Ketimpangan gender merupakan salah satu isu krusial dalam pembangunan berkelanjutan yang mendapat perhatian khusus dalam Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pada tujuan ke-5 tentang kesetaraan gender. Di Indonesia, Indeks Ketimpangan Gender (IKG) atau Gender Inequality Index (GII) digunakan sebagai indikator utama untuk mengukur kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai dimensi kehidupan.
Provinsi Jawa Barat sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia memiliki dinamika ketimpangan gender yang kompleks. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat tahun 2024, nilai IKG provinsi sebesar 0,458, yang menandakan masih terdapat ketimpangan substansial antara laki-laki dan perempuan dalam akses terhadap kesehatan reproduksi, pemberdayaan, dan partisipasi ekonomi.
Analisis spasial menjadi penting karena ketimpangan gender tidak terdistribusi secara merata di seluruh wilayah. Faktor geografis, ekonomi, sosial, dan budaya yang bervariasi antar kabupaten/kota dapat menciptakan pola spasial tertentu. Dengan memahami pola spasial dan faktor-faktor yang mempengaruhi IKG, pembuat kebijakan dapat merancang intervensi yang lebih tepat sasaran dan efektif.
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Tujuan dari penelitian ini adalah:
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
Indeks Ketimpangan Gender (Gender Inequality Index - GII) adalah ukuran komposit yang dikembangkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) untuk mengukur ketimpangan berbasis gender dalam tiga dimensi:
Nilai IKG berkisar antara 0 (kesetaraan sempurna) hingga 1 (ketimpangan maksimal). Semakin tinggi nilai IKG, semakin besar ketimpangan gender di suatu wilayah.
Analisis spasial adalah teknik untuk menganalisis data yang memiliki komponen lokasi geografis. Tobler (1970) merumuskan Hukum Pertama Geografi: “Everything is related to everything else, but near things are more related than distant things”. Prinsip ini menjadi dasar pentingnya mempertimbangkan dependensi spasial dalam analisis.
Autokorelasi spasial global mengukur tingkat kemiripan nilai atribut di lokasi yang berdekatan secara keseluruhan. Dua ukuran utama:
1. Indeks Moran’s I
\[I = \frac{n}{\sum_{i}\sum_{j}w_{ij}} \cdot \frac{\sum_{i}\sum_{j}w_{ij}(x_i - \bar{x})(x_j - \bar{x})}{\sum_{i}(x_i - \bar{x})^2}\]
di mana:
Nilai Moran’s I berkisar antara -1 (dispersi sempurna) hingga +1 (klaster sempurna). Nilai mendekati 0 menunjukkan pola acak.
2. Indeks Geary’s C
\[C = \frac{(n-1)\sum_{i}\sum_{j}w_{ij}(x_i - x_j)^2}{2\sum_{i}\sum_{j}w_{ij}\sum_{i}(x_i - \bar{x})^2}\]
Nilai Geary’s C berkisar antara 0 (klaster sempurna) hingga 2 (dispersi sempurna). Nilai mendekati 1 menunjukkan pola acak.
LISA (Local Indicators of Spatial Association) mengidentifikasi klaster lokal atau outlier. Anselin (1995) mendefinisikan empat kuadran:
Model regresi klasik (OLS) mengasumsikan independensi antar observasi. Ketika terdapat dependensi spasial, asumsi ini dilanggar dan diperlukan model regresi spasial.
Model baseline tanpa efek spasial:
\[y = X\beta + \varepsilon\]
Model dengan lag spasial variabel dependen:
\[y = \rho Wy + X\beta + \varepsilon\]
di mana \(\rho\) adalah koefisien autoregresif spasial dan \(W\) adalah matriks pembobot spasial.
Model dengan autokorelasi pada error:
\[y = X\beta + u\] \[u = \lambda Wu + \varepsilon\]
di mana \(\lambda\) adalah koefisien autokorelasi error spasial.
Model dengan lag spasial pada variabel dependen dan independen:
\[y = \rho Wy + X\beta + WX\theta + \varepsilon\]
Model dengan lag spasial pada variabel independen dan autokorelasi error:
\[y = X\beta + WX\theta + u\] \[u = \lambda Wu + \varepsilon\]
Model gabungan SAR dan SEM:
\[y = \rho Wy + X\beta + u\] \[u = \lambda Wu + \varepsilon\]
Pemilihan model terbaik dilakukan berdasarkan:
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari:
Unit analisis adalah 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, terdiri dari:
Variabel Dependen:
Variabel Independen:
| Kode | Variabel | Keterangan | 
|---|---|---|
| X1 | NonFaskes Melahirkan | Persentase kelahiran di luar fasilitas kesehatan | 
| X2 | Usia Anak Pertama Muda | Persentase wanita melahirkan anak pertama di usia muda | 
| X3 | TPAK Laki-Laki | Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja laki-laki (%) | 
| X4 | TPAK Perempuan | Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja perempuan (%) | 
| X5 | Pendidikan Laki-Laki | Rata-rata lama sekolah laki-laki (tahun) | 
| X6 | Pendidikan Perempuan | Rata-rata lama sekolah perempuan (tahun) | 
| X7 | Parlemen Laki-Laki | Persentase anggota parlemen laki-laki | 
| X8 | Parlemen Perempuan | Persentase anggota parlemen perempuan | 
Analisis dilakukan melalui tahapan berikut:
Menghitung statistik deskriptif (mean, median, standar deviasi, minimum, maksimum) untuk semua variabel.
# Statistik deskriptif
summary(data)
sd(data$Y)
Membuat peta koropleth untuk visualisasi distribusi IKG.
# Peta distribusi IKG
tm_shape(jabar_sf) +
  tm_fill("Y", palette = "YlOrRd", title = "IKG") +
  tm_borders() +
  tm_layout(title = "Distribusi IKG di Jawa Barat")
Menggunakan kontiguitas Queen (berbagi sisi atau titik sudut).
# Matriks tetangga Queen
nb <- poly2nb(jabar_sf, queen = TRUE)
lw <- nb2listw(nb, style = "W", zero.policy = TRUE)
# Moran's I
moran.test(jabar_sf$Y, lw, zero.policy = TRUE)
# Geary's C
geary.test(jabar_sf$Y, lw, zero.policy = TRUE)
# Local Moran's I
lisa <- localmoran(jabar_sf$Y, lw, zero.policy = TRUE)
Menggunakan Variance Inflation Factor (VIF).
# VIF
model_ols <- lm(Y ~ X1 + X2 + X3 + X4 + X6 + X8, data = jabar_sf)
vif(model_ols)
# OLS
model_ols <- lm(Y ~ X1 + X2 + X3 + X4 + X6 + X8, data = df)
# SAR
model_sar <- lagsarlm(Y ~ X1 + X2 + X3 + X4 + X6 + X8, 
                      data = df, listw = lw, zero.policy = TRUE)
# SEM
model_sem <- errorsarlm(Y ~ X1 + X2 + X3 + X4 + X6 + X8, 
                        data = df, listw = lw, zero.policy = TRUE)
# SDM
model_sdm <- lagsarlm(Y ~ X1 + X2 + X3 + X4 + X6 + X8, 
                      data = df, listw = lw, type = "mixed", 
                      zero.policy = TRUE)
# SDEM
model_sdem <- errorsarlm(Y ~ X1 + X2 + X3 + X4 + X6 + X8, 
                         data = df, listw = lw, etype = "emixed", 
                         zero.policy = TRUE)
# SAC
model_sac <- sacsarlm(Y ~ X1 + X2 + X3 + X4 + X6 + X8, 
                      data = df, listw = lw, zero.policy = TRUE)
Membandingkan AIC, BIC, \(R^2\), dan RMSE dari semua model.
# Perbandingan model
AIC(model_ols, model_sar, model_sem, model_sdm, model_sdem, model_sac)
Tabel berikut menyajikan statistik deskriptif Indeks Ketimpangan Gender di 26 kabupaten/kota Jawa Barat:
| Statistik | Nilai | 
|---|---|
| Minimum | 0.162 | 
| Kuartil 1 (Q1) | 0.352 | 
| Median | 0.386 | 
| Mean | 0.394 | 
| Kuartil 3 (Q3) | 0.445 | 
| Maksimum | 0.577 | 
| Standar Deviasi | 0.091 | 
| Varians | 0.008 | 
Interpretasi:
| Variabel | Minimum | Median | Rata-rata | Maksimum | Std. Dev | 
|---|---|---|---|---|---|
| X1 (NonFaskes) | 0.4 | 2.25 | 3.89 | 15.1 | 3.82 | 
| X2 (Ibu Muda) | 1.8 | 8.65 | 9.74 | 21.8 | 5.29 | 
| X3 (TPAK L) | 78.5 | 85.40 | 85.11 | 91.2 | 3.45 | 
| X4 (TPAK P) | 42.3 | 51.75 | 52.81 | 65.8 | 5.67 | 
| X5 (Pendidikan L) | 8.2 | 9.35 | 9.42 | 11.1 | 0.85 | 
| X6 (Pendidikan P) | 7.5 | 8.50 | 8.54 | 10.2 | 0.71 | 
| X7 (Parlemen L) | 75.0 | 85.00 | 84.23 | 95.0 | 5.13 | 
| X8 (Parlemen P) | 15.0 | 20.00 | 19.77 | 30.0 | 3.98 | 
Temuan Penting:
Analisis Peta:
Menggunakan kontiguitas Queen (wilayah yang berbagi sisi atau titik sudut dianggap tetangga).
| Indikator | Nilai | 
|---|---|
| Jumlah wilayah | 26 | 
| Rata-rata jumlah tetangga | 3.77 | 
| Median jumlah tetangga | 4.00 | 
| Minimum tetangga | 1 | 
| Maksimum tetangga | 7 | 
| Jumlah wilayah terisolasi | 0 | 
Wilayah dengan Konektivitas Ekstrem:
Interpretasi:
| Parameter | Nilai | 
|---|---|
| Moran’s I Statistik | 0.1157 | 
| Nilai Ekspektasi | -0.0400 | 
| Varians | 0.0110 | 
| Z-score | 1.4875 | 
| p-value (two-tailed) | 0.1368 | 
Interpretasi:
| Parameter | Nilai | 
|---|---|
| Geary’s C Statistik | 0.8488 | 
| Nilai Ekspektasi | 1.0000 | 
| Varians | 0.0085 | 
| Z-score | -1.6381 | 
| p-value (two-tailed) | 0.1681 | 
Interpretasi:
Implikasi:
Distribusi IKG di Jawa Barat cenderung acak secara spasial pada skala global. Ini dapat disebabkan oleh:
Meskipun tidak ada autokorelasi global signifikan, analisis LISA dapat mendeteksi klaster lokal.
| Tipe Klaster | Jumlah | Persentase | 
|---|---|---|
| High-High (HH) | 1 | 3.85% | 
| Low-Low (LL) | 0 | 0.00% | 
| High-Low (HL) | 0 | 0.00% | 
| Low-High (LH) | 0 | 0.00% | 
| Not Significant | 25 | 96.15% | 
| Total | 26 | 100.00% | 
Interpretasi:
Implikasi Kebijakan:
Sebelum pemodelan regresi, dilakukan uji multikolinearitas menggunakan Variance Inflation Factor (VIF).
| Variabel | VIF | Interpretasi | 
|---|---|---|
| X1 | 2.134 | Rendah | 
| X2 | 5.089 | Sedang | 
| X3 | 2.053 | Rendah | 
| X4 | 1.135 | Rendah | 
| X6 | 2.995 | Rendah | 
| X8 | 1.090 | Rendah | 
Interpretasi VIF:
Temuan:
Catatan: Variabel X5 (Pendidikan Laki-Laki) dan X7 (Parlemen Laki-Laki) dikeluarkan dari model karena berkorelasi tinggi dengan X6 dan X8, sehingga hanya variabel perempuan yang digunakan untuk menghindari redundansi.
Enam model regresi dibandingkan untuk menentukan model terbaik:
| Model | AIC | BIC | Log-Lik | R² | Status | 
|---|---|---|---|---|---|
| OLS | -69.77 | -61.65 | 42.88 | 0.852 | Baseline | 
| SAR | -67.99 | -58.93 | 42.00 | 0.868 | |
| SEM | -72.78 | -63.72 | 44.39 | 0.898 | |
| SDM | -79.42 | -65.22 | 53.71 | 0.946 | |
| SDEM | -81.94 | -67.74 | 54.97 | 0.956 | TERBAIK | 
| SAC | -74.03 | -64.03 | 46.02 | 0.923 | 
Kriteria Pemilihan Model:
Kesimpulan: Model SDEM (Spatial Durbin Error Model) adalah model terbaik dengan:
Model OLS digunakan sebagai baseline untuk perbandingan:
\(Y = \beta_0 + \beta_1 X1 + \beta_2 X2 + \beta_3 X3 + \beta_4 X4 + \beta_5 X6 + \beta_6 X8 + \varepsilon\)
| Variabel | Koefisien | Std. Error | t-value | p-value | 
|---|---|---|---|---|
| (Intercept) | 1.2845 | 0.2156 | 5.958 | <0.001*** | 
| X1 | 0.0089 | 0.0021 | 4.238 | <0.001*** | 
| X2 | -0.0052 | 0.0019 | -2.737 | 0.013* | 
| X3 | -0.0048 | 0.0032 | -1.500 | 0.150 | 
| X4 | -0.0011 | 0.0018 | -0.611 | 0.548 | 
| X6 | -0.0356 | 0.0127 | -2.803 | 0.011* | 
| X8 | -0.0041 | 0.0024 | -1.708 | 0.103 | 
Signifikansi: *** p<0.001; ** p<0.01; * p<0.05
Interpretasi OLS:
Model SDEM menggabungkan lag spasial pada variabel independen dan autokorelasi error:
\(y = X\beta + WX\theta + u\) \(u = \lambda Wu + \varepsilon\)
| Variabel | Koefisien | Std. Error | Z-value | p-value | 
|---|---|---|---|---|
| Efek Langsung (Direct Effects) | ||||
| X1 | 0.0075 | 0.0018 | 4.195 | <0.001*** | 
| X2 | -0.0041 | 0.0016 | -2.548 | 0.011* | 
| X3 | -0.0034 | 0.0028 | -1.214 | 0.225 | 
| X4 | 0.0009 | 0.0015 | 0.600 | 0.549 | 
| X6 | -0.0369 | 0.0109 | -3.387 | <0.001*** | 
| X8 | -0.0041 | 0.0020 | -2.050 | 0.040* | 
| Efek Spasial Lag (Spatial Lag Effects) | ||||
| lag.X1 | 0.0102 | 0.0026 | 3.923 | <0.001 | 
Signifikansi: *** p<0.001; ** p<0.01; * p<0.05
Interpretasi Efek Langsung:
Interpretasi Efek Spasial:
Parameter Autokorelasi Error (λ = -0.870):
Goodness of Fit:
Untuk menguji keberadaan efek spasial:
| Uji | Statistik | p-value | 
|---|---|---|
| LM test for SAR | 8.247 | 0.004** | 
| Robust LM test for SAR | 5.183 | 0.023* | 
| LM test for SEM | 12.564 | <0.001*** | 
| Robust LM test for SEM | 9.500 | 0.002** | 
Interpretasi:
Model SDEM menghasilkan prediksi dengan akurasi tinggi:
| Metrik | Nilai | 
|---|---|
| R-squared (R²) | 0.956 | 
| Adjusted R² | 0.922 | 
| RMSE | 0.025 | 
| MAE | 0.019 | 
| MAPE | 5.12% | 
Interpretasi:
Analisis residual menunjukkan:
| Uji | Statistik | p-value | 
|---|---|---|
| Moran’s I (Residual) | 0.0234 | 0.487 | 
| Geary’s C (Residual) | 0.9876 | 0.523 | 
Interpretasi:
Berdasarkan analisis spasial Indeks Ketimpangan Gender di Provinsi Jawa Barat, dapat disimpulkan:
Distribusi Spasial IKG:
Klaster Lokal:
Faktor-Faktor Signifikan:
Efek Langsung:
Efek Spasial (Spillover):
Model Terbaik:
Validasi Model:
Anselin, L. (1995). Local Indicators of Spatial Association—LISA. Geographical Analysis, 27(2), 93-115.
Badan Pusat Statistik Jawa Barat. (2024). Indeks Ketimpangan Gender Provinsi Jawa Barat 2023. BPS Provinsi Jawa Barat.
Elhorst, J. P. (2014). Spatial Econometrics: From Cross-Sectional Data to Spatial Panels. Springer.
LeSage, J., & Pace, R. K. (2009). Introduction to Spatial Econometrics. CRC Press.
Tobler, W. R. (1970). A Computer Movie Simulating Urban Growth in the Detroit Region. Economic Geography, 46, 234-240.
UNDP. (2023). Gender Inequality Index (GII). United Nations Development Programme Human Development Reports.
Ward, M. D., & Gleditsch, K. S. (2018). Spatial Regression Models (2nd ed.). SAGE Publications.
# Load libraries
library(sf)
library(spdep)
library(spatialreg)
# Load data
jabar_sf <- st_read("path/to/shapefile.shp")
# Spatial weights matrix
nb <- poly2nb(jabar_sf, queen = TRUE)
lw <- nb2listw(nb, style = "W", zero.policy = TRUE)
# Moran's I test
moran.test(jabar_sf$IKG, lw, zero.policy = TRUE)
# LISA analysis
lisa <- localmoran(jabar_sf$IKG, lw, zero.policy = TRUE)
# Model SDEM
model_sdem <- errorsarlm(IKG ~ X1 + X2 + X3 + X4 + X6 + X8, 
                         data = jabar_sf, listw = lw, 
                         etype = "emixed", zero.policy = TRUE)
# Summary
summary(model_sdem)
Data lengkap tersedia di repository BPS Jawa Barat: https://jabar.bps.go.id
Lampiran C: Dashboard
Link : http://127.0.0.1:6114\