Analisis pola titik spasial menjadi pendekatan penting dalam memahami persebaran fenomena yang memiliki lokasi geografis, seperti kejadian gempa, distribusi penyakit, atau pola vegetasi. Pola titik dapat menggambarkan apakah suatu peristiwa tersebar secara acak, mengelompok, atau teratur dalam ruang dua dimensi, sehingga membantu dalam interpretasi proses spasial yang mendasarinya. Analisis ini sangat relevan di era data spasial modern, di mana pengumpulan data berbasis lokasi semakin mudah dan akurat melalui sistem informasi geografis (SIG) dan sensor spasial (Gonzalez & Moraga, 2023).
Metode Kuadran (Quadrat Method) merupakan salah satu teknik klasik dalam analisis pola titik yang digunakan untuk mendeteksi adanya pengelompokan (clustering) atau keteraturan (regularity) dalam persebaran titik. Area penelitian dibagi menjadi beberapa kuadran berukuran sama, kemudian jumlah titik pada masing-masing kuadran dihitung dan dibandingkan dengan distribusi acak teoretis. Dengan cara ini, pola spasial dapat diketahui apakah acak, mengelompok, atau teratur. Metode ini efektif digunakan sebagai langkah awal untuk memahami struktur spasial sebelum diterapkan analisis lanjutan seperti nearest-neighbor atau kernel density estimation (Yin et all, 2022).
Selain itu, metode Nearest Neighbor Analysis (NNA) digunakan untuk menilai kedekatan spasial antar titik berdasarkan jarak rata-rata antar tetangga terdekat. Metode ini menghasilkan Nearest Neighbor Ratio (R) yang digunakan untuk menilai karakter pola: nilai R < 1 menunjukkan pola mengelompok, R ≈ 1 acak, dan R > 1 menunjukkan pola teratur. Dalam konteks penelitian modern, pendekatan ini semakin sering digunakan untuk mendeteksi asosiasi spasial pada berbagai skala data, termasuk citra digital dan sistem jaringan (Soltisz et all, 2024). Dengan menggunakan perangkat lunak R, mahasiswa dapat melakukan analisis ini secara numerik maupun visual, sehingga mendukung pemahaman yang lebih komprehensif terhadap fenomena spasial (Song & Zhang, 2024)
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang dapat disumpulkan adalah:
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:
Pola titik spasial adalah konsep dalam analisis spasial yang mempelajari bagaimana objek atau peristiwa yang direpresentasikan sebagai titik tersebar di dalam suatu wilayah geografis. Setiap titik menunjukkan lokasi kejadian tertentu, misalnya gempa bumi, kasus penyakit, lokasi fasilitas umum, atau persebaran tanaman. Analisis pola titik spasial bertujuan untuk mengetahui apakah sebaran titik tersebut bersifat acak (random), mengelompok (clustered), atau teratur/seragam (regular), sehingga dapat membantu memahami proses atau faktor spasial yang memengaruhi terjadinya fenomena tersebut (Ballo, 2023)
Berikut langkah-langkah dalam metode kuadran untuk analisis pola titik spasial (Anonim, 2025):
Bagilah daerah pengamatan menjadi beberapa sel (kuadran) sebanyak \(m\) dengan ukuran yang sama.Ukuran sel ditentukan oleh skala analisis yang diinginkan.
Hitung total kejadian atau titik pada seluruh area pengamatan, misalkan sebanyak \(n\).
Hitung nilai rata-rata banyaknya titik per sel:
\[ \bar{x} = \frac{n}{m} \]
\[ s^2 = \frac{\sum_{i=1}^{m}(x_i - \bar{x})^2}{m-1} \]
\[ VMR = \frac{s^2}{\bar{x}} \] Interpretasi VMR
\[ \chi^2_{\text{hitung}} = (m-1)\,VMR = (m-1)\frac{s^2}{\bar{x}} \]
Daerah penolakan:
Tolak \(H_0\) jika
\[ \chi^2_{\text{hitung}} > \chi^2_{\text{tabel}}(\alpha,\, m-1) \] ## Metode Nearest Neighbor
Dalam metode tetangga terdekat menggunakan perbandingan antara nilai rata-rata jarak terhadap titik pengamatan tetangga terdekatnya dengan nilai harapan rata-rata jarak yang terjadi jika titik-titik tersebut menyebar spasial secara acak.
Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut (anonim, 2025):
\[ d_0 = \frac{1}{n} \sum_{i=1}^{n} d_i \]
Keterangan:
\[ d_e = \frac{1}{2\sqrt{\frac{n}{A}}} \]
atau dapat dituliskan setara sebagai:
\[ d_e = \frac{1}{2}\sqrt{\frac{A}{n}} \]
Keterangan:
\[ ITT = \frac{d_0}{d_e} \]
Secara teoritis, nilai ITT berada pada rentang:
\[ 0 \le ITT \le 2.14 \]
Interpretasi:
\[ Z_{\text{hitung}} = \frac{d_0 - d_e} {\sqrt{\frac{(4 - \pi)A}{4\pi n^2}}} \]
Tolak \(H_0\) jika:
\[ Z_{\text{hitung}} > Z_{\text{tabel}}(\alpha) \]
pada taraf nyata \(\alpha\) tertentu.
pagar 2 untuk sub judul. kalo mau nambahkan equation gunakan dolarnya 1 je untuk inline seperti ini contohnya \(a=5%\) sedangkan kalo mau equationnya ditengah itu gunakan tanda dollar sebanyak 2 seperti contoh dibawah ini.
\[ I = \frac{n}{W} \frac{\sum_i \sum_j w_{ij}(x_i - \bar{x})(x_j - \bar{x})}{\sum_i (x_i - \bar{x})^2} \] sedangkan untuk tulisan italik gunain tanda * 1 saja. contoh ini teksnya akan jadi italik.
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu data spasial berupa pola titik (point pattern data). Data spasial jenis ini terdiri dari sekumpulan titik yang masing-masing memiliki koordinat posisi pada bidang dua dimensi. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Terdapat dua data yang digunakan, yang pertama adalah data Cells diperoleh dari dataset pada paket spatstat yang tersedia di R. Data kedua adalah data quakes dari paket datasets di R.
Pada dataset cells, seluruh informasi yang tersedia berupa koordinat titik (x dan y) dari posisi sel pada sebuah jendela pengamatan. Kedua variabel ini merepresentasikan lokasi spasial sel pada bidang dua dimensi dan menjadi dasar untuk menentukan apakah pola penyebaran sel bersifat acak, mengelompok, atau teratur. Pada dataset quakes, terdapat beberapa variabel, namun analisis ini hanya memanfaatkan garis lintang (latitude) dan garis bujur (longitude) sebagai representasi lokasi spasial kejadian gempa. Variabel lainnya seperti kedalaman gempa, magnitudo, dan jumlah stasiun pencatat tidak digunakan dalam analisis pola titik, tetapi variabel koordinat tersebut sudah cukup untuk menyusun pola persebaran spasial gempa dan digunakan dalam perhitungan jarak tetangga terdekat dalam metode Nearest Neighbor.
library yang di gunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
## Planar point pattern: 42 points
## window: rectangle = [0, 1] x [0, 1] units
Output data tersebut menunjukkan bahwa data cells berisi 42 titik yang tersebar dalam bidang persegi [0,1] × [0,1]. Pola ini merepresentasikan posisi titik dalam area spasial dua dimensi yang digunakan untuk menganalisis apakah sebarannya bersifat acak, mengelompok, atau teratur.
Interpretasi:
Plot tersebut menunjukkan sebaran titik dari data cells yang merepresentasikan lokasi sel dalam suatu bidang pengamatan spasial. Titik-titik tampak tersebar secara merata di seluruh area, tanpa adanya area yang menunjukkan penumpukan (cluster) maupun area kosong yang luas. Jarak antar titik terlihat relatif seragam dan tidak saling berhimpitan. Pola seperti ini menandakan bahwa distribusi titik tidak acak dan tidak mengelompok, melainkan menunjukkan pola seragam (uniform pattern). Dengan kata lain, setiap titik menjaga jarak tertentu dari titik lainnya, sehingga secara visual dapat disimpulkan bahwa pola sebaran data cells bersifat seragam, bukan acak maupun mengelompok.
Interpretasi:
Plot tersebut menunjukkan peta kepadatan titik pada data cells. Warna pada peta menggambarkan tingkat kepadatan, di mana warna biru menunjukkan area dengan kepadatan rendah dan warna kuning menunjukkan area dengan kepadatan lebih tinggi. Namun, perbedaan warna terlihat sangat halus dan tidak menunjukkan adanya area dengan konsentrasi titik yang dominan. Hal ini mengindikasikan bahwa sebaran titik pada data cells bersifat seragam, tanpa adanya pola pengelompokan atau penumpukan yang signifikan di wilayah tertentu.
Q <- quadratcount(X, nx = 4, ny = 3)
plot(X, main = "Hasil Pembagian Kuadran")
plot(Q, add = TRUE, cex = 2, col = "red")Interpretasi:
Hasil Pembagian Kuadran menunjukkan hasil pembagian area pengamatan data cells menjadi beberapa kuadran untuk menganalisis sebaran titik secara spasial. Setiap kuadran menampilkan jumlah titik (ditunjukkan oleh angka merah) yang berada di dalamnya. Terlihat bahwa jumlah titik di tiap kuadran relatif tidak berbeda jauh, berkisar antara 2 hingga 5 titik per kuadran. Keseragaman jumlah titik ini mengindikasikan bahwa distribusi titik di seluruh area bersifat seragam, tanpa adanya kuadran yang memiliki kepadatan jauh lebih tinggi atau lebih rendah dari lainnya. Dengan demikian, pola sebaran titik pada data cells dapat dikatakan tidak acak maupun mengelompok, melainkan seragam atau teratur.
## [1] 0.3376623
Nilai tersebut menunjukkan bahwa konfigurasi titik dalam ruang lebih ke arah regular (uniform). Berdasarkan kriteria:
Karena nilai VMR = 0.34 mendekati 0, maka pola sebaran titik pada data cells dapat disimpulkan bersifat teratur atau seragam, di mana titik-titik tersebar dengan jarak yang relatif sama dan tidak menunjukkan adanya pengelompokan.
## Warning: Some expected counts are small; chi^2 approximation may be inaccurate
##
## Chi-squared test of CSR using quadrat counts
##
## data:
## X2 = 3.7143, df = 11, p-value = 0.04492
## alternative hypothesis: two.sided
##
## Quadrats: 4 by 3 grid of tiles
Berikut interpretasi hasil dari uji Chi-Square untuk Complete Spatial Randomness (CSR) menggunakan metode pembagian kuadran
Hipotesis
Taraf Signifikansi
α = 0.05
Statistik Uji
diperoleh :
Kriteria Penolakan
Tolak H₀ jika nilai p-value < α = 0.05
Kesimpulan
Didapat p-value = 0.04492 < 0.05, maka H₀ ditolak. Artinya dengan menggunakan taraf singnifikansi sebesar 5% dapat disimpulkan bahwa sebaran titik tidak acak secara spasial, melainkan bersifat lebih teratur (uniform). Titik-titik tersebar dengan jarak yang relatif seragam antar-kuadran, sehingga tidak menunjukkan adanya pengelompokan atau konsentrasi di area tertentu.
## long lat
## 1 181.62 -20.42
## 2 181.03 -20.62
## 3 184.10 -26.00
## 4 181.66 -17.97
## 5 181.96 -20.42
## 6 184.31 -19.68
Sintaks tersebut bertujuan untuk mengubah dataset quakes menjadi data spasial, sehingga setiap titik gempa dapat dikenali berdasarkan koordinat geografisnya (longitude dan latitude) dan siap untuk dianalisis atau dipetakan secara spasial.
#=== 2. Ubah data quakes menjadi sf object ===
quakes_sf <- st_as_sf(quakes)
#=== 3. Plot sebaran titik gempa ===
ggplot(data = quakes_sf) +
geom_sf(aes(color = mag, size = mag), alpha = 0.6) +
scale_color_viridis_c(option = "plasma", name = "Magnitudo") +
scale_size_continuous(range = c(1,4), name = "Magnitudo") +
labs(title = "Sebaran Titik Gempa di Dataset Quakes",
subtitle = "Ukuran dan warna titik menunjukkan magnitudo gempa",
x = "Longitude", y = "Latitude") +
theme_minimal()
Interpretasi:
Berdasarkan visualisasi sebaran titik gempa pada gambar tersebut, tampak bahwa titik-titik gempa tidak tersebar secara acak atau seragam di seluruh area. Titik-titik gempa justru berkumpul di jalur tertentu, terutama di sekitar koordinat longitude 175–185 dan latitude -20 hingga -35. Pola seperti ini menunjukkan adanya pengelompokan (clustering), yang berarti gempa cenderung terjadi di wilayah-wilayah tertentu.
nni <- function(x, win = c("hull","extent")){
win <- match.arg(win)
W <- if (win=="hull") convexhull.xy(coordinates(x)) else {
e <- as.vector(bbox(x))
as.owin(c(e[1], e[3], e[2], e[4]))
}
p <- as.ppp(coordinates(x), W = W)
A <- area.owin(W)
o <- mean(nndist(p))
e <- 0.5 * sqrt(A / p$n)
se <- 0.26136 * sqrt(A) / p$n
z <- (o - e)/se; p2 <- 2*pnorm(-abs(z))
list(NNI = o/e, z = z, p.value = p2,
expected.mean.distance = e, observed.mean.distance = o)
}
nni(quakes)## Warning: data contain duplicated points
## $NNI
## [1] 0.5470358
##
## $z
## [1] -27.40279
##
## $p.value
## [1] 2.540433e-165
##
## $expected.mean.distance
## [1] 0.2998562
##
## $observed.mean.distance
## [1] 0.1640321
Interpretasi Nilai NNI
Berdasarkan nilai NNI (Nearest Neighbor Index) sebesar 0.547 menunjukkan bahwa:
Pengujian Nearest Neighbor
Hipotesis
Taraf Signifikansi
α = 0.05
Statistik Uji
Diperoleh:
Kriteria Penolakan
Tolak H₀ jika nilai p-value < α = 0.05
Didapat p-value = 2.54 × 10⁻¹⁶⁵ < 0.05, maka H₀ ditolak. Artinya, dengan menggunakan taraf signifikansi sebesar 5%, dapat disimpulkan bahwa sebaran titik gempa tidak acak secara spasial, melainkan bersifat mengelompok (clustered). Nilai Nearest Neighbor Index (NNI) = 0.547 (< 1) menunjukkan bahwa jarak antar titik gempa lebih dekat daripada jarak yang diharapkan jika sebarannya acak. Hal ini menandakan adanya konsentrasi titik-titik gempa pada area tertentu, yang menggambarkan pola pengelompokan aktivitas seismik, kemungkinan di sekitar zona patahan atau subduksi.
Anonim,(2025). Modul Statistika Spasial. Universitas Bengkulu
González, J. A., & Moraga, P. (2023). A review of nonparametric methods for spatial and spatio-temporal point pattern analysis. Spatial Statistics, 55, 100722.
Yin, X., Wang, J., & Zhang, T. (2022). Quadrat-based spatial point pattern analysis for ecological applications: Methods and improvements. Ecological Indicators, 144, 109482.
Soltész, P., Kovács, B., & Tóth, Z. (2024). Advanced nearest neighbor methods for spatial clustering detection in environmental data. Environmental Modelling & Software, 174, 106204.
Song, H., & Zhang, Y. (2024). Integrating spatial point pattern analysis with GIS and R for geospatial data interpretation. Computers, Environment and Urban Systems, 110, 102005.