Latihan Mandiri
Persiapan Data
Mempersiapkan data untuk di analisis dengan membuat data frame menggunakan fungsi data.frame sebagai berikut:
#data kelas A
#nama mahasiswa
nama_A <- c("Cika", "Dela", "Filda", "Redo", "Ilham", "Dinda",
"Zaki", "Indah","Dea", "Nita")
#berat badan mahasiswa
bb_A <- c(55, 65, 50, 70, 60, 58, 75, 52, 80, 53)
#tinggi badan mahasiswa
tb_A <- c(160, 175, 155, 180, 165, 162, 178, 158, 185, 159)
#data berat dan tinggi badan mahasiswa
kelas_A <- data.frame(nama_A, bb_A, tb_A)
#data kelas B
#nama mahasiswa
nama_B <- c("Selly", "Dini", "Azi", "Siska", "Nanda", "Faiz",
"Ibnu", "Brian", "Nadia", "Zakia")
#berat badan mahasiswa
bb_B <- c(50, 55, 53, 60, 58, 70, 52, 57, 59, 54)
#timggi badan mahasiswa
tb_B <- c(145, 160, 172, 155, 160, 170, 148, 162, 160, 143)
#data berat dan tinggi badan mahasiswa
kelas_B <- data.frame(nama_B, bb_B, tb_B)
#membaca data kelas A dan kelas B
kelas_A## nama_A bb_A tb_A
## 1 Cika 55 160
## 2 Dela 65 175
## 3 Filda 50 155
## 4 Redo 70 180
## 5 Ilham 60 165
## 6 Dinda 58 162
## 7 Zaki 75 178
## 8 Indah 52 158
## 9 Dea 80 185
## 10 Nita 53 159
## nama_B bb_B tb_B
## 1 Selly 50 145
## 2 Dini 55 160
## 3 Azi 53 172
## 4 Siska 60 155
## 5 Nanda 58 160
## 6 Faiz 70 170
## 7 Ibnu 52 148
## 8 Brian 57 162
## 9 Nadia 59 160
## 10 Zakia 54 143
1. (a) Membandingkan ukuran pemusatan dan ukuran penyebaran berat badan mahasiswa kelas A dan kelas B
Ukuran pemusatan data yang umum ada 3, yaitu mean, median, dan modus. Sedangkan ukuran penyebaran yang umum digunakan adalag range, variance, dan standar deviation.Keenam ukuran ini akan dihitung pada data berat badan kelas A dan kelas B untuk dibandingkan.
## mean_bbA: 61.8 kg
## mean_bbB: 56.8 kg
Rata-rata berat badan mahasiswa kelas A 61,8 kg. Rata-rata berat badan mahasiswa kelas B 56,8 kg. Rata-rata berat badan mahasiswa kelas A lebih besar sekitar 5 kg dibandingkan kelas B, hal ini menunjukkan mahasiswa kelas A cenderung memiliki berat badan yang lebih besar.
#median berat badan mahasiswa kelas A
median_bbA <- median(bb_A)
cat("median_bbA:", median_bbA, "kg", "\n")## median_bbA: 59 kg
#median berat badan mahasiswa kelas B
median_bbB <- median(bb_B)
cat("median_bbB:", median_bbB, "kg", "\n")## median_bbB: 56 kg
Median berat badan mahasiswa kelas A 59 kg. Median berat badan mahasiswa kelas B 56 kg. Artinya setengah mahasiswa kelas A memiliki berat badan diatas 59 kg, begitu pula dengan setengah mahasiswa kelas B yang memiliki berat badan diatas 56 kg.
# Modus berat badan mahasiswa kelas A (gunakan fungsi custom)
modus <- function(x) {
ux <- unique(x)
ux[which.max(tabulate(match(x, ux)))]
}
modus_bbA <- modus(bb_A)
cat("modus_bbA:", modus_bbA, "kg", "\n")## modus_bbA: 55 kg
# Modus berat badan mahasiswa kelas B (gunakan fungsi custom)
modus <- function(x) {
ux <- unique(x)
ux[which.max(tabulate(match(x, ux)))]
}
modus_bbB <- modus(bb_B)
cat("modus_bbB:", modus_bbB, "kg", "\n")## modus_bbB: 50 kg
Modus berat badan mahasiswa kelas A adalah 55 kg. Modus berat badan mahasiswa kelas B adalah 50 kg. Nilai/berat badan yang sering muncul di kelas A adalah 55 kg,sedangkan di kelas B adalah 50 kg. Ini menunjukkan bahwa kelompok terbesar di kelas A sedikit lebih berat dibanding kelompok di kelas B.
#Menghitung range berat badan mahasiswa kelas A
range_bbA <- range(bb_A)
cat("range_bbA:", range_bbA, "\n")## range_bbA: 50 80
#Menghitung range berat badan mahasiswa kelas B
range_bbB <- range(bb_B)
cat("range_bbB:", range_bbB, "\n")## range_bbB: 50 70
Range berat badan mahasiswa kelas A: 50-80 kg (selisih 30kg). Range berat badan mahasiswa kelas B: 50-70 kg (selisih 20kg). Range pada kelas A lebih besar dibanding kelas B menunjukkan variasi berat badan yang lebih lebar dibanding kelas B.
#Menghitung variansi berat badan mahasiswa kelas A
var_bbA <- var(bb_A)
cat("var_bbA:", var_bbA, "\n")## var_bbA: 106.6222
#Menghitung variansi berat badan mahasiswa kelas B
var_bbB <- var(bb_B)
cat("var_bbB:", var_bbB, "\n")## var_bbB: 31.73333
Variansi berat badan mahasiswa kelas A: 106,62. Variansi berat badan mahasiswa kelas B: 31,73. Variansi kelas A jauh lebih tinggi dibanding kelas B, artinya data berat badan kelas A lebih menyebar dari rata-ratanya dibandingkan kelas B.
#Menghitung standar deviation berat badan mahasiswa kelas A
sd_bbA <- sd(bb_A)
cat("sd_bbA:", sd_bbA, "\n")## sd_bbA: 10.3258
#Menghitung standar deviation berat badan mahasiswa kelas B
sd_bbB <- sd(bb_B)
cat("sd_bbB:", sd_bbB, "\n")## sd_bbB: 5.633235
Standar deviation berat badan mahasiswa kelas A: 10,33 kg. Standar deviation berat badan mahasiswa kelas B: 5,64 kg. Rata-rata jarak tiap data ke rata-ratanya dikelas A sekitar 10,33 kg, sedangkan di kelas B hanya sekitar 5,64 kg. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran data di kelas A lebih besar.
1. (b) Visualisasi data berat badan mahasiswa kelas A dan B
# Histogram berat badan mahasiswa kelas A
hist(kelas_A$bb_A, col = "pink",
main= "Histogram Berat Badan Mahasiswa Kelas A",
xlab = "Berat Badan (kg)")
Histogram menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa Kelas A memiliki
berat badan pada kisaran 50–55 kg (4 mahasiswa), diikuti oleh kisaran
55–60 kg (2 mahasiswa). Pada kisaran 60–80 kg, setiap kelompok rentang
hanya diisi oleh 1 mahasiswa, menandakan jumlahnya sangat sedikit. Pola
ini menunjukkan bahwa Kelas A didominasi oleh mahasiswa berbobot ringan,
dengan hanya sedikit yang memiliki berat badan tinggi.
# Histogram berat badan mahasiswa kelas B
hist(kelas_B$bb_B, col = "skyblue",
main= "Histogram Berat Badan Mahasiswa Kelas B",
xlab = "Berat Badan (kg)")
Histogram menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa Kelas B memiliki
berat badan pada kisaran 50–55 kg (5 mahasiswa), diikuti oleh kisaran
55–60 kg (4 mahasiswa). Hanya sedikit mahasiswa yang memiliki berat di
kisaran 65–70 kg (1 mahasiswa). Pola ini menandakan bahwa berat badan
mahasiswa Kelas B terpusat di kisaran rendah–menengah dengan variasi
yang relatif kecil.
#--- Grafik Perbandingan Berat Badan Kelas A dan B ---
# Gabungkan data berat badan ke dalam satu data frame
bb_all <- data.frame(
Berat = c(bb_A, bb_B),
Kelas = c(rep("A", length(bb_A)), rep("B", length(bb_B)))
)
# Boxplot perbandingan berat badan
boxplot(Berat ~ Kelas, data = bb_all,
col = c("pink", "skyblue"),
main = "Perbandingan Berat Badan Mahasiswa Kelas A dan B",
xlab = "Kelas", ylab = "Berat Badan (kg)")1. (c) kesimpulan hasil analisis
Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa Kelas A cenderung memiliki berat badan yang lebih besar dan penyebaran data yang lebih lebar dibandingkan Kelas B. Rata-rata berat badan Kelas A adalah “61,8 kg”, sedangkan Kelas B “56,8 kg”, dengan median masing-masing “59 kg” dan “56 kg”, menunjukkan bahwa baik dari segi rata-rata maupun nilai tengah, mahasiswa Kelas A lebih berat. Modus Kelas A adalah “55 kg” dan Kelas B “50 kg”, yang berarti berat badan yang paling sering muncul di Kelas A sedikit lebih tinggi daripada Kelas B. Range berat badan Kelas A adalah “50–80 kg” (selisih 30 kg) sedangkan Kelas B “50–70 kg” (selisih 20 kg), menunjukkan variasi yang lebih besar di Kelas A. Variansi dan standar deviasi Kelas A (“106,62” dan “10,33 kg”) jauh lebih tinggi daripada Kelas B (“31,73” dan “5,64 kg”), yang menandakan bahwa data berat badan di Kelas A lebih menyebar dari rata-ratanya. Visualisasi histogram juga mendukung temuan ini, di mana Kelas A memiliki distribusi berat badan yang lebih lebar dengan adanya mahasiswa berbobot tinggi hingga 80 kg, sementara Kelas B lebih terkonsentrasi di kisaran 50–60 kg. Secara keseluruhan, Kelas A memiliki rata-rata berat badan lebih tinggi dan tingkat keragaman yang lebih besar dibandingkan Kelas B.
2. (a) Membandingkan ukuran pemusatan dan ukuran penyebaran tinggi badan mahasiswa kelas A dan kelas B
Ukuran pemusatan data yang umum ada 3, yaitu mean, median, dan modus. Sedangkan ukuran penyebaran yang umum digunakan adalag range, variance, dan standar deviation. Keenam ukuran ini akan dihitung pada data tinggi badan kelas A dan kelas B untuk dibandingkan.
## mean_tbA: 167.7 cm
## mean_tbB: 157.5 cm
Rata-rata tinggi badan mahasiswa kelas A:167,7 cm. Rata-rata tinggi badan mahasiswa kelas B:157,5 cm. Rata-rata tinggi badan mahasiswa kelas A lebih tinggi sekitar 10,2 cm dibandingkan kelas B, hal ini menunjukkan mahasiswa kelas A cenderung memiliki postur yang lebih tinggi.
#median tinggi badan mahasiswa kelas A
median_tbA <- median(tb_A)
cat("median_tbA:", median_tbA, "cm", "\n")## median_tbA: 163.5 cm
#median tinggi badan mahasiswa kelas B
median_tbB <- median(tb_B)
cat("median_tbB:", median_tbB, "cm", "\n")## median_tbB: 160 cm
Median tinggi badan mahasiswa kelas A: 163,5 cm. Median tinggi badan mahasiswa kelas B: 160 cm Artinya setengah mahasiswa kelas A memiliki tinggi badan diatas 163,5 cm. begitu pula dengan setengah mahasiswa kelas B yang memiliki tinggi badan diatas 160 kg.
# Modus tinggi badan mahasiswa kelas A (gunakan fungsi custom)
modus <- function(x) {
ux <- unique(x)
ux[which.max(tabulate(match(x, ux)))]
}
modus_tbA <- modus(tb_A)
cat("modus_tbA:", modus_tbA, "cm", "\n")## modus_tbA: 160 cm
# Modus tinggi badan mahasiswa kelas B (gunakan fungsi custom)
modus <- function(x) {
ux <- unique(x)
ux[which.max(tabulate(match(x, ux)))]
}
modus_tbB <- modus(tb_B)
cat("modus_tbB:", modus_tbB, "cm", "\n")## modus_tbB: 160 cm
Modus tinggi badan mahasiswa kelas B adalah 160cm (muncul 3 kali) Sedangkan pada kelas A tidak memiliki modus karna semua nilai muncul hanya sekali.
#Menghitung range tinggi badan mahasiswa kelas A
range_tbA <- range(tb_A)
cat("range_tbA:", range_tbA, "\n")## range_tbA: 155 185
#Menghitung range tinggi badan mahasiswa kelas B
range_tbB <- range(tb_B)
cat("range_tbB:", range_tbB, "\n")## range_tbB: 143 172
Range tinggi badan mahasiswa kelas A: 155-158 cm (selisih 30cm). Range tinggi badan mahasiswa kelas B: 143-172 cm (selisih 29cm). Range pada kelas A sedikit lebih besar dibanding kelas B menunjukkan variasi tinggi badan lebih lebar dibanding kelas B.
#Menghitung variansi tinggi badan mahasiswa kelas A
var_tbA <- var(tb_A)
cat("var_tbA:", var_tbA, "\n")## var_tbA: 115.5667
#Menghitung variansi tinggi badan mahasiswa kelas B
var_tbB <- var(tb_B)
cat("var_tbB:", var_tbB, "\n")## var_tbB: 96.5
Variansi tinggi badan mahasiswa kelas A: 115,57. Variansi tinggi badan mahasiswa kelas B: 96,5. Variansi kelas A jauh lebih tinggi dibanding kelas B, artinya data tinggi badan kelas A lebih menyebar dari rata-ratanya dibandingkan kelas B.
#Menghitung standar deviation tinggi badan mahasiswa kelas A
sd_tbA <- sd(tb_A)
cat("sd_tbA:", sd_tbA, "\n")## sd_tbA: 10.75019
#Menghitung standar deviation tinggi badan mahasiswa kelas B
sd_tbB <- sd(tb_B)
cat("sd_tbB:", sd_tbB, "\n")## sd_tbB: 9.823441
Standar deviation tinggi badan mahasiswa kelas A: 10,76 cm. Standar deviation tinggi badan mahasiswa kelas B: 9,82 cm. Rata-rata jarak tiap data ke rata-ratanya dikelas A sekitar 10,76 cm, sedangkan di kelas B sekitar 9,82 cm. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran data di kelas A sedikit lebih besar dibanding kelas B.
2. (b) Visualisasi data tinggi badan mahasiswa kelas A dan B
# Histogram tinggi badan mahasiswa kelas A
hist(kelas_A$tb_A, col = "yellow",
main= "Histogram Tinggi Badan Mahasiswa Kelas A",
xlab = "Tinggi Badan (cm)")
Histogram menunjukkan bahwa mahasiswa Kelas A dengan tinggi badan
155–160 cm berjumlah 4 orang, diikuti oleh kisaran 160–165 cm sebanyak 2
orang. Pada kisaran 170–175 cm terdapat 1 mahasiswa, kisaran 175–180 cm
diisi oleh 2 mahasiswa, dan kisaran 180–185 cm hanya 1 mahasiswa. Tidak
ada mahasiswa pada kisaran 165–170 cm. Pola ini menunjukkan bahwa tinggi
badan mahasiswa Kelas A paling banyak berada pada kisaran menengah
(155–165 cm), dengan jumlah yang jauh lebih sedikit pada kisaran tinggi
di atas 170 cm.
# Histogram tinggi badan mahasiswa kelas B
hist(kelas_B$tb_B, col = "seagreen",
main= "Histogram Tinggi Badan Mahasiswa Kelas B",
xlab = "Tinggi Badan (cm)")
Histogram menunjukkan bahwa mahasiswa Kelas B dengan tinggi badan
140–145 cm berjumlah 2 orang, diikuti oleh 145–150 cm sebanyak 1 orang.
Pada kisaran 150–155 cm terdapat 1 mahasiswa, sedangkan kisaran 155–160
cm memiliki jumlah terbanyak yaitu 3 mahasiswa. Selanjutnya, kisaran
160–165 cm diisi oleh 1 mahasiswa, sama seperti kisaran 165–170 cm dan
170–175 cm yang masing-masing juga memiliki 1 mahasiswa. Pola ini
menunjukkan bahwa tinggi badan mahasiswa Kelas B paling banyak berada di
kisaran menengah (155–160 cm), dengan jumlah yang lebih sedikit pada
kisaran rendah maupun tinggi.
#--- Grafik Perbandingan Tinggi Badan Kelas A dan B ---
# Gabungkan data tinggi badan ke dalam satu data frame
tb_all <- data.frame(
Tinggi = c(tb_A, tb_B),
Kelas = c(rep("A", length(tb_A)), rep("B", length(tb_B)))
)
# Boxplot perbandingan tinggi badan
boxplot(Tinggi ~ Kelas, data = tb_all,
col = c("magenta", "wheat"),
main = "Perbandingan Tinggi Badan Mahasiswa Kelas A dan B",
xlab = "Kelas", ylab = "Tinggi Badan (cm)")2. (c) kesimpulan hasil analisis
Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa Kelas A cenderung memiliki tinggi badan yang lebih besar dan variasi yang sedikit lebih lebar dibandingkan Kelas B. Rata-rata tinggi badan Kelas A adalah “167,7 cm”, sedangkan Kelas B “157,5 cm”, dengan selisih sekitar 10,2 cm yang menunjukkan kecenderungan postur mahasiswa Kelas A lebih tinggi. Median tinggi badan Kelas A adalah “163,5 cm” dan Kelas B “160 cm”, yang mengindikasikan bahwa setengah populasi di Kelas A memiliki tinggi di atas 163,5 cm, sedangkan di Kelas B di atas 160 cm. Modus hanya ditemukan di Kelas B, yaitu “160 cm” yang muncul tiga kali, sedangkan Kelas A tidak memiliki modus karena semua nilai unik. Range tinggi badan Kelas A adalah “155–185 cm” (selisih 30 cm) dan Kelas B “143–172 cm” (selisih 29 cm), menunjukkan variasi kisaran yang hampir sama. Variansi dan standar deviasi Kelas A (“115,57” dan “10,76 cm”) sedikit lebih tinggi dibandingkan Kelas B (“96,5” dan “9,82 cm”), menandakan penyebaran data di Kelas A lebih besar. Visualisasi histogram mendukung temuan ini, di mana Kelas A memiliki distribusi yang lebih merata di berbagai kisaran tinggi, sementara Kelas B lebih terkonsentrasi pada kisaran 155–160 cm. Secara keseluruhan, Kelas A tidak hanya lebih tinggi secara rata-rata, tetapi juga memiliki distribusi tinggi badan yang lebih bervariasi dibandingkan Kelas B.