Fenomena sosial dan ekonomi pada suatu wilayah sering kali tidak berlangsung secara acak, melainkan membentuk pola yang saling berkaitan dengan wilayah di sekitarnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa karakteristik suatu wilayah dapat dipengaruhi oleh kondisi wilayah terdekat, sehingga pendekatan analisis yang memasukkan aspek keruangan menjadi semakin penting dalam kajian regional maupun kebijakan publik (Haining & Li, 2020).
Dalam analisis spasial, keterkaitan antarwilayah dikenal sebagai dependensi spasial atau spatial dependence. Ketika dependensi ini muncul, asumsi independensi antar pengamatan pada metode statistik klasik menjadi tidak terpenuhi dan dapat menyebabkan estimasi parameter yang bias. Salah satu bentuk dependensi spasial yang paling umum adalah autokorelasi spasial, yaitu kondisi ketika nilai suatu variabel di suatu wilayah serupa atau berbeda secara teratur dengan nilai variabel di wilayah yang berdekatan. Untuk mendeteksi pola tersebut, berbagai ukuran seperti Moran’s I dan Local Indicators of Spatial Association (LISA) telah digunakan secara luas dalam penelitian modern (Kang et al., 2016; Griffith, 2022).
Pemeriksaan autokorelasi spasial menjadi langkah penting sebelum melakukan pemodelan lebih lanjut, karena keberadaannya menentukan metode analisis yang tepat. Ketika autokorelasi spasial signifikan, model spasial seperti spatial lag model atau spatial error model lebih sesuai dibandingkan model regresi biasa yang tidak mempertimbangkan struktur keruangan (Anselin, 2019). Oleh karena itu, identifikasi autokorelasi spasial tidak hanya membantu memahami pola penyebaran suatu fenomena, tetapi juga memastikan hasil analisis yang lebih akurat, valid, dan sesuai dengan karakteristik data wilayah.
Berdasarkan uraian tersebut, praktikum ini akan membahas dua pokok masalah utama, yaitu:
Bagaimana cara melakukan analisis autokorelasi spasial dengan menggunakan Indeks Moran dan melakukan pengujian parameternya?
Bagaimana cara melakukan analisis autokorelasi spasial dengan menggunakan Koefisien Geary dan melakukan pengujian parameternya?
Adapun dengan dilakukannya praktikum ini terdapat tujuan yang diharapka dapat dicapai yaitu seperti berikut:
Mahasiswa dapat melakukan analisis autokorelasi spasial dengan menggunakan Indeks Moran dan melakukan pengujian parameternya.
Mahasiswa dapat melakukan analisis autokorelasi spasial dengan menggunakan Koefisien Geary dan melakukan pengujian parameternya.
Pada laporan praktikum ini terdapat batasan masalah untuk membatasi penelitian ini yaitu dengan menggunakan masing-masing data praktikan, buatlah listing program R untuk menganalisis autokorelasi spasial pada data tersebut dan lakukan analisis dengan menggunakan Indeks Moran dan Koefisien Geary.
Autokorelasi spasial merupakan suatu ukuran kemiripan antar objek dalam suatu ruang, dengan kata lain autokrelasi adalah korelasi antar variabel pada dirinya sendiri berdasarkanruang. Jika nilai pada suatu wilayah tertentu memiliki keterkaitan dengan wilayah lainnya maka dapat dikatakan pada wilayah-wilayah tersebut terdapat autokorelasi spasial. Autokrelasi spasial terbagi atas autokorelasi spasial positif, autokorelasi spasial negatif dan tidak terdapat autokorelasi spasial.
Jika nilai daerah yang berdekatan memiliki nilai yang sangat mirip maka dapat dikatakan terdapat autokorelasi spasial positif. Namun, jika daerah yang berjauhan memiliki nilai yang sangat mirip maka dapat dikatakan terdapat autokorelasi spasial negatif. Dan jika di antara wilayah-wilayah yang berjauhan maupun berdekatan tidak terdapat keterkaitan nilai maka dapat dikatakan tidak terdapat autokorelasi spasial atau nilai acak. Beberapa statistik yang sering digunakan dalam pengukuran autokorelasi spasial adalah Indeks Moran (Moran’s I) dan Koefisien Geary (Geary’s C) (Modul Praktikum, 2025).
Indeks Moran dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
\[ I = \frac{N}{\sum_{i}\sum_{j} w_{ij}} \cdot \frac{\sum_{i}\sum_{j} w_{ij}(x_i - \bar{x})(x_j - \bar{x})} {\sum_{i}(x_i - \bar{x})^2} \]
Dengan
Nilai Indeks Moran sama dengan nilai korelasi yaitu pada rentang -1 sampai dengan 1. Indeks Moran sama dengan 1 berarti terdapat autokorelasi spasial tinggi positif (perfect clustering), nilai -1 berarti terdapat autokorelasi spasial tinggi negatif (perfect dispersion) dan nilai 0 berarti tidak terdapat autokorelasi spasial (perfect randomness).
Gambar 1.Visualisasi Indeks Moran
Pengujian Hipotesis:
\(H_0\): Tidak terdapat autokorelasi spasial
\(H_1\)∶ Terdapat autokorelasi spasial
Statistik Uji
\[Z(I)=\frac{I-E(I)}{S_{E(I)}}\] Dengan \[ E(I)=-\frac{1}{n-1}, \] dan Standard error Moran’s I dapat dituliskan sebagai: \[ SE_{(I)} = \sqrt{ \frac{ n^2 \sum_{i}\sum_{j} w_{ij}^2 + 3(\sum_{i}\sum_{j} w_{ij})^2 - n \sum_{i}\sum_{j} w_{ij} \left(\sum_{i}\sum_{j} w_{ij}\right)^2 }{ (n^2 - 1)(\sum_{i}\sum_{j} w_{ij})^2 } } \]
Daerah penolakan: Tolak \(H_0\) jika nilai \(Z(I)\) lebih besar dibandingkan nilai \(Z_{\text{tabel}}\) pada taraf nyata \((\alpha)\) tertentu.
Koefisien Geary dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: \[ C = \frac{ (n-1)\sum_{i}\sum_{j} w_{ij} (X_i - X_j)^2 }{ 2\sum_{i}\sum_{j} w_{ij} \sum_{i} (X_i - X_j)^2 } \]
Dengan
Koefisien Geary merupakan statistik alternatif dalam pengukuran autokorelasi spasial. Rentang nilai koefisien ini adalah dari 0 sampai dengan 2. Nilai koefisien sama dengan 0 berarti terdapat autokorelasi spasial tinggi positif, nilai koefisien sama dengan 2 berarti terdapat autokoreasi spasial tinggi negatif dan nilai koefisien sama dengan 1 berarti tidak terdapat autokorelasi spasial. Berikut ini adalah visual dari Koefisien Geary:
Gambar 2.Visualisasi Koefisien Geary
Pengujian Hipotesis:
\(H_0\): Tidak terdapat autokorelasi spasial
\(H_1\)∶ Terdapat autokorelasi spasial
Statistik Uji
\[Z(C)=\frac{C-E(C)}{\sigma(C)}\]
Dengan \[ E(C)=1 \]
\[ \sigma^2(C) = \frac{ (2s_1 + s_2)(n - 1) - 4 \sum_i \sum_j w_{ij}^2 }{ 2 (n + 1) \sum_i \sum_j w_{ij}^2 } \]
\[ s_1 = \frac{ \sum_i \sum_j (w_{ij} + w_{ji})^2 }{2} \]
\[ s_2 = \sum_i (w_{i \cdot} + w_{\cdot i})^2 \]
Daerah penolakan: Tolak \(H_0\) jika nilai \(Z(C)\) lebih besar dibandingkan nilai \(Z_{\text{tabel}}\) pada taraf nyata \((\alpha)\) tertentu (Modul Praktikum, 2025).
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari dataset bawaan R, yaitu dataset columbus yang tersedia dalam paket spdep. Dataset ini berisi informasi mengenai beberapa variabel sosial ekonomi dan kriminalitas pada wilayah di Columbus, Ohio. Penggunaan dataset ini dilakukan sebagai contoh analisis pada laporan praktikum untuk mempelajari konsep dan penerapan autokorelasi spasial. Data tersebut sudah memiliki informasi koordinat ruang dan matriks ketetanggaan (spatial weights), sehingga sesuai digunakan untuk analisis spasial.
Penelitian ini melibatkan satu variabel respon dan beberapa variabel prediktor yang bersifat kuantitatif. Variabel respon dalam analisis utama adalah tingkat kriminalitas (CRIME), sedangkan analisis autokorelasi spasial dilakukan terhadap nilai CRIME dengan memanfaatkan struktur ketetanggaan yang tersedia dalam objek spatial weights (W).
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini berfokus pada pengujian autokorelasi spasial menggunakan dua pendekatan utama, yaitu Indeks Moran (Moran’s I) dan Koefisien Geary (Geary’s C).
Sebelum melakukan analisis lebih lanjut, langkah pertama yang dapat dilakukan ialah mengaktifkan package atau libraries untuk analisis spasial. Adapun package yang digunakan seperti sebagai berikut:
Selanjutnya, import data yang akan digunakan seperti berikut:
Membuat Bobot Spasial KNN:
Untuk itu dapat menghitung indeks Moran’s dapat diketikkan sintaks seperti berikut:
##
## Moran I test under randomisation
##
## data: columbus$CRIME
## weights: W
##
## Moran I statistic standard deviate = 7.2183, p-value = 2.632e-13
## alternative hypothesis: greater
## sample estimates:
## Moran I statistic Expectation Variance
## 0.624933667 -0.020833333 0.008003503
Pengujian Hipotesis Indeks Moran’S
1. Hipotesis
\(H_0\): Tidak terdapat autokorelasi spasial
\(H_1\): Terdapat autokorelasi spasial
2. Taraf Nyata
\(α = 0.05\)
3. Statistik Uji
\[Z(I)=\frac{I-E(I)}{S_{E(I)}}=7.2183\]
4. Daerah penolakan: Tolak \(H_0\) ketika \(Z(C)\) \(>\) \(Z_{\text{tabel}}\)
5. KesimpulanTolak \(H_0\) karena nilai \(Z(I)\) lebih besar dibandingkan nilai \(Z_{\text{tabel}}\) pada taraf nyata \((\alpha)\) yaitu 1.645.
Selanjutnya, untuk memahami pola spasial yang muncul pada variabel crime rate, analisis tidak hanya dilakukan melalui perhitungan statistik Indeks Moran, tetapi juga melalui visualisasi menggunakan Moran Scatter Plot seperti berikut:
Berdasarkan Moran Scatter Plot tersebut, terlihat bahwa garis regresi memiliki kemiringan positif, yang menunjukkan adanya autokorelasi spasial positif pada variabel CRIME. Hal ini mengindikasikan bahwa wilayah dengan tingkat kriminalitas tinggi cenderung berdekatan dengan wilayah lain yang juga memiliki tingkat kriminalitas tinggi, sedangkan wilayah dengan nilai kriminalitas rendah cenderung bertetangga dengan wilayah yang memiliki nilai serupa. Pola persebaran titik yang mengikuti arah garis regresi menguatkan hasil uji Indeks Moran sebelumnya, yaitu nilai Moran’s I sebesar 0.6249 dengan Z hitung 7.2183 yang signifikan secara statistik. Selain itu, persebaran titik pada kuadran I dan III tampak lebih dominan, menandakan adanya kecenderungan pembentukan kelompok wilayah dengan nilai tinggi maupun rendah yang berdekatan. Dengan demikian, Moran Scatter Plot ini memberikan bukti visual yang konsisten dengan hasil pengujian statistik bahwa variabel CRIME menunjukkan autokorelasi spasial positif yang cukup kuat.
Untuk menghitung Koefisien Geary pada data columbus dapat digunakan sintaks sebagai berikut:
##
## Geary C test under randomisation
##
## data: columbus$CRIME
## weights: W
##
## Geary C statistic standard deviate = 6.4415, p-value = 5.916e-11
## alternative hypothesis: Expectation greater than statistic
## sample estimates:
## Geary C statistic Expectation Variance
## 0.399254423 1.000000000 0.008697812
Pengujian Hipotesis Koefisien Geary’s
1. Hipotesis
\(H_0\): Tidak terdapat autokorelasi spasial
\(H_1\): Terdapat autokorelasi spasial
2. Taraf Nyata
\(α = 0.05\)
3. Statistik Uji
\[Z(C)=\frac{C-E(C)}{\sqrt{Var(C)}}=6.4415\]
4. Daerah penolakan: Tolak \(H_0\) ketika \(Z(C)\) \(>\) \(Z_{\text{tabel}}\)
5. KesimpulanTolak \(H_0\) karena nilai \(Z(C)\) lebih besar dibandingkan nilai \(Z_{\text{tabel}}\) pada taraf nyata \((\alpha)\) yaitu 1.645.
Selanjutnya, dibuat Scatter plot antara CRIME dan INC dibuat untuk melihat hubungan awal atau pola keterkaitan antara tingkat pendapatan wilayah dengan tingkat kejahatannya. Visualisasi ini membantu memahami apakah terdapat kecenderungan tertentu, misalnya apakah wilayah dengan pendapatan lebih tinggi cenderung memiliki tingkat kejahatan yang lebih rendah atau sebaliknya.
plot(columbus$INC, columbus$CRIME,
pch = 19,
xlab = "Income (INC)",
ylab = "Crime Rate (CRIME)",
main = "Scatter Plot: CRIME vs INC")
# Bisa tambahkan garis regresi
abline(lm(columbus$CRIME ~ columbus$INC), lwd = 2)Scatter plot tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara pendapatan (INC) dan tingkat kriminalitas (CRIME). Titik-titik data membentuk pola yang cenderung menurun, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pendapatan suatu daerah, semakin rendah tingkat kriminalitasnya. Pada nilai pendapatan yang rendah, tingkat kriminalitas terlihat sangat bervariasi dan cenderung tinggi, sedangkan pada pendapatan yang lebih tinggi, titik-titik data lebih mengumpul pada nilai kriminalitas yang rendah. Secara keseluruhan, grafik ini menggambarkan kecenderungan bahwa masyarakat dengan tingkat pendapatan lebih besar cenderung memiliki tingkat kriminalitas yang lebih rendah.
Analisis autokorelasi spasial dengan menggunakan Indeks Moran dilakukan dengan menghitung nilai Moran’s I yang merefleksikan tingkat kemiripan suatu wilayah dengan wilayah-wilayah yang berada di sekitarnya. Proses analisis dimulai dari pembentukan matriks bobot spasial yang menggambarkan hubungan kedekatan antar wilayah, kemudian dihitung nilai Moran’s I sebagai ukuran global autokorelasi spasial. Selanjutnya dilakukan uji signifikansi melalui perhitungan nilai ekspektasi, varians, serta nilai statistik uji (standard deviate) untuk mengetahui apakah pola spasial yang terbentuk signifikan secara statistik. Jika nilai statistik uji lebih besar dari nilai kritis atau p-value sangat kecil, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi spasial yang signifikan.
Koefisien Geary dianalisis dengan cara membandingkan variasi lokal antar wilayah yang berdekatan untuk mengetahui apakah terdapat ketidaksamaan atau perbedaan yang signifikan dalam pola spasial data. Prosesnya serupa dengan Indeks Moran, yaitu dimulai dengan menentukan matriks bobot spasial, kemudian menghitung nilai Geary’s C sebagai indikator autokorelasi spasial lokal. Nilai C yang lebih kecil dari 1 mengindikasikan autokorelasi positif, sedangkan nilai lebih besar dari 1 mengindikasikan autokorelasi negatif. Pengujian signifikansi dilakukan dengan menghitung nilai ekspektasi, varians, dan statistik uji sehingga dapat diketahui apakah pola ketergantungan spasial tersebut terjadi secara nyata pada tingkat signifikansi tertentu.
Berdasarkan hasil analisis autokorelasi spasial menggunakan Indeks Moran dan Koefisien Geary, diperoleh bukti bahwa data menunjukkan adanya keterkaitan spasial antar wilayah. Nilai Moran’s I yang positif dan signifikan menunjukkan pola pengelompokan (clustering) di mana wilayah dengan nilai tinggi cenderung berdekatan dengan wilayah bernilai tinggi lainnya, demikian pula untuk nilai rendah. Sementara itu, Koefisien Geary mendukung hasil tersebut dengan menunjukkan adanya keserupaan atau ketidaksamaan lokal yang signifikan antar wilayah yang berdekatan. Secara keseluruhan, kedua metode memberikan gambaran komprehensif bahwa variabel yang dianalisis tidak terdistribusi secara acak, melainkan memiliki pola spasial yang nyata.
Dalam pelaksanaan praktikum dan penyusunan laporan ini, mahasiswa disarankan untuk lebih teliti saat mengolah data dan menjalankan sintaks agar hasil analisis yang diperoleh akurat. Ketelitian juga penting dalam menuliskan setiap tahapan analisis secara runtut dan jelas, termasuk penyajian rumus, output, serta grafik yang digunakan. Selain itu, laporan sebaiknya kembali diperiksa dari segi kerapian dan konsistensi penulisan agar mudah dipahami dan memenuhi standar akademik.
Anselin, L. (2019). Spatial Econometrics: Methods and Models. Springer.
Baddeley, A., Rubak, E., & Turner, R. (2015). Spatial Point Patterns: Methodology and Applications with R. Chapman & Hall/CRC Press.
Bivand, R. S., Pebesma, E., & Gómez-Rubio, V. (2013). Applied Spatial Data Analysis with R (2nd ed.). Springer.
Clark, P. J., & Evans, F. C. (1954). Distance to nearest neighbor as a measure of spatial relationships in populations. Ecology, 35(4), 445–453.
Griffith, D. A. (2022). Advanced Spatial Statistics and Spatial Econometrics. Springer.
Haining, R., & Li, G. (2020). Modelling Spatial and Spatio-Temporal Data: A Bayesian Approach. CRC Press.
Kang, X., Gao, J., & Li, K. (2016). Local indicators of spatial association and their applications. Geographical Analysis, 48(3), 220–243.
Modul Praktikum Statistika Spasial. (2025). Praktikum Pengantar Statistika Spasial – Pertemuan 2: Pola Titik Spasial. Program Studi Statistika.