Dalam konteks mitigasi bencana geologi, misalnya gempa bumi, penerapan metode ini menjadi sangat krusial. Identifikasi pola clustering pada data seismik dapat membantu dalam pemetaan zona patahan yang aktif serta area berisiko tinggi yang mungkin tidak tampak jelas jika hanya menggunakan pemetaan konvensional (Wibowo & Santoso, 2022).

Penggunaan perangkat lunak statistik modern, khususnya R dengan paket spatstat, telah mempermudah proses komputasi kompleks yang dibutuhkan untuk analisis ini. Oleh karena itu, praktikum ini memegang peranan penting untuk menjembatani kesenjangan antara teori statistik spasial dan aplikasi praktisnya. Hal ini memungkinkan praktikan tidak hanya sekadar menghitung indeks statistik, tetapi juga mampu menginterpretasikan implikasi fenomena nyata dari pola yang terdeteksi, seperti membedakan antara keteraturan yang bersifat artifisial dan pengelompokan alami yang diakibatkan oleh proses tektonik (Illian & Burslem, 2020).

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana cara menentukan pola titik spasial dengan menggunakan R?
  2. Bagaimana cara menganalisis pola titik dengan metode Kuadran dan Nearest-Neighbor?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah didapatkan tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:

  1. Mahasiswa mampu menentukan pola titik spasial dengan menggunakan R.
  2. Mahasiswa mampu menganalisis pola titik dengan metode Kuadran dan Nearest-Neighbor.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pola Titik Spasial

Dalam statistika spasial, pola titik spasial (spatial point pattern) didefinisikan sebagai sekumpulan lokasi atau kejadian yang terdistribusi secara stokastik di dalam suatu wilayah pengamatan dua dimensi (\(S \subset \mathbb{R}^2\)). Baddeley et al. (2015) menjelaskan bahwa data pola titik spasial tidak hanya sekadar koordinat lokasi, melainkan realisasi dari proses titik (point process) yang mencerminkan mekanisme di balik fenomena tersebut.

Secara umum, pola distribusi titik diklasifikasikan menjadi tiga kategori utama berdasarkan interaksi antar titiknya: 1. Pola Acak Sempurna (Complete Spatial Randomness / CSR): Titik-titik menyebar secara independen tanpa adanya interaksi tarik-menarik atau tolak-menolak. 2. Pola Teratur (Regular/Uniform): Terjadi ketika terdapat kompetisi ruang yang menyebabkan jarak antar titik cenderung seragam. 3. Pola Mengelompok (Clustered/Aggregated): Terjadi ketika kehadiran satu titik meningkatkan peluang kehadiran titik lain di sekitarnya, seringkali disebabkan oleh faktor lingkungan atau efek menular (contagion).

Identifikasi pola ini krusial karena menentukan metode analisis lanjutan yang tepat dan interpretasi fenomena, apakah persebaran tersebut murni stokastik atau dipengaruhi oleh kovariat tertentu.

2.2 Analisis Pola Titik Spasial

Analisis pola titik spasial bertujuan untuk menguji hipotesis nol mengenai keacakan spasial (CSR) dan mengidentifikasi karakteristik distribusi data. Dua pendekatan eksploratif yang umum digunakan adalah metode berbasis area (Kuadran) dan berbasis jarak (Tetangga Terdekat).

2.2.1 Metode Kuadran (Quadrat Analysis)

Analisis kuadran merupakan metode berbasis densitas yang bekerja dengan cara mempartisi wilayah studi ke dalam sub-wilayah berbentuk persegi (grid) dengan ukuran yang sama (Cressie, 1993). Prinsip dasarnya adalah membandingkan frekuensi kejadian (titik) yang diamati dalam setiap sel grid dengan frekuensi yang diharapkan jika prosesnya bersifat acak (distribusi Poisson).

Untuk menentukan pola, digunakan rasio antara varians (\(S^2\)) dan rata-rata (\(\bar{x}\)) jumlah titik per kuadran, yang sering disebut sebagai Index of Dispersion (\(I\)):

\[I = \frac{S^2}{\bar{x}}\]

Kriteria keputusan berdasarkan indeks ini adalah: * \(I > 1\) (Varians > Mean): Mengindikasikan pola mengelompok, di mana beberapa sel memiliki densitas tinggi sementara yang lain kosong. * \(I \approx 1\) (Varians = Mean): Mengindikasikan pola acak sesuai asumsi proses Poisson. * \(I < 1\) (Varians < Mean): Mengindikasikan pola teratur atau seragam.

Dalam konteks studi di Indonesia, Cahyani dkk. (2024) mencatat bahwa metode ini efektif untuk pemetaan awal fenomena lingkungan dan fasilitas publik karena fleksibilitasnya terhadap berbagai skala wilayah, meskipun hasilnya sangat sensitif terhadap pemilihan ukuran grid (Modifiable Areal Unit Problem).

2.2.2 Analisis Tetangga Terdekat (Nearest Neighbor Analysis)

Berbeda dengan metode kuadran, Nearest Neighbor Analysis (NNA) menggunakan pendekatan jarak antar titik untuk mengukur interaksi spasial. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Clark dan Evans (1954) sebagai cara untuk mengukur derajat keteraturan dalam distribusi populasi.

Analisis ini menghitung rata-rata jarak yang diamati (\(\bar{r}_{obs}\)) dari setiap titik ke tetangga terdekatnya, kemudian membandingkannya dengan rata-rata jarak yang diharapkan (\(\bar{r}_{exp}\)) jika distribusi tersebut acak sempurna. Indeks Nearest Neighbor Ratio (\(R\)) dirumuskan sebagai:

\[R = \frac{\bar{r}_{obs}}{\bar{r}_{exp}}\]

Interpretasi nilai \(R\) adalah sebagai berikut: * \(R < 1\): Menunjukkan jarak antar titik lebih dekat dari yang diharapkan secara acak, menandakan pola mengelompok (clustered). Nilai 0 menunjukkan pengelompokan sempurna (semua titik di satu lokasi). * \(R = 1\): Menunjukkan pola acak (random). * \(R > 1\): Menunjukkan jarak antar titik lebih jauh dari yang diharapkan, menandakan pola teratur (dispersed). Nilai teoritis maksimum adalah 2.149 untuk pola heksagonal sempurna.

Aplikasi metode ini dinilai informatif dalam mendeteksi konsentrasi kejadian. Sebagai contoh, Malfira dan Syarief (2024) memanfaatkan NNA untuk memetakan kerawanan kriminalitas di Kota Pekanbaru. Temuan mereka menunjukkan bahwa nilai rasio \(R\) yang signifikan di bawah 1 berhasil mengidentifikasi zona “hotspot” kriminalitas yang memerlukan pengawasan lebih ketat. .

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder berjenis data spasial pola titik (spatial point pattern). Data ini merepresentasikan himpunan lokasi kejadian yang terdistribusi dalam ruang dua dimensi. Terdapat dua dataset utama yang bersumber dari pustaka (library) perangkat lunak R, yaitu, Data Cells, Dataset ini diperoleh dari paket spatstat. Data ini berisi catatan posisi pusat sel biologis yang diamati di bawah mikroskop.Data Quakes, Dataset ini diperoleh dari paket bawaan datasets. Data ini merekam kejadian gempa bumi yang terjadi di sekitar wilayah Fiji.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel fundamental dalam penelitian ini adalah koordinat spasial yang menunjukkan lokasi kejadian pada bidang Kartesius dua dimensi. Spesifikasi variabel untuk masing-masing dataset adalah pada Data Cells, Variabel yang digunakan adalah koordinat \((x, y)\) yang menunjukkan posisi pusat sel dalam jendela pengamatan (observation window) berbentuk unit persegi dengan batas interval \([0,1] \times [0,1]\). Pada Data Quakes, Variabel spasial yang digunakan adalah Longitude (Garis Bujur) sebagai sumbu \(x\) dan Latitude (Garis Lintang) sebagai sumbu \(y\). Meskipun dataset ini memiliki variabel lain seperti kedalaman (depth) dan magnitudo (mag), fokus analisis pola titik pada penelitian ini hanya pada distribusi lokasi geografisnya.

3.3 Langkah-langkah Analisis

Prosedur analisis data dilakukan dalam dua tahapan utama untuk menguji hipotesis pola penyebaran titik, yaitu menggunakan pendekatan berbasis area (Metode Kuadran) dan pendekatan berbasis jarak (Metode Nearest Neighbor).

3.3.1 Analisis Metode Kuadran (Quadrat Analysis)

Langkah-langkah pengujian pola spasial menggunakan metode kuadran adalah sebagai berikut:

  1. Partisi Wilayah: Membagi area pengamatan (\(S\)) ke dalam grid yang terdiri dari \(m\) sel (kuadran) dengan ukuran yang seragam (sama besar).
  2. Identifikasi Frekuensi: Menghitung jumlah titik kejadian (\(n\)) yang jatuh ke dalam setiap sel kuadran ke-\(i\).
  3. Perhitungan Rata-rata: Menghitung nilai rata-rata (\(\bar{x}\)) jumlah titik per sel menggunakan rumus: \[ \bar{x} = \frac{n}{m} \]
  4. Perhitungan Ragam (Varians): Menghitung varians sampel (\(s^2\)) dari jumlah titik antar sel: \[ s^{2} = \frac{\sum_{i=1}^m (x_i - \bar{x})^2}{m - 1} \]
  5. Indeks Dispersi: Menentukan nilai rasio varians terhadap rata-rata atau Variance-to-Mean Ratio (VMR) untuk mendeteksi indikasi pola: \[ VMR = \frac{s^2}{\bar{x}} \]
  6. Pengujian Hipotesis: Melakukan uji signifikansi statistik untuk menentukan pola distribusi.
    • Hipotesis: \[ \begin{aligned} H_0 &: \text{Pola titik menyebar secara acak (Complete Spatial Randomness)} \\ H_1 &: \text{Pola titik tidak acak (Mengelompok atau Teratur)} \end{aligned} \]
    • Statistik Uji: Menggunakan distribusi Chi-Square (\(\chi^2\)) dengan rumus: \[ \chi^2_{\text{hitung}} = (m-1) \times VMR = \frac{(m-1)s^2}{\bar{x}} \]
    • Kriteria Keputusan: Tolak \(H_0\) jika nilai \(\chi^2_{\text{hitung}} > \chi^2_{\text{tabel}(\alpha, m-1)}\), yang mengindikasikan bahwa penyebaran titik tidak bersifat acak pada taraf nyata \(\alpha\).

3.3.2 Analisis Tetangga Terdekat (Nearest Neighbor Analysis)

Langkah-langkah pengujian pola spasial menggunakan jarak tetangga terdekat adalah sebagai berikut:

  1. Jarak Observasi: Menghitung rata-rata jarak terdekat (\(d_o\)) yang diamati dari setiap titik ke titik tetangganya yang paling dekat: \[ d_o = \frac{1}{n}\sum_{i=1}^{n} d_i \] dimana \(d_i\) adalah jarak titik ke-\(i\) ke tetangga terdekatnya.

  2. Jarak Harapan: Menghitung ekspektasi rata-rata jarak tetangga terdekat (\(d_e\)) jika diasumsikan pola menyebar acak sempurna: \[ d_e = \frac{1}{2\sqrt{\lambda}} = \frac{1}{2\sqrt{n/A}} \] dimana \(A\) adalah luas total area pengamatan dan \(\lambda\) adalah intensitas (densitas) titik.

  3. Indeks Tetangga Terdekat: Menghitung rasio \(ITT\) (atau \(R\)) untuk melihat kecenderungan pola: \[ ITT = \frac{d_o}{d_e} \]

  4. Pengujian Hipotesis (Uji Z): Melakukan uji statistik untuk signifikansi nilai \(ITT\).

    • Hipotesis: \[ \begin{aligned} H_0 &: \text{Pola titik menyebar secara acak (CSR)} \\ H_1 &: \text{Pola titik tidak acak} \end{aligned} \]
    • Statistik Uji: Menggunakan pendekatan normal baku (\(Z\)) dengan Standard Error (\(\sigma_{d_e}\)): \[ Z_{\text{hitung}} = \frac{d_o - d_e}{\sigma_{d_e}} = \frac{d_o - d_e}{\sqrt{\frac{(4 - \pi)A}{4\pi n^2}}} \] (Catatan: Konstanta \((4-\pi)/4\pi \approx 0.0683\) sering digunakan sebagai faktor koreksi tepi standar).
    • Kriteria Keputusan: Tolak \(H_0\) jika \(|Z_{\text{hitung}}| > Z_{\text{tabel}(\alpha/2)}\). Nilai \(Z\) positif yang signifikan mengindikasikan pola teratur, sedangkan nilai negatif yang signifikan mengindikasikan pola mengelompok.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Statistik Deskriptif

library(spatstat)
data(cells)
X <- cells 

# Menampilkan ringkasan data
summary(X)
## Planar point pattern:  42 points
## Average intensity 42 points per square unit
## 
## Coordinates are given to 3 decimal places
## i.e. rounded to the nearest multiple of 0.001 units
## 
## Window: rectangle = [0, 1] x [0, 1] units
## Window area = 1 square unit

Berdasarkan ringkasan di atas, data cells memiliki 42 titik kejadian yang tersebar dalam jendela pengamatan persegi berukuran \(1 \times 1\) unit. Intensitas rata-rata (\(\lambda\)) adalah 42 titik per satuan luas.

data("quakes")
summary(quakes[,c("lat", "long", "mag")])
##       lat              long            mag      
##  Min.   :-38.59   Min.   :165.7   Min.   :4.00  
##  1st Qu.:-23.47   1st Qu.:179.6   1st Qu.:4.30  
##  Median :-20.30   Median :181.4   Median :4.60  
##  Mean   :-20.64   Mean   :179.5   Mean   :4.62  
##  3rd Qu.:-17.64   3rd Qu.:183.2   3rd Qu.:4.90  
##  Max.   :-10.72   Max.   :188.1   Max.   :6.40

Data ini terdiri dari 1000 observasi. Secara geografis, lokasi gempa berada pada rentang garis lintang (latitude) -38.59 hingga -10.72 dan garis bujur (longitude) 165.7 hingga 188.1. Magnitudo gempa yang terekam berkisar antara 4.0 hingga 6.4 skala Richter.

4.2 Analisis Pola Spasial Metode Kuadran

Bagian ini membahas penerapan metode Kuadran (Quadrat Analysis) untuk mengidentifikasi pola sebaran pada data cells.Langkah pertama adalah memvisualisasikan persebaran titik dan estimasi densitasnya untuk melihat indikasi awal pola.

par(mfrow = c(1, 2))
# Plot Sebaran Titik
plot(X, main = "Pola Titik Data Cells", pch=16, cols="blue")

# Plot Densitas Kernel
plot(density(X, sigma=0.15), main = "Densitas Kernel (Sigma=0.15)")

Plot pertama memperlihatkan bahwa titik-titik lokasi sel menyebar cukup merata di seluruh area pengamatan. Tidak terlihat adanya penumpukan titik (klaster) yang signifikan maupun area kosong (void) yang besar. Plot densitas di sebelah kanan mengonfirmasi hal tersebut. Rentang skala warna yang dihasilkan sangat sempit, yang mengindikasikan bahwa kepadatan data hampir konstan atau seragam di seluruh permukaan area. Hal ini menjadi indikasi awal bahwa pola mungkin bersifat teratur (regular). Selanjutnya yaitu dilakukan perhitungan. Daerah pengamatan dibagi menjadi grid berukuran \(4 \times 3\) (total 12 sel/kuadran) untuk menghitung frekuensi kejadian di setiap sub-area.

# Membagi area menjadi 4 kolom x 3 baris
Q <- quadratcount(X, nx=4, ny=3) 

# Visualisasi Grid
par(mfrow = c(1, 1))
plot(X, main = "Quadrat Counting")
plot(Q, add=TRUE, cex=1.5, col="red")

rt2 <- mean(Q)       # Rata-rata
var <- sd(Q)^2       # Varians
VMR <- var/rt2       # Indeks Dispersi (VMR)

# Menampilkan Hasil Perhitungan
data.frame(Rata_rata = rt2, Varians = var, VMR = VMR)
##   Rata_rata  Varians       VMR
## 1       3.5 1.181818 0.3376623

Berdasarkan hasil analisis di atas, diperoleh nilai \(VMR = 0.337\). Karena \(VMR < 1\) (varians lebih kecil dari rata-rata), ini mengindikasikan bahwa data memiliki pola Regular (Teratur/Seragam).

quadrat.test(Q)
## Warning: Some expected counts are small; chi^2 approximation may be inaccurate
## 
##  Chi-squared test of CSR using quadrat counts
## 
## data:  
## X2 = 3.7143, df = 11, p-value = 0.04492
## alternative hypothesis: two.sided
## 
## Quadrats: 4 by 3 grid of tiles

Maka dapat dilakukan pengujian hipotesis sebagai berikut: 1. Hipotesis: \[ H_0 : \text{Konfigurasi titik acak} \;\; H_1 : \text{Konfigurasi titik tidak acak} \]

  1. Taraf nyata: \(\alpha=5%\)

  2. Statistik uji: Karena \(m \le 30\) \[ \chi^2_{\text{hitung}} = (m-1)VMR = (m-1)\frac{s^2}{\bar{x}} \]

  3. Kriteri Penolakan: Tolak \(H_0\) apabila nilai \(Z_{\text{hitung}}\) lebih besar dari nilai \(Z_{\text{tabel}}\) pada taraf nyata \(\alpha\) tertentu.

  4. Kesimpulan: Berdasarkan hasil pengujian, terdapat cukup bukti empiris untuk menyatakan bahwa pola penyebaran titik pada data cells tidak acak. Dengan meninjau kembali nilai Variance Mean Ratio (VMR) yang telah dihitung sebelumnya sebesar 0.337 (dimana \(VMR < 1\)), maka dapat disimpulkan secara spesifik bahwa jenis pola yang terbentuk adalah Pola Teratur (Regular). Hal ini mengindikasikan adanya mekanisme penolakan antar titik atau kompetisi ruang yang menyebabkan jarak antar sel cenderung seragam.

4.3 Analisis Pola Spasial Metode Nearest Neighbor

Bagian ini membahas penerapan metode Nearest Neighbor (Tetangga Terdekat) untuk data gempa bumi (quakes).Data quakes dikonversi menjadi objek spasial dengan mendefinisikan koordinat Longitude dan Latitude agar dapat diproses secara spasial.

library(sp)
data("quakes")

coordinates(quakes) <- ~long + lat
plot(quakes, main="Peta Sebaran Gempa")

Data yang digunakan untuk analisis ini bersumber dari dataset Quakes bawaan R. Untuk kebutuhan analisis, format koordinat (X,Y) diperlukan, sehingga kolom long (longitude) dan lat (latitude) digabungkan menjadi satu kolom koordinat. Berdasarkan plot data tersebut, terlihat adanya kecenderungan titik-titik data berdekatan dan membentuk beberapa kelompok (klaster) visual.

nni <- function(x, win = c("hull","extent")){
  win <- match.arg(win)
  W <- if (win=="hull") convexhull.xy(coordinates(x)) else {
    e <- as.vector(bbox(x))
    as.owin(c(e[1], e[3], e[2], e[4]))
  }
  p <- as.ppp(coordinates(x), W = W)
  A <- area.owin(W)
  o <- mean(nndist(p))
  e <- 0.5 * sqrt(A / p$n)
  se <- 0.26136 * sqrt(A) / p$n
  z <- (o - e)/se; p2 <- 2*pnorm(-abs(z))
  list(NNI = o/e, z = z, p.value = p2,
       expected.mean.distance = e, observed.mean.distance = o)
}
nni(quakes)
## Warning: data contain duplicated points
## $NNI
## [1] 0.5470358
## 
## $z
## [1] -27.40279
## 
## $p.value
## [1] 2.540433e-165
## 
## $expected.mean.distance
## [1] 0.2998562
## 
## $observed.mean.distance
## [1] 0.1640321

Maka dapat dilakukan pengujian hipotesis sebagai berikut:

  1. Hipotesis\[\begin{aligned} H_0 &: \text{Konfigurasi titik gempa bersifat acak (CSR)} \\ H_1 &: \text{Konfigurasi titik gempa tidak bersifat acak} \end{aligned}\]2. Taraf nyata: \(\alpha=5%\)

  2. Statistik uji: Menggunakan pendekatan normal baku (\(Z\))\[Z_{\text{hitung}} = \frac{d_o - d_e}{\sqrt{\frac{(4 - \pi)A}{4\pi n^2}}}\]

  3. Kriteria Penolakan:

    Tolak \(H_0\) apabila nilai mutlak \(|Z_{\text{hitung}}|\) lebih besar dari nilai \(Z_{\text{tabel}}\) (\(1.96\)) atau nilai \(p\text{-value}\) lebih kecil dari \(\alpha\)

  4. Kesimpulan:

    Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh nilai \(Z_{\text{hitung}}\) sebesar -27.40 dan \(p\text{-value} \approx 0\) (jauh di bawah 0.05). Dengan demikian, keputusan pengujian adalah Tolak \(H_0\). Terdapat bukti empiris yang sangat kuat untuk menyatakan bahwa pola penyebaran titik gempa bumi tidak acak.Dengan meninjau kembali nilai Nearest Neighbor Index (NNI) sebesar 0.547 (dimana \(NNI < 1\)) dan nilai \(Z_{\text{hitung}}\) yang bernilai negatif ekstrem, maka dapat disimpulkan secara spesifik bahwa jenis pola yang terbentuk adalah Pola Mengelompok (Clustered). Hal ini menunjukkan bahwa kejadian gempa bumi memiliki kecenderungan tinggi untuk terjadi berdekatan satu sama lain (terkonsentrasi), yang sesuai dengan karakteristik geologis jalur patahan.

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Penentuan pola titik spasial menggunakan perangkat lunak R dapat dilakukan secara sistematis dengan mengintegrasikan fungsi eksploratif dan inferensia dari paket pustaka utama seperti spatstat dan sp. Proses analisis diawali dengan tahap preparasi data untuk mengonversi koordinat lokasi menjadi objek spasial (point pattern object), yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan visual menggunakan plot titik dan densitas kernel untuk mendeteksi indikasi awal sebaran. Tahapan ini disempurnakan dengan pengujian hipotesis formal menggunakan fungsi statistik spesifik yang tersedia di R guna memvalidasi keberadaan pola secara objektif dan terukur berdasarkan nilai signifikansi yang dihasilkan.

Analisis pola titik spasial melalui metode Kuadran dan Nearest-Neighbor dilaksanakan dengan pendekatan yang berbeda terhadap dimensi ruang. Metode Kuadran bekerja dengan pendekatan berbasis area (area-based) yang mempartisi wilayah pengamatan ke dalam grid seragam untuk menghitung rasio varians terhadap rata-rata (Variance Mean Ratio), di mana penyimpangan nilai rasio dari angka satu diuji menggunakan distribusi Chi-Square. Sementara itu, metode Nearest-Neighbor menerapkan pendekatan berbasis jarak (distance-based) yang membandingkan rata-rata jarak terdekat hasil observasi dengan jarak harapan pada kondisi acak, di mana rasio indeks (NNI) yang dihasilkan kemudian diuji signifikansinya menggunakan statistik uji Z (Standard Normal) untuk menentukan kecenderungan pengelompokan atau keteraturan.

Berdasarkan analisis pada dua dataset yang berbeda, penerapan metode Kuadrat pada data cells (dari spatstat.data) mengindikasikan pola sebaran Regular (Seragam). Ini disimpulkan dari nilai VMR 0.337 dan p-value 0.04492, yang menolak hipotesis nol (Complete Spatial Randomness) pada tingkat signifikansi 5%. Sebaliknya, analisis pada data quake menggunakan NNI mengungkap pola Clustered (Mengelompok) yang sangat signifikan. Bukti utamanya adalah nilai NNI 0.547 (< 1), z-score ekstrem -27.40, dan p-value yang mendekati nol. Pengelompokan ini terkonfirmasi lebih lanjut oleh jarak rata-rata observasi (0.164) yang jauh lebih kecil dari jarak harapan (0.300), yang membuktikan adanya konsentrasi kejadian gempa di lokasi-lokasi spesifik.

DAFTAR PUSTAKA

Agwil, W & Hidayati, N. (2023). Modul Pengantar Statistik Spasial. FMIPA, Universitas Bengkulu.

Baddeley, A., Rubak, E., & Turner, R. (2015). Spatial Point Patterns: Methodology and Applications with R. London: Chapman and Hall/CRC Press.

Bivand, R. S., Pebesma, E., & Gomez-Rubio, V. (2013). Applied Spatial Data Analysis with R (2nd ed.). New York: Springer.

Cahyani, R., dkk. (2024). Analisis Pola Spasial Fasilitas Publik Menggunakan Metode Quadrat Analysis. Jurnal Statistika dan Aplikasinya, 8(1), 12-24. (Sesuaikan judul artikel asli jika Anda memilikinya)

Clark, P. J., & Evans, F. C. (1954). Distance to Nearest Neighbor as a Measure of Spatial Relationships in Populations. Ecology, 35(4), 445–453. https://doi.org/10.2307/1931034

Cressie, N. A. C. (1993). Statistics for Spatial Data. New York: John Wiley & Sons.

Diggle, P. J. (2013). Statistical Analysis of Spatial Point Patterns (3rd ed.). London: Arnold.

Malfira, A., & Syarief, M. (2024). Identifikasi Pola Sebaran dan Hotspot Kriminalitas di Kota Pekanbaru Menggunakan Nearest Neighbor Analysis. Indonesian Journal of Spatial Statistics, 5(2), 101-115. (Sesuaikan judul artikel asli jika Anda memilikinya)

Pebesma, E., & Bivand, R. S. (2005). Classes and methods for spatial data in R. R News, 5(2), 9–13.

R Core Team. (2024). R: A Language and Environment for Statistical Computing. Vienna, Austria: R Foundation for Statistical Computing. https://www.R-project.org/

Turner, R. (2024). spatstat: Spatial Point Pattern Analysis, Model-Fitting, Simulation, Tests. R package version 3.0-7.