Analisis pola titik spasial merupakan salah satu pendekatan penting dalam memahami persebaran objek atau fenomena di permukaan bumi. Pola titik digunakan untuk melihat apakah suatu kejadian memiliki kecenderungan mengelompok, acak, atau menyebar merata sehingga dapat memberikan gambaran awal mengenai struktur keruangan suatu wilayah. Dalam kajian geospasial, analisis pola titik dianggap sebagai dasar untuk menjelaskan karakteristik keruangan yang tidak dapat diamati hanya melalui visualisasi peta semata (Valgunadi, 2023).
Pemanfaatan bahasa pemrograman R dalam analisis spasial semakin umum digunakan karena bersifat fleksibel, terbuka, dan didukung oleh berbagai paket yang mampu menangani data koordinat secara komputasional. R menyediakan fungsi yang dapat mengolah data titik, menghitung ukuran statistik spasial, hingga menghasilkan peta sederhana maupun tematik yang bersifat analitis. Keunggulan R terletak pada kemampuan pengolahan data berbasis kode yang membuat tahapan analisis lebih sistematis, mudah direplikasi, serta sesuai untuk kebutuhan pendidikan, penelitian, maupun perencanaan wilayah (Sibly et al., 2023).
Metode Kuadran dan Nearest-Neighbor merupakan dua teknik statistik spasial yang umum digunakan untuk mengidentifikasi pola persebaran titik dalam suatu wilayah. Metode Kuadran membagi area studi ke dalam sel-sel grid untuk menghitung variasi kepadatan titik, sedangkan metode Nearest-Neighbor menggunakan jarak antar titik terdekat untuk menentukan kecenderungan pola mengelompok atau menyebar. Kedua metode ini memberikan dasar kuantitatif dalam menganalisis struktur keruangan sehingga relevan digunakan dalam berbagai bidang yang membutuhkan interpretasi pola titik spasial(Rahmawati, 2024).
Berikut library yang digunakan:
library(sp)
library(spatstat)
library(spatstat.data)
library(spatstat.geom)
library(spatstat.explore)
Data ini merupakan kumpulan koordinat titik yang menunjukkan posisi masing-masing sel biologis yang terdeteksi pada hasil pengamatan mikroskop. Setiap baris merepresentasikan satu sel dengan informasi letak dalam bentuk nilai koordinat X dan Y, sehingga pola persebaran sel dapat dianalisis secara spasial. Melalui data ini, peneliti dapat melihat bagaimana sel tersebar di dalam bidang pandang, apakah membentuk kelompok, merata, atau acak, serta memungkinkan dilakukan analisis lanjutan seperti pemetaan kepadatan, perhitungan jarak antar sel, atau pengujian pola spasial menggunakan metode seperti nearest neighbor atau model point pattern lainnya.
data(cells)
X <- cells
plot(X, main = "Pola Sebaran Titik - Data Cells")
Pola sebaran titik memperlihatkan letak masing-masing elemen pada suatu bidang persegi yang menjadi ruang pengamatannya. Titik-titik tersebut tampak tersebar relatif merata di seluruh area, tanpa menunjukkan bagian yang jauh lebih padat maupun lebih renggang jika dibandingkan dengan wilayah lainnya. Tidak terlihat adanya konsentrasi titik yang menumpuk di suatu sisi ataupun area kosong yang signifikan, sehingga distribusi posisi elemen tampak terdistribusi secara konsisten di seluruh bidang. Kondisi ini memberikan petunjuk awal bahwa pola persebarannya cenderung tidak membentuk suatu pengelompokan tertentu, melainkan mendekati pola sebaran yang seragam atau setidaknya tidak memiliki indikasi visual awal terhadap kecenderungan clustering.
plot(density(X, 10), main = "Kepadatan Titik - Data Cells")
Peta Kepadatan (Density Map) menampilkan distribusi tingkat keramaian titik di setiap bagian wilayah dengan memvisualisasikan variasi intensitas melalui gradasi warna. Pada peta ini, keseragaman warna yang tampak hampir di seluruh permukaan mengindikasikan bahwa titik-titik memiliki tingkat kepadatan yang relatif seragam di seluruh area pengamatan. Tidak terlihat adanya zona yang menunjukkan warna lebih pekat atau kontras yang signifikan, yang biasanya menandakan adanya akumulasi atau konsentrasi titik yang tinggi pada suatu lokasi tertentu. Dengan demikian, peta tersebut memberikan gambaran bahwa persebaran titik cenderung uniform dan tidak menunjukkan adanya pusat kepadatan yang menonjol dibandingkan bagian lain dari wilayah tersebut.
Q <- quadratcount(X, nx = 4, ny = 3)
plot(X, main = "Hasil Pembagian Kuadran")
plot(Q, add = TRUE, cex = 2, col = "red")
Plot Kuadran membagi bidang pengamatan menjadi sejumlah area kecil yang berfungsi untuk mengevaluasi variasi jumlah titik pada setiap bagian wilayah. Nilai yang tercantum pada masing-masing kuadran menunjukkan banyaknya titik yang berada di area tersebut, sehingga dapat memberikan gambaran mengenai distribusi lokal di dalam bidang. Karena perbedaan jumlah titik antar-kuadran tampak relatif kecil dan tidak menunjukkan kontras yang mencolok, pola sebaran titik secara keseluruhan dapat dikatakan cenderung merata. Kondisi ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat variasi kepadatan yang signifikan antar bagian wilayah, sehingga pola distribusi titik tidak memperlihatkan tanda-tanda pengelompokan atau akumulasi di area tertentu.
mean_Q <- mean(Q)
var_Q <- sd(Q)^2
VMR <- var_Q / mean_Q
VMR
## [1] 0.3376623
uji_kuadran <- quadrat.test(X, nx = 4, ny = 3)
uji_kuadran
##
## Chi-squared test of CSR using quadrat counts
##
## data: X
## X2 = 3.7143, df = 11, p-value = 0.04492
## alternative hypothesis: two.sided
##
## Quadrats: 4 by 3 grid of tiles
Interpretasi:
Hipotesis:
Statistik Uji:
Keputusan (dengan alpha = 0.05):
Karena p-value = 0.04492 < 0.05, kita menolak H0
Kesimpulan:
Berikut library yang digunakan:
library(sp)
library(spatstat.geom)
library(datasets)
data(quakes)
coordinates(quakes) <- ~long+lat
nni <- function(x, win = c("hull", "extent")) {
win <- match.arg(win)
W <- if (win == "hull") convexhull.xy(coordinates(x)) else {
e <- as.vector(bbox(x))
as.owin(c(e[1], e[3], e[2], e[4]))
}
p <- as.ppp(coordinates(x), W = W)
A <- area.owin(W)
o <- mean(nndist(p)) # jarak rata-rata aktual (observed)
e <- 0.5 * sqrt(A / p$n) # jarak rata-rata harapan (expected)
se <- 0.26136 * sqrt(A) / p$n # standar error
z <- (o - e) / se # nilai z
p2 <- 2 * pnorm(-abs(z)) # p-value (dua sisi)
list(
NNI = o / e,
z = z,
p.value = p2,
expected.mean.distance = e,
observed.mean.distance = o
)
}
nni(quakes)
## $NNI
## [1] 0.5470358
##
## $z
## [1] -27.40279
##
## $p.value
## [1] 2.540433e-165
##
## $expected.mean.distance
## [1] 0.2998562
##
## $observed.mean.distance
## [1] 0.1640321
Interpretasi:
Hipotesis:
Statistik Uji:
Kriteria Pengambilan Keputusan:
Tingkat signifikansi yang digunakan: α = 0.05
Kesimpulan:
Karena |Z-hitung| (27.40279) > Z-tabel (1.96) maka tolak H0. Sehingga terdapat bukti yang sangat signifikan bahwa pola sebaran titik tidak acak.
Nilai NNI = 0.547 (< 1) menunjukkan bahwa jarak rata-rata antar titik lebih kecil dibanding jarak yang diharapkan pada pola acak. Dengan demikian, pola sebaran titik bersifat mengelompok (clustered).
Hasil analisis menggunakan Variance Mean Ratio (VMR) dan Nearest Neighbor Index (NNI) menunjukkan bahwa pola sebaran titik tidak bersifat acak pada taraf signifikansi 5%, meskipun kedua metode memberikan arah penyimpangan yang berbeda. Nilai VMR < 1 mengindikasikan kecenderungan pola yang lebih teratur karena variasi jumlah titik antar-kuadran lebih rendah dibandingkan kondisi acak, sementara nilai NNI < 1 menunjukkan kecenderungan mengelompok berdasarkan jarak antar-titik yang lebih dekat dari ekspektasi acak. Perbedaan hasil ini muncul karena kedua pendekatan menangkap karakteristik yang berbeda: VMR menilai variasi kepadatan berdasarkan pembagian area, sedangkan NNI mengevaluasi jarak antar-titik secara langsung. Meskipun arahnya berbeda, keduanya tetap menegaskan bahwa pola persebaran titik tidak mengikuti pola acak, sehingga terdapat struktur spasial tertentu dalam distribusi titik tersebut.
Rahmawati, E. (2024). Analisis Pola Persebaran dan Keterjangkauan SMA/SMK/MA Negeri di Kabupaten X Menggunakan Metode Nearest Neighbor. Jurnal Ilmiah Penalaran dan Penelitian Mahasiswa, 8(1), 1–10.
Sibly, M., Deffry, M., & Khairunnisa, N. F. (2023). Analisis Pola Persebaran Sekolah Menengah Atas di Kecamatan Koja Jakarta Utara Menggunakan Metode Nearest Neighbor Analysis (NNA). Jurnal Sains Geografi, 1(2), 78–84.
Valgunadi, A. N. (2023). Analisis Hotspot (Getis Ord Gi) dan Average Nearest Neighbour pada Persebaran Titik Spasial*. Jurnal Pendidikan Geografi Undiksha, 11(2), 158–167.