PENDAHULUAN Analisis Ragam Rancangan Split Plot Deskripsi Soal

Seorang peneliti ingin mengetahui pengaruh empat jenis pupuk organik (Faktor A) terhadap tinggi tanaman jagung (cm) pada umur 45 hari, serta apakah pengaruh pupuk tersebut berbeda antar dua genotipe jagung (Faktor B).

Percobaan disusun menggunakan Rancangan Split Plot dengan ketentuan sebagai berikut:

Faktor A (main plot / petak utama): A1 = Kompos ringan A2 = Kompos + mikroba A3 = Pupuk kandang terkompos A4 = Pupuk organik cair konsentrasi tinggi

Faktor B (subplot / anak petak): B1 = Varietas Lokal B2 = Varietas Hibrida

Ulangan (blok): 3

# Input data
A <- rep(c("A1_KomposRingan","A1_KomposRingan",
"A2_KomposMikroba","A2_KomposMikroba",
"A3_Kandang","A3_Kandang",
"A4_OrganikCair","A4_OrganikCair"), each = 3)


B <- rep(rep(c("Lokal","Hibrida"), each = 3), 4)
K <- rep(1:3, times = 8)


Y <- c(
72,74,73, 75,76,74,
78,80,79, 85,87,86,
83,84,82, 92,93,91,
95,96,97, 110,111,112
)


data <- data.frame(
K = factor(K),
A = factor(A),
B = factor(B),
Y = Y
)


data
##    K                A       B   Y
## 1  1  A1_KomposRingan   Lokal  72
## 2  2  A1_KomposRingan   Lokal  74
## 3  3  A1_KomposRingan   Lokal  73
## 4  1  A1_KomposRingan Hibrida  75
## 5  2  A1_KomposRingan Hibrida  76
## 6  3  A1_KomposRingan Hibrida  74
## 7  1 A2_KomposMikroba   Lokal  78
## 8  2 A2_KomposMikroba   Lokal  80
## 9  3 A2_KomposMikroba   Lokal  79
## 10 1 A2_KomposMikroba Hibrida  85
## 11 2 A2_KomposMikroba Hibrida  87
## 12 3 A2_KomposMikroba Hibrida  86
## 13 1       A3_Kandang   Lokal  83
## 14 2       A3_Kandang   Lokal  84
## 15 3       A3_Kandang   Lokal  82
## 16 1       A3_Kandang Hibrida  92
## 17 2       A3_Kandang Hibrida  93
## 18 3       A3_Kandang Hibrida  91
## 19 1   A4_OrganikCair   Lokal  95
## 20 2   A4_OrganikCair   Lokal  96
## 21 3   A4_OrganikCair   Lokal  97
## 22 1   A4_OrganikCair Hibrida 110
## 23 2   A4_OrganikCair Hibrida 111
## 24 3   A4_OrganikCair Hibrida 112

Model ANOVA Split Plot

model_sp <- aov(Y ~ A * B + Error(K/A), data = data)
summary(model_sp)
## 
## Error: K
##           Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
## Residuals  2   7.75   3.875               
## 
## Error: K:A
##           Df Sum Sq Mean Sq F value   Pr(>F)    
## A          3 2770.1   923.4   764.2 3.89e-08 ***
## Residuals  6    7.2     1.2                     
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## Error: Within
##           Df Sum Sq Mean Sq F value   Pr(>F)    
## B          1  408.4   408.4    3267 9.75e-12 ***
## A:B        3  130.1    43.4     347 8.30e-09 ***
## Residuals  8    1.0     0.1                     
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

Hipotesis

H0(A): Tidak ada pengaruh pupuk terhadap tinggi tanaman H0(B): Tidak ada pengaruh genotipe terhadap tinggi tanaman H0(A×B): Tidak ada interaksi pupuk dan genotipe

Grafik Interaksi A x B Grafik interaksi dibuat dari rataan kombinasi faktor A dan B sebagai visualisasi hasil ANOVA.

mean_AB <- aggregate(Y ~ A + B, data = data, mean)


interaction.plot(
x.factor = mean_AB$A,
trace.factor = mean_AB$B,
response = mean_AB$Y,
type = "b",
pch = 19,
xlab = "Jenis Pupuk (A)",
ylab = "Rataan Tinggi Tanaman (cm)",
trace.label = "Genotipe (B)"
)

Interpretasi grafik: Garis antar genotipe tidak sejajar, menunjukkan adanya interaksi antara jenis pupuk dan genotipe.

Uji Lanjut (Tukey HSD)

model_A <- aov(Y ~ A, data = data)
tukey_A <- HSD.test(model_A, "A", group = TRUE)
tukey_A$groups
##                      Y groups
## A4_OrganikCair   103.5      a
## A3_Kandang        87.5      b
## A2_KomposMikroba  82.5     bc
## A1_KomposRingan   74.0      c
hasil_A <- data %>%
group_by(A) %>%
summarise(Mean = mean(Y), SD = sd(Y)) %>%
left_join(
tukey_A$groups %>% tibble::rownames_to_column("A"),
by = "A"
)


hasil_A
## # A tibble: 4 × 5
##   A                 Mean    SD     Y groups
##   <chr>            <dbl> <dbl> <dbl> <chr> 
## 1 A1_KomposRingan   74    1.41  74   c     
## 2 A2_KomposMikroba  82.5  3.94  82.5 bc    
## 3 A3_Kandang        87.5  5.01  87.5 b     
## 4 A4_OrganikCair   104.   8.26 104.  a

Uji Lanjut Faktor B

model_B <- aov(Y ~ B, data = data)
tukey_B <- HSD.test(model_B, "B", group = TRUE)
tukey_B$groups
##             Y groups
## Hibrida 91.00      a
## Lokal   82.75      a
hasil_B <- data %>%
group_by(B) %>%
summarise(Mean = mean(Y), SD = sd(Y)) %>%
left_join(
tukey_B$groups %>% tibble::rownames_to_column("B"),
by = "B"
)


hasil_B
## # A tibble: 2 × 5
##   B        Mean    SD     Y groups
##   <chr>   <dbl> <dbl> <dbl> <chr> 
## 1 Hibrida  91   13.7   91   a     
## 2 Lokal    82.8  8.85  82.8 a

Uji Lanjut Interaksi A x B Karena interaksi A x B signifikan, dilakukan uji lanjut pad akombinasi perlakuan.

data$AB <- interaction(data$A, data$B)

model_AB <- aov(Y ~ AB, data = data)
tukey_AB <- HSD.test(model_AB, "AB", group = TRUE)
tukey_AB$groups
##                            Y groups
## A4_OrganikCair.Hibrida   111      a
## A4_OrganikCair.Lokal      96      b
## A3_Kandang.Hibrida        92      c
## A2_KomposMikroba.Hibrida  86      d
## A3_Kandang.Lokal          83      e
## A2_KomposMikroba.Lokal    79      f
## A1_KomposRingan.Hibrida   75      g
## A1_KomposRingan.Lokal     73      g
hasil_AB <- data %>%
  mutate(AB = interaction(A, B)) %>%
  group_by(AB) %>%
  summarise(
    Mean = mean(Y),
    SD   = sd(Y),
    .groups = "drop"
  ) %>%
  left_join(
    tukey_AB$groups %>% tibble::rownames_to_column("AB"),
    by = "AB"
  )


hasil_AB
## # A tibble: 8 × 5
##   AB                        Mean    SD     Y groups
##   <chr>                    <dbl> <dbl> <dbl> <chr> 
## 1 A1_KomposRingan.Hibrida     75     1    75 g     
## 2 A2_KomposMikroba.Hibrida    86     1    86 d     
## 3 A3_Kandang.Hibrida          92     1    92 c     
## 4 A4_OrganikCair.Hibrida     111     1   111 a     
## 5 A1_KomposRingan.Lokal       73     1    73 g     
## 6 A2_KomposMikroba.Lokal      79     1    79 f     
## 7 A3_Kandang.Lokal            83     1    83 e     
## 8 A4_OrganikCair.Lokal        96     1    96 b

Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis ragam menggunakan rancangan split plot, dapat disimpulkan bahwa jenis pupuk organik memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman jagung pada umur 45 hari. Genotipe jagung juga menunjukkan perbedaan respons terhadap pertumbuhan tanaman, meskipun berdasarkan uji lanjut perbedaannya tidak signifikan secara statistik. Selain itu, terdapat interaksi nyata antara jenis pupuk dan genotipe, yang mengindikasikan bahwa efektivitas pupuk organik dalam meningkatkan tinggi tanaman jagung bergantung pada genotipe yang digunakan. Hasil uji lanjut Tukey HSD menunjukkan bahwa kombinasi pupuk organik cair dengan konsentrasi tinggi dan varietas hibrida menghasilkan tinggi tanaman tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan kombinasi perlakuan lainnya. Dengan demikian, penggunaan pupuk organik cair konsentrasi tinggi pada varietas hibrida merupakan perlakuan terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman jagung pada kondisi percobaan ini.