LAPORAN PRAKTIKUM

PERTEMUAN II

PENGANTAR STATISTIK SPASIAL

Oleh:
Vivi Elvira Saputri Syah (F1F022001)

Dosen Pengampu:
Dr. Pepi Novianti, S.Si., M.Si

Asisten Praktikum:
1. Avrillia Permata Hati (F1F021008)
2. Desvin Sitohang (F1F021029)


LABORATORIUM MATEMATIKA
PROGRAM STUDI STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2025

BAB I: PENDAHULUAN

Latar Belakang

Analisis pola titik spasial menjadi pendekatan penting dalam memahami persebaran fenomena yang memiliki lokasi geografis, seperti kejadian gempa, distribusi penyakit, atau pola vegetasi. Pola titik dapat menggambarkan apakah suatu peristiwa tersebar secara acak, mengelompok, atau teratur dalam ruang dua dimensi, sehingga membantu dalam interpretasi proses spasial yang mendasarinya. Analisis ini sangat relevan di era data spasial modern, di mana pengumpulan data berbasis lokasi semakin mudah dan akurat melalui sistem informasi geografis (SIG) dan sensor spasial (Gonzalez & Moraga, 2023).

Metode Kuadran (Quadrat Method) merupakan salah satu teknik klasik dalam analisis pola titik yang digunakan untuk mendeteksi adanya pengelompokan (clustering) atau keteraturan (regularity) dalam persebaran titik. Area penelitian dibagi menjadi beberapa kuadran berukuran sama, kemudian jumlah titik pada masing-masing kuadran dihitung dan dibandingkan dengan distribusi acak teoretis. Dengan cara ini, pola spasial dapat diketahui apakah acak, mengelompok, atau teratur. Metode ini efektif digunakan sebagai langkah awal untuk memahami struktur spasial sebelum diterapkan analisis lanjutan seperti nearest-neighbor atau kernel density estimation (Yin et all, 2022).

Selain itu, metode Nearest Neighbor Analysis (NNA) digunakan untuk menilai kedekatan spasial antar titik berdasarkan jarak rata-rata antar tetangga terdekat. Metode ini menghasilkan Nearest Neighbor Ratio (R) yang digunakan untuk menilai karakter pola: nilai R < 1 menunjukkan pola mengelompok, R ≈ 1 acak, dan R > 1 menunjukkan pola teratur. Dalam konteks penelitian modern, pendekatan ini semakin sering digunakan untuk mendeteksi asosiasi spasial pada berbagai skala data, termasuk citra digital dan sistem jaringan (Soltisz et all, 2024). Dengan menggunakan perangkat lunak R, mahasiswa dapat melakukan analisis ini secara numerik maupun visual, sehingga mendukung pemahaman yang lebih komprehensif terhadap fenomena spasial (Song & Zhang, 2024)

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang dapat disumpulkan adalah:

  1. Bagaimana menentukan pola titik spasial dengan menggunakan R?
  2. Bagaimana menganalisis pola titik dengan metode Kuadran dan Nearest-Neighbor ?

Tujuan Praktikum

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:

  1. Mahasiswa mampu menentukan pola titik spasial dengan menggunakan R
  2. Mahasiswa mampu menganalisis pola titik dengan metode Kuadran dan Nearest-Neighbor

Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada praktikum ini adalah:

  1. Gunakan Metode Kuadran pada data cells dari paket spatstat.data untuk mengetahui apakah pola sebaran titik bersifat acak, seragam, atau mengelompok. Hitung nilai VMR dan lakukan uji kuadran, lalu interpretasikan hasilnya.
  2. Gunakan metode Nearest Neighbor pada data quakes dari paket datasets untuk melihat apakah sebaran titik gempa bersifat acak, seragam, atau mengelompok. Hitung nilai ITT/NNI dan lakukan uji NN, lalu interpretasikan hasilnya.

BAB II: PEMBAHASAN

Instal Library

library(spatstat)
library(spatstat.data)
library(sp)
library(spatstat.geom)
library(ggplot2)
library(sf)

Batasan Masalah 1

Import Data

data(cells)
X <- cells
X
## Planar point pattern: 42 points
## window: rectangle = [0, 1] x [0, 1] units

Output data tersebut menunjukkan bahwa data cells berisi 42 titik yang tersebar dalam bidang persegi [0,1] × [0,1]. Pola ini merepresentasikan posisi titik dalam area spasial dua dimensi yang digunakan untuk menganalisis apakah sebarannya bersifat acak, mengelompok, atau teratur.

Sebaran Titik Data

plot(X, main = "Pola Sebaran Titik - Data Cells")

Interpretasi:

Plot tersebut menunjukkan sebaran titik dari data cells yang merepresentasikan lokasi sel dalam suatu bidang pengamatan spasial. Titik-titik tampak tersebar secara merata di seluruh area, tanpa adanya area yang menunjukkan penumpukan (cluster) maupun area kosong yang luas. Jarak antar titik terlihat relatif seragam dan tidak saling berhimpitan. Pola seperti ini menandakan bahwa distribusi titik tidak acak dan tidak mengelompok, melainkan menunjukkan pola seragam (uniform pattern). Dengan kata lain, setiap titik menjaga jarak tertentu dari titik lainnya, sehingga secara visual dapat disimpulkan bahwa pola sebaran data cells bersifat seragam, bukan acak maupun mengelompok.

Kepadatan Titik

plot(density(X, 10), main = "Density Map - Data Cells")

Interpretasi:

Plot tersebut menunjukkan peta kepadatan titik pada data cells. Warna pada peta menggambarkan tingkat kepadatan, di mana warna biru menunjukkan area dengan kepadatan rendah dan warna kuning menunjukkan area dengan kepadatan lebih tinggi. Namun, perbedaan warna terlihat sangat halus dan tidak menunjukkan adanya area dengan konsentrasi titik yang dominan. Hal ini mengindikasikan bahwa sebaran titik pada data cells bersifat seragam, tanpa adanya pola pengelompokan atau penumpukan yang signifikan di wilayah tertentu.

Pembagian Kuadran

Q <- quadratcount(X, nx = 4, ny = 3)
plot(X, main = "Hasil Pembagian Kuadran")
plot(Q, add = TRUE, cex = 2, col = "red")

Interpretasi:

Hasil Pembagian Kuadran menunjukkan hasil pembagian area pengamatan data cells menjadi beberapa kuadran untuk menganalisis sebaran titik secara spasial. Setiap kuadran menampilkan jumlah titik (ditunjukkan oleh angka merah) yang berada di dalamnya. Terlihat bahwa jumlah titik di tiap kuadran relatif tidak berbeda jauh, berkisar antara 2 hingga 5 titik per kuadran. Keseragaman jumlah titik ini mengindikasikan bahwa distribusi titik di seluruh area bersifat seragam, tanpa adanya kuadran yang memiliki kepadatan jauh lebih tinggi atau lebih rendah dari lainnya. Dengan demikian, pola sebaran titik pada data cells dapat dikatakan tidak acak maupun mengelompok, melainkan seragam atau teratur.

Nilai Variance Mean Ratio (VMR)

mean_Q <- mean(Q)
var_Q <- sd(Q)^2
VMR <- var_Q / mean_Q
VMR
## [1] 0.3376623

Nilai tersebut menunjukkan bahwa konfigurasi titik dalam ruang lebih ke arah regular (uniform). Berdasarkan kriteria:

  • VMR = 0, konfigurasi titik dalam ruang lebih ke arah regular (uniform),
  • VMR = 1, konfigurasi titik dalam ruang lebih ke arah acak
  • VMR > 1, konfigurasi titik dalam ruang lebih ke arah acak sesuaikan

Karena nilai VMR = 0.34 mendekati 0, maka pola sebaran titik pada data cells dapat disimpulkan bersifat teratur atau seragam, di mana titik-titik tersebar dengan jarak yang relatif sama dan tidak menunjukkan adanya pengelompokan.

Uji Kuadran

quadrat.test(Q)
## Warning: Some expected counts are small; chi^2 approximation may be inaccurate
## 
##  Chi-squared test of CSR using quadrat counts
## 
## data:  
## X2 = 3.7143, df = 11, p-value = 0.04492
## alternative hypothesis: two.sided
## 
## Quadrats: 4 by 3 grid of tiles

Berikut interpretasi hasil dari uji Chi-Square untuk Complete Spatial Randomness (CSR) menggunakan metode pembagian kuadran

Hipotesis

  • H₀:Konfigurasi titik dalam ruang acak
  • H₁:Konfigurasi titik dalam ruang tidak acak

Taraf Signifikansi

α = 0.05

Statistik Uji

diperoleh :

Kriteria Penolakan

Tolak H₀ jika nilai p-value < α = 0.05

Kesimpulan

Didapat p-value = 0.04492 < 0.05, maka H₀ ditolak. Artinya dengan menggunakan taraf singnifikansi sebesar 5% dapat disimpulkan bahwa sebaran titik tidak acak secara spasial, melainkan bersifat lebih teratur (uniform). Titik-titik tersebar dengan jarak yang relatif seragam antar-kuadran, sehingga tidak menunjukkan adanya pengelompokan atau konsentrasi di area tertentu.

Batasan Masalah 2

Import Data

data(quakes)
coordinates(quakes) <- ~long+lat
head(coordinates(quakes))
##     long    lat
## 1 181.62 -20.42
## 2 181.03 -20.62
## 3 184.10 -26.00
## 4 181.66 -17.97
## 5 181.96 -20.42
## 6 184.31 -19.68

Sintaks tersebut bertujuan untuk mengubah dataset quakes menjadi data spasial, sehingga setiap titik gempa dapat dikenali berdasarkan koordinat geografisnya (longitude dan latitude) dan siap untuk dianalisis atau dipetakan secara spasial.

Sebaran Titik Gempa

#=== 2. Ubah data quakes menjadi sf object ===
quakes_sf <- st_as_sf(quakes)

#=== 3. Plot sebaran titik gempa ===
ggplot(data = quakes_sf) +
  geom_sf(aes(color = mag, size = mag), alpha = 0.6) +
  scale_color_viridis_c(option = "plasma", name = "Magnitudo") +
  scale_size_continuous(range = c(1,4), name = "Magnitudo") +
  labs(title = "Sebaran Titik Gempa di Dataset Quakes",
       subtitle = "Ukuran dan warna titik menunjukkan magnitudo gempa",
       x = "Longitude", y = "Latitude") +
  theme_minimal()

Interpretasi:

Berdasarkan visualisasi sebaran titik gempa pada gambar tersebut, tampak bahwa titik-titik gempa tidak tersebar secara acak atau seragam di seluruh area. Titik-titik gempa justru berkumpul di jalur tertentu, terutama di sekitar koordinat longitude 175–185 dan latitude -20 hingga -35. Pola seperti ini menunjukkan adanya pengelompokan (clustering), yang berarti gempa cenderung terjadi di wilayah-wilayah tertentu.

Uji Nearest Neighbor

nni <- function(x, win = c("hull","extent")){
  win <- match.arg(win)
  W <- if (win=="hull") convexhull.xy(coordinates(x)) else {
    e <- as.vector(bbox(x))
    as.owin(c(e[1], e[3], e[2], e[4]))
  }
  p <- as.ppp(coordinates(x), W = W)
  A <- area.owin(W)
  o <- mean(nndist(p))
  e <- 0.5 * sqrt(A / p$n)
  se <- 0.26136 * sqrt(A) / p$n
  z <- (o - e)/se; p2 <- 2*pnorm(-abs(z))
  list(NNI = o/e, z = z, p.value = p2,
       expected.mean.distance = e, observed.mean.distance = o)
}
nni(quakes)
## Warning: data contain duplicated points
## $NNI
## [1] 0.5470358
## 
## $z
## [1] -27.40279
## 
## $p.value
## [1] 2.540433e-165
## 
## $expected.mean.distance
## [1] 0.2998562
## 
## $observed.mean.distance
## [1] 0.1640321

Interpretasi Nilai NNI

Berdasarkan nilai NNI (Nearest Neighbor Index) sebesar 0.547 menunjukkan bahwa:

  • Nilai ini lebih kecil dari 1, yang berarti jarak rata-rata antar titik gempa lebih dekat daripada jarak yang diharapkan jika titik-titik tersebut tersebar secara acak.
  • Dengan demikian, sebaran titik gempa bersifat mengelompok (clustered).

Pengujian Nearest Neighbor

Hipotesis

  • H₀:Konfigurasi titik dalam ruang acak
  • H₁:Konfigurasi titik dalam ruang tidak acak

Taraf Signifikansi

α = 0.05

Statistik Uji

Diperoleh:

Kriteria Penolakan

Tolak H₀ jika nilai p-value < α = 0.05

Kesimpulan

Didapat p-value = 2.54 × 10⁻¹⁶⁵ < 0.05, maka H₀ ditolak. Artinya, dengan menggunakan taraf signifikansi sebesar 5%, dapat disimpulkan bahwa sebaran titik gempa tidak acak secara spasial, melainkan bersifat mengelompok (clustered). Nilai Nearest Neighbor Index (NNI) = 0.547 (< 1) menunjukkan bahwa jarak antar titik gempa lebih dekat daripada jarak yang diharapkan jika sebarannya acak. Hal ini menandakan adanya konsentrasi titik-titik gempa pada area tertentu, yang menggambarkan pola pengelompokan aktivitas seismik, kemungkinan di sekitar zona patahan atau subduksi.

BAB III : KESIMPULAN

Analisis pola titik spasial menggunakan R memberikan pemahaman mengenai bagaimana suatu fenomena tersebar di ruang geografis. Dengan bantuan paket spatstat, peneliti dapat mengidentifikasi pola persebaran titik melalui visualisasi dan uji statistik seperti quadrat test serta perhitungan Variance Mean Ratio (VMR). Hasil analisis menunjukkan apakah pola distribusi titik bersifat acak, seragam, atau mengelompok. Dengan demikian, pendekatan ini membantu dalam pengambilan keputusan berbasis data spasial, terutama untuk memahami kecenderungan distribusi suatu objek atau kejadian di wilayah tertentu.

Metode kuadran dan nearest-neighbor merupakan dua pendekatan penting untuk menganalisis pola titik spasial. Metode kuadran efektif dalam mendeteksi tingkat penyebaran berdasarkan variasi jumlah titik di setiap sel, sedangkan metode nearest-neighbor lebih menekankan pada jarak antar titik secara individual. Hasil dari kedua metode ini dapat saling melengkapi dalam menentukan apakah pola spasial bersifat mengelompok, acak, atau seragam. Dengan memadukan kedua pendekatan tersebut, analisis spasial menjadi lebih akurat dan mampu memberikan gambaran menyeluruh tentang struktur persebaran titik dalam ruang.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, diperoleh bahwa pada data cells, nilai Variance Mean Ratio (VMR) = 0.34 dan hasil uji kuadran menunjukkan p-value = 0.04492 < 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa konfigurasi titik tidak bersifat acak, melainkan cenderung seragam (uniform), karena nilai VMR < 1 mengindikasikan pola sebaran titik yang teratur dan menyebar merata di area pengamatan. Sementara itu, pada data quakes, hasil analisis dengan metode Nearest Neighbor menghasilkan NNI = 0.547 dengan p-value = 2.54 × 10⁻¹⁶⁵ < 0.05, yang berarti bahwa hipotesis nol ditolak dan pola sebaran titik gempa bersifat mengelompok (clustered).Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa metode Kuadran efektif dalam mendeteksi pola sebaran yang seragam atau teratur, sedangkan metode Nearest Neighbor lebih sensitif dalam mengidentifikasi pola pengelompokan (clustering) pada data spasial. Kedua metode tersebut saling melengkapi dalam memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai struktur dan karakteristik pola spasial suatu fenomena.

BAB IV : DAFTAR PUSTAKA

González, J. A., & Moraga, P. (2023). A review of nonparametric methods for spatial and spatio-temporal point pattern analysis. Spatial Statistics, 55, 100722.

Yin, X., Wang, J., & Zhang, T. (2022). Quadrat-based spatial point pattern analysis for ecological applications: Methods and improvements. Ecological Indicators, 144, 109482.

Soltész, P., Kovács, B., & Tóth, Z. (2024). Advanced nearest neighbor methods for spatial clustering detection in environmental data. Environmental Modelling & Software, 174, 106204.

Song, H., & Zhang, Y. (2024). Integrating spatial point pattern analysis with GIS and R for geospatial data interpretation. Computers, Environment and Urban Systems, 110, 102005.