1 Pendahuluan

Analisis deskriptif statistik digunakan untuk memberikan gambaran awal mengenai data yang dimiliki. Melalui analisis ini, kita dapat mengetahui informasi seperti rata-rata, nilai tengah, penyebaran data, serta menemukan data yang mungkin menyimpang dari pola umum.

Pendekatan ini membantu peneliti atau pembaca memahami karakteristik dasar data sebelum melakukan analisis lanjutan. Dengan begitu, arah penelitian dapat lebih terarah dan keputusan yang diambil menjadi lebih tepat.

Hasil analisis deskriptif biasanya disajikan dalam bentuk tabel, grafik, atau diagram agar informasi lebih mudah dipahami. Penyajian visual ini juga mempermudah pembaca dalam menangkap inti informasi tanpa harus membaca data mentah secara detail.

2 Persiapan Data

Sebelum memulai analisis, terlebih dahulu disajikan data Kelas A yang menjadi salah satu objek penelitian. Data ini berisi informasi nama siswa, berat badan (kg), dan tinggi badan (cm) yang akan dianalisis untuk memperoleh gambaran umum mengenai kondisi fisik siswa di kelas tersebut.

nama_kelas_A = c("Ani", "Budi", "Cahya", "Danu", "Eka", "Fitri", "Gilang", "Hani", "Indra", "Jihan")
berat_badan_kelas_A = c(55, 65, 50, 70, 60, 58, 75, 52, 80, 53)
tinggi_badan_kelas_A = c(160, 175, 155, 180, 165, 162, 178, 158, 185, 159)
kelas_A = data.frame(nama_kelas_A, berat_badan_kelas_A, tinggi_badan_kelas_A)
kelas_A

Dari data Kelas A di atas, terlihat adanya variasi pada berat dan tinggi badan siswa. Informasi ini akan menjadi dasar dalam perhitungan ukuran statistik deskriptif seperti rata-rata, median, rentang nilai, serta sebaran data, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih jelas mengenai profil fisik siswa di Kelas A.

Sebagai pelengkap analisis, digunakan juga data dari Kelas B. Informasi yang disajikan memiliki format serupa dengan Kelas A, sehingga memungkinkan dilakukan perbandingan untuk melihat perbedaan maupun persamaan karakteristik antar kelas.

nama_kelas_B = c("Alya", "Bintang", "Rizki", "Ana", "Nanda", "Dimas", "Ali", "Agus", "Dwi", "Putri")
berat_badan_kelas_B = c(50, 55, 53, 60, 58, 70, 52, 57, 59, 54)
tinggi_badan_kelas_B = c(145, 160, 172, 155, 160, 170, 148, 162, 160, 143)
kelas_B = data.frame(nama_kelas_B, berat_badan_kelas_B, tinggi_badan_kelas_B)
kelas_B

Data Kelas B yang disajikan menunjukkan beragam variasi berat dan tinggi badan siswa. Hasil ini nantinya akan dianalisis lebih lanjut menggunakan statistik deskriptif untuk mengetahui kecenderungan umum, perbedaan dengan Kelas A, serta sebaran nilai yang ada di masing-masing kelas.

3 Analisis Deskriptif pada Berat Badan

3.1 Ukuran Pemusatan Data pada Berat Badan

Setelah data berat badan mahasiswa Kelas A dan Kelas B tersedia, tahap awal analisis dilakukan dengan menghitung ukuran pemusatan data. Pengukuran ini meliputi nilai rata-rata (mean), nilai tengah (median), dan nilai yang paling sering muncul (modus). Tujuannya adalah untuk mengetahui gambaran umum berat badan di masing-masing kelas sebelum melanjutkan ke analisis penyebaran data.

3.1.1 Mean

mean(berat_badan_kelas_A)
## [1] 61.8
mean(berat_badan_kelas_B)
## [1] 56.8

Rata-rata berat badan mahasiswa Kelas A adalah 61.8 kg, sedangkan rata-rata Kelas B adalah 56.8 kg. Ini menunjukkan bahwa secara umum mahasiswa Kelas A memiliki berat badan lebih tinggi dibandingkan Kelas B.

3.1.2 Median

median(berat_badan_kelas_A)
## [1] 59
median(berat_badan_kelas_B)
## [1] 56

Median berat badan mahasiswa Kelas A adalah 59 kg, sedangkan median Kelas B adalah 56 kg. Nilai ini menunjukkan bahwa setengah mahasiswa di masing-masing kelas memiliki berat badan di bawah angka tersebut, dan setengah lainnya di atasnya.

3.1.3 Modus

modus = function(x) {
  ux = unique(x)
  ux[which.max(tabulate(match(x, ux)))]
}
modus(berat_badan_kelas_A)
## [1] 55
modus = function(x) {
  ux = unique(x)
  ux[which.max(tabulate(match(x, ux)))]
}
modus(berat_badan_kelas_B)
## [1] 50

Modus berat badan mahasiswa Kelas A adalah 55 kg, sedangkan modus Kelas B adalah 50 kg. Artinya, angka tersebut merupakan berat badan yang paling sering dimiliki oleh mahasiswa di masing-masing kelas.

Secara keseluruhan, berat badan mahasiswa Kelas A lebih tinggi dibandingkan Kelas B. Rata-rata berat badan Kelas A adalah 61.8 kg, sedangkan Kelas B hanya 56,8 kg. Nilai tengahnya juga lebih besar, yaitu 59 kg untuk Kelas A dan 56 kg untuk Kelas B. Berat badan yang paling sering muncul di Kelas A adalah 55 kg, sementara di Kelas B adalah 50 kg. Jadi, baik dari rata-rata, median, maupun modus, Kelas A memang memiliki berat badan yang cenderung lebih besar.

3.2 Ukuran Penyebaran Data pada Berat Badan

Setelah mengetahui ukuran pemusatan data, langkah selanjutnya adalah memeriksa seberapa jauh nilai-nilai tersebut menyebar dari titik pusatnya. Oleh karena itu, analisis akan dilanjutkan dengan menghitung ukuran penyebaran data.

3.2.1 Range

range_berat_badan_A = range(berat_badan_kelas_A)
cat("Range Berat Badan Kelas A: ", range_berat_badan_A, "\n")
## Range Berat Badan Kelas A:  50 80
range_berat_badan_B = range(berat_badan_kelas_B)
cat("Range Berat Badan Kelas B: ", range_berat_badan_B, "\n")
## Range Berat Badan Kelas B:  50 70

Kelas A memiliki range 30 kg, lebih besar daripada Kelas B yang range-nya 20 kg. Ini menunjukkan Kelas A punya selisih berat badan paling ringan dan paling berat yang lebih lebar.

3.2.2 Variansi

variansi_berat_badan_A = var(berat_badan_kelas_A)
cat("Variansi Berat Badan Kelas A: ", variansi_berat_badan_A, "\n")
## Variansi Berat Badan Kelas A:  106.6222
variansi_berat_badan_B = var(berat_badan_kelas_B)
cat("Variansi Berat Badan Kelas B: ", variansi_berat_badan_B, "\n")
## Variansi Berat Badan Kelas B:  31.73333

Variansi berat badan Kelas A sebesar 106,62, sedangkan Kelas B sebesar 31,73, sehingga berat badan Kelas A lebih bervariasi.

3.2.3 Standar Deviasi

standar_deviasi_berat_badan_A = sd(berat_badan_kelas_A)
cat("Standar Deviasi Berat Badan Kelas A: ", standar_deviasi_berat_badan_A, "\n")
## Standar Deviasi Berat Badan Kelas A:  10.3258
standar_deviasi_berat_badan_B = sd(berat_badan_kelas_B)
cat("Standar Deviasi Berat Badan Kelas B: ", standar_deviasi_berat_badan_B, "\n")
## Standar Deviasi Berat Badan Kelas B:  5.633235

Standar deviasi berat badan Kelas A sebesar 10,33 kg, sedangkan Kelas B sebesar 5,63 kg, artinya penyebaran data di Kelas A lebih besar dibandingkan Kelas B.

Berdasarkan hasil perhitungan, rentang berat badan mahasiswa Kelas A lebih besar dibandingkan dengan Kelas B, yang menunjukkan bahwa perbedaan antara nilai tertinggi dan terendah di Kelas A lebih lebar. Variansi dan standar deviasi Kelas A juga lebih tinggi, menandakan penyebaran berat badan mahasiswa di Kelas A lebih beragam. Sebaliknya, Kelas B memiliki rentang, variansi, dan standar deviasi yang lebih kecil, sehingga berat badan antar mahasiswa di kelas ini cenderung lebih seragam.

3.3 Visualisasi Data pada Berat Badan

Setelah dilakukan penghitungan ukuran pemusatan dan penyebaran data, tahap selanjutnya adalah melakukan visualisasi untuk melihat distribusi berat badan mahasiswa secara lebih jelas. Visualisasi ini menggunakan dua jenis grafik, yaitu histogram dan boxplot. Histogram digunakan untuk melihat sebaran frekuensi berat badan dalam bentuk batang, sedangkan boxplot memberikan gambaran ringkas mengenai nilai minimum, kuartil, median, dan maksimum pada data.

3.3.1 Histogram

hist(kelas_A$berat_badan_kelas_A, col = "lightsteelblue",
main = "Histogram Berat Badan Mahasiswa Kelas A",
xlab = "Berat Badan (kg)")

hist(kelas_B$berat_badan_kelas_B, col = "lightsteelblue",
main = "Histogram Berat Badan Mahasiswa Kelas B",
xlab = "Berat Badan (kg)")

Secara umum, kedua histogram menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa Kelas A maupun Kelas B memiliki berat badan pada kisaran 50–60 kg. Pola distribusinya hampir sama, hanya saja Kelas A tampak memiliki sebaran yang sedikit lebih merata, sedangkan Kelas B memiliki puncak frekuensi yang lebih menonjol di nilai tertentu.

3.3.2 Boxplot

boxplot(kelas_A$berat_badan_kelas_A,
main = "Boxplot Berat Badan Mahasiswa Kelas A")

boxplot(kelas_B$berat_badan_kelas_B,
main = "Boxplot Berat Badan Mahasiswa Kelas B")

Pada kedua boxplot ini, terlihat bahwa rentang data (jarak antara nilai minimum dan maksimum) relatif mirip, begitu pula dengan posisi median yang berada di sekitar tengah kotak. Panjang kotak menggambarkan jarak antar kuartil, yang menunjukkan tingkat variasi data, dan keduanya tampak memiliki variasi yang hampir sama. Tidak tampak adanya pencilan yang signifikan pada kedua kelompok

3.3.3 Kuartil

kuartil_berat_badan_A = quantile(kelas_A$berat_badan_kelas_A, probs = c(0.25, 0.50, 0.75))
kuartil_berat_badan_A
##   25%   50%   75% 
## 53.50 59.00 68.75
kuartil_berat_badan_B = quantile(kelas_B$berat_badan_kelas_B, probs = c(0.25, 0.50, 0.75))
kuartil_berat_badan_B
##   25%   50%   75% 
## 53.25 56.00 58.75

Berat badan mahasiswa Kelas A cenderung lebih tinggi dan lebih bervariasi dibandingkan Kelas B, sedangkan berat badan mahasiswa Kelas B lebih merata atau homogen.

4 Analisis Deskriptif pada Tinggi Badan

4.1 Ukuran Pemusatan Data pada Tinggi Badan

Setelah data tinggi badan mahasiswa Kelas A dan Kelas B tersedia, tahap awal analisis dilakukan dengan menghitung ukuran pemusatan data. Pengukuran ini meliputi nilai rata-rata (mean), nilai tengah (median), dan nilai yang paling sering muncul (modus). Tujuannya adalah untuk mengetahui gambaran umum tinggi badan di masing-masing kelas sebelum melanjutkan ke analisis penyebaran data.

4.1.1 Mean

mean(tinggi_badan_kelas_A)
## [1] 167.7
mean(tinggi_badan_kelas_B)
## [1] 157.5

Rata-rata tinggi badan mahasiswa Kelas A adalah 167.7 cm, sedangkan rata-rata Kelas B adalah 157.5 cm. Ini menunjukkan bahwa secara umum mahasiswa Kelas A memiliki tinggi badan yang sedikit lebih tinggi dibandingkan Kelas B.

4.1.2 Median

median(tinggi_badan_kelas_A)
## [1] 163.5
median(tinggi_badan_kelas_B)
## [1] 160

Median tinggi badan mahasiswa Kelas A adalah 163.5 cm, sedangkan median Kelas B adalah 160 cm. Nilai ini menunjukkan bahwa setengah mahasiswa di masing-masing kelas memiliki tinggi badan di bawah angka tersebut, dan setengah lainnya di atasnya.

4.1.3 Modus

modus = function(x) {
  ux = unique(x)
  ux[which.max(tabulate(match(x, ux)))]
}
modus(tinggi_badan_kelas_A)
## [1] 160
modus = function(x) {
  ux = unique(x)
  ux[which.max(tabulate(match(x, ux)))]
}
modus(tinggi_badan_kelas_B)
## [1] 160

Modus tinggi badan mahasiswa Kelas A adalah 160 cm, sedangkan modus Kelas B adalah 160 cm. Artinya, angka tersebut merupakan tinggi badan yang paling sering dimiliki oleh mahasiswa di masing-masing kelas.

Secara keseluruhan, data menunjukkan bahwa tinggi badan mahasiswa Kelas A cenderung lebih tinggi dibandingkan Kelas B. Baik dari rata-rata, median, maupun modus, perbedaan tinggi badan antar kelas ini tetap konsisten.

4.2 Ukuran Penyebaran Data pada Tinggi Badan

Setelah mengetahui ukuran pemusatan data, langkah selanjutnya adalah memeriksa seberapa jauh nilai-nilai tersebut menyebar dari titik pusatnya. Oleh karena itu, analisis akan dilanjutkan dengan menghitung ukuran penyebaran data.

4.2.1 Range

range_tinggi_badan_A = range(tinggi_badan_kelas_A)
cat("Range Tinggi Badan Kelas A: ", range_tinggi_badan_A, "\n")
## Range Tinggi Badan Kelas A:  155 185
range_tinggi_badan_B = range(tinggi_badan_kelas_B)
cat("Range Tinggi Badan Kelas B: ", range_tinggi_badan_B, "\n")
## Range Tinggi Badan Kelas B:  143 172

Kelas A memiliki range 30 cm, lebih besar daripada Kelas B yang range-nya 29 cm. Ini menunjukkan perbedaan antara mahasiswa paling tinggi dan paling rendah di Kelas A lebih lebar dibandingkan Kelas B.

4.2.2 Variansi

variansi_tinggi_badan_A = var(tinggi_badan_kelas_A)
cat("Variansi Tinggi Badan Kelas A: ", variansi_tinggi_badan_A, "\n")
## Variansi Tinggi Badan Kelas A:  115.5667
variansi_tinggi_badan_B = var(tinggi_badan_kelas_B)
cat("Variansi Tinggi Badan Kelas B: ", variansi_tinggi_badan_B, "\n")
## Variansi Tinggi Badan Kelas B:  96.5

Variansi tinggi badan Kelas A sebesar 115,56, sedangkan Kelas B sebesar 96.5, sehingga tinggi badan di Kelas A lebih bervariasi seragam dibandingkan Kelas B.

4.2.3 Standar Deviasi

standar_deviasi_tinggi_badan_A = sd(tinggi_badan_kelas_A)
cat("Standar Deviasi Tinggi Badan Kelas A: ", standar_deviasi_tinggi_badan_A, "\n")
## Standar Deviasi Tinggi Badan Kelas A:  10.75019
standar_deviasi_tinggi_badan_B = sd(tinggi_badan_kelas_B)
cat("Standar Deviasi Tinggi Badan Kelas B: ", standar_deviasi_tinggi_badan_B, "\n")
## Standar Deviasi Tinggi Badan Kelas B:  9.823441

Standar deviasi tinggi badan Kelas A sebesar 10.75 cm, sedangkan Kelas B sebesar 9.82 cm. Artinya, penyebaran tinggi badan mahasiswa di Kelas A lebih besar dibandingkan Kelas B.

Berdasarkan hasil perhitungan, rentang tinggi badan mahasiswa Kelas A lebih besar dibandingkan dengan Kelas B, yang menunjukkan bahwa perbedaan antara mahasiswa paling tinggi dan paling rendah di Kelas A lebih lebar. Variansi dan standar deviasi Kelas A juga lebih tinggi, menandakan bahwa penyebaran tinggi badan di Kelas A lebih beragam dibandingkan Kelas B.

4.3 Visualisasi Data pada Tinggi Badan

Setelah dilakukan penghitungan ukuran pemusatan dan penyebaran data, tahap selanjutnya adalah melakukan visualisasi untuk melihat distribusi tinggi badan mahasiswa secara lebih jelas. Visualisasi ini menggunakan dua jenis grafik, yaitu histogram dan boxplot. Histogram digunakan untuk melihat sebaran frekuensi tinggi badan dalam bentuk batang, sedangkan boxplot memberikan gambaran ringkas mengenai nilai minimum, kuartil, median, dan maksimum pada data.

4.3.1 Histogram

hist(kelas_A$tinggi_badan_kelas_A, col = "lightsteelblue",
main = "Histogram Tinggi Badan Mahasiswa Kelas A",
xlab = "Tinggi Badan (kg)")

hist(kelas_B$tinggi_badan_kelas_B, col = "lightsteelblue",
main = "Histogram Tinggi Badan Mahasiswa Kelas B",
xlab = "Tinggi Badan (kg)")

Secara umum, kedua histogram menunjukkan bahwa tinggi badan mahasiswa Kelas A cenderung berada pada kisaran 160–180 cm, sedangkan Kelas B lebih terkonsentrasi pada kisaran 145–170 cm. Distribusi Kelas A terlihat lebih menyebar dengan beberapa mahasiswa yang memiliki tinggi di atas 180 cm, sementara Kelas B lebih mengelompok dan tidak memiliki nilai yang terlalu ekstrem.

4.3.2 Boxplot

boxplot(kelas_A$tinggi_badan_kelas_A,
main = "Boxplot Tinggi Badan Mahasiswa Kelas A")

boxplot(kelas_B$tinggi_badan_kelas_B,
main = "Boxplot Tinggi Badan Mahasiswa Kelas B")

Pada kedua boxplot, terlihat bahwa rentang tinggi badan Kelas A lebih besar dibandingkan Kelas B. Median tinggi badan Kelas A juga berada pada posisi yang lebih tinggi. Panjang kotak (interkuartil) pada Kelas A menunjukkan variasi yang lebih besar, sedangkan Kelas B cenderung memiliki variasi lebih kecil. Tidak tampak pencilan yang signifikan pada kedua kelompok.

4.3.3 Kuartil

kuartil_tinggi_badan_A = quantile(kelas_A$tinggi_badan_kelas_A, probs = c(0.25, 0.50, 0.75))
kuartil_tinggi_badan_A
##    25%    50%    75% 
## 159.25 163.50 177.25
kuartil_tinggi_badan_B = quantile(kelas_B$tinggi_badan_kelas_B, probs = c(0.25, 0.50, 0.75))
kuartil_tinggi_badan_B
##    25%    50%    75% 
## 149.75 160.00 161.50

Berdasarkan perhitungan kuartil, tinggi badan mahasiswa Kelas A umumnya lebih tinggi dan lebih bervariasi, sedangkan tinggi badan mahasiswa Kelas B cenderung lebih rendah dan lebih homogen.

5 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis terhadap data berat badan dan tinggi badan mahasiswa Kelas A dan Kelas B, dapat disimpulkan bahwa Kelas A memiliki karakteristik data yang lebih bervariasi dibandingkan Kelas B. Pada berat badan, Kelas A menunjukkan rentang, variansi, dan standar deviasi yang lebih besar, menandakan perbedaan yang lebih lebar antara mahasiswa dengan berat badan terendah dan tertinggi. Sementara itu, Kelas B memiliki nilai-nilai ukuran penyebaran yang lebih kecil, sehingga berat badan antar mahasiswa cenderung lebih seragam.

Hasil pengamatan terhadap tinggi badan juga memperlihatkan pola yang serupa. Kelas A memiliki rentang dan interkuartil yang lebih besar, serta median yang sedikit lebih tinggi dibandingkan Kelas B. Distribusi tinggi badan di Kelas A lebih menyebar, sedangkan Kelas B lebih terkonsentrasi di kisaran tertentu.