1. Data Mahasiswa

1.1. Kelas A

Berikut adalah data berat badan dan tinggi badan di kelas A

#Data kelas A

#Nama
A_Nama <- c("Ani", "Budi", "Cahya", "Danu", "Eka", "Fitri", "Gilang", "Hani", "Indra", "Jihan")

#Berat Badan
A_Berat_Badan <- c(55, 65, 50, 70, 60, 58, 75, 52, 80, 53)

#Tinggi Badan
A_Tinggi_Badan <- c(160, 175, 155, 180, 165, 162, 178, 158, 185, 159)

#Data Keseluruhan
A <- data.frame(A_Nama, A_Berat_Badan, A_Tinggi_Badan)

#Menampilkan Data Kelas A
A
##    A_Nama A_Berat_Badan A_Tinggi_Badan
## 1     Ani            55            160
## 2    Budi            65            175
## 3   Cahya            50            155
## 4    Danu            70            180
## 5     Eka            60            165
## 6   Fitri            58            162
## 7  Gilang            75            178
## 8    Hani            52            158
## 9   Indra            80            185
## 10  Jihan            53            159

1.2. Kelas B

Berikut adalah data berat badan dan tinggi badan di kelas B

#Data kelas B

#Nama
B_Nama <- c("Alya", "Bintang", "Rizki", "Ana", "Nanda", "Dimas", "Ali", "Agus", "Dwi", "Putri")

#Berat Badan
B_Berat_Badan <- c(50, 55, 53, 60, 58, 70, 52, 57, 59, 54)

#Tinggi Badan
B_Tinggi_Badan <- c(145, 160, 172, 155, 160, 170, 148, 162, 160, 143)

#Data Keseluruhan
B <- data.frame(B_Nama, B_Berat_Badan, B_Tinggi_Badan)

#Menampilkan Data Kelas B
B
##     B_Nama B_Berat_Badan B_Tinggi_Badan
## 1     Alya            50            145
## 2  Bintang            55            160
## 3    Rizki            53            172
## 4      Ana            60            155
## 5    Nanda            58            160
## 6    Dimas            70            170
## 7      Ali            52            148
## 8     Agus            57            162
## 9      Dwi            59            160
## 10   Putri            54            143

2. Deskriptif Statistik Data Berat Badan Kelas A dan B

2.1. Pemusatan Data

Pemusatan Data dalam hal ini menggunakan ukuran pemusatan data yang paling umum untuk digunakan yaitu mean (rata-rata), median (nilai tengah) dan modus(nilai yang paling banyak muncul).

Diharapkan dengan melakukan pemusatan data maka akan didapatkan sejumlah nilai yang dapat mewakili keseluruhan data baik itu data kelas A maupun data dari kelas B

2.1.1. Mean

Ukuran pemusatan data yang pertama kali dilakukan adalah mean atau rata-rata

#Mean kelas A
meanA<-mean(A_Berat_Badan)

#Mean kelas B
meanB<-mean(B_Berat_Badan)

cat("Rata-rata berat badan pada kelas A adalah", meanA, "kg", "\n")
## Rata-rata berat badan pada kelas A adalah 61.8 kg
cat("Rata-rata berat badan pada kelas B adalah", meanB, "kg")
## Rata-rata berat badan pada kelas B adalah 56.8 kg

Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa rata-rata kelas A adalah 61.8 sedangkan rata-rata kelas B adalah 56.8 yang berarti secara rata-rata kelas A lebih berat 5 kg dari pada kelas B.

2.1.2. Median

Yang berikutnya adalah Median atau nilai tengah

#Median kelas A
medA<-median(A_Berat_Badan)

#Median kelas B
medB<-median(B_Berat_Badan)

cat("Nilai median pada berat badan kelas A adalah", medA, "kg", "\n")
## Nilai median pada berat badan kelas A adalah 59 kg
cat("Nilai median pada berat badan kelas B adalah", medB, "kg")
## Nilai median pada berat badan kelas B adalah 56 kg

Berdasarkan hasil diatas terdapat kesamaan antara nilai mean dan median pada data kelas A dan kelas B yaitu berat badan yang terdapat pada kelas A lebih besar dari pada kelas B, dalam hal ini berat kelas A berbeda 3 kg dari pada kelas B.

2.1.3. Modus

Yang terakhir adalah Modus

#Membuat fungsi
modus <- function(x) {
ux <- unique(x)
ux[which.max(tabulate(match(x, ux)))]
}

#Modus kelas A
modA<-modus(A_Berat_Badan)

#Modus kelas B
modB<-modus(B_Berat_Badan)

cat("Nilai modus pada berat badan kelas A adalah", modA,  "kg", "\n")
## Nilai modus pada berat badan kelas A adalah 55 kg
cat("Nilai modus pada berat badan kelas B adalah", modB,  "kg")
## Nilai modus pada berat badan kelas B adalah 50 kg

Seperti sebelum-sebelumnya, hasil dari pemusatan data dengan modus memiliki hasil yang kurang lebih sama yaitu berat badan pada kelas A lebih berat dari pada kelas B, pada hal ini berat badan kelas A lebih berat 5 kg dari pada kelas B.

2.2. Penyebaran Data

Seperti namanya yaitu penyebaran data, maka dalam perhitungan penyebaran data akan menggambarkan seberapa jauh data tersebut tersebar dari nilai pusatnya yang berarti menggambarkan keragaman dalam data tersebut.

Dalam perhitungan penyebaran data kali ini akan menggunakan ukuran penyebaran data yang umum digunakan yaitu range(rentang), variansi dan standar deviasi.

2.2.1. Range

Pertama kali menggunakan range

#Range kelas A
rangeA<-range(A_Berat_Badan)

#Range kelas B
rangeB<-range(B_Berat_Badan)

cat("Range pada kelas A adalah", rangeA, "dengan", min(A_Berat_Badan), "kg adalah berat badan mahasiswa yang paling ringan dan", max(A_Berat_Badan), "kg adalah berat badan mahasiswa yang paling berat","\n")
## Range pada kelas A adalah 50 80 dengan 50 kg adalah berat badan mahasiswa yang paling ringan dan 80 kg adalah berat badan mahasiswa yang paling berat
cat("Range pada kelas B adalah", rangeB, "dengan", min(B_Berat_Badan), "kg adalah berat badan mahasiswa yang paling ringan dan", max(B_Berat_Badan), "kg adalah berat badan mahasiswa yang paling berat")
## Range pada kelas B adalah 50 70 dengan 50 kg adalah berat badan mahasiswa yang paling ringan dan 70 kg adalah berat badan mahasiswa yang paling berat

2.2.2. Variansi

Yang kedua adalah variansi

#Variansi kelas A
varA<-var(A_Berat_Badan)

#Variansi kelas B
varB<-var(B_Berat_Badan)

cat("Variansi pada data berat badan di kelas A adalah", varA, "\n")
## Variansi pada data berat badan di kelas A adalah 106.6222
cat("Variansi pada data berat badan di kelas B adalah", varB)
## Variansi pada data berat badan di kelas B adalah 31.73333

Variansi pada kelas A memiliki nilai yang sangat besar yaitu 106.6222 yang berarti penyebaran data pada data berat badan di kelas A tidak terpusat, berbanding terbalik dengan kelas B yang memiliki nilai yang jauh berbeda dari pada kelas A yaitu 31.73333 yang berarti data berat badan pada kelas B lebih terpusat jika dibandingkan dengan kelas A.

2.2.3. Standar Deviasi

Yang terakhir adalah Standar Deviasi

#Standar Deviasi kelas A
sdA<-sd(A_Berat_Badan)

#Standar Deviasi kelas B
sdB<-sd(B_Berat_Badan)

cat("Standar Deviasi pada data berat badan di kelas A adalah", sdA, "\n")
## Standar Deviasi pada data berat badan di kelas A adalah 10.3258
cat("Standar Deviasi pada data berat badan di kelas B adalah", sdB)
## Standar Deviasi pada data berat badan di kelas B adalah 5.633235

Mirip dengan variansi, pada standar deviasi nilai standar deviasi pada kelas A lebih besar dibandingkan dengan B sehingga dapat diartikan data berat badan pada kelas A lebih tersebar datanya dari pada data berat badan pada kelas B yang lebih terpusat.

2.3. Visualisasi Data

boxplot(
  A_Berat_Badan, B_Berat_Badan,
  main = "Box Plot Perbandingan Berat Badan Kelas A dan B",
  names = c("Kelas A", "Kelas B"),
  xlab = "Kelas",
  ylab = "Berat Badan (Kg)",
  col = c("aquamarine", "pink"),
  border = "grey40",
  frame.plot = FALSE,
  xaxt = "n" 
)
axis(
  side = 1,
  at = 1:2,
  labels = c("Kelas A", "Kelas B"),
  lty = 0 
)

#Kuartil kelas A
kuartilA <- quantile(A$A_Berat_Badan, probs = c(0.25, 0.50, 0.75))
kuartilA
##   25%   50%   75% 
## 53.50 59.00 68.75
#Kuartil kelas B
kuartilB <- quantile(B$B_Berat_Badan, probs = c(0.25, 0.50, 0.75))
kuartilB
##   25%   50%   75% 
## 53.25 56.00 58.75

2.4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan pengukuran baik itu pemusatan data ataupun penyebaran data, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan data berat badan kelas A dan B.

Pertama, berdasarkan hasil pemusatan data berat badan kelas A dan B dapat disimpulkan baik itu menggunakan mean, median maupun modus kelas A lebih berat dibandingkan kelas B dan dapat dilihat berdasarkan visualisasi data yang telah dibuat bahwa boxplot pada kelas A lebih besar dibandingkan kelas B

Kedua, berdasarkan hasil penyebaran data dan didukung oleh visualisasi data, data berat badan pada kelas A lebih tersebar jika dibandingkan dengan kelas B karena kelas B lebih terpusat, namun begitu pada kelas B memiliki 1 outlier.

Ketiga, berdasarkan kuartil dan boxplot dapat dilihat bahwa lebih banyak data tersebar diantara kuartil 2 dan kuartil 3 dan jika dibandingkan dengan kelas B lebih merata antar kuartil 1, kuartil 2 dan kuartil 3.

3. Deskriptif Statistik Data Tinggi Badan Kelas A dan B

3.1. Pemusatan Data

Pemusatan Data dalam hal ini menggunakan ukuran pemusatan data yang paling umum untuk digunakan yaitu mean (rata-rata), median (nilai tengah) dan modus(nilai yang paling banyak muncul).

Diharapkan dengan melakukan pemusatan data maka akan didapatkan sejumlah nilai yang dapat mewakili keseluruhan data baik itu data kelas A maupun data dari kelas B

3.1.1. Mean

Ukuran pemusatan data yang pertama kali dilakukan adalah mean atau rata-rata

#Mean kelas A
meanAa<-mean(A_Tinggi_Badan)
kakiA<-meanAa*0.0328084

#Mean kelas B
meanBb<-mean(B_Tinggi_Badan)
kakiB<-meanBb*0.0328084

cat("Rata-rata tinggi badan pada kelas A adalah", meanAa, "cm", "atau sama dengan", kakiA, "ft", "\n")
## Rata-rata tinggi badan pada kelas A adalah 167.7 cm atau sama dengan 5.501969 ft
cat("Rata-rata tinggi badan pada kelas B adalah", meanBb, "cm", "atau sama dengan", kakiB, "ft")
## Rata-rata tinggi badan pada kelas B adalah 157.5 cm atau sama dengan 5.167323 ft

Berdasarkan hasil diatas dapat dilihat kembali bahwa rata-rata tinggi badan kelas A adalah 167.7 sedangkan kelas B adalah 157.5 yang berarti secara rata-rata kelas A memiliki tinggi yang lebih tinggi sekitar 10.2 cm dari pada kelas B

3.1.2. Median

Yang berikutnya adalah Median atau nilai tengah

#Median kelas A
medAa<-median(A_Tinggi_Badan)

#Median kelas B
medBb<-median(B_Tinggi_Badan)

cat("Nilai median pada berat badan kelas A adalah", medAa, "cm", "\n")
## Nilai median pada berat badan kelas A adalah 163.5 cm
cat("Nilai median pada berat badan kelas B adalah", medBb, "cm")
## Nilai median pada berat badan kelas B adalah 160 cm

Berdasarkan hasil diatas terdapat kesamaan antara nilai mean dan median pada data kelas A dan kelas B yaitu berat badan yang terdapat pada kelas A lebih besar dari pada kelas B, dalam hal ini berat kelas A berbeda 3.5 cm dari pada kelas B.

3.1.3. Modus

Yang terakhir adalah Modus

#Membuat fungsi
modus <- function(x) {
ux <- unique(x)
ux[which.max(tabulate(match(x, ux)))]
}

#Modus kelas A
modAa<-modus(A_Tinggi_Badan)

#Modus kelas B
modBb<-modus(B_Tinggi_Badan)

cat("Nilai modus pada berat badan kelas A adalah", modAa,  "cm", "\n")
## Nilai modus pada berat badan kelas A adalah 160 cm
cat("Nilai modus pada berat badan kelas B adalah", modBb,  "cm")
## Nilai modus pada berat badan kelas B adalah 160 cm

Tidak seperti sebelum-sebelumnya, hasil dari pemusatan data dengan modus memiliki hasil yang sama antara kelas A dan kelas B dalam hal tinggi badan yaitu 160 cm, yang berarti pada kedua kelas mahasiswa dengan tinggi 160 cm lebih dari 1 orang atau mendominasi.

3.2. Penyebaran Data

Seperti namanya yaitu penyebaran data, maka dalam perhitungan penyebaran data akan menggambarkan seberapa jauh data tersebut tersebar dari nilai pusatnya yang berarti menggambarkan keragaman dalam data tersebut.

Dalam perhitungan penyebaran data kali ini akan menggunakan ukuran penyebaran data yang umum digunakan yaitu range(rentang), variansi dan standar deviasi.

3.2.1. Range

Pertama kali menggunakan range

#Range kelas A
rangeAa<-range(A_Tinggi_Badan)

#Range kelas B
rangeBb<-range(B_Tinggi_Badan)

cat("Range pada kelas A adalah", rangeAa, "dengan", min(A_Tinggi_Badan), "cm adalah tinggi badan mahasiswa yang paling pendek dan", max(A_Tinggi_Badan), "cm adalah tinggi badan mahasiswa yang paling tinggi","\n")
## Range pada kelas A adalah 155 185 dengan 155 cm adalah tinggi badan mahasiswa yang paling pendek dan 185 cm adalah tinggi badan mahasiswa yang paling tinggi
cat("Range pada kelas B adalah", rangeBb, "dengan", min(B_Tinggi_Badan), "cm adalah tinggi badan mahasiswa yang paling pendek dan", max(B_Tinggi_Badan), "cm adalah tinggi badan mahasiswa yang paling tinggi")
## Range pada kelas B adalah 143 172 dengan 143 cm adalah tinggi badan mahasiswa yang paling pendek dan 172 cm adalah tinggi badan mahasiswa yang paling tinggi

3.2.2. Variansi

Yang kedua adalah variansi

#Variansi kelas A
varAa<-var(A_Tinggi_Badan)

#Variansi kelas B
varBb<-var(B_Tinggi_Badan)

cat("Variansi pada data tinggi badan di kelas A adalah", varAa, "\n")
## Variansi pada data tinggi badan di kelas A adalah 115.5667
cat("Variansi pada data tinggi badan di kelas B adalah", varBb)
## Variansi pada data tinggi badan di kelas B adalah 96.5

Variansi pada kelas A dan kelas B sama-sama besar yaitu 115.5667 pada kelas A dan 96.5 pada kelas B yang berarti kedua kelas pada data tinggi badan sama-sama tersebar dan tidak terpusat walaupun jika dibandingkan kelas A dan kelas B masih lebih terpusat kelas B dari pada kelas A.

3.2.3. Standar Deviasi

Yang terakhir adalah Standar Deviasi

#Standar Deviasi kelas A
sdAa<-sd(A_Tinggi_Badan)

#Standar Deviasi kelas B
sdBb<-sd(B_Tinggi_Badan)

cat("Standar Deviasi pada data tinggi badan di kelas A adalah", sdAa, "\n")
## Standar Deviasi pada data tinggi badan di kelas A adalah 10.75019
cat("Standar Deviasi pada data tinggi badan di kelas B adalah", sdBb)
## Standar Deviasi pada data tinggi badan di kelas B adalah 9.823441

Mirip dengan variansi, pada standar deviasi nilai standar deviasi pada kelas A lebih besar dibandingkan dengan B sehingga dapat diartikan data tinggi badan pada kelas A lebih tersebar datanya dari pada data tinggi badan pada kelas B yang lebih terpusat.

3.3. Visualisasi Data

boxplot(
  A_Tinggi_Badan, B_Tinggi_Badan,
  main = "Box Plot Perbandingan Berat Badan Kelas A dan B",
  names = c("Kelas A", "Kelas B"),
  xlab = "Kelas",
  ylab = "Tinggi Badan (cm)",
  col = c("aquamarine", "pink"),
  border = "grey40",
  frame.plot = FALSE,
  xaxt = "n" 
)
axis(
  side = 1,
  at = 1:2,
  labels = c("Kelas A", "Kelas B"),
  lty = 0 
)

#Kuartil kelas A
kuartilA <- quantile(A$A_Tinggi_Badan, probs = c(0.25, 0.50, 0.75))
kuartilA
##    25%    50%    75% 
## 159.25 163.50 177.25
#Kuartil kelas B
kuartilB <- quantile(B$B_Tinggi_Badan, probs = c(0.25, 0.50, 0.75))
kuartilB
##    25%    50%    75% 
## 149.75 160.00 161.50

3.4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan pengukuran baik itu pemusatan data ataupun penyebaran data, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan data tinggi badan kelas A dan B.

Pertama, berdasarkan hasil pemusatan data berat badan kelas A dan B dapat disimpulkan baik itu menggunakan mean, median maupun modus kelas A masih disekitaran 160 cm dan jika dibandingkan dengan kelas B, kelas B lebih saling mendekati antara mean, median dan modus yang berarti data kelas B sudah mendekati normalitas sebuah data dibandingkan dengan data tinggi badan di kelas A.

Kedua, berdasarkan hasil penyebaran data dan didukung oleh visualisasi data, data berat badan pada kelas A lebih tersebar jika dibandingkan dengan kelas B karena kelas B lebih terpusat. Namun jika dilihat berdasarkan hasil visualisasi penyebaran data antara kelas A dan kelas B tidak jauh berbeda, sama-sama tersebar yang dapat dilihat dari kotak pada boxplot tersebut besar.

Ketiga, berdasarkan kuartil dan boxplot dapat dilihat bahwa lebih banyak mahasiswa yang tingginya diatas 163.50 cm pada kelas A dan jika dibandingkan dengan kelas B lebih banyak mahasiswa yang tingginya dibawah dari kuartil 2 yaitu dibawah 160 cm.