ABSTRAK

Gempa bumi merupakan fenomena alam yang terjadi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba di dalam bumi dan ditandai oleh getaran yang menjalar ke berbagai arah. Magnitudo dan kedalaman merupakan dua parameter utama yang menggambarkan karakteristik dasar peristiwa gempa bumi serta berperan penting dalam memahami dinamika tektonik dan potensi dampaknya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara magnitudo dan kedalaman gempa bumi yang terjadi di dekat Kepulauan Fiji pada tahun 1964. Analisis dilakukan dengan menerapkan uji asumsi secara formal maupun nonformal serta penghitungan koefisien korelasi Spearman menggunakan perangkat lunak RStudio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat signifikansi 0,05, terdapat hubungan yang signifikan antara magnitudo dan kedalaman dengan nilai \(p-value < 0,05\), sehingga hipotesis nol ditolak. Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar –0,2666 mengindikasikan hubungan negatif dengan kekuatan yang lemah, yang berarti semakin besar kedalaman gempa cenderung diikuti oleh magnitudo yang lebih kecil, namun keterkaitan tersebut tidak kuat.

Kata Kunci: gempa bumi, magnitudo, kedalaman, korelasi Spearman, Kepulauan Fiji.

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul “Analisis Korelasi Antara Kedalaman dan Magnitudo pada Gempa Bumi yang Terjadi di dekat Kepulauan Fiji tahun 1964”.

Penulis menyadari bahwa tugas ini tidak mungkin terselesaikan tanpa adanya dukungan, bantuan, bimbingan, dan nasehat dari berbagai pihak selama proses penyusunan tugas ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya kepada:

  1. Bapak Agung Satrio Wicaksono, S.Si, M.Si., selaku dosen pengampu Mata Kuliah Pengantar Data Sains.
  2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah dengan tulus ikhlas memberikan doa dan motivasi sehingga dapat terselesaikannya tugas ini.

Dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, karena itu segala kritik dan saran yang membangun akan menyempurnakan penulisan tugas ini serta bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Cilegon, 29 November 2025

Penulis,

Alya Nur Azizah

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gempa bumi merupakan bencana alam yang datangnya secara tiba-tiba dan dalam waktu yang relatif singkat menghancurkan semua yang ada di muka bumi ini baik harta, benda maupun manusia. Menurut Lutgens (1982) gempa bumi adalah getaran bumi yang dihasilkan oleh percepatan energi yang dilepaskan, energi ini menyebar ke segala arah dari pusat sumbernya.

Gempa bumi dapat diukur menggunakan magnitudo, yang mengukur energi yang dilepaskan oleh gempa, atau intensitas, yang mengukur efeknya di permukaan berdasarkan kerusakan dan apa yang dirasakan. Magnitudo diukur dengan alat seperti seismograf yang mencatat gelombang seismik, sedangkan intensitas, seperti Skala Mercalli Dimodifikasi, ditentukan dari kerusakan dan pengalaman di lokasi tertentu.

Magnitudo dan kedalaman adalah dua fitur dasar gempa bumi yang penting untuk memahami lempeng tektonik serta bahaya gempa bumi. Umumnya, semakin dangkal gempa bumi dan semakin besar magnitudonya, semakin besar potensi kerusakannya.Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya kerusakan yang terjadi adalah:

  • besarnya (magnitudo) gempa bumi,
  • jarak dari episentrum,
  • kedalaman gempa bumi,
  • desain bangunan (atau struktur lainnya),
  • dan jenis material permukaan (batu atau tanah) tempat bangunan itu berada.

Studi karakteristik gempa bumi disebut studi seismitas yang meliputi: kekuatan gempa yaitu besaran energi yang dikeluarkan saat kejadian gempa bumi yang biasanya disebutkan dengan besaran Magnitude, lokasi pusat gempa bumi yaitu tempat terjadinya gempa bumi yang biasanya divisualisasikan dalam bentuk koordinat geografis dan disertai dengan kedalaman dari sumber gempa bumi yang terjadi tersebut, dan lain sebagainya.

Faktor utama terjadinya gempa bumi diantaranya magnitudo dan kedalamannya saat terjadi gempa bumi. Masing-masing faktor tersebut tentu berpengaruh terhadap gempa bumi yang terjadi. Namun, sampai saat ini kita belum mengetahui apakah kedua faktor tersebut saling berhubungan sehingga mempengaruhi besar gempa bumi atau tidak.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka pokok permasalahan adalah bagaimana menganalisis hubungan antara kedalaman dan magnitudo pada gempa bumi yang terjadi di dekat Kepulauan Fiji tahun 1964.

1.3 Batasan Masalah

Dalam penulisan artikel ini, penulis memberikan batasan masalah dengan mefokuskan pada analisis korelasi antara kedalaman dan magnitudo pada gempa bumi yang terjadi di dekat Kepualauan Fiji tahun 1964. Analisis ini meliputi uji asumsi baik secara formal maupun non formal, analisis korelasi menggunakan syntax yang tersedia di RStudio, dan interpretasi dari hasil analisis yang telah dilakukan.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui asumsi-asumsi yang akan digunakan sebelum pengujian korelasi.
  2. Untuk mengetahui apakah di antara dua variabel yang diuji terdapat hubungan atau tidak.
  3. Untuk mengetahui arah hubungan dan seberapa besar hubungan kedua variabel yang diuji.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian korelasi dapat memberikan banyak manfaat, khususnya bagi para peneliti, sebagai berikut:

  1. Penelitian korelasi akan berfokus dengan dengan sejumlah variabel dengan konsekuensi yang praktis si kehidupan secara nyata.
  2. Dapat mengidentifikasi hubungan yang tidak terlibat maupun tidak diketahui.
  3. Sebagai langkah awal selama proses penelitian yang mendalam, analisis korelasi dapat memberikan hipotesis yang akan diuji selanjutnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Analisis Korelasi

Analisis korelasi yaitu suatu teknik analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antarvariabel. Korelasi digunakan untuk mengukur seberapa besar hubungan antara dua variabel atau lebih. Pada dasarnya, analisis korelasi digunakan untuk menemukan pola dalam kumpulan data. Hasil korelasi positif berarti kedua variabel meningkat relatif satu sama lain, sementara korelasi negatif berarti ketika satu variabel menurun, variabel lainnya meningkat.

2.2 Teknik Perhitungan Koefisien Korelasi

Pengujian pada korelasi ada beberapa teknik yang biasa dilakukan oleh peneliti, ada parametrik dan non-parametrik. Biasanya ada tiga cara berbeda untuk memeringkat korelasi statistik menurut Spearman, Kendall, dan Pearson. Setiap koefisien akan mewakili hasil akhir sebagai r. Peringkat Spearman dan Koefisien Pearson adalah dua rumus analitis yang paling banyak digunakan, tergantung pada jenis data yang dimiliki peneliti. Berikut pengertian dari teknik-teknik korelasi yang ada:

2.2.1 Korelasi Pearson (Product Moment Pearson)

Untuk menghitung koefisen korelasi, digunakan rumus dari Karl Pearson. Teknik ini dapat digunakan jika variabel-variabel yang akan dicari korelasinya memiliki skala pengukuran interval. Untuk mencari koefisien korelasi pada regresi linier menggunakan rumus: \[\begin{equation} r_{xy}=\frac{\left(n\sum x y-\left(\sum x\right)\left(\sum y\right)\right)}{\sqrt{\left(\left[n\sum x^2-\left(\sum x\right)^2\right]\left[n\sum y^2-\left(\sum y\right)^2\right]\right)}} \end{equation}\] Dimana:

  • \(r_{xy}\) = koefisien korelasi Pearson r antara x dan y
  • \(n\) = jumlah observasi
  • \(x_i\) = nilai x (untuk observasi ke-i)
  • \(y_i\) = nilai y (untuk observasi ke-i)

Koefisien Pearson ini termasuk uji parametrik di mana data harus ditangani dalam kaitannya dengan parameter populasi atau distribusi probabilitas. Biasanya digunakan dengan data kuantitatif yang sudah ditentukan dalam parameter tersebut.

Untuk korelasi Pearson r, kedua variabel harus terdistribusi normal, karena distribusi normal menunjukkan kurva berbentuk lonceng. Selain itu, asumsi kunci lainnya mencakup linearitas dan homoskedastisitas. Linearitas mengasumsikan hubungan garis lurus antara kedua variabel, sementara homoskedastisitas mengasumsikan bahwa data terdistribusi secara merata di sekitar garis regresi.

2.2.2 Korelasi Spearman (Rank Spearman)

Jika pengamatan variabel bebas dan variabel terikat berbentuk skala ordinal, maka derajat korelasi dicari dengan koefisien korelasi spearman. Rumus koefisien korelasi Spearman adalah sebagai berikut: \[\begin{equation} \rho = 1 - \frac{6\sum d_i^2}{n^3 - n} \end{equation}\] Dimana:

  • \(\rho\) = korelasi peringkat Spearman
  • \(d_i\) = perbedaan anatara peringkat variabel yang sesuai
  • \(n\) = jumlah observasi

Korelasi Peringkat Spearman termasuk uji nonparametrik, di mana tidak ada asumsi yang dapat dibuat tentang distribusi probabilitas. Biasanya digunakan dengan data kualitatif, tetapi dapat digunakan dengan data kuantitatif jika Peringkat Spearman terbukti tidak memadai.

Asumsi korelasi Spearman adalah bahwa data harus setidaknya ordinal dan skor pada satu variabel harus berhubungan secara monoton dengan variabel lainnya.

2.2.3 Korelasi Tau-Kendall (Kendall Rank Correlation)

Korelasi Tau-Kendall adalah uji non-parametrik yang mengukur kekuatan ketergantungan antara dua variabel. JIka kita memepertimbangkan dua sampel a dan b, dengan ukuran masing masing sampel \(n\), kita tahu bahwa jumlah total pasangan ab adalah \(n(n-1)/2\). Rumus berikut digunakan untuk menghitung nilai korelasi Tau-Kendall: \[\begin{equation} \tau = \frac{n_c - n_d}{\tfrac{1}{2}n(n-1)} \end{equation}\] Dimana:

  • \(\tau\) = koefisien korelasi Tau-Kendall
  • \(n_c\) = jumlah yang sesuai ()
  • \(n_d\) = jumlah yang tidak sesuai ()

2.3 Interpretasi Hasil Analisis Korelasi

Memahami hasil dari analisis korelasi sangat penting untuk mendapatkan wawasan yang tepat tentang hubungan antara dua variabel. Anda perlu memahami nilai koefisien korelasi dan bagaimana menginterpretasikannya dalam konteks data Anda.

Koefisien korelasi adalah angka yang menunjukkan kekuatan dan arah hubungan antara dua variabel. Nilai ini berkisar antara -1 hingga 1. Berikut adalah cara untuk memahami nilai koefisien korelasi:

Nilai \(r\) Keterangan
0 Tidak ada hubungan linear yang signifikan
1 Hubungan positif yang sempurna
-1 Hubungan negatif yang sempurna

Mengenai arah hubungan: Di satu sisi, korelasi negatif menyiratkan bahwa kedua variabel yang dipertimbangkan bervariasi dalam arah yang berlawanan , yaitu, jika satu variabel meningkat, variabel lainnya menurun, dan sebaliknya. Di sisi lain, korelasi positif menyiratkan bahwa kedua variabel yang dipertimbangkan bervariasi dalam arah yang sama , yaitu, jika satu variabel meningkat, variabel lainnya meningkat, dan jika satu variabel menurun, variabel lainnya juga menurun.

Mengenai kekuatan hubungan: Semakin ekstrem koefisien korelasinya (semakin mendekati -1 atau 1), semakin kuat hubungannya . Ini juga berarti bahwa korelasi yang mendekati 0 menunjukkan bahwa kedua variabel bersifat independen, artinya, ketika satu variabel meningkat, tidak ada kecenderungan variabel lainnya untuk menurun atau meningkat.

Penting untuk diingat bahwa korelasi tidak menunjukkan kausalitas. Hanya karena dua variabel memiliki hubungan korelasi, tidak berarti bahwa satu variabel menyebabkan perubahan pada variabel lainnya.

Biasanya, cara terbaik untuk mendapatkan interpretasi umum tetapi lebih langsung dari hasil sekumpulan data adalah dengan memvisualisasikannya pada grafik sebar seperti ini:

  1. Korelasi Positif

    Skor antara +0,5 hingga +1 menunjukkan korelasi positif yang sangat kuat, yang berarti keduanya meningkat secara bersamaan. Garis yang paling sesuai, atau garis tren, adalah tempat yang paling tepat untuk merepresentasikan data pada grafik. Dalam hal ini, garis tren mengikuti titik-titik data ke atas untuk menunjukkan korelasi positif.  

  2. Korelasi Negatif

    Skor dari -0,5 hingga -1 menunjukkan korelasi negatif yang kuat, yang berarti bahwa ketika satu variabel meningkat, variabel lainnya menurun secara proporsional. Garis yang paling sesuai dapat dilihat di sini untuk menunjukkan korelasi negatif. Dalam kasus ini, garis akan miring ke bawah dari titik asal

  3. Tidak Ada Korelasi

    Sederhananya, skor 0 menunjukkan bahwa tidak ada korelasi, atau hubungan, antara kedua variabel. Semakin besar ukuran sampel, semakin akurat hasilnya. Apa pun rumus yang digunakan, fakta ini akan berlaku untuk semuanya. Semakin banyak data yang dimasukkan ke dalam rumus, semakin akurat hasil akhirnya.

Outlier atau anomali harus diperhitungkan dalam menghitung koefisien korelasi. Menggunakan grafik sebar adalah cara termudah untuk mengidentifikasi anomali yang mungkin terjadi, dan menjalankan analisis korelasi dua kali (dengan dan tanpa anomali) merupakan cara yang baik untuk menilai kekuatan pengaruh anomali terhadap analisis. Jika terdapat anomali, Koefisien Rank Spearman dapat digunakan sebagai pengganti Koefisien Pearson, karena rumus ini sangat tangguh terhadap anomali berkat sistem peringkat yang digunakan.

BAB III METODE PENELITIAN

Salah satu kumpulan data bencana gempa bumi yaitu quakes yang berasal dari Dr. John Woodhouse dari Departemen Geofisika Universitas Harvard dan merupakan proyek Harvard PRIM-H mencatat lokasi 1000 kejadian gempa bumi di lepas pantai Fiji.

Dengan menggunakan dataset ini kita akan mengetahui apakah terdapat hubungan antara magnitudo (mag) dengan kedalaman (depht) gempa bumi. Berikut ini merupakan ringkasan (summary) dari dataset quakes.

summary(quakes)
##       lat              long           depth            mag      
##  Min.   :-38.59   Min.   :165.7   Min.   : 40.0   Min.   :4.00  
##  1st Qu.:-23.47   1st Qu.:179.6   1st Qu.: 99.0   1st Qu.:4.30  
##  Median :-20.30   Median :181.4   Median :247.0   Median :4.60  
##  Mean   :-20.64   Mean   :179.5   Mean   :311.4   Mean   :4.62  
##  3rd Qu.:-17.64   3rd Qu.:183.2   3rd Qu.:543.0   3rd Qu.:4.90  
##  Max.   :-10.72   Max.   :188.1   Max.   :680.0   Max.   :6.40  
##     stations     
##  Min.   : 10.00  
##  1st Qu.: 18.00  
##  Median : 27.00  
##  Mean   : 33.42  
##  3rd Qu.: 42.00  
##  Max.   :132.00
head(quakes)

Karena fokus penelitian kali ini hanya variabel mag dan depht, maka masing-masing variabel bisa didefiniskan terlebih dahulu.

magnitudo <- quakes$mag
head(magnitudo)
## [1] 4.8 4.2 5.4 4.1 4.0 4.0
kedalaman <- quakes$depth
head(kedalaman)
## [1] 562 650  42 626 649 195

Data dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan uji korelasi yang digunakan untuk menentukan suatu besaran yang menyatakan seberapa kuat hubungan suatu variabel dengan variabel lain dengan tidak mempersoalkan apakah suatu variabel tertentu tergantung kepada variabel lain. Sedangkan pada koefisien korelasi digunakan untuk mengetahui derajat hubungan antara variabel-variabel.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi untuk mengetahui hubungan antara dua variabel utama, yaitu kedalaman gempa bumi dan magnitudo gempa bumi pada kejadian gempa yang terjadi di dekat Kepulauan Fiji selama tahun 1964.

Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui kuat atau lemahnya hubungan serta arah hubungan antara kedalaman dan magnitudo gempa bumi. Karena kedua variabel berbentuk data numerik kontinu, analisis korelasi yang digunakan adalah Korelasi Pearson atau Korelasi Spearman. Pemilihan jenis korelasi ditentukan setelah melakukan uji normalitas dan inspeksi grafik scatterplot.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Asumsi

Asumsi korelasi adalah kondisi yang harus dipenuhi agar analisis korelasi, seperti korelasi Pearson, menjadi reliabel. Asumsi utama mencakup data kuantitatif dari sampel acak, hubungan linier antar variabel, dan distribusi data yang normal (atau mendekati normal). Selain itu, data tidak boleh mengandung outlier dan perlu ada hubungan berpasangan antara variabel yang diukur.

Sebelum menentukan uji korelasi yang akan dipakai, lakukan uji asumsi terlebih dahulu supaya keputusan yang akan diambil tidak bias.

Salah satu asumsi yang harus dipenuhi yaitu variabel harus terdistribusi secara normal atau mendekati normal. Dengan uji non-formal bisa dilihat melalui visualisasi berupa histogram dan QQ-plot. Berikut visualisasinya:

library(ggplot2)
library(patchwork)
## Warning: package 'patchwork' was built under R version 4.5.2
# Visualisasi normalitas variabel magnitudo
m1 <- ggplot(data.frame(x = magnitudo), aes(x)) +
  geom_density(bins = 20, color = "black", fill = "skyblue", add = "mean") +
  labs(
    title = "Density Plot Magnitudo",
    x = "Richter Magnitudo"
  ) +
  theme_minimal()
## Warning in geom_density(bins = 20, color = "black", fill = "skyblue", add =
## "mean"): Ignoring unknown parameters: `bins` and `add`
# Visualisasi qqplot variabel magnitudo
m2 <- ggplot(data.frame(x = magnitudo), aes(sample = x)) +
  stat_qq() +
  stat_qq_line() +
  labs(
    title = "Q-Q Plot Magnitudo") +
  theme_minimal()
# Tampilkan kedua plot
m1 + m2

# Visualisasi densitas variabel kedalaman
k1 <- ggplot(data.frame(x = kedalaman), aes(x)) +
  geom_density(bins = 20, color = "black", fill = "pink") +
  labs(
    title = "Density Plot Kedalaman",
    x = "Kedalaman (km)"
  ) +
  theme_minimal()
## Warning in geom_density(bins = 20, color = "black", fill = "pink"): Ignoring
## unknown parameters: `bins`
# Visualisasi qqplot variabel kedalaman
k2 <- ggplot(data.frame(x = magnitudo), aes(sample = x)) +
  stat_qq() +
  stat_qq_line() +
  labs(
    title = "Q-Q Plot Kedalaman") +
  theme_minimal()
# Tampilkan kedua plot
k1 + k2

Hasil visualisasi kedua variabel menunjukkan bahwa data tidak berdistribusi normal maupun mendekati, jadi untuk kasus ini tidak akan menggunakan korelasi Pearson. Kemudian karena hasil visualisasi QQ-plot cenderung monoton, maka akan digunakan korelasi non-parametrik yaitu Korelasi Spearman.

Untuk memberikan kepastian, data yang dimiliki berdistribusi normal atau tidak, maka akan dilakuakan uji formal dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk.

shapiro.test(magnitudo)
## 
##  Shapiro-Wilk normality test
## 
## data:  magnitudo
## W = 0.95383, p-value < 2.2e-16
shapiro.test(kedalaman)
## 
##  Shapiro-Wilk normality test
## 
## data:  kedalaman
## W = 0.86979, p-value < 2.2e-16

Menurut hasil uji Shapiro-Wilk, dari kedua data ini terdapat cukup bukti bahwa hipotesis nol ditolak (\(H_0\): Data berdistribusi normal) karena p-value lebih kecil dari taraf signifikansi (0.05). Maka dapat disimpulkan bahwa data tidak berdistribusi normal. Jadi, untuk melanjutkan ke uji korelasi, kita bisa menggunakan Korelasi Spearman yang asumsi distribusi normalnya diabaikan.

4.2 Uji Hipotesis

Uji hipotesis harus dilakukan untuk menentukan apakah terdapat korelasi yang signifikan secara statistik antara variabel-variabel yang akan diuji. Saat merumuskan hipotesis untuk Analisis Korelasi Rho Spearman, peneliti biasanya mempertimbangkan hipotesis nol \((H_0)\) dan hipotesis alternatif \((H_1)\).

\(H_0: \rho = 0\) (Tidak ada hubungan signifikan antara magnitudo dan kedalaman) \(H_1: \rho \neq 0\) (Ada hubungan yang signifikan antara magnitudo dan kedalaman)

Melakukan Analisis Korelasi Rho Spearman pada data ini akan melibatkan pengujian hipotesis-hipotesis tersebut untuk menentukan apakah terdapat hubungan linear yang signifikan secara statistik antara besar magnitudo dan kedalaman saat terjadi gempa bumi. Hasilnya akan memandu kesimpulan tentang kekuatan dan arah hubungan ini.

4.3 Analisis Korelasi

Pengujian korelasi bisa menggunakan cara manual (menggunakan rumus), maupun dengan software. Jika manual bisa menggunakan rumus berikut: \[\rho = 1 - \frac{6\sum d_i^2}{n^3 - n}\]

korelasi <- cor.test(magnitudo, kedalaman, method = "spearman")
## Warning in cor.test.default(magnitudo, kedalaman, method = "spearman"): Cannot
## compute exact p-value with ties
korelasi
## 
##  Spearman's rank correlation rho
## 
## data:  magnitudo and kedalaman
## S = 211109675, p-value < 2.2e-16
## alternative hypothesis: true rho is not equal to 0
## sample estimates:
##        rho 
## -0.2666593

Maka dihasilkan koefisien korelasi antara magnitudo dengan kedalaman saat gempa bumi yang terjadi di dekat Fiji sebesar -0.2666.

Apabila digambarkan hubungan antara magnitudo dengan kedalaman gempa bumi, maka akan dihasilkan visualisasi korelasi sebagai berikut.

#visualisasi korelasi
library(ggplot2)
ggplot(quakes, aes(x=mag, y=depth)) + 
  geom_point(color='blue', size = 1) + 
  geom_smooth(method=lm, se=FALSE, fullrange=FALSE, color='#2C3E50')
## `geom_smooth()` using formula = 'y ~ x'

4.4 Penarikan Kesimpulan

Berdasarkan hipotesis yang telah dijabarkan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

  1. Kriteria penolakan \(H_0\): Tolak \(H_0\) jika \(p-value < \alpha (0,05)\)
  2. Keputusan: \(H_0\) ditolak karena \(p-value < \alpha (0,05)\)
  3. Kesimpulan: Pada taraf signifikansi 0,05, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara magnitudo dan kedalaman gempa bumi.

Kemudian didapatkan hasil koefisien korelasi sebesar -0,2666, hal ini berarti hubungan antara magnitudo dengan kedalaman gempa yaitu lemah dengan arah hubungannya negatif atau berlawanan arah.

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan perhitungan koefisien korelasi Spearman, diperoleh nilai korelasi sebesar –0.2666 antara magnitudo dan kedalaman gempa yang terjadi di dekat Fiji. Nilai ini menunjukkan bahwa hubungan antara kedua variabel bersifat negatif dan lemah. Artinya, semakin besar kedalaman gempa, cenderung semakin kecil magnitudonya, namun hubungan tersebut tidak kuat. Dengan demikian, kedalaman gempa hanya memiliki pengaruh kecil terhadap variasi magnitudo gempa.

Dalam konteks fenomena gempa bumi, hasil ini menunjukkan bahwa magnitudo gempa tidak ditentukan secara dominan oleh kedalamannya. Faktor-faktor lain seperti mekanisme patahan, struktur geologi, dan energi pelepasan batuan jauh lebih berperan dalam menentukan besar magnitudo. Jadi, pada kasus gempa di dekat Kepulauan Fiji, besar kecilnya gempa tidak terlalu berhubungan dengan kedalamannya.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, N. & Eko W. S. (1997) “Gempa Bumi dan Mekanismenya.” Alami: Jurnal Teknologi Reduksi Risiko Bencana, 2(3).

Sili, P. D. (2013). Penentuan Seismisitas dan Tingkat Risiko Gempa Bumi. Malang: Universitas Brawijaya Press.

Chen, P. Y., & Popovich, P. M. (2002). Correlation: Parametric and nonparametric measures. Thousand Oaks, CA: Sage Publications.