Distribusi titik spasial menggambarkan bagaimana suatu fenomena dalam bentuk titik tersebar di ruang geografis, yang dapat menunjukkan pola acak, mengelompok, atau teratur. Analisis distribusi titik spasial penting untuk memahami proses yang menghasilkan pola tersebut, sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antar titik, mendeteksi keberadaan klaster, serta mengevaluasi faktor lingkungan yang memengaruhi penyebaran titik. Metode seperti nearest neighbor analysis dan quadrant analysis sering digunakan untuk menentukan karakteristik pola, apakah penyebaran titik terjadi secara alami, akibat proses acak, atau dipengaruhi faktor tertentu di wilayah penelitian (Lestari & Purwanto, 2022).
Fenomena riil bidang spasial pada umumnya ditunjukkan oleh pola titik pada bidang spasial tersebut. Pola tersebut terbagi menjadi tiga yakni pola sangat regular (teratur), pola clustering (mengelompok) dan pola yang tidak beraturan (acak). Metode yang sering digunakan adalah metode Kuadran dan Nearest Neighbor (Tetangga Terdekat). Beberapa hal yang sangat menentukan dalam analisis Kuadran, yakni ukuran kuadran, jumlah kuadran dan bentuk kuadran.
Dalam analisis pola titik spasial, penentuan jenis pola sebaran menjadi langkah penting untuk memahami bagaimana suatu fenomena tersebar di ruang geografis. Pola titik dapat menunjukkan adanya kecenderungan pengelompokan, keteraturan, atau penyebaran acak, yang masing-masing menggambarkan proses keruangan berbeda. Identifikasi pola ini memungkinkan peneliti mengenali konsentrasi kejadian, hubungan antar lokasi, serta indikasi faktor lingkungan yang mungkin memengaruhi persebaran titik. Analisis pola spasial yang tepat sangat membantu dalam menentukan metode lanjutan yang relevan untuk memahami dinamika keruangan secara lebih mendalam (Sari & Prakoso, 2021).
Distribusi titik spasial gempa dapat dianalisis menggunakan nearest neighbor distance untuk melihat apakah pola sebarannya bersifat acak, mengelompok, atau teratur. Analisis ini mampu menggambarkan hubungan kedekatan antar episenter sehingga pola spasial gempa dapat diidentifikasi dengan lebih jelas. Pada wilayah dengan aktivitas tektonik tinggi, pola titik gempa umumnya tidak acak karena dipengaruhi oleh struktur geologi seperti zona subduksi dan patahan aktif. Oleh sebab itu, model inhomogeneous Poisson point process lebih sesuai digunakan untuk menggambarkan variasi intensitas spasial gempa dibandingkan model acak murni, karena dapat menangkap perubahan aktivitas seismik pada ruang geografi yang tidak homogen (Wang & Chen, 2024).
Fenomena riil bidang spasial pada umumnya ditunjukkan oleh pola titik pada bisang spasial tersebut. Pola tersebut terbagi menjadi tiga yakni pola sangat regular (teratur), pola clustering (mengelompok) dan pola yang tidak beraturan (acak). Contoh pola titik yang mengelompok adalah titik-tik orang yang menyukai lukisan maka mereka akan mendatangi tempat pameran lukisan yang sedang berlangsung. Pola titik yang beraturan banyak dijumpai dalam tata kota saat ini yaitu pola perumahan cluster atau perumahan modern. Sedangkan pola penyebaran titik acak dapat dilihat dari pola penyebaran toko-toko di sebuah daerah.
Metode yang sering digunakan adalah metode Kuadran dan Nearest Neighbor (Tetangga Terdekat). Beberapa hal yang sangat menentukan dalam analisis kuadran, yakni ukuran kuadran, jumlah kuadran dan bentuk kuadran. Ukuran kuadran yang terlalu kecil akan mengakibat pola titik lebih kearah regular, sedangkan ukuran kuadran yang terlalu besar akan mengakibatkan pola titik seolah-olah menumpuk atau mengumpul di suatu area.
Berikut langkah dalam metode Kuadran:
Membagi daerah pengamatan menjadi beberapa sel dengan ukuran yang sama.
Menghitung total jumlah kejadian pada seluruh area.
Menentukan rata-rata jumlah titik per sel.
Menghitung ragam (variasi) jumlah titik per sel.
Menghitung nilai VMR (Variance to Mean Ratio).
Dalam metode tetangga terdekat menggunakan perbandingan antara nilai rata-rata jarak terhadap titik pengamatan tetangga terdekatnya dengan nilai harapan rata-rata jarak yang terjadi jika titik-titik tersebut menyebar spasial secara acak.
Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Menghitung jarak terdekat setiap titik terhadap titik tetangganya yang paling dekat.
Menentukan nilai harapan jarak tetangga terdekat berdasarkan asumsi pola titik acak.
Menghitung Indeks Tetangga Terdekat (Nearest Neighbor Index/ITT).
Membandingkan nilai ITT dengan nilai teoritis untuk menentukan pola sebaran titik.
Data yang digunakan dalam praktikum ini merupakan data sekunder yang tersedia pada paket bawaan R, yaitu spatstat.data dan datasets. Dataset cells dari paket spatstat.data dimanfaatkan untuk melakukan analisis pola sebaran titik dengan Metode Kuadran, sedangkan dataset quakes dari paket datasets digunakan untuk menerapkan Metode Nearest Neighbor. Kedua dataset tersebut berfungsi sebagai contoh dalam pembelajaran statistika spasial guna memahami cara kerja berbagai metode analisis pola titik..
Variabel yang digunakan dalam praktikum ini terdiri atas:
Variabel berupa koordinat titik yang mewakili posisi sel pada suatu area pengamatan. Data ini digunakan untuk mengidentifikasi pola sebaran apakah acak, mengelompok, atau seragam menggunakan Metode Kuadran.
Variabel berupa informasi lokasi gempa, yaitu Latitude (lintang), Longitude (bujur), Depth (kedalaman), Magnitude (kekuatan gempa)
Berikut analisis membuat peta dengan menggunakan program R:
Membuka program R.
Pengumpulan data
Menentukan Hipotesis
Menentukan Statistik Uji
Menentukan Kriteria Penolakan
Kesimpulan
## Loading required package: spatstat.data
## Loading required package: spatstat.univar
## spatstat.univar 3.1-4
## Loading required package: spatstat.geom
## spatstat.geom 3.6-0
## Loading required package: spatstat.random
## spatstat.random 3.4-2
## Loading required package: spatstat.explore
## Loading required package: nlme
## spatstat.explore 3.5-3
## Loading required package: spatstat.model
## Loading required package: rpart
## spatstat.model 3.4-2
## Loading required package: spatstat.linnet
## spatstat.linnet 3.3-2
##
## spatstat 3.4-1
## For an introduction to spatstat, type 'beginner'
library(spatstat.data)
data(cells)
X <- cells
# Menampilkan plot titik awal
plot(X, main = "Pola Sebaran Titik - Data Cells")# Membagi area menjadi kuadran (misal 4 kolom x 3 baris)
Q <- quadratcount(X, nx = 4, ny = 3)
# Menampilkan hasil pembagian kuadran pada plot
plot(X, main = "Hasil Pembagian Kuadran")
plot(Q, add = TRUE, cex = 2, col = "red")# Menghitung nilai rata-rata dan varians dari jumlah titik per kuadran
mean_Q <- mean(Q)
var_Q <- sd(Q)^2
# Menghitung Variance Mean Ratio (VMR)
VMR <- var_Q / mean_Q
VMR## [1] 0.3376623
## Warning: Some expected counts are small; chi^2 approximation may be inaccurate
##
## Chi-squared test of CSR using quadrat counts
##
## data: X
## X2 = 3.7143, df = 11, p-value = 0.04492
## alternative hypothesis: two.sided
##
## Quadrats: 4 by 3 grid of tiles
Interpretasi:
H0: Konfigurasi titik dalam ruang bersifat acak H1: Konfigurasi titik dalam ruang tidak bersifat acak
Karena jumlah kuadran yang digunakan adalah \(m=4×3=12\)
dan \(m≤30\), maka uji yang digunakan adalah Uji Chi-Square:
\[ \chi^2_{\text{hitung}} = (m - 1) \cdot \frac{s^2}{\bar{X}} \]
Karena p-value = 0.04492 < 0.05, kita menolak H0
Karena H0 ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa konfigurasi titik pada data cells tidak mengikuti pola acak. Dengan kata lain, sebaran titik menunjukkan kecenderungan tertentu yang berbeda dari pola acak, yaitu dapat berupa pola lebih teratur (regular) atau mengelompok. Pada nilai VMR sebesar 0.3376 (< 1) yang menunjukkan bahwa pola sebaran titik cenderung bersifat lebih seragam atau regular.
library(sp)
library(spatstat.geom)
library(datasets)
# Menggunakan data 'quakes' dari paket datasets
data(quakes)
# Mengonversi data menjadi objek spasial
coordinates(quakes) <- ~long+lat
# Fungsi menghitung Nearest Neighbor Index (NNI)
nni <- function(x, win = c("hull", "extent")) {
win <- match.arg(win)
W <- if (win == "hull") convexhull.xy(coordinates(x)) else {
e <- as.vector(bbox(x))
as.owin(c(e[1], e[3], e[2], e[4]))
}
p <- as.ppp(coordinates(x), W = W)
A <- area.owin(W)
o <- mean(nndist(p)) # jarak rata-rata aktual (observed)
e <- 0.5 * sqrt(A / p$n) # jarak rata-rata harapan (expected)
se <- 0.26136 * sqrt(A) / p$n # standar error
z <- (o - e) / se # nilai z
p2 <- 2 * pnorm(-abs(z)) # p-value (dua sisi)
list(
NNI = o / e,
z = z,
p.value = p2,
expected.mean.distance = e,
observed.mean.distance = o
)
}
# Menjalankan analisis NNI pada data quakes
nni(quakes)## Warning: data contain duplicated points
## $NNI
## [1] 0.5470358
##
## $z
## [1] -27.40279
##
## $p.value
## [1] 2.540433e-165
##
## $expected.mean.distance
## [1] 0.2998562
##
## $observed.mean.distance
## [1] 0.1640321
Interpretasi:
H0: Pola sebaran titik bersifat acak H1: Pola sebaran titik tidak acak
\[ Z_{\text{hitung}} = \frac{d_0 - d_e} {\sqrt{\frac{(4 - \pi)A}{4\pi n^2}}} \]
Tingkat signifikansi yang digunakan: α = 0.05
Jika |Z-hitung|> Z-tabel (1.96) maka tolak H0 Jika |Z-hitung|< Z-tabel (1.96) maka gagal tolak H0
Karena |Z-hitung| (27.40279) > Z-tabel (1.96) maka tolak H0. Sehingga terdapat bukti yang sangat signifikan bahwa pola sebaran titik tidak acak.
Nilai NNI = 0.547 (< 1) menunjukkan bahwa jarak rata-rata antar titik lebih kecil dibanding jarak yang diharapkan pada pola acak. Dengan demikian, pola sebaran titik bersifat mengelompok (clustered).
Dari hasil analisis menggunakan metode Variance Mean Ratio (VMR) dan Nearest Neighbor Index (NNI), dapat diketahui bahwa pola persebaran titik tidak menunjukkan karakter acak pada taraf signifikansi 5%, sehingga tidak memenuhi asumsi CSR. Meskipun demikian, kedua metode memberikan arah penyimpangan pola yang berbeda. Uji VMR menghasilkan nilai VMR < 1 yang mengarah pada pola sebaran titik yang lebih teratur atau merata. Sebaliknya, uji NNI memberikan nilai NNI < 1 yang menandakan adanya kecenderungan titik-titik untuk saling berdekatan atau membentuk klaster. Perbedaan tersebut wajar karena masing-masing metode menilai aspek yang berlainan: VMR menitikberatkan pada variasi jumlah titik dalam setiap wilayah pengamatan, sedangkan NNI lebih menilai kedekatan antar titik. Secara keseluruhan, kedua hasil ini konsisten dalam menunjukkan bahwa pola sebaran titik tidak acak dan memiliki struktur keruangan yang jelas.
Lestari, R., & Purwanto, H. (2022). Analisis Pola Sebaran Titik Menggunakan Pendekatan Spatial Point Pattern. Jurnal Sains Informasi Geografi, 5(1), 12–21.
Modul Statistika Spasial Pertemuan 2. (2025). Visualisasi data spasial dengan R. Program Studi Statistik.
Sari, L. P., & Prakoso, A. (2021). Analisis Pola Sebaran Titik Menggunakan Spatial Point Pattern untuk Identifikasi Konsentrasi Fenomena Keruangan. Jurnal Geografi, 19(2), 102–111.
Wang, Y., Li, J., & Chen, X. (2024). Spatial point process modeling for seismic hazard assessment in active tectonic regions. Applied Sciences, 14(4), 1455.