BAB 1 - Pendahuluan

Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang umumnya menyerang paru-paru. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan global. Penularan TBC dapat terjadi melalui droplet saat penderita batuk, bersin, dan berbicara [1]. Oleh karena itu, resiko penyebaran TBC sangat besar terutama di lingkungan dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Menurut Global Tuberculosis Report 2024 oleh World Health Organization (WHO), terdapat sekitar 10,6 juta kasus baru TBC di seluruh dunia dan 1,3 juta kematian akibat TBC pada tahun [1]. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa TBC masih menjadi tantangan serius bagi sistem kesehatan global, termasuk di Indonesia.

Indonesia termasuk salah satu negara dengan beban TBC tertinggi di dunia yang menempati urutan kedua setelah India. WHO memperkirakan terdapat sekitar 1 juta kasus baru TBC setiap tahun di Indonesia, atau sekitar 394 kasus per 100.000 penduduk [1]. Menurut Laporan Kementerian Kesehatan RI tahun 2023 menunjukkan bahwa TBC menjadi salah satu dari sepuluh penyebab kematian tertinggi di Indonesia, bersama dengan stroke dan penyakit jantung [2]. Beban TBC di Indonesia tidak hanya berdampak pada aspek medis, tetapi juga pada aspek sosial dan ekonomi masyarakat, karena penyakit ini cenderung berkaitan dengan kemiskinan, kepadatan hunian, dan rendahnya tingkat pendidikan[3][4]

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah dengan beban TBC tertinggi di Indonesia [5]. Sebagai salah satu provinsi yang memiliki penduduk terbesar di Indonesia dengan lebih dari 49 juta jiwa, variasi kondisi sosial ekonomi antar kabupaten/kota memengaruhi tingkat penularan penyakit. Daerah dengan kepadatan tinggi dan kondisi lingkungan yang kurang baik cenderung memiliki jumlah kasus lebih besar dibanding wilayah lain[6][7]. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa determinan sosial seperti kepadatan penduduk, status sosial ekonomi, dan kualitas hunian memiliki hubungan yang signifikan terhadap angka kejadian TBC di Indonesia [8]. Oleh karena itu, analisis epidemiologi terhadap distribusi spasial TBC di Jawa Barat menjadi penting untuk mengetahui pola sebaran penyakit dan faktor yang berpengaruh. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi upaya intervensi dan kebijakan pengendalian TBC dalam rangka mendukung target Indonesia Bebas TBC 2030. [5]

Permasalahan utama pada penelitian ini yaitu tingginya angka kejadian kasus Tuberkulosis (TBC) di Provinsi Jawa Barat yang masih menjadi tantangan dalam upaya pengendalian penyakit menular. Perbedaan jumlah kasus antar kabupaten/kota menunjukkan bahwa terdapat variasi kondisi wilayah yang dapat memengaruhi tingkat penularan TBC. Faktor-faktor seperti kepadatan penduduk dan kondisi lingkungan tempat tinggal diduga berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan untuk mengidentifikasi tingkat kejadian TBC di berbagai wilayah di Jawa Barat dan menganalisis hubungan antara faktor-faktor wilayah tersebut dengan tingginya kasus TBC guna mendukung perumusan kebijakan pengendalian yang lebih tepat dan efektif.

Penelitian ini bertujuan untuk :

Bab 2 - Tinjauan Pustaka

Dalam epidemiologi penyakit menular, seperti TBC dipengaruhi oleh tiga komponen utama, yaitu agent-host-environment: 

Dalam studi epidemiologi, ukuran asosiasi digunakan untuk mengetahui asosiasi antara faktor risiko dengan kejadian penyakit. Ukuran asosiasi menggambarkan seberapa besar pengaruh suatu variabel bebas terhadap variabel terikat.

Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional. Studi cross-sectional merupakan rancangan penelitian observasional yang dilakukan dengan cara mengamati variabel paparan (faktor risiko) dan variabel hasil (kejadian penyakit) pada waktu yang bersamaan. Tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko dan penyakit tanpa menelusuri urutan waktu kejadian.

Kelebihan desain ini adalah pelaksanaannya relatif cepat dan dapat dilakukan menggunakan data sekunder. Selain itu, desain ini cocok digunakan untuk menggambarkan distribusi penyakit dan faktor risikonya dalam suatu populasi pada periode tertentu. Kelemahannya adalah tidak dapat menentukan hubungan sebab-akibat secara langsung karena waktu paparan dan kejadian penyakit diukur bersamaan.

Dalam penelitian ini, desain cross-sectional digunakan untuk menggambarkan kondisi epidemiologi Tuberkulosis (TBC) di Jawa Barat berdasarkan data kasus per kabupaten/kota. Penelitian ini juga bertujuan untuk menilai hubungan antara faktor-faktor seperti kepadatan penduduk dan kondisi lingkungan dengan tingkat kejadian TBC pada periode tahun pengamatan tertentu.

Ukuran asosiasi dapat digunakan yaitu Prevalence Ratio. Prevalence Ratio merupakan ukuran asosiasi yang membandingkan prevalensi suatu kejadian antara kelompok yang terpapar dengan kelompok yang tidak terpapar. Dengan ukuran asosiasi tersebut dapat memberitahu asosiasi antara paparan dan kejadian pada desain studi cross-sectional

Metode Penelitian

Sumber Data

Data yang digunakan yaitu data sekunder yang bersumber dari Open Data Jawa Barat. Data tersebut diperoleh dari situs resmi Pemerintah Daerah Jawa Barat yang dapat diakses secara umum. Data yang digunakan dalam penelitin ini mencakup 27 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Barat

Variabel Penelitian

Variabel yang Digunakan Dalam Penelitian
Variabel Keterangan
Y Jumlah Kasus TBC
X1 Kepadatan Penduduk (Jiwa/\(Km^2\))
X2 Persentase Rumah Tangga yang Menempati Rumah Layak Huni

Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan desain studi Cross-Sectional dengan pendekatan Regresi Binomial Negatif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari variabel prediktor yang memengaruhi variabel respon. Tahapan yang dilakukan yaitu :

  1. Eksplorasi Data dilakukan dengan analisis deskriptif, mencari korelasi antar variabel, dan membuat peta sebaran

  2. Uji Autokorelasi Spasial dilakukan untuk mengukur ketergantungan spasial dengan :

    • Moran’s I (Global)

    • Local Moran’s I (Lokal)

  3. Menghitung Prevalensi untuk mengetahui proporsi individu yang memiliki penyakit pada waktu tertentu

  4. Menggunakan Model Regresi Terbaik (Poisson vs Binomial Negatif) dengan membandingkan Dispersi dan AIC yang dihasilkan

  5. Menghitung Prevalence Ratio untuk menilai besarnya asosiasi antara faktor risiko dan kejadian penyakit pada data prevalensi

Alur Kerja Penelitian

  1. Pengumpulan Data
  2. Eksplorasi Data
  3. Uji Autokorelasi Spasial
  4. Menghitung Prevalensi
  5. Memilih Model Regresi Terbaik
  6. Menghitung Prevalence Ratio
  7. Membuat Interpretasi Hasil
  8. Pembuatan Laporan dan Dashboard

Hasil dan Pembahasan

Analisis Deskriptif

Analisis Deskriptif
Deskriptif Jumlah Kasus TBC Kepadatan Penduduk Rumah Layak Huni
Mean 8506.778 3910.926 58.72
Median 6092 1468 61.91
Standar Deviasi 6240.981 4668.116 17.097
Minimum 968 385 32.38
Maksimum 29110 15176 85.78

Korelasi Antar Variabel

knitr::include_graphics("corrplot.png")

Peta Sebaran Kasus TBC

knitr::include_graphics("petasebaranTBC.png")

Berdasarkan peta di atas, jumlah kasus terbanyak cenderung berada di bagian barat dari Jawa Barat dengan kabupaten Bogor sebagai wilayah dengan kasus terbanyak

Uji Autokorelasi Spasial

  • Moran’s I

    Berdasarkan hasil dari uji autokorelasi Moran’s I yang menggunakan matriks bobot spasial dengan queen continguity, didapatkan hasil p-value yang signifikan dan nilai I = 0.35 yang berarti terdapat autokorelasi spasial positif yang signifikan.

  • Local Moran’s I

    knitr::include_graphics("localmoran.png")

Prevalensi

Dalam hal ini, prevalensi menjelaskan proporsi individu terkena penyakit TBC di suatu daerah. Untuk hasil prevalensi dapat dilihat di dashboard.

Regresi Poisson

Variabel Koefisien p-value
Intercept -5.482 <0.05
density 0.00004 <0.05
housing -0.134 <0.05

Interpretasi :

  • Untuk variabel kepadatan penduduk berhubungan positif dan signifikan dengan jumlah kasus TBC yang mana berarti semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk, semakin tinggi juga jumlah kasus TBC

  • Untuk variabel persentase rumah layak huni memiliki hubungan negatif dan signifikan yang mana berarti semakin tinggi persentase rumah layak huni, jumlah kasus TBC menurun

Regresi Binomial Negatif

Variabel Koefisien p-value
Intercept -5.686 <0.05
density 0.00006 <0.05
housing -0.156 0.69

Interpretasi :

  • Untuk variabel kepadatan penduduk berhubungan positif dan signifikan dengan jumlah kasus TBC yang mana berarti semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk, semakin tinggi juga jumlah kasus TBC

  • Untuk variabel persentase rumah layak huni memiliki hubungan negatif dan signifikan yang mana berarti semakin tinggi persentase rumah layak huni, jumlah kasus TBC menurun

Perbandingan (Poisson vs Binomial Negatif)

  • Dispersi

    Poisson Binomial Negatif
    716.3 1.147
  • AIC

    Poisson Binomial Negatif
    17484 501.31

Dengan melihat perbandingan Dispersi dan AIC di atas, dapat dilihat bahwa regresi poisson bersifat overdispersi yang mana variasi data menyebar lebih besar dari rata-rata dan model yang digunakan menjadi tidak valid dan AIC yang dihasilkan sangat besar yang mana jika AIC besar dapat diartikan model yang digunakan kurang efisien dan terlalu kompleks yang jauh dari prinsip parsimonik sehingga perlu ditangani yaitu dengan menggunakan regresi binomial negatif. Setelah menggunakan regresi binomial negatif permasalahan sebelumnya pun sudah teratasi, dari nilai dispersi nya sudah mendekati 1 yaitu 1.147 dan AIC nya sudah jauh lebih baik sehingga model yang digunakan yaitu regresi binomial negatif

Prevalence Ratio dari Model Regresi Terbaik

Variabel Koefisien p-value
Intercept 0.003 <0.05
density 1.00006 <0.05
housing 1.169 0.69

Interpretasi :

  • Variabel kepadatan penduduk berhubungan positif dan signifikan dengan prevalensi TBC di kabupaten/kota di Jawa Barat. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 jiwa/km² kepadatan penduduk berkaitan dengan peningkatan prevalensi TBC sebesar 0.006%.
  • Variabel persentase rumah layak huni tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan prevalensi TBC

Kesimpulan dan Saran

Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kasus Tuberkulosis (TBC) di Jawa Barat masih terbilang tinggi. Dari seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Barat, Kabupaten Bogor menjadi daerah dengan kasus tertinggi dan Pangandaran menjadi daerah dengan kasus terendah di tahun 2024. Dari faktor-faktor yang diuji, faktor Kepadatan Penduduk menjadi faktor yang signifikan dimana semakin pada penduduk di suatu daerah maka semakin tinggi pula kasus TBC di daerah tersebut.

Untuk model regresi terbaik yang digunakan untuk melihat hubungan antara faktor risiko dan kejadian penyakit TBC yaitu regresi binomial negatif. Pemilihan binomial negatif karena sebagai penanganan model regresi poisson yang menunjukkan overdispersion dan AIC yang besar yang membuat model regresi poisson tersebut tidak reliabel.

Lampiran

Daftar Pustaka

[1] World Health Organization. (2024). Global Tuberculosis Report 2024: The Second National TB Inventory Study in Indonesia. https://www.who.int/teams/global-programme-on-tuberculosis-and-lung-health/tb-reports/global-tuberculosis-report-2024 

[2] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2024). Laporan Program Penanggulangan Tuberkulosis Tahun 2023. https://www.tbindonesia.or.id/wp-content/uploads/2024/12/Laporan-Program-Penanggulangan-TBC-2023_Final.pdf 

[3] Kementerian Kesehatan. (2025, 11 April). Gerakan Indonesia Akhiri TBC. https://kemkes.go.id/id/indonesias-movement-to-end-tb 

[4] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2024). Laporan Hasil Studi Inventori Tuberkulosis Indonesia 2023-2024.https://cdn.who.int/media/docs/default-source/searo/indonesia/non-who-publications/laporan-hasil-studi-inventori-tb-indonesia-2023-2024.pdf?sfvrsn=e041d479_5&download=true

[5] Rahayuningrum, I. O., & Sulistyani, S. (2024). DETERMINAN SOSIAL KESEHATAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI INDONESIA. INFOKES: Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan, 14(1), 1–6. https://ojs.udb.ac.id/infokes/article/view/3438 

[6] Zeanova, H., Taniwan, P., Putri, R. A., & Faidah, D. Y. (2024). ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENYAKIT TBC DI JAWA BARAT MENGGUNAKAN REGRESI BINOMIAL NEGATIF. ResearchGate.https://www.researchgate.net/publication/387640440_ANALISIS_FAKTOR_PENYEBAB_PENYAKIT_TBC_DI_JAWA_BARAT_MENGGUNAKAN_REGRESI_BINOMIAL_NEGATIF

[7] Kustanto, A. (2025). Socioeconomic Determinants and Tuberculosis Burden: A Panel Data Analysis of Indonesian Provinces [MPRA Paper No. 126466]. Munich Personal RePEc Archive. https://mpra.ub.uni-muenchen.de/126466/