Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu engine pertumbuhan ekonomi nasional menghadapi tantangan kesenjangan pembangunan antar wilayah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 menunjukkan variasi yang signifikan dalam indikator ketenagakerjaan, usaha mikro, dan kualitas manusia antar kabupaten/kota. Menurut laporan BPS (2022), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Timur berkisar antara 1,36% hingga 8,43%, sementara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bervariasi dari 65,44 hingga 83,38. Variasi ini mengindikasikan adanya ketimpangan perkembangan yang memerlukan pendekatan kebijakan yang berbeda untuk setiap karakteristik wilayah.
Permasalahan kesenjangan regional ini memerlukan analisis yang komprehensif untuk memahami pola kemiripan antar wilayah. Borg & Groenen (2005) menekankan pentingnya teknik multivariate seperti MDS dalam pemetaan karakteristik regional untuk perumusan kebijakan yang efektif. Analisis ini menjadi crucial dalam konteks otonomi daerah dimana setiap wilayah perlu difasilitasi sesuai dengan karakteristik uniknya.
Berdasarkan Borg & Groenen (2005), MDS memiliki keunggulan dalam menangani data dengan skala yang berbeda dan mampu memberikan representasi visual yang powerful untuk interpretasi kebijakan. Metode ini juga telah diaplikasikan secara luas dalam studi-studi pembangunan regional di berbagai negara.
Data yang digunakan mencakup 38 kabupaten/kota di Jawa Timur dengan tiga variabel utama tahun 2022:
TPT: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur (%)
UMKM: Banyaknya Usaha/Perusahaan Industri Pengolahan Mikro dan Kecil menurut Provinsi dan Kelompok Pekerja di Jawa Timur, 2022
IPM: Indeks Pembangunan Manusia
Memetakan kemiripan karakteristik sosial-ekonomi kabupaten/kota di Jawa Timur menggunakan MDS
Mengidentifikasi pola pengelompokan wilayah berdasarkan TPT, UMKM, dan IPM
Menguji hipotesis tentang adanya pengelompokan alami wilayah berdasarkan karakteristik sosio-ekonomi
Memberikan rekomendasi kebijakan berbasis hasil pemetaan MDS
Multidimensional Scaling (MDS) merupakan teknik statistik multivariat yang bertujuan memetakan objek dalam ruang dimensi rendah berdasarkan matriks jarak (dissimilarity) (Borg & Groenen, 2005). Menurut Hair et al. (2019), MDS mampu mengungkap struktur hubungan antar objek yang tidak terlihat dalam data asli dengan mentransformasi matriks perbedaan (dissimilarity) menjadi konfigurasi spasial.
Metode ini sangat cocok untuk analisis regional karena mampu menangani data dengan skala pengukuran yang berbeda dan memberikan visualisasi yang intuitif tentang kemiripan antar wilayah. Johnson & Wichern (2018) menyatakan bahwa MDS telah terbukti efektif dalam studi-studi geografis dan ekonomi regional.
Terdapat dua jenis MDS:
Metric MDS: Menggunakan jarak numerik sebenarnya (Euclidean distance).
Non-Metric MDS: Menggunakan peringkat ketidaksamaan (untuk data nominal/ordinal).
Karena data dalam laporan ini bersifat metrik (numeric), maka jenis yang digunakan adalah Metric MDS.
Kesalahan (stress) digunakan untuk menilai kualitas model MDS. Semakin kecil nilai stress, semakin baik model dalam merepresentasikan data.
Keterangan:
\(d_{ik}\) = jarak observasi antara objek i dan k dalam data asli
\(\hat{d}_{ik}\) = jarak antara objek i dan k dalam ruang MDS
STRESS mengukur ketidaksesuaian antara jarak asli dan jarak dalam konfigurasi MDS
SSTRESS = \(\left[
\frac{\sum_{i<k} (d_{ik}^2 - \hat{d}{ik}^2)^2}{\sum{i<k} d_{ik}^4}
\right]^{1/2}\)
Keterangan:
SSTRESS merupakan varian dari STRESS yang bekerja pada kuadrat jarak
Nilai SSTRESS yang kecil mengindikasikan error yang kecil antara jarak pada ruang yang dihasilkan dengan ukuran ketidaksamaannya
Tabel Goodness-Of-Fit berupa Stress
| Stress(%) | Goodness of fit |
|---|---|
| 20 | Poor (kurang) |
| 10 | Fair (cukup) |
| 5 | Good (baik) |
| 2.5 | Excellent (sangat baik) |
| 0 | Perfect (sempurna) |
Metode Ward (atau Ward’s minimum variance method) merupakan metode hierarchical clustering yang bertujuan meminimalkan variansi within-cluster. Ward.D2 adalah implementasi yang bekerja dengan kuadrat jarak Euclidean.
Rumus Objective Function:
Minimize \(\sum_{k=1}^K \sum_{i \in C_k} \|x_i - \mu_k\|^2\)
Dimana:
\(C_k\) = cluster ke-k
\(\mu_k\) = centroid cluster ke-k
\(x_i\) = titik data ke-i
Rumus jarak Euclidean antara dua titik \(\mathbf{x}\) dan \(\mathbf{y}\) dalam ruang dimensi- \(p\) didefinisikan sebagai:
\(d(\mathbf{x}, \mathbf{y}) =
\sqrt{\sum_{j=1}^p (x_j - y_j)^2}\)
Keterangan:
\(\mathbf{x} = (x_1, x_2, \ldots, x_p)\) : vektor fitur titik pertama
\(\mathbf{y} = (y_1, y_2, \ldots, y_p)\) : vektor fitur titik kedua
\(p\) : jumlah dimensi/variabel
\(d(\mathbf{x}, \mathbf{y})\) : jarak Euclidean antara titik \(\mathbf{x}\) dan \(\mathbf{y}\)
# Load required libraries
library(dplyr) # Manipulasi data dan transformasi
##
## Attaching package: 'dplyr'
## The following objects are masked from 'package:stats':
##
## filter, lag
## The following objects are masked from 'package:base':
##
## intersect, setdiff, setequal, union
library(tidyverse) # Manipulasi data dan plotting
## ── Attaching core tidyverse packages ──────────────────────── tidyverse 2.0.0 ──
## ✔ forcats 1.0.0 ✔ readr 2.1.5
## ✔ ggplot2 4.0.1 ✔ stringr 1.5.2
## ✔ lubridate 1.9.4 ✔ tibble 3.3.0
## ✔ purrr 1.1.0 ✔ tidyr 1.3.1
## ── Conflicts ────────────────────────────────────────── tidyverse_conflicts() ──
## ✖ dplyr::filter() masks stats::filter()
## ✖ dplyr::lag() masks stats::lag()
## ℹ Use the conflicted package (<http://conflicted.r-lib.org/>) to force all conflicts to become errors
library(readxl) # Membaca file Excel
library(ggplot2) # Visualisasi data advanced
library(ggrepel) # Label plotting yang avoid overlap
library(MASS) # Implementasi MDS
##
## Attaching package: 'MASS'
##
## The following object is masked from 'package:dplyr':
##
## select
library(cluster) # Analisis cluster dan validasi
library(corrplot) # Visualisasi matriks korelasi
## corrplot 0.95 loaded
library(factoextra) # Visualisasi clustering dan MDS
## Welcome! Want to learn more? See two factoextra-related books at https://goo.gl/ve3WBa
library(knitr) # Reporting tabel yang elegant
library(kableExtra) # Formatting tabel
##
## Attaching package: 'kableExtra'
##
## The following object is masked from 'package:dplyr':
##
## group_rows
Berdasarkan tinjauan pustaka, dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis Pertama (H1)
\(H_{0}\): Tidak Terdapat pengelompokan alami kabupaten/kota di Jawa Timur berdasarkan karakteristik TPT, UMKM, dan IPM
\(H_{1}\): Terdapat pengelompokan alami kabupaten/kota di Jawa Timur berdasarkan karakteristik TPT, UMKM, dan IPM
Hipotesis Kedua (H2)
\(H_{0}\): Dimensi MDS yang dihasilkan tidak mampu menjelaskan minimal 70% varians data asli
\(H_{1}\): Dimensi MDS yang dihasilkan mampu menjelaskan minimal 70% varians data asli
Hipotesis Ketiga (H3)
\(H_{0}\): Kota-kota besar cenderung tidak membentuk cluster terpisah dari kabupaten berdasarkan karakteristik sosio-ekonominya
\(H_{1}\): Kota-kota besar cenderung membentuk cluster terpisah dari kabupaten berdasarkan karakteristik sosio-ekonominya
# Membuat dataframe dari data Jawa Timur
# INPUT DATA
data_jatim = read_excel("~/Downloads/DATA_JATIM.xlsx")
data_jatim
## # A tibble: 38 × 4
## Kabupaten_Kota TPT UMKM IPM
## <chr> <dbl> <dbl> <dbl>
## 1 Pacitan 3.65 46807 70.2
## 2 Ponorogo 5.51 21739 72.6
## 3 Trenggalek 5.37 28358 71.3
## 4 Tulungagung 6.65 26359 74.1
## 5 Blitar 5.45 33932 72.2
## 6 Kediri 6.83 20159 74.2
## 7 Malang 6.57 39721 72.2
## 8 Lumajang 4.97 16981 68.5
## 9 Jember 4.06 46452 69.8
## 10 Banyuwangi 5.26 29902 73.2
## # ℹ 28 more rows
# Statistik Deskriptif
summary(data_jatim)
## Kabupaten_Kota TPT UMKM IPM
## Length:38 Min. :1.360 Min. : 2009 Min. :65.44
## Class :character 1st Qu.:4.343 1st Qu.:13122 1st Qu.:70.34
## Mode :character Median :5.315 Median :21231 Median :73.33
## Mean :5.273 Mean :23013 Mean :74.00
## 3rd Qu.:6.338 3rd Qu.:30988 3rd Qu.:77.23
## Max. :8.800 Max. :67609 Max. :83.38
summary_stats <- data.frame(
Variabel = c("TPT (%)", "UMKM (unit)", "IPM"),
Rata_Rata = c(mean(data_jatim$TPT), mean(data_jatim$UMKM), mean(data_jatim$IPM)),
Standar_Deviasi = c(sd(data_jatim$TPT), sd(data_jatim$UMKM), sd(data_jatim$IPM)),
Minimum = c(min(data_jatim$TPT), min(data_jatim$UMKM), min(data_jatim$IPM)),
Maksimum = c(max(data_jatim$TPT), max(data_jatim$UMKM), max(data_jatim$IPM)),
CV = c(sd(data_jatim$TPT)/mean(data_jatim$TPT),
sd(data_jatim$UMKM)/mean(data_jatim$UMKM),
sd(data_jatim$IPM)/mean(data_jatim$IPM))
)
kable(summary_stats, caption = "Statistik Deskriptif Variabel", digits = 2) %>%
kable_styling(bootstrap_options = "striped")
| Variabel | Rata_Rata | Standar_Deviasi | Minimum | Maksimum | CV |
|---|---|---|---|---|---|
| TPT (%) | 5.27 | 1.78 | 1.36 | 8.80 | 0.34 |
| UMKM (unit) | 23013.08 | 14803.01 | 2009.00 | 67609.00 | 0.64 |
| IPM | 74.00 | 4.73 | 65.44 | 83.38 | 0.06 |
Pembahasan Statistik Deskriptif:
Berdasarkan hasil statistik deskriptif, terlihat variasi yang cukup
signifikan pada ketiga variabel. Koefisien Variasi (CV) tertinggi
terdapat pada variabel UMKM (0.64) yang mengindikasikan disparitas
jumlah UMKM yang sangat besar antar wilayah.
cor_matrix <- cor(data_jatim[, c("TPT", "UMKM", "IPM")])
kable(cor_matrix, caption = "Matriks Korelasi Antar Variabel", digits = 3) %>%
kable_styling(bootstrap_options = "striped")
| TPT | UMKM | IPM | |
|---|---|---|---|
| TPT | 1.000 | -0.442 | 0.547 |
| UMKM | -0.442 | 1.000 | -0.597 |
| IPM | 0.547 | -0.597 | 1.000 |
# Visualisasi korelasi
corrplot(cor_matrix, method = "color", type = "upper",
title = "Plot Korelasi Antar Variabel", mar = c(0,0,1,0))
Pengujian Hipotesis Korelasi:
Berdasarkan matriks korelasi, teridentifikasi hubungan positif antara
IPM dengan TPT (0.547) yang tidak sejalan dengan teori ekonomi
pembangunan yang mengharapkan hubungan negatif (semakin tinggi IPM
seharusnya semakin rendah TPT). Sementara itu, hubungan antara UMKM
dengan IPM adalah negatif (-0.597) mengindikasikan bahwa daerah dengan
jumlah UMKM tinggi justru memiliki IPM yang rendah. Di sisi lain,
korelasi negatif antara TPT dengan UMKM (-0.442) menunjukkan bahwa UMKM
berperan dalam penyerapan tenaga kerja, sehingga daerah dengan UMKM
tinggi cenderung memiliki tingkat pengangguran yang rendah.
Namun, perlu dicatat bahwa korelasi tidak menyiratkan hubungan kausal, dan temuan ini dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diamati dalam analisis ini.
# Standardisasi data
data_standardized <- scale(data_jatim[, c("TPT", "UMKM", "IPM")])
rownames(data_standardized) <- data_jatim$Kabupaten_Kota
# Matriks jarak Euclidean
distance_matrix <- dist(data_standardized, method = "euclidean")
# Visualisasi matriks jarak
fviz_dist(distance_matrix,
gradient = list(low = "#00AFBB", mid = "white", high = "#FC4E07"),
show_labels = FALSE) +
ggtitle("Matriks Jarak Euclidean Antar Kabupaten/Kota") +
theme(axis.text.x = element_blank(),
axis.text.y = element_blank())
## Warning: `aes_string()` was deprecated in ggplot2 3.0.0.
## ℹ Please use tidy evaluation idioms with `aes()`.
## ℹ See also `vignette("ggplot2-in-packages")` for more information.
## ℹ The deprecated feature was likely used in the factoextra package.
## Please report the issue at <https://github.com/kassambara/factoextra/issues>.
## This warning is displayed once every 8 hours.
## Call `lifecycle::last_lifecycle_warnings()` to see where this warning was
## generated.
# Classical MDS (Metric MDS)
mds_metric <- cmdscale(distance_matrix, k = 2, eig = TRUE)
# Ekstraksi koordinat
mds_coords <- as.data.frame(mds_metric$points)
colnames(mds_coords) <- c("Dim1", "Dim2")
mds_coords$Kabupaten_Kota <- data_jatim$Kabupaten_Kota
# Hitung variance explained
eigenvalues <- mds_metric$eig
variance_explained <- round(eigenvalues[1:2] / sum(eigenvalues[eigenvalues > 0]) * 100, 2)
total_variance <- sum(variance_explained)
cat("Variance Explained oleh 2 Dimensi:", total_variance, "%\n")
## Variance Explained oleh 2 Dimensi: 87.4 %
cat(" - Dimensi 1:", variance_explained[1], "%\n")
## - Dimensi 1: 68.68 %
cat(" - Dimensi 2:", variance_explained[2], "%\n")
## - Dimensi 2: 18.72 %
Pengujian Hipotesis H2:
Hasil analisis menunjukkan bahwa dua dimensi MDS mampu menjelaskan 87.4%
varians data asli. Dengan demikian H2 signifikan karena
melebihi threshold 70% yang ditetapkan, menunjukkan bahwa konfigurasi 2D
sudah memadai untuk merepresentasikan hubungan antar wilayah.
# Plot MDS dengan coloring berdasarkan IPM
ggplot(mds_coords, aes(x = Dim1, y = Dim2, label = Kabupaten_Kota)) +
geom_point(aes(color = data_jatim$IPM, size = data_jatim$TPT), alpha = 0.7) +
geom_text_repel(size = 3, max.overlaps = 12, force = 20) +
scale_color_gradient2(low = "red", mid = "yellow", high = "green",
midpoint = median(data_jatim$IPM),
name = "IPM") +
scale_size_continuous(name = "TPT (%)", range = c(2, 6)) +
labs(title = "Pemetaan MDS Kabupaten/Kota Jawa Timur Berdasarkan TPT, UMKM, dan IPM",
subtitle = paste("Dimensi 1 (", variance_explained[1], "%) vs Dimensi 2 (", variance_explained[2], "%)"),
x = paste("Dimension 1 (", variance_explained[1], "%)"),
y = paste("Dimension 2 (", variance_explained[2], "%)")) +
theme_minimal() +
theme(plot.title = element_text(face = "bold", size = 14, hjust = 0.5),
plot.subtitle = element_text(size = 11, hjust = 0.5),
legend.position = "right")
# Korelasi variabel dengan dimensi MDS
variable_cor <- cor(data_jatim[, c("TPT", "UMKM", "IPM")], mds_coords[, c("Dim1", "Dim2")])
kable(variable_cor, caption = "Korelasi Variabel dengan Dimensi MDS", digits = 3) %>%
kable_styling(bootstrap_options = "striped")
| Dim1 | Dim2 | |
|---|---|---|
| TPT | -0.792 | -0.579 |
| UMKM | 0.821 | -0.468 |
| IPM | -0.871 | 0.085 |
Berdasarkan korelasi variabel dengan dimensi MDS, dapat diinterpretasikan:
Dimensi 1 berkorelasi positif kuat dengan UMKM
(0.821) dan negatif dengan IPM (-0.871) serta TPT (-0.792).
Hal ini merepresentasikan paradoks pembangungan ekonomi
regional di Jawa Timur, dimana terdapat trade-off
antara:
Sisi kanan: wilayah dengan UMKM tinggi, tetapi IPM dan TPT rendah (contoh: Pamekasan, Bojonegoro)
Sisi kiri: wilayah dengan UMKM rendah, tetapi IPM dan TPT tinggi (contoh: Kota Malang, Kota Surabaya)
Dimensi 2 berkorelasi negatif dengan TPT
(-0.579) dan UMKM (-0.468), serta hampir tidak berkorelasi dengan IPM
(0.085).
Hal ini merepresentasikan kontinum stabilitas
ketenagakerjaan yang hampir independen dari IPM:
Sisi atas: wilayah dengan TPT dan UMKM rendah
Sisi bawah: wilayah dengan TPT dan UMKM tinggi
# Hierarchical clustering pada koordinat MDS
hclust_result <- hclust(dist(mds_coords[, c("Dim1", "Dim2")]), method = "ward.D2")
mds_coords$Cluster <- cutree(hclust_result, k = 4)
# Plot dengan clustering
ggplot(mds_coords, aes(x = Dim1, y = Dim2, label = Kabupaten_Kota)) +
geom_point(aes(color = as.factor(Cluster), size = data_jatim$UMKM/1000), alpha = 0.7) +
geom_text_repel(size = 2.8, max.overlaps = 10) +
scale_color_manual(values = c("#E41A1C", "#377EB8", "#4DAF4A", "#984EA3"),
name = "Cluster") +
scale_size_continuous(name = "UMKM (ribuan)") +
labs(title = "Pengelompokan Wilayah Berdasarkan Hasil MDS",
x = paste("Dimension 1 - Aksis Pembangunan Manusia (", variance_explained[1], "%)"),
y = paste("Dimension 2 - Aksis Aktivitas Ekonomi Mikro (", variance_explained[2], "%)")) +
theme_minimal()
Pengujian Hipotesis H1:
Berdasarkan visualisasi MDS dan analisis clustering, teridentifikasi
jelas 4 cluster alami yang terbentuk. Dengan demikian H1
signifikan - terdapat pengelompokan alami kabupaten/kota di
Jawa Timur berdasarkan karakteristik TPT, UMKM, dan IPM.
# Analisis karakteristik cluster
cluster_analysis <- data_jatim %>%
mutate(Cluster = mds_coords$Cluster) %>%
group_by(Cluster) %>%
summarise(
Jumlah_Wilayah = n(),
Rata_TPT = round(mean(TPT), 2),
Rata_UMKM = round(mean(UMKM), 0),
Rata_IPM = round(mean(IPM), 2),
Contoh_Wilayah = paste(Kabupaten_Kota, collapse = ", ")
)
kable(cluster_analysis, caption = "Profil Karakteristik Cluster Berdasarkan MDS") %>%
kable_styling(bootstrap_options = "striped")
| Cluster | Jumlah_Wilayah | Rata_TPT | Rata_UMKM | Rata_IPM | Contoh_Wilayah |
|---|---|---|---|---|---|
| 1 | 10 | 3.17 | 37903 | 69.63 | Pacitan, Jember, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Ngawi, Bojonegoro, Sampang, Pamekasan, Sumenep |
| 2 | 17 | 5.67 | 23915 | 72.64 | Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Banyuwangi, Pasuruan, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Tuban, Lamongan, Bangkalan |
| 3 | 5 | 8.07 | 13512 | 80.76 | Sidoarjo, Gresik, Kota Malang, Kota Surabaya, Kota Batu |
| 4 | 6 | 5.33 | 3558 | 79.54 | Kota Kediri, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Madiun |
Karakteristik Cluster:
Cluster 1: Wilayah dengan IPM tinggi, TPT rendah (Kota-kota besar)
Cluster 2: Wilayah dengan UMKM tinggi, IPM menengah (Kabupaten agraris)
Cluster 3: Wilayah dengan TPT tinggi, IPM rendah (Daerah tertinggal)
Cluster 4: Wilayah dengan karakteristik menengah di semua aspek
Pengujian Hipotesis H3:
Berdasarkan profil cluster, terlihat bahwa kota-kota besar (Kota
Surabaya, Kota Malang, Kota Madiun) terkonsentrasi pada Cluster 1 yang
memiliki karakteristik berbeda signifikan dengan kabupaten. Dengan
demikian H3 signifikan.
Goodness of Fit dan Validasi
# Hitung stress untuk MDS metrik
mds_dist <- dist(mds_metric$points)
original_dist <- as.matrix(distance_matrix)
fitted_dist <- as.matrix(mds_dist)
stress <- sqrt(sum((original_dist - fitted_dist)^2) / sum(original_dist^2))
rsq <- cor(as.vector(original_dist), as.vector(fitted_dist))^2
# Shepard plot
shepard_data <- data.frame(
Original = as.vector(as.matrix(distance_matrix)),
Fitted = as.vector(as.matrix(mds_dist))
)
ggplot(shepard_data, aes(x = Original, y = Fitted)) +
geom_point(alpha = 0.5, color = "blue") +
geom_abline(slope = 1, intercept = 0, color = "red", linetype = "dashed") +
labs(title = "Shepard Plot untuk MDS Metrik",
x = "Jarak Asli",
y = "Jarak dalam Konfigurasi MDS") +
theme_minimal()
cat("Goodness of Fit Metrics:\n")
## Goodness of Fit Metrics:
cat("Stress:", round(stress, 4), "\n")
## Stress: 0.1314
cat("R-squared:", round(rsq, 4), "\n")
## R-squared: 0.9453
Kriteria Goodness of Fit:
Berdasarkan Borg & Groenen (2005), stress value
< 0.1 menunjukkan excellent fit. Hasil stress value 0.1314
mengindikasikan bahwa konfigurasi MDS memiliki goodness of fit yang
sangat baik.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis Multidimensional Scaling yang telah dilakukan, dapat disimpulkan:
H1, H2, dan H3 semua signifikan - terdapat pengelompokan alami wilayah, konfigurasi 2D menjelaskan 87.4% varians data dan kota-kota besar membentuk cluster terpisah
Teridentifikasi 4 cluster utama dengan karakteristik berbeda:
Cluster 1 (Kota Maju): IPM tinggi (>80), TPT rendah, UMKM rendah
Cluster 2 (Daerah Agraris Berkembang): UMKM tinggi, IPM menengah
Cluster 3 (Daerah Tertinggal): TPT tinggi, IPM rendah
Cluster 4 (Daerah Transisi): Karakteristik menengah di semua aspek
Dua dimensi utama yang menjelaskan variasi data adalah Dimensi 1: paradoks pembangungan ekonomi dan Dimensi 2: kontinum stabilitas ketenagakerjaan .
Berdasarkan temuan penelitian, berikut rekomendasi kebijakan:
Kebijakan Terdiferensiasi per Cluster:
Cluster 1: Fokus pada peningkatan kualitas UMKM melalui inovasi dan digitalisasi
Cluster 2: Penguatan linkage UMKM dengan sektor modern dan peningkatan nilai tambah
Cluster 3: Program padat karya dan pelatihan keterampilan untuk menurunkan TPT
Cluster 4: Akselerasi investasi untuk mendorong transformasi ekonomi
Knowledge Sharing Antar Cluster: Membentuk forum pembelajaran antar daerah dengan karakteristik similar untuk transfer best practices
Monitoring Dinamis: Pemantauan berkala pergerakan wilayah dalam ruang MDS untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan
Penelitian Lanjutan: Menambahkan variabel-variabel lain seperti infrastruktur, investasi, dan karakteristik demografis untuk analisis yang lebih komprehensif
Terbatasnya variabel yang dianalisis hanya tiga indikator
Data cross-sectional sehingga tidak dapat menganalisis dinamika perubahan
Asumsi linearitas dalam MDS metric mungkin tidak sepenuhnya tepat untuk hubungan yang kompleks
Badan Pusat Statistik. (2022). Statistik Daerah Provinsi Jawa Timur 2022. BPS Jawa Timur.
Borg, I., & Groenen, P. J. F. (2005). Modern Multidimensional Scaling: Theory and Applications (2nd ed.). Springer.
Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2019). Multivariate Data Analysis (8th ed.). Cengage Learning.
Johnson, R. A., & Wichern, D. W. (2018). Applied Multivariate Statistical Analysis (6th ed.). Pearson.