Analisis pola titik spasial merupakan salah satu metode penting dalam kajian geografi dan ilmu spasial yang bertujuan untuk memahami bagaimana fenomena atau objek tersebar di ruang geografis. Melalui analisis ini, peneliti dapat mengidentifikasi apakah suatu persebaran memiliki pola yang acak (random), seragam (uniform), atau mengelompok (clustered). Pola tersebut memberikan informasi yang sangat berguna dalam memahami proses-proses yang memengaruhi penyebaran fenomena di permukaan bumi, seperti distribusi vegetasi, permukiman, fasilitas umum, hingga kejadian alam seperti gempa bumi (Darmayanti dkk., 2024). Dengan demikian, analisis pola titik menjadi dasar penting dalam pengambilan keputusan berbasis spasial dan perencanaan wilayah.
Salah satu teknik yang umum digunakan dalam analisis pola titik adalah Metode Kuadran (Quadrat Analysis). Metode ini dilakukan dengan cara membagi area pengamatan menjadi sejumlah kuadran, kemudian menghitung jumlah titik dalam setiap kuadran untuk memperoleh ukuran variasi sebaran. Hasil perbandingan antara nilai varians dan rata-rata jumlah titik dinyatakan melalui Variance to Mean Ratio (VMR), yang berfungsi untuk menentukan jenis pola sebaran. Jika nilai VMR > 1 maka pola cenderung mengelompok, jika mendekati 1 berarti acak, dan jika < 1 berarti seragam (Aidi, 2009; Nurhasanah & Pradana, 2021). Analisis ini memberikan pendekatan statistik sederhana namun efektif dalam menilai keteraturan atau pengelompokan spasial dari suatu fenomena geografis.
Selain itu, metode Tetangga Terdekat (Nearest Neighbor Index/NNI) juga banyak digunakan untuk menilai karakteristik pola spasial. Metode ini membandingkan jarak rata-rata antar titik pengamatan dengan jarak yang diharapkan apabila titik-titik tersebut tersebar secara acak. Nilai indeks NNI yang kurang dari 1 menunjukkan pola mengelompok, sedangkan nilai lebih dari 1 menandakan pola seragam (Rahmawati & Santosa, 2020). Dalam praktikum ini, kedua metode Kuadran dan Tetangga Terdekat diterapkan pada dataset cells dan quakes untuk memahami pola sebaran spasial secara kuantitatif dan visual dengan menggunakan program R. Melalui kombinasi kedua metode ini, diharapkan mahasiswa dapat memperoleh pemahaman yang komprehensif mengenai karakteristik distribusi spasial serta mampu menginterpretasikan hasil analisis secara tepat dan ilmiah.
Berdasarkan latar belakang tujuan yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:
Berdasarkan tujuan rumusan masalah dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
Batasan masalah dalam praktikum ini yaitu:
##Memuat library
library(spatstat.geom)
## Loading required package: spatstat.data
## Loading required package: spatstat.univar
## spatstat.univar 3.1-4
## spatstat.geom 3.6-0
library(spatstat)
## Loading required package: spatstat.random
## spatstat.random 3.4-2
## Loading required package: spatstat.explore
## Loading required package: nlme
## spatstat.explore 3.5-3
## Loading required package: spatstat.model
## Loading required package: rpart
## spatstat.model 3.4-2
## Loading required package: spatstat.linnet
## spatstat.linnet 3.3-2
##
## spatstat 3.4-1
## For an introduction to spatstat, type 'beginner'
library(spatstat.data)
library(sp)
Pada teladan 1 diminta untuk menghitung nilai VMR dan melakukan uji kuadran dan meng-interpretasikan dari data cells untuk mengetahui apakah pola sebaran titik bersifat acak, seragam, atau mengelompok, berikut langkah langkah yang dilakukan dengan program R:
# input data
data(cells)
X <- cells
berikut diperoleh
# Plot pola titik dan kerapatan
plot(X, main = "Sebaran Titik Data 'cells'")
Berdasarkan plot di atas, dapat dilihat plot sebaran titik dari dataset cells yang berasal dari paket spatstat.data. Setiap titik pada peta tersebut merepresentasikan lokasi suatu objek (dalam konteks data ini adalah posisi sel biologis dalam bidang pengamatan). Secara visual, titik-titik tampak tersebar relatif merata di seluruh area pengamatan. Tidak terlihat adanya area dengan konsentrasi titik yang sangat tinggi (mengelompok) maupun area yang benar-benar kosong dari titik. Pola seperti ini memberikan indikasi awal bahwa sebaran mungkin cenderung seragam atau teratur, bukan acak. Namun, untuk memastikan hal tersebut diperlukan analisis statistik lebih lanjut melalui metode kuadran dan perhitungan Variance to Mean Ratio (VMR).
plot(density(X, sigma = 10), main = "Kerapatan Titik (Density Plot)")
Berdasarkan plot diatas yaitu menampilkan hasil estimasi kerapatan spasial dengan parameter sigma = 10. Warna pada peta menunjukkan tingkat kerapatan titik di setiap area — warna biru mewakili area dengan kerapatan rendah, sedangkan kuning menunjukkan area dengan kerapatan relatif tinggi. Pada hasil ini, gradasi warna terlihat relatif halus tanpa kontras yang tajam antar area. Hal tersebut menunjukkan bahwa intensitas sebaran titik hampir seragam di seluruh bidang pengamatan. Tidak ada area dengan kepadatan ekstrem, yang kembali memperkuat indikasi awal bahwa pola sebaran titik pada dataset cells bersifat teratur (uniform).
selanjutnya adalah membuat kuadran 4 x 3 dan menghitung VMR-nya dengan membagi area pengamatan menjadi 12 kuadran (4 kolom × 3 baris) menggunakan fungsi quadratcount()
# Buat kuadran 4x3
Q <- quadratcount(X, nx = 4, ny = 3)
plot(X, main = "Pola Sebaran dengan Kuadran 4x3")
plot(Q, add = TRUE, cex = 2)
# Hitung Variance to Mean Ratio (VMR)
rata2 <- mean(Q)
varian <- var(as.vector(Q))
VMR <- varian / rata2
cat("Variance to Mean Ratio (VMR):", VMR, "\n")
## Variance to Mean Ratio (VMR): 0.3376623
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa jumlah titik tiap kuadran berkisar antara 2 hingga 5 titik, dengan rata-rata sekitar 3–4 titik per kuadran. Tidak ada kuadran yang kosong, dan tidak ada pula yang memiliki jumlah titik jauh lebih tinggi dari yang lain. Diperoleh juga nilai VMR = 0.338 (< 1) menunjukkan bahwa variasi antar-kuadran lebih kecil dari yang diharapkan jika sebaran acak, sehingga pola dianggap teratur atau seragam (regular). Artinya, titik-titik cenderung menjaga jarak tertentu satu sama lain dan tidak berkumpul dalam area tertentu.
Selanjutnya adalah melakukan uji kuadran sebagai berikut
# Uji Kuadran
hasil_quadrat <- quadrat.test(X, nx = 4, ny = 3)
## Warning: Some expected counts are small; chi^2 approximation may be inaccurate
hasil_quadrat
##
## Chi-squared test of CSR using quadrat counts
##
## data: X
## X2 = 3.7143, df = 11, p-value = 0.04492
## alternative hypothesis: two.sided
##
## Quadrats: 4 by 3 grid of tiles
Dari hasil diatas dilakukan pengujian menggunakan metode kuadran sebagai berikut:
Hipotesis
H0 ∶ Konfigurasi titik dalam ruang acak
H1 ∶ Konfigurasi titik dalam ruang tidak acak
Taraf nyata pengujian 𝛼 = 5 %
Statistik Uji
Kriteria penolakan Tolak 𝐻0 jika nilai Z hitung lebih besar dibandingkan nilai Z tabel pada taraf nyata (𝛼) tertentu atau p-value < 𝛼
Kesimpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh di dapatkan nilai p-value 0.04492 dimana p-value < 𝛼 = 0.05 artinya tolak H0. Maka dengan menggunakan taraf nyata pengujian 5 % dapat disimpulkan bahwa konfigurasi titik dalam ruang tidak acak
Berdasarkan teladan 2 praktikan diminta untuk mengitung nilai ITT/NNI dan melakukan uji NN dan meng - interpretasikan hasilnya dengan menggunakan data quakes dari dataset R dan melihat apakah sebaran titik gempa bersifat acak, seragam, atau mengelompok. Berikut langkah dan hasil yg diperoleh:
#Input data quakes
# Ambil 500 data pertama dari dataset quakes
data(quakes)
head(quakes)
## lat long depth mag stations
## 1 -20.42 181.62 562 4.8 41
## 2 -20.62 181.03 650 4.2 15
## 3 -26.00 184.10 42 5.4 43
## 4 -17.97 181.66 626 4.1 19
## 5 -20.42 181.96 649 4.0 11
## 6 -19.68 184.31 195 4.0 12
quakes_sub <- quakes[1:500, ]
coordinates(quakes_sub) <- ~long + lat
Dataset yang digunakan adalah quakes, yaitu data gempa bumi yang tersedia di paket bawaan R (datasets). Data ini berisi informasi lokasi (lintang dan bujur), kedalaman, serta magnitudo dari ribuan kejadian gempa di sekitar wilayah Fiji dan Tonga. Untuk keperluan analisis, digunakan 500 data pertama agar proses komputasi lebih cepat dan efisien
Selanjutnya metode Nearest Neighbor Index (NNI) digunakan untuk menilai apakah sebaran titik (lokasi gempa) bersifat mengelompok, acak dan seragam. Dimana interpretasinya :
-NNI < 1 pola mengelompok
-NNI = 1 pola acak (random)
-NNI > 1 pola seragam
# Fungsi Nearest Neighbor Index (NNI)
nni <- function(x, win = c("hull", "extent")) {
win <- match.arg(win)
W <- if (win == "hull") convexhull.xy(coordinates(x)) else {
e <- as.vector(bbox(x))
as.owin(c(e[1], e[3], e[2], e[4]))
}
p <- as.ppp(coordinates(x), W = W)
A <- area.owin(W)
o <- mean(nndist(p)) # jarak observasi rata-rata
e <- 0.5 * sqrt(A / p$n) # jarak ekspektasi rata-rata
se <- 0.26136 * sqrt(A) / p$n # standard error
z <- (o - e) / se
pval <- 2 * pnorm(-abs(z))
list(
NNI = round(o / e, 3),
z.value = round(z, 3),
p.value = round(pval, 4),
expected.mean.distance = round(e, 3),
observed.mean.distance = round(o, 3)
)
}
hasil_nni <- nni(quakes_sub)
## Warning: data contain duplicated points
hasil_nni
## $NNI
## [1] 0.571
##
## $z.value
## [1] -18.333
##
## $p.value
## [1] 0
##
## $expected.mean.distance
## [1] 0.408
##
## $observed.mean.distance
## [1] 0.233
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat di interpretasikan bahwa :
Nilai NNI= 0.0571 < 1 yang berarti Menunjukkan bahwa jarak antar titik observasi lebih dekat daripada yang diharapkan jika sebaran acak. Dengan kata lain, pola sebaran gempa cenderung mengelompok (clustered).
Nilai z = -18.33 artinya Nilai z yang sangat kecil (negatif) menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan antara sebaran aktual dan sebaran acak.
Jarak observasi rata-rata antar titik gempa = 0.233 dan jarak ekspektasi acak = 0.408, Karena 0.233 < 0.408, ini memperkuat bahwa titik-titik gempa lebih rapat dari pola acak
Dari hasil diatas dilakukan pengujian menggunakan metode NN sebagai berikut:
Hipotesis
H0 ∶ Konfigurasi titik dalam ruang acak
H1 ∶ Konfigurasi titik dalam ruang tidak acak
Taraf nyata pengujian 𝛼 = 5 %
Statistik Uji
Kriteria penolakan Tolak 𝐻0 jika nilai Z hitung lebih besar dibandingkan nilai Z tabel pada taraf nyata (𝛼) tertentu atau p-value < 𝛼
Kesimpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh di dapatkan nilai p-value 0.0 dimana p-value < 𝛼 = 0.05 artinya tolak H0. Maka dengan menggunakan taraf nyata pengujian 5 % dapat disimpulkan bahwa konfigurasi titik dalam ruang tidak acak
Berdasarkan tujuan dan rumusan masalah dalam praktikum ini, kegiatan analisis difokuskan untuk memahami bagaimana menentukan dan menginterpretasikan pola titik spasial menggunakan perangkat lunak R. Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mampu menerapkan dua metode utama dalam analisis spasial, yaitu metode Kuadran (Quadrat Method) dan metode Nearest Neighbor (NNI), untuk mengidentifikasi karakteristik pola sebaran titik. Melalui penerapan kedua metode ini, mahasiswa diharapkan dapat membedakan apakah suatu pola sebaran bersifat acak (random), seragam (regular), atau mengelompok (clustered) berdasarkan hasil perhitungan statistik dan visualisasi spasial.
Berdasarkan hasil analisis pada teladan 1 (data cells) menunjukkan bahwa pola sebaran titik bersifat seragam (regular) dengan nilai Variance to Mean Ratio (VMR) = 0.3377 (< 1) dan p-value = 0.0449, yang menandakan pola tidak acak dan cenderung teratur. Sedangkan pada teladan 2 (data quakes), hasil metode Nearest Neighbor Index (NNI) memberikan nilai NNI = 0.571 (< 1) dengan z = -18.333 dan p-value = 0.0000, menunjukkan bahwa pola sebaran titik gempa bumi bersifat mengelompok (clustered) secara signifikan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pola sebaran setiap dataset berbeda sesuai dengan karakteristik fenomena yang dianalisis, di mana data cells menggambarkan distribusi titik yang teratur, sedangkan data quakes memperlihatkan konsentrasi kejadian gempa di wilayah tertentu.
Secara umum, mahasiswa disarankan untuk sering berlatih menganalisis data dan membuat laporan secara konsisten agar terbiasa mengolah informasi, menyajikan visualisasi, dan menyimpulkan temuan dengan jelas. Selain itu, penting untuk membaca literatur terkait, memahami konsep dasar geologi dan seismologi, serta melatih kemampuan menulis secara sistematis dan rapi.
Aidi, A. (2009). Analisis Pola Spasial Menggunakan Pendekatan Quadrat Analysis dan Nearest Neighbor Index. Jurnal Sains dan Teknologi, 2(3), 123–130.
Darmayanti, R., Sari, N., & Utami, F. (2024). Analisis Pola Sebaran Spasial Fasilitas Umum Menggunakan Metode Kuadran di Kota Palembang. Jurnal Geomatika dan Geografi, 8(1), 45–54.
Modul Statistika Spasial, Pertemuan 2 (2025). Program Studi Geografi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Medan.
Nurhasanah, R., & Pradana, I. (2021). Penerapan Analisis Pola Sebaran Spasial untuk Kajian Persebaran Permukiman di Kabupaten Bandung. Jurnal Geografi Indonesia, 35(2), 101–110.
Rahmawati, D., & Santosa, B. (2020). Analisis Pola Sebaran Spasial Menggunakan Indeks Tetangga Terdekat (NNI) untuk Identifikasi Pola Permukiman. Jurnal Teknologi Informasi dan Sains, 5(2), 55–62.