##RAL FAKTORIAL (LIHAT SOLA DI MODUL PDF)
#Masukkan data
### ==============================
### 1. MEMBUAT DATA FRAME
### ==============================
# Data daya tahan baterai
daya <- c(
# Material A
130, 74, 155, 180,
34, 80, 40, 75,
20, 82, 70, 58,
# Material B
150,159, 188, 126,
136, 106, 122, 115,
25, 70, 58, 45,
# Material C
138, 168, 110, 160,
174, 150, 120, 139,
96, 82, 104, 60
)
### ==============================
### 2. MEMBUAT FAKTOR MATERIAL
### ==============================
# 3 material, masing-masing 3 suhu, masing-masing 4 ulangan
Material <- factor(rep(c("A","B","C"), each = 12))
### ==============================
### 3. MEMBUAT FAKTOR SUHU
### ==============================
# Polanya: 10,50,70 berulang setiap 4 ulangan
Suhu <- factor(rep(rep(c(10,50,70), each = 4), times = 3))
### ==============================
### 4. MEMBUAT DATA FRAME AKHIR
### ==============================
data <- data.frame(Material, Suhu, daya)
# Melihat isi data
print(data)
## Material Suhu daya
## 1 A 10 130
## 2 A 10 74
## 3 A 10 155
## 4 A 10 180
## 5 A 50 34
## 6 A 50 80
## 7 A 50 40
## 8 A 50 75
## 9 A 70 20
## 10 A 70 82
## 11 A 70 70
## 12 A 70 58
## 13 B 10 150
## 14 B 10 159
## 15 B 10 188
## 16 B 10 126
## 17 B 50 136
## 18 B 50 106
## 19 B 50 122
## 20 B 50 115
## 21 B 70 25
## 22 B 70 70
## 23 B 70 58
## 24 B 70 45
## 25 C 10 138
## 26 C 10 168
## 27 C 10 110
## 28 C 10 160
## 29 C 50 174
## 30 C 50 150
## 31 C 50 120
## 32 C 50 139
## 33 C 70 96
## 34 C 70 82
## 35 C 70 104
## 36 C 70 60
### ==============================
### 5. ANALISIS ANOVA FAKTORIAL
### ==============================
model <- aov(daya ~ Material * Suhu, data = data)
### ==============================
### 6. MENAMPILKAN HASIL ANOVA
### ==============================
summary(model)
## Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
## Material 2 10684 5342 7.911 0.00198 **
## Suhu 2 39119 19559 28.968 1.91e-07 ***
## Material:Suhu 4 9614 2403 3.560 0.01861 *
## Residuals 27 18231 675
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
#Plot Interaksi
interaction.plot(
x.factor = Suhu, # Faktor pada sumbu X
trace.factor = Material, # Garis untuk setiap Material
response = daya, # Variabel respon
xlab = "Suhu (°C)",
ylab = "Rata-rata Daya Tahan",
trace.label = "Material",
lwd = 2,
col = c("red", "blue", "darkgreen")
)
Berdasarkan plot interaksi antara material dan suhu, terlihat bahwa ketiga garis yang merepresentasikan material A, B, dan C tidak bersifat paralel sehingga menunjukkan adanya interaksi antara kedua faktor tersebut. Artinya, pengaruh suhu terhadap daya tahan baterai tidak sama untuk setiap jenis material. Material C menunjukkan pola yang paling stabil, di mana daya tahannya tetap tinggi pada suhu 10°C dan 50°C, kemudian baru mengalami penurunan pada suhu 70°C. Sebaliknya, material B memiliki daya tahan tertinggi pada suhu rendah (10°C), namun mengalami penurunan yang sangat tajam seiring meningkatnya suhu, terutama pada 70°C. Material A juga menunjukkan penurunan besar dari suhu 10°C ke 50°C dan kemudian tetap pada level rendah hingga suhu 70°C. Dengan demikian, material C merupakan material yang paling tahan terhadap perubahan suhu, sedangkan material B sangat sensitif terhadap kenaikan suhu. Pola garis yang berbeda-beda ini menegaskan bahwa terdapat interaksi signifikan antara jenis material dan suhu dalam menentukan daya tahan baterai.
#RAK FAKTORIAL (LIHAT SOAL DI FILE PDF)
### =======================================
### 1. MEMASUKKAN DATA KE DALAM R
### =======================================
ss <- rep(c(0, 25, 50, 75), each = 9) # 4 level SS, masing2 9 nilai (3 level SM × 3 ulangan)
sm <- rep(rep(c(0, 1.5, 3), each = 3), times = 4) # 3 level SM, ulangan 3, diulang untuk ss
blok <- rep(1:3, times = 12) # 12 kombinasi → tiap kombinasi punya blok 1,2,3
# Nilai respon (pertambahan berat badan)
y <- c(
# SS = 0
0.55, 0.491, 0.436, # SM=0
0.75, 0.79, 0.718, # SM=1.5
0.80, 0.772, 0.667, # SM=3
# SS = 25
0.768, 0.772, 0.667,
0.804, 0.737, 0.744,
0.643, 0.624, 0.692,
# SS = 50
0.732, 0.772, 0.718,
0.786, 0.702, 0.795,
0.893, 0.737, 0.744,
# SS = 75
0.788, 0.807, 0.769,
0.982, 1.018, 1.205,
0.823, 0.965, 0.795
)
### Membuat data frame
data <- data.frame(
SS = factor(ss),
SM = factor(sm),
Blok = factor(blok),
Berat = y
)
# Melihat sebagian data
head(data)
## SS SM Blok Berat
## 1 0 0 1 0.550
## 2 0 0 2 0.491
## 3 0 0 3 0.436
## 4 0 1.5 1 0.750
## 5 0 1.5 2 0.790
## 6 0 1.5 3 0.718
### =======================================
### 2. ANALISIS ANOVA RAK FAKTORIAL
### =======================================
model <- aov(Berat ~ SS * SM + Blok, data = data)
summary(model)
## Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
## SS 3 0.29132 0.09711 22.792 6.06e-07 ***
## SM 2 0.12921 0.06461 15.165 7.25e-05 ***
## Blok 2 0.00583 0.00291 0.684 0.515105
## SS:SM 6 0.15324 0.02554 5.995 0.000782 ***
## Residuals 22 0.09373 0.00426
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
### plot interaksi
interaction.plot(
x.factor = ss,
trace.factor = sm,
response = y,
xlab = "Level Seng (SS)",
ylab = "Rata-rata Pertambahan Berat (kg/hari)",
trace.label = "Minyak Ikan (SM)",
lwd = 2,
col = c("red", "blue", "darkgreen")
)
Plot interaksi tersebut menunjukkan bagaimana pengaruh level seng (SS) terhadap rata-rata pertambahan berat (kg/hari) berbeda pada setiap level minyak ikan (SM). Secara umum, peningkatan level seng cenderung meningkatkan pertambahan berat, tetapi besar peningkatannya bergantung pada jumlah minyak ikan yang diberikan. Pada SM = 1.5 terlihat pola kenaikan yang paling tajam, terutama setelah SS mencapai 50, menunjukkan bahwa kombinasi seng tinggi dan minyak ikan 1.5 memberikan respons pertumbuhan terbaik. Pada SM = 3, pola pertumbuhan juga meningkat, meskipun kenaikannya lebih moderat dan lebih stabil. Sementara itu, SM = 0 menghasilkan pertambahan berat paling rendah dengan peningkatan yang paling kecil ketika level seng dinaikkan. Dengan demikian, terdapat indikasi kuat adanya interaksi, di mana efektivitas peningkatan seng terhadap pertambahan berat sangat dipengaruhi oleh jumlah minyak ikan yang diberikan—semakin tinggi minyak ikan (khususnya SM = 1.5), semakin besar respons pertumbuhan terhadap peningkatan level seng.