Perbedaan perkembangan ekonomi antar provinsi di Indonesia telah lama diamati, karena setiap wilayah menunjukkan kapasitas produksi dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tidak seragam. Ketimpangan ini tercermin melalui indikator seperti Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan pengeluaran per kapita, yang digunakan untuk menilai sejauh mana aktivitas ekonomi dan kemampuan konsumsi masyarakat terbentuk di masing-masing provinsi (Badan Pusat Statistik, 2024).
Untuk memahami pola perbedaan tersebut secara lebih komprehensif, diperlukan suatu pendekatan analitis yang memungkinkan provinsi-provinsi dikelompokkan berdasarkan kesamaan karakteristik ekonominya. Oleh karena itu, analisis klaster non-hierarki, khususnya metode K-Means, sering digunakan karena mampu mengelompokkan wilayah berdasarkan kedekatan nilai indikator kuantitatif seperti PDRB dan pengeluaran per kapita. Melalui teknik ini, pemetaan posisi relatif antarprovinsi dapat dilakukan sehingga gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi pembangunan regional dapat diperoleh. Variasi perkembangan wilayah, terutama di luar Pulau Jawa, juga telah diidentifikasi dalam penelitian sebelumnya, sehingga kebutuhan untuk memahami pola perbedaan tersebut semakin diperkuat (Miranti, 2021).
Dengan pendekatan klaster, gambaran tentang tingkat kemajuan ekonomi
antarprovinsi dapat diperjelas. Provinsi-provinsi di Pulau Jawa umumnya
teridentifikasi sebagai wilayah dengan tingkat ekonomi lebih tinggi,
sementara provinsi-provinsi di Sumatera dan Kalimantan banyak
terkelompok ke dalam kategori ekonomi menengah. Di sisi lain, wilayah
timur seperti Maluku dan Papua lebih sering berada pada kelompok
berkapasitas ekonomi rendah. Hasil pengelompokan ini memberi petunjuk
bahwa ketimpangan ekonomi regional masih terjadi dan perlu diperhatikan
dalam perumusan strategi pembangunan. Melalui analisis tersebut, suatu
dasar empiris dapat dibentuk sehingga arah kebijakan dapat disusun
secara lebih terfokus, terutama yang berkaitan dengan upaya pemerataan
pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara bertahap dan
berkelanjutan
## Tinjauan Pustaka
Pembangunan Ekonomi Regional Pembangunan ekonomi regional telah dipahami sebagai suatu proses yang berjalan secara tidak merata antar wilayah, karena setiap daerah memiliki sumber daya, kapasitas produksi, serta tingkat akses terhadap infrastruktur yang berbeda. Dalam konteks Indonesia, disparitas antar provinsi telah lama diamati, terutama antara wilayah barat dan timur Indonesia. Perbedaan tersebut umumnya diukur melalui indikator ekonomi seperti Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan pengeluaran per kapita, yang digunakan sebagai cerminan dari tingkat aktivitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat (Badan Pusat Statistik, 2024).
Kajian mengenai geografi ekonomi Indonesia menunjukkan bahwa pusat pertumbuhan lebih banyak terpusat di wilayah dengan infrastruktur memadai, kepadatan penduduk tinggi, dan akses pasar yang lebih besar, khususnya di Pulau Jawa (Hill et al., 2008). Pemahaman mengenai variasi regional menjadi penting karena disparitas ekonomi yang terlalu lebar berpotensi mempengaruhi efektivitas kebijakan pembangunan nasional.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan indikator utama yang digunakan untuk menggambarkan besarnya nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di suatu wilayah dalam periode tertentu. PDRB digunakan untuk mengukur kapasitas ekonomi daerah, tingkat produktivitas, dan potensi pertumbuhan wilayah (Badan Pusat Statistik, 2024).
Dalam penelitian regional, PDRB sering dimanfaatkan untuk mengidentifikasi struktur ekonomi wilayah dan menilai perbedaan kinerja antarprovinsi. PDRB yang tinggi biasanya menunjukkan tingginya aktivitas ekonomi dan berkembangnya sektor-sektor produktif dalam wilayah tersebut. Sebaliknya, nilai PDRB yang rendah sering mengindikasikan keterbatasan aktivitas ekonomi atau minimnya dukungan infrastruktur pendukung.
Pengeluaran Per Kapita
Pengeluaran per kapita dipahami sebagai ukuran rata-rata konsumsi atau belanja penduduk dalam memenuhi kebutuhan hidup. Indikator ini sering digunakan sebagai pendekatan kesejahteraan karena dianggap mampu mencerminkan kemampuan daya beli masyarakat. Pengeluaran yang lebih tinggi biasanya berkaitan dengan tingkat pendapatan yang lebih baik, akses terhadap fasilitas publik, serta kualitas hidup yang lebih tinggi (Badan Pusat Statistik, 2024).
Dalam analisis spasial ekonomi, pengeluaran per kapita sering dipasangkan dengan PDRB karena kedua indikator tersebut memberikan gambaran yang saling melengkapi: PDRB menggambarkan potensi produksi wilayah, sedangkan pengeluaran per kapita menggambarkan kemampuan konsumsi masyarakat.
Analisis Multivariat
Analisis multivariat merupakan pendekatan statistik yang digunakan ketika beberapa variabel dianalisis secara bersamaan. Pendekatan ini digunakan untuk memahami pola, struktur, dan hubungan antar variabel dalam dataset yang kompleks. Teknik ini diterapkan dalam berbagai bidang termasuk ekonomi, kesehatan, sosial, dan ilmu lingkungan (Hair dkk., 2019).
Metode dalam analisis multivariat mencakup analisis klaster, analisis faktor, analisis komponen utama, analisis diskriminan, regresi multivariat, serta analisis varians multivariat. Pemilihan metode tergantung pada tujuan penelitian dan sifat data yang diolah (Johnson & Wichern, 2007).
Analisis Klaster
Analisis klaster merupakan teknik statistik yang digunakan untuk mengelompokkan objek berdasarkan kemiripan karakteristiknya. Tujuan utama teknik ini adalah menghasilkan kelompok (cluster) yang memiliki keseragaman internal yang tinggi dan perbedaan eksternal yang jelas antarcluster (Everitt dkk., 2011).
Dalam konteks ekonomi regional, analisis klaster dapat digunakan untuk mengelompokkan provinsi berdasarkan kinerja ekonominya. Melalui pendekatan ini, wilayah-wilayah dengan karakteristik serupa dapat diidentifikasi sehingga pola pengelompokan ekonomi regional menjadi lebih mudah dipahami.
Analisis Klaster Non-Hierarki (K-Means)
Metode K-Means merupakan salah satu teknik analisis klaster non-hierarki yang paling luas digunakan. Metode ini bekerja dengan cara membagi objek ke dalam sejumlah klaster tertentu berdasarkan kedekatannya terhadap pusat klaster atau centroid. Prosesnya dilakukan melalui iterasi yang berulang hingga posisi klaster mencapai kondisi stabil (Everitt dkk., 2011).
K-Means digunakan karena mampu menangani data berukuran besar, memiliki proses komputasi yang efisien, dan menghasilkan kelompok yang mudah ditafsirkan. Metode ini sangat relevan ketika variabel yang digunakan bersifat kuantitatif, seperti PDRB dan pengeluaran per kapita. Dalam konteks Indonesia, penerapan K-Means telah dianggap efektif untuk membaca variasi antarwilayah yang heterogen, sebagaimana ditunjukkan dalam berbagai kajian mengenai pertumbuhan ekonomi regional (Miranti, 2021).
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan pengeluaran per kapita untuk 38 provinsi di Indonesia. Kedua variabel tersebut dipilih karena mampu menggambarkan kapasitas produksi wilayah serta tingkat daya beli masyarakat, sehingga relevan dalam menilai kondisi dan kemajuan ekonomi setiap provinsi. Seluruh data bersumber dari publikasi resmi Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, yang memuat informasi terkini mengenai PDRB atas dasar harga berlaku dan rata-rata pengeluaran penduduk per kapita menurut provinsi. Data tersebut kemudian dikompilasi ke dalam file DataTugasPraktikumAnmul1.xlsx dan diinput ke dalam R untuk keperluan analisis klaster non-hierarki menggunakan metode K-Means. Dengan menggunakan data yang bersifat kuantitatif dan terstandarisasi ini, penelitian dapat mengelompokkan provinsi berdasarkan kemiripan karakteristik ekonomi secara objektif dan terukur.
Penelitian ini bertujuan untuk:
> library(readxl)
> library(factoextra)
> data_anmul <- read_excel("C:/Users/Lenovo/Downloads/DataTugasPraktikumAnmul1.xlsx", sheet = 1)
> data_anmul
# A tibble: 38 × 3
Provinsi PDRB Pengeluaran
<chr> <dbl> <dbl>
1 Aceh 243202. 10.8
2 Sumatera Utara 1146920. 11.5
3 Sumatera Barat 332936. 11.7
4 Riau 1112482. 11.9
5 Jambi 322976. 11.6
6 Sumatera Selatan 663962. 12.0
7 Bengkulu 103992. 11.7
8 Lampung 483883. 11.3
9 Kepulauan Bangka Belitung 107505. 13.7
10 Kepulauan Riau 352436. 15.6
# ℹ 28 more rows
> df= as.data.frame(data_anmul[2:3])
> rownames(df) <- c(data_anmul$Provinsi)
> df
PDRB Pengeluaran
Aceh 243202.09 10.811
Sumatera Utara 1146919.76 11.460
Sumatera Barat 332936.44 11.718
Riau 1112481.62 11.857
Jambi 322975.53 11.621
Sumatera Selatan 663961.72 12.015
Bengkulu 103991.92 11.733
Lampung 483882.92 11.258
Kepulauan Bangka Belitung 107504.82 13.667
Kepulauan Riau 352436.43 15.573
DKI Jakarta 3679358.60 19.953
Jawa Barat 2823338.73 12.157
Jawa Tengah 1817776.96 12.276
DI Yogyakarta 193514.56 15.361
Jawa Timur 3168295.58 12.852
Banten 873626.25 13.097
Bali 298441.51 14.920
Nusa Tenggara Barat 182265.19 11.606
Nusa Tenggara Timur 137282.48 8.534
Kalimantan Barat 300166.89 10.321
Kalimantan Tengah 222864.50 12.303
Kalimantan Selatan 286818.87 13.399
Kalimantan Timur 858430.74 13.793
Kalimantan Utara 146793.48 10.197
Sulawesi Utara 187374.29 11.998
Sulawesi Tengah 376950.32 10.536
Sulawesi Selatan 696252.76 12.275
Sulawesi Tenggara 189481.75 10.606
Gorontalo 54554.50 11.539
Sulawesi Barat 64214.88 10.208
Maluku 62646.24 9.684
Maluku Utara 95787.67 9.320
Papua Barat 76177.48 8.805
Papua Barat Daya 37040.34 8.733
Papua 85914.33 11.037
Papua Selatan 33382.85 9.756
Papua Tengah 174942.95 7.809
Papua Pegunungan 26561.43 5.707
> dfScale= scale (df)
> dfScale
PDRB Pengeluaran
Aceh -0.38365832 -0.317024353
Sumatera Utara 0.64736512 -0.053572704
Sumatera Barat -0.28128318 0.051158460
Riau 0.60807571 0.107583390
Jambi -0.29264728 0.011782790
Sumatera Selatan 0.09637328 0.171721079
Bengkulu -0.54247888 0.057247481
Lampung -0.10907303 -0.135571522
Kepulauan Bangka Belitung -0.53847112 0.842325276
Kepulauan Riau -0.25903625 1.616036899
DKI Jakarta 3.53654597 3.394031078
Jawa Barat 2.55993948 0.229363813
Jawa Tengah 1.41272527 0.277670047
DI Yogyakarta -0.44034528 1.529978733
Jawa Timur 2.95349004 0.511488460
Banten 0.33557304 0.610942472
Bali -0.32063738 1.350961511
Nusa Tenggara Barat -0.45317933 0.005693769
Nusa Tenggara Timur -0.50449871 -1.241337765
Kalimantan Barat -0.31866894 -0.515932377
Kalimantan Tengah -0.40686084 0.288630286
Kalimantan Selatan -0.33389729 0.733534765
Kalimantan Timur 0.31823695 0.893473054
Kalimantan Utara -0.49364791 -0.566268285
Sulawesi Utara -0.44735052 0.164820189
Sulawesi Tengah -0.23106911 -0.428656407
Sulawesi Selatan 0.13321313 0.277264113
Sulawesi Tenggara -0.44494618 -0.400240975
Gorontalo -0.59888050 -0.021503859
Sulawesi Barat -0.58785927 -0.561803003
Maluku -0.58964888 -0.774512809
Maluku Utara -0.55183885 -0.922273056
Papua Barat -0.57421151 -1.131329449
Papua Barat Daya -0.61886186 -1.160556751
Papua -0.56310304 -0.225283100
Papua Selatan -0.62303457 -0.745285508
Papua Tengah -0.46153305 -1.535640454
Papua Pegunungan -0.63081692 -2.388915286
attr(,"scaled:center")
PDRB Pengeluaran
579488.14158 11.59197
attr(,"scaled:scale")
PDRB Pengeluaran
876524.85850 2.46345
Fungsi scale() mengubah skala setiap variabel sehingga memiliki rata-rata 0 dan standar deviasi 1. Standardisasi ini sangat penting dalam metode K-Means karena variabel PDRB memiliki skala jauh lebih besar dibanding pengeluaran per kapita. Tanpa standardisasi, variabel dengan skala besar akan mendominasi proses penentuan klaster. Dengan menampilkan dfScale, pengguna dapat melihat hasil data yang telah distandarisasi.
> set.seed(15)
> km.res<- kmeans(dfScale,3, nstart =25)
> km.res
K-means clustering with 3 clusters of sizes 15, 20, 3
Cluster means:
PDRB Pengeluaran
1 -0.50515981 -0.8610040
2 -0.07362892 0.4390088
3 3.01665850 1.3782945
Clustering vector:
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat
1 2 2
Riau Jambi Sumatera Selatan
2 2 2
Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung
2 2 2
Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat
2 3 3
Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur
2 2 3
Banten Bali Nusa Tenggara Barat
2 2 2
Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah
1 1 2
Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara
2 2 1
Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan
2 1 2
Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat
1 2 1
Maluku Maluku Utara Papua Barat
1 1 1
Papua Barat Daya Papua Papua Selatan
1 1 1
Papua Tengah Papua Pegunungan
1 1
Within cluster sum of squares by cluster:
[1] 4.713704 10.758356 6.617454
(between_SS / total_SS = 70.1 %)
Available components:
[1] "cluster" "centers" "totss" "withinss" "tot.withinss"
[6] "betweenss" "size" "iter" "ifault"
> aggregated(df,by=list(cluster=km.res$cluster),mean)
Error in aggregated(df, by = list(cluster = km.res$cluster), mean): could not find function "aggregated"
> fviz_cluster(km.res,df,ellipse.type="convex")
Syntax ini berfungsi untuk menghitung k-means sesuai dengan Analisis Cluster Non-Hierarki. Pada pemilihan nilai K berasal dari beberapa pertimbangan untuk mengelompokkan Provinsi di Indonesia sesuai dengan kemampuan ekonomi dari Provinsi tersebut. Pada kasus ini dipilih k = 3, yang mana ekonomi Provinsi di Indonesia menjadi Ekonomi Rendah, Ekonomi Menengah dan Ekonomi Tinggi.
Berdasarkan Data yang digunakan hasil visualisasi cluster menunjukkan pemisahan yang jelas antar wilayah dalam hal tingkat PDRB dan pengeluaran per kapita. Provinsi-provinsi di Jawa terutama DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur terletak jauh pada sisi kanan atas plot dan membentuk klaster ekonomi tertinggi. Posisi yang terpisah dari kelompok provinsi lainnya menunjukkan bahwa ketiga provinsi tersebut memiliki nilai PDRB dan pengeluaran per kapita yang jauh lebih besar dibanding wilayah lain di Indonesia.
Di sisi lain, sebagian wilayah Jawa lainnya seperti Jawa Tengah, Banten, dan DI Yogyakarta berada dalam klaster ekonomi menengah. Ketiga provinsi ini terletak pada area tengah grafik, dengan nilai PDRB dan pengeluaran per kapita yang lebih tinggi dibanding provinsi-provinsi di Indonesia Timur, namun belum mencapai tingkat provinsi-provinsi utama di Jawa Barat–Timur–DKI. Posisi mereka yang berada dekat dengan provinsi Sumatera dan Kalimantan di plot mencerminkan karakteristik ekonomi menengah yang relatif serupa dalam parameter yang dianalisis.
Sementara itu, provinsi-provinsi di Indonesia bagian Timur, termasuk wilayah Maluku dan Papua, terletak pada bagian kiri–bawah plot dan membentuk klaster ekonomi rendah. Persebaran mereka di area dengan nilai PDRB dan pengeluaran per kapita yang kecil mengindikasikan bahwa wilayah-wilayah ini masih berada pada kategori ekonomi paling rendah dalam struktur klaster yang terbentuk. Visualisasi menunjukkan pemisahan yang jelas antara kelompok provinsi di kawasan timur dengan provinsi di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
Hasil analisis klaster menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia masih terpusat pada wilayah tertentu, terutama Pulau Jawa. DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur berada pada kelompok provinsi dengan kapasitas ekonomi tertinggi, terlihat dari posisi mereka yang jauh terpisah pada area dengan nilai PDRB dan pengeluaran per kapita terbesar. Hal ini menegaskan bahwa pusat pertumbuhan nasional tetap terkonsentrasi pada wilayah dengan infrastruktur yang lebih matang dan aktivitas ekonomi yang lebih intensif.
Sementara itu, Jawa Tengah, Banten, dan DI Yogyakarta termasuk dalam kelompok ekonomi menengah bersama sejumlah provinsi di Sumatera dan Kalimantan yang menunjukkan kondisi pembangunan yang stabil. Keberadaan mereka di area tengah plot menandakan fondasi ekonomi yang cukup kuat meskipun masih memiliki ruang untuk peningkatan agar dapat mendekati level provinsi utama di Jawa bagian barat dan timur.
Pada sisi lain, provinsi-provinsi di kawasan timur seperti Maluku dan Papua berada dalam kelompok berkapasitas ekonomi rendah. Posisi mereka pada bagian kiri bawah grafik menunjukkan adanya tantangan pembangunan yang signifikan, baik dari sisi pemerataan aktivitas ekonomi maupun kemampuan konsumsi masyarakat. Pola klasterisasi ini mengisyaratkan perlunya percepatan pembangunan yang lebih seimbang. Wilayah ekonomi menengah memerlukan penguatan agar tidak tertinggal dari pusat pertumbuhan utama, sedangkan wilayah berkapasitas ekonomi rendah membutuhkan peningkatan akses, layanan publik, dan dukungan pembangunan yang lebih terarah agar kesejahteraan masyarakat dapat meningkat secara lebih merata.
Badan Pusat Statistik. (2024). PDRB dan pengeluaran per kapita menurut provinsi. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.https://www.bps.go.id
Everitt, B. S., Landau, S., Leese, M., & Stahl, D. (2011). Cluster analysis (5th ed.). Wiley.
Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2019). Multivariate data analysis (8th ed.). Cengage Learning.
Hill, H., Resosudarmo, B. P., & Vidyattama, Y. (2008). Indonesia’s changing economic geography. Australian National University. https://people.anu.edu.au/budy.resosudarmo/2006to2010/Hill_Reso_Vidyattama_2008.pdf
Johnson, R. A., & Wichern, D. W. (2007). Applied multivariate statistical analysis (6th ed.). Pearson.
Miranti, R. C. (2021). Regional growth, convergence, and heterogeneity in Sumatra: Evidence from new satellite data. Sumatranomics Conference. https://www.sumatranomics.com/wp-content/uploads/2021/11/13817041123_Regional-Growth-Convergence-and-Heterogeneity-in-Sumatra_Evidence-from-New-Satellite-Data.pdf