KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas berkat dan rahmat-Nya, e-book Analisis Data Kategori ini dapat saya susun dan saya selesaikan dengan baik

Saya ucapkan terimakasih kepada dosen saya Pak Mindra yang sudah membimbing saya dalam pembuatan e-book Analisis Data Kategori ini.

E-book ini saya susun sebagai bentuk rujukan pembelajaran yang membahas tentang berbagai metode dan materi dalam menganalisis data kategorik. Adapun pembahasan pada e-book ini mencakup materi antara lain: tabel kontingensi, ukuran asosiasi, model log-linear, dan penafsiran parameter.

Penyusunan e-book ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang analisis data kategorik, baik dari segi teori maupun praktik. Dengan adanya e-book ini, saya harap dapat memberikan bantuan kepada mahasiswa dan praktisi yang ingin mempelajari metodologi statistik yang terkait dengan data nominal dan ordinal.

Saya menyadari bahwa e-book ini masih memiliki beberapa keterbatasan dan ketidaklengkapan penjelasan. Oleh sebab itu, masukan dan tanggapan sangat saya butuhkan untuk perbaikan di masa depan.

Akhir kata, semoga e-book ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan ilmu statistik, khususnya dalam bidang analisis data kategorik.

1 Pendahuluan

Dalam statistik, data kategori adalah jenis data yang dibagi ke dalam kelompok atau kategori dan bukan berupa angka yang bisa diukur. Data seperti ini sering digunakan di berbagai bidang untuk memahami pola, hubungan, dan tren yang tidak bisa dilihat langsung melalui angka. Contoh dari data kategori yaitu jenis kelamin (laki-laki/perempuan), status pernikahan (menikah/belum menikah), tingkat pendidikan (rendah/menengah/tinggi), serta preferensi konsumen (setuju/netral/tidak setuju). Analisis terhadap data kategori sangat penting untuk mengeksplorasi dan memahami informasi yang bersifat nominal atau ordinal.

Karena berbeda dari data numerik, data kategori perlu dianalisis dengan metode khusus, seperti tabel kontingensi, uji chi-square, regresi logistik, dan pendekatan berbasis probabilitas. Seiring berkembangnya teknologi, analisis data kategori juga makin sering digunakan dalam machine learning dan kecerdasan buatan.

1.1 Tujuan Analisis Data Kategori

Analisis Data Kategori memiliki banyak tujuan, diantaranya

1.1.1 Melihat Frekuensi Data Tersebar dalam Tiap Kategori

Analisis data kategori, memungkinkan peneliti untuk melihat bagaimana frekuensi data tersebar dalam tiap kategori. Misalkan terdapat responden laki - laki dan perempuan, peneliti dapat mengetahui dominasi atau proporsi berdasarkan jenis kelamin tersebut

1.1.2 Mengindentifikasi Pola atau Tren

Dalam analisis data kategori, identifikasi pola atau tren bertujuan untuk menemukan kecenderungan atau perbedaan mencolok antar kelompok dalam data. Misalnya, melalui visualisasi seperti diagram batang atau diagram lingkaran, kita dapat melihat bahwa mayoritas responden dalam sebuah survei memilih merek A dibandingkan merek B dan C.

1.1.3 Mendukung dalam Pengambilan Keputusan

Dilanjut dari tujuan sebelumnya, peneliti juga dimudahkan dalam pengambilan keputusan dikarenakan tren atau polanya sudah diketahui.

1.2 Definisi dan Ruang Lingkup Analisis Data Kategori

Analisis data kategorik merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis variabel yang bersifat kategori, dimana data bersifat nominal ataupun ordinal.

1.2.1 Definisi Nominal dan Ordinal

Data bersifat nominal berarti data tidak memiliki urutan, contohnya seperti warna, jenis kelamin, dan lain - lain. Sedangkan data yang bersifat ordinal adalah data yang memiliki urutan, contohnya seperti tingkat pendidikan, rating, dan lain - lain.

1.2.2 Data Biner dan Multikategori

Dalam kategorik, data juga dapat dibedakan berdasarkan jumlah kategorinya. Data biner berarti data hanya memiliki dua kategori, misalnya lulus/tidak lulus. Sedangkan data multikategori berarti data memiliki lebih dari dua kategori.

1.3 Perbedaan dengan Data Kuantitatif

Aspek Data Kategorik Data Kuantitatif
Bentuk Nilai Label/kategori Angka/numerik
Sifat Kualitatif Kuantitatif
Operasi Matematis Tidak bisa dihitung rata - rata Bisa dihitung rata - ratanya
Alat Ukur Skala nominal/ordinal Skala Interval/ratio

1.4 Manfaat Analisis Data Kategorik dalam Berbagai Bidang

Analisis data kategori memiliki manfaat luas dalam berbagai bidang,berikut beberapa diantaranya:

Bidang Tujuan Penerapannya
Pendidikan Mengevaluasi metode pengarajan Membuat survei kepuasan mengenai kinerja guru ataupun dosen.
Kesehatan Mengetahui hubungan antara kondisi pasien dan kategori risiko Melihat hubungan antara status merokok (Ya/Tidak) dan kejadian penyakit jantung
Sosial Menganalisis pola sosial atau opini masyarakat Menganalisis kepuasan terhadap layanan publik (Sangat Puas – Tidak Puas) berdasarkan wilayah
Ekonomi M engkategorikan dan menganalisis jenis pekerjaan, status ekonomi Hubungan antara jenis pekerjaan (formal/informal) dan tingkat pengeluaran rumah tangga
Pemasaran Mengetahui preferensi konsumen berdasarkan demografi atau perilaku Mengelompokkan pelanggan berdasarkan pilihan produk (A, B, C) dan usia (muda/dewasa/lansia)
Politik Mempetakan dukungan terhadap partai atau isu politik tertentu Hubungan antara usia pemilih dan pilihan partai dalam survei elektabilitas

2 Metode dalam Analisis Data Kategori

Dalam analisis data kategori, metode yang digunakan tidak hanya satu. Metode yang digunakan bergantung kepada tujuan penelitian. Diantaranya:

2.1 Uji Chi Square

Uji chi - square bertujuan untuk menguji hubungan antara dua variabel. Contohnya menguji apakah ada hubungan antara jenis kelamin dan preferensi dari suatu produk.

2.2 Uji Fisher’s Exact

Tujuannya sama seperti uji chi - square, hanya saya uji fisher’s exact digunakan ketika frekuensi data berjumlah kecil (<5).

2.3 Regresi Logistik

Regresi logistik memiliki tujuan untuk memprediksi kemungkinan suatu kategori yang terjadi berdasarkan variabel prediktor. Misalnya memprediksi apakah siswa akan lulus berdasarkan presentase kehadiran, nilai kumulatif, dan lainnya.

2.4 Tabulasi Silang (Crosstab)

Tabulasi silang atau yang biasa dikenal sebagai crosstab memiliki tujuan untuk menampilkan distribusi frekuensi dari dua variabel dalam bentuk tabel. Misalnya menampilkan jumlah laki - laki dan perempuan dalam tiap kelompok umur.

2.5 Analisis Diskriminan (Untuk Data Kategorik Sebagai Target)

Analisis diskriminan bertujuan untuk mengkalsifikasikan objek ke dalam kategori berdasarkan beberapa variabel. Misalnya menentukan apakah pelanggan akan memilih produk A, B , atau C berdasarkan pendapatan dan usia.

Bisa dilihat analisis data kategorik memiliki banyak metode untuk digunakan. Oleh karena itu peneliti harus memiliki tujuan yang jelas dan pemahaman untuk bisa meneliti data kategorik dengan metode yang tepat.

3 Distribusi Probabilitas dalam Data Kategori

Variabel acak kategori adalah variabel yang hanya dapat memiliki beberapa kategori diskrit sebagai hasilnya. Distribusi probabilitas dari variabel ini menggambarkan kemungkinan terjadinya setiap kategori.

3.1 Distribusi Bernoulli

Distribusi Bernoulli adalah distribusi probabilitas diskret yang hanya memiliki dua kemungkinan hasil: sukses (1) dan gagal (0). Distribusi ini digunakan untuk memodelkan percobaan yang hanya memiliki dua hasil, seperti lemparan koin (muncul kepala atau ekor).

Distribusi Bernoulli memiliki satu parameter, yaitu:

  • \(p\): probabilitas sukses (nilai antara 0 dan 1)

Jika \(X\) adalah peubah acak yang mengikuti distribusi Bernoulli, maka kita tulis:

\[ X \sim \text{Bernoulli}(p) \]

3.1.1 Rumus Distribusi Bernoulli

Fungsi probabilitas massal (PMF) dari distribusi Bernoulli didefinisikan sebagai:

\[ P(X = x) = \begin{cases} p & \text{jika } x = 1 \\\\ 1 - p & \text{jika } x = 0 \end{cases} \]

atau bisa ditulis dengan satu persamaan:

\[ P(X = x) = p^x (1 - p)^{1 - x}, \quad x \in \{0, 1\} \]

3.1.2 Perhitungan dengan R

set.seed(123) # untuk replikasi hasil
n <- 100
hasil <- rbinom(n, size = 1, prob = 0.8)

# Lihat 10 hasil pertama
head(hasil, 10)
##  [1] 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1

3.2 Distribusi Binomial

Distribusi Binomial adalah distribusi probabilitas diskret yang menggambarkan jumlah keberhasilan dalam sejumlah percobaan Bernoulli yang independen dan identik. Setiap percobaan memiliki dua hasil: sukses atau gagal, dan probabilitas sukses tetap di setiap percobaan.

Jika \(X\) adalah peubah acak yang mengikuti distribusi binomial, maka ditulis:

\[ X \sim \text{Binomial}(n, p) \]

dengan:

  • \(n\): jumlah percobaan
  • \(p\): probabilitas sukses pada setiap percobaan

3.2.1 Rumus Distribusi Binomial

Fungsi probabilitas massal (PMF) dari distribusi binomial:

\[ P(X = k) = \binom{n}{k} p^k (1 - p)^{n - k}, \quad k = 0, 1, 2, ..., n \]

Dengan:

  • \(\binom{n}{k}\) adalah koefisien binomial = \(\dfrac{n!}{k!(n-k)!}\)
  • \(k\): jumlah keberhasilan

3.2.2 Perhitungan di R

set.seed(123) # agar hasil bisa direproduksi
simulasi <- rbinom(1000, size = 10, prob = 0.9)
head(simulasi, 10)
##  [1] 10  8  9  8  7 10  9  8  9  9

3.3 Distribusi Multinomial

Distribusi Multinomial adalah perluasan dari distribusi Binomial ke lebih dari dua hasil. Distribusi ini digunakan untuk menghitung probabilitas hasil dari sejumlah percobaan independen di mana setiap percobaan memiliki lebih dari dua kemungkinan hasil yang saling eksklusif.

Jika terdapat \(k\) kategori dan setiap percobaan memiliki probabilitas:

\[ p_1, p_2, ..., p_k \quad \text{dengan} \quad \sum_{i=1}^k p_i = 1 \]

dan dilakukan \(n\) percobaan, maka jumlah hasil dari setiap kategori mengikuti distribusi multinomial:

\[ (X_1, X_2, ..., X_k) \sim \text{Multinomial}(n; p_1, p_2, ..., p_k) \]


3.3.1 Rumus Distribusi Multinomial

Fungsi probabilitas massal (PMF):

\[ P(X_1 = x_1, ..., X_k = x_k) = \frac{n!}{x_1!x_2!...x_k!} \cdot p_1^{x_1} \cdot p_2^{x_2} \cdots p_k^{x_k} \]

Dengan syarat:

  • \(\sum_{i=1}^k x_i = n\)
  • \(\sum_{i=1}^k p_i = 1\)

3.3.2 Perhitungan dengan R

set.seed(123)
multinomial <- rmultinom(n = 1, size = 15, prob = c(0.2, 0.8, 0.6))
multinomial
##      [,1]
## [1,]    1
## [2,]    7
## [3,]    7

3.4 Distribusi Poisson

Distribusi Poisson adalah distribusi probabilitas diskret yang menggambarkan jumlah kejadian dalam suatu interval waktu atau ruang tertentu, dengan asumsi bahwa:

  • Kejadian terjadi secara acak,
  • Tidak saling bergantung,
  • Rata-rata kejadian per interval tetap (konstan).

Jika \(X\) adalah peubah acak yang mengikuti distribusi Poisson dengan parameter \(\lambda\), maka:

\[ X \sim \text{Poisson}(\lambda) \]

di mana:

  • \(\lambda\): rata-rata jumlah kejadian dalam suatu interval.

3.4.1 Rumus Distribusi Poisson

Fungsi probabilitas massal (PMF) dari distribusi Poisson adalah:

\[ P(X = k) = \frac{e^{-\lambda} \lambda^k}{k!}, \quad k = 0, 1, 2, ... \]

Sifat-sifat penting:

  • Mean: \(\mu = \lambda\)
  • Varians: \(\sigma^2 = \lambda\)

3.4.2 Perhitungan dengan R

set.seed(123)
poisson <- rpois(15, lambda = 5) 
poisson
##  [1] 4 7 4 8 9 2 5 8 5 5 9 5 6 5 2

4 Desain Sampling dalam Analisis Data Kategori

Desain sampling adalah bagian dari tahap awal dalam proses penelitian, khususnya dalam pengumpulan data. Tujuannya adalah agar data yang dikumpulkan bisa digunakan untuk menarik kesimpulan yang akurat tentang populasi.

Dalam analisis data kategori, desain sampling (atau sampling design) merujuk pada cara atau metode yang digunakan untuk memilih sampel dari populasi agar data yang diperoleh dapat mewakili keseluruhan populasi dengan baik. Ini sangat penting karena pemilihan sampel akan memengaruhi validitas dan reliabilitas hasil analisis.

Secara umum, desain sampling dalam analisis data kategori dapat diklasifikasikan ke dalam dua pendekatan utama, yaitu prospective sampling dan retrosprective sampling. Masing - masing pendekatan ini memiliki karakteristik dan metode sampling yang berbeda.

4.1 Prospective Sampling

Prospective sampling adalah metode pengambilan sampel di mana peneliti mengikuti partisipan dari waktu sekarang ke masa depan untuk mengamati kejadian atau hasil tertentu. Ini biasa digunakan dalam penelitian longitudinal atau studi kohort prospektif. Beberapa jenis desain sampling dalam metode ini meliputi :

4.1.1 Eksperimen

Dalam studi eksperimental, subjek secara acak dialokasikan ke dalam kelompok perlakuan dan kontrol. Teknik sampling yang umum digunakan meliputi:

  • Simple Random Sampling (SRS) : Setiap individu dalam populasi memiliki probabilitas yang sama untuk dipilih.

  • Stratified Random Sampling : Populasi dibagi menjadi strata berdasarkan karakteristik tertentu, lalu sampel diambil secara acak dari setiap strata.

  • Cluster Sampling : Populasi dibagi menjadi kelompok - kelompok (cluster), kemudian beberapa cluster dipilih secara acak untuk dianalisis

4.1.2 Studi Kohort

Studi kohort adalah jenis penelitian observasional di mana sekelompok orang (kohort) yang memiliki karakteristik tertentu diikuti dalam jangka waktu tertentu untuk melihat bagaimana paparan (exposure) tertentu memengaruhi kejadian suatu outcome (misalnya penyakit, perilaku, atau kondisi tertentu). Jenis sampling yang umum dalam studi kohort meliputi :

  • Census Sampling : Seluruh anggota dalam populasi tertentu diikutsertakan dalam penelitian

  • Systematic Sampling : Subjek dipilih berdasarkan interval tertentu dari daftar populasi.

  • Matched Sampling : Setiap individu dalam kelompok kohort dipasangkan dengan individu serupa dalam kelompok lain berdasarkan variabel tertentu.

4.2 Retrospective Sampling

Retrospective sampling adalah metode pengambilan sampel dalam penelitian di mana peneliti melihat ke belakang (masa lalu) untuk mengidentifikasi subjek berdasarkan outcome (hasil) yang sudah terjadi, lalu menelusuri paparan (exposure) atau faktor penyebabnya sebelumnya.

4.2.1 Studi Kasus-Kontrol

Dalam studi kasus-kontrol, sekelompok individu dengan kondisi tertentu dibandingkan dengan kelompok tanpa kondisi tersebut. Teknik sampling yang sering digunakan meliputi :

  • Purposive Sampling : Pemilihan sampel berdasarkan karakteristik yang relevan dengan tujuan penelitian.

  • Snowball Sampling : Responden awal membantu merekrut subjek lain yang memiliki karakteristik serupa.

  • Incidence Density Sampling : Kasus dan kontrol dipilih dari populasi yang sama dengan memperhitungkan periode waktu kemunculan kasus.

4.2.2 Studi Kohort Retrospektif

Dalam studi kohort retrospektif, data historis digunakan untuk mengelompokkan individu berdasarkan paparan dan kemudian menganalisis hasil yang terjadi. Teknik sampling yang sering digunakan meliputi :

  • Convience Sampling : Subek dipilih berdasarkan ketersediaan data yang sudah ada.

  • Quota Sampling : Sampel dipilih untuk mencerminkan proporsi tertentu dalam populasi.

  • Case-Based Sampling : Sampel dipilih berdasarkan karakteristik kasus yang telah terjadi.

5 Tabel Kontingensi 2 x 2

Tabel kontingensi 2x2 adalah tabel yang digunakan untuk menyajikan data kategorik dari dua variabel yang masing-masing memiliki dua kategori. Tabel ini sangat berguna untuk melihat hubungan atau asosiasi antara dua variabel, misalnya dalam uji chi-kuadrat atau perhitungan risiko relatif (relative risk), perbedaan risiko (risk difference) dan odds ratio.

Struktur umumnya:

Kategori B1 Kategori B2 Total
Kategori A1 a b a + b
Kategori A2 c d c + d
Total a + c b + d n

5.1 Distribusi Peluang dalam Tabel Kontingensi 2x2

5.1.1 Peluang Bersama

Peluang bersama adalah probabilitas bahwa kedua variabel terjadi secara bersamaan dalam suatu sel tabel kontingensi:

\[ P(A_i, B_j) = \frac{n_{ij}}{n} \]


5.1.2 Peluang Marginal

Peluang marginal adalah probabilitas kejadian suatu variabel tanpa mempertimbangkan variabel lainnya.

  • Peluang marginal baris:

\[ P(A_i) = \frac{n_{i.}}{n} \]

  • Peluang marginal kolom:

\[ P(B_j) = \frac{n_{.j}}{n} \]


5.1.3 Peluang Bersyarat

Peluang bersyarat adalah probabilitas suatu kejadian terjadi dengan syarat kejadian lain telah terjadi:

\[ P(B_j | A_i) = \frac{P(A_i, B_j)}{P(A_i)} = \frac{n_{ij}}{n_{i.}} \]

5.1.4 Contoh Penerapannya dalam Studi Kasus

Misalkan kita memiliki tabel tentang hubungan antara metode pengobatan dan kesembuhan kanker.

Cancer Controlled Cancer Not Controlled Total
Surgery 21 2 23
Radiation Therapy 15 3 18
Total 36 5 41

Source : Reprinted with permisiion from W.M. Mendenhall, R.R. Million D.E. Sharkey, and N.J. Cassisi, Internat. J. Radiat. Oncol. Biol. Phys. 10: 357-363 (1984), Pergamon Press plc.

5.1.4.1 Contoh perhitungan manual

Langkah 1 : Hitung Peluang Bersama

  • \[P(\text{Surgery, Controlled}) = \frac{21}{41} = 0.5122\]
  • \[P(\text{Surgery, Not Controlled}) = \frac{2}{41} = 0.0488\]
  • \[P(\text{Radiation, Controlled}) = \frac{15}{41} = 0.3659\]
  • \[P(\text{Radiation, Not Controlled}) = \frac{3}{41} = 0.0732\]

Langkah 2 : Hitung Peluang Marginal

  • \[P(\text{Surgery}) = \frac{23}{41} = 0.5610\]
  • \[P(\text{Radiation Therapy}) = \frac{18}{41} = 0.4390\]
  • \[P(\text{Cancer Controlled}) = \frac{36}{41} = 0.8780\]
  • \[P(\text{Cancer Not Controlled}) = \frac{5}{41} = 0.1220\]

Langkah 3 : Hitung Peluang Bersyarat

  • \[ P(\text{Controlled}|\text{Surgery}) = \frac{21}{23} = 0.9130 \]

  • \[ P(\text{Controlled}|\text{Radiation}) = \frac{15}{18} = 0.8333 \]

  • \[ P(\text{Not Controlled}|\text{Surgery}) = \frac{2}{23} = 0.0870 \]

  • \[ P(\text{Not Controlled}|\text{Radiation}) = \frac{3}{18} = 0.1667 \]

5.1.4.1 Perhitungan dengan R

#Data
data <- matrix(c(21,2,15,3), nrow = 2, byrow = TRUE)
colnames(data) <- c("Cancer Controlled", "Cancer Not Controlled")
rownames(data) <- c("Surgery","Radiation Therapy")
n <- sum(data)

#Peluang Bersama
p_bersama <- data/n

#Peluang Marginal
p_marginal_baris <- rowSums(data)/n
p_marginal_kolumn <- colSums(data)/n

#Peluang Bersyarat
p_bersyarat <- data / rowSums(data)

#Hasil
list(Peluang_Bersama = p_bersama, Peluang_Marginal_Baris = p_marginal_baris, Peluang_Marginal_Kolumn = p_marginal_kolumn, Peluang_Bersyarat = p_bersyarat)
## $Peluang_Bersama
##                   Cancer Controlled Cancer Not Controlled
## Surgery                   0.5121951            0.04878049
## Radiation Therapy         0.3658537            0.07317073
## 
## $Peluang_Marginal_Baris
##           Surgery Radiation Therapy 
##         0.5609756         0.4390244 
## 
## $Peluang_Marginal_Kolumn
##     Cancer Controlled Cancer Not Controlled 
##             0.8780488             0.1219512 
## 
## $Peluang_Bersyarat
##                   Cancer Controlled Cancer Not Controlled
## Surgery                   0.9130435            0.08695652
## Radiation Therapy         0.8333333            0.16666667

Intepretasi : Dikarenakan 𝑃(Cancer Controlled|Surgery) >𝑃(Cancer Controlled|Radiation Therapy) maka dapat disimpulkan bahwa penyembuhan kanker lebih optimal dengan metode operasi dibandingkan dengan metode terapi radiasi.

5.2 Ukuran Asosiasi dalam Data Kategori 2 x 2

Ukuran asosiasi dalam analisis data kategorik digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel kategorik. Ini penting untuk mengetahui apakah hubungan yang ada signifikan dan seberapa kuat hubungan tersebut. Berikut adalah beberapa ukuran asosiasi yang umum digunakan :

5.2.1 Risk Difference (RD)

Risk Difference (juga dikenal sebagai Absolute Risk Reduction) mengukur selisih risiko antara dua kelompok. Nilai RD menunjukkan perbedaan proporsi kejadian antara kelompok yang terpapar dan tidak terpapar.

Rumus:

\[ RD = \frac{a}{a + b} - \frac{c}{c + d} \] Dengan

  • Jika RD>0, maka risiko kejadian lebih tinggi di Grup 1 dibandingkan Grup 2

  • Jika RD<0, maka risiko kejadian lebih rendah di Grup 1 dibandingkan Grup 2

  • Jika RD=0, maka tidak ada perbedaan risiko antara dua kelompok.

5.2.2 Relative Risk (RR)

Relative Risk membandingkan kemungkinan terjadinya suatu kejadian (misalnya penyakit) pada kelompok yang terpapar terhadap kelompok yang tidak terpapar.

Rumus:

\[ RR = \frac{a / (a + b)}{c / (c + d)} \] Dengan

  • Jika RR>1, maka kejadian lebih sering terjadi di Grup 1 dibandingkan Grup 2.

  • Jika RR<1, maka kejadian lebih jarang terjadi di Grup 1 dibandingkan Grup 2.

  • Jika RR=1, maka tidak ada perbedaan risiko antara dua kelompok.

5.2.3 Odds Ratio (OR)

Odds Ratio digunakan untuk membandingkan peluang (odds) terjadinya suatu kejadian antara dua kelompok. Sangat umum dalam studi kasus-kontrol.

Rumus:

\[ OR = \frac{a \cdot d}{b \cdot c} \]

Dengan

  • Jika OR>1, maka peluang kejadian lebih besar di Grup 1 dibandingkan Grup 2.

  • Jika OR<1, maka peluang kejadian lebih kecil di Grup 1 dibandingkan Grup 2.

  • Jika OR=1, maka tidak ada perbedaan peluang kejadian antara dua kelompok.

5.2.4 Contoh Penerapan dalam Studi Kasus

Misalkan kita memiliki tabel tentang hubungan antara metode pengobatan dan kesembuhan kanker.

Cancer Controlled Cancer Not Controlled Total
Surgery 21 2 23
Radiation Therapy 15 3 18
Total 36 5 41

Source : Reprinted with permisiion from W.M. Mendenhall, R.R. Million D.E. Sharkey, and N.J. Cassisi, Internat. J. Radiat. Oncol. Biol. Phys. 10: 357-363 (1984), Pergamon Press plc.

5.2.4.1 Contoh Perhitungan Manual

  • Risk Difference \[ RD = \frac{a}{a + b} - \frac{c}{c + d} = \frac{21}{23} - \frac{15}{18} = 0.9130 - 0.8333 = 0.0797 \]

  • Relative Risk \[ RR = \frac{a / (a + b)}{c / (c + d)} = \frac{21/23}{15/18} = 0.9130 / 0.8333 = 1.0952 \]

  • Odds Ratio \[ OR = \frac{a \cdot d}{b \cdot c} = \frac{21 \cdot 3}{2 \cdot 15} = \frac{63}{30} = 2.10 \]

5.2.4.2 Contoh Perhitungan dengan R

# Data
a <- 21
b <- 2
c <- 15
d <- 3

# Risk Difference
RD <- (a / (a + b)) - (c / (c + d))

# Relative Risk
RR <- (a / (a + b)) / (c / (c + d))

# Odds Ratio
OR <- (a * d) / (b * c)

#Hasil
list(Risk_Difference = RD, Relative_Risk = RR, Odds_Ratio = OR)
## $Risk_Difference
## [1] 0.07971014
## 
## $Relative_Risk
## [1] 1.095652
## 
## $Odds_Ratio
## [1] 2.1

Intepretasi :

  • RD = 0.0797 → Terdapat perbedaan risiko sebesar 7.97% lebih tinggi pada pasien yang menjalani operasi dibanding terapi radiasi.

  • RR = 1.0952 → Pasien operasi memiliki kemungkinan 1.095 kali lebih besar untuk mengontrol kanker.

  • OR = 2.10 → Peluang kontrol kanker pada pasien operasi 2.1 kali lebih besar dibanding terapi radiasi.

6 Inferensi Tabel Kontingensi Dua Arah

Inferensi dalam statistik mengacu pada proses pengambilan kesimpulan mengenai populasi berdasarkan sampel data. Dalam konteks tabel kontingensi dua arah, inferensi digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua variabel kategorikal yang disusun dalam tabel kontingensi. Inferensi dalam tabel kontingensi dua arah dapat dibagi menjadi dua kategori utama : - Estimasi - Pengujian

6.1 Estimasi

Estimasi bertujuan untuk memperkirakan parameter populasi berdasarkan data sampel. Estimasi dibagi menjadi :

6.1.1. Estimasi Titik

Estimasi titik digunakan untuk menentukan satu nilai spesifik sebagai perkiraan terbaik dari parameter populasi.

\[ \hat{p} = \frac{x}{n} \]

dimana:
- \(\hat{p}\) adalah estimasi titik proporsi,
- \(x\) adalah jumlah individu dalam kategori tertentu,
- \(n\) adalah total jumlah individu dalam sampel.


6.1.2 Estimasi Interval

Estimasi interval bertujuan untuk memberikan rentang nilai yang diyakini mengandung parameter populasi dengan tingkat kepercayaan tertentu.

\[ \hat{p} \pm Z_{\alpha/2} \sqrt{ \frac{\hat{p}(1 - \hat{p})}{n} } \]

dimana:

  • \(Z_{\alpha/2}\) adalah nilai dari distribusi normal standar untuk tingkat kepercayaan tertentu,
  • \(\hat{p}\) adalah estimasi titik proporsi,
  • \(n\) adalah ukuran sampel.

6.2 Uji Hipotesis

6.2.1 Uji Proporsi

Uji proporsi digunakan untuk membandingkan proporsi kejadian antara dua kelompok dalam tabel kontingensi, terutama untuk menentukan apkah terdapat perbedaan yang signifikan dalam proporsi kejadian antara dua kelompok yang berbeda.

Untk menguji hipotesis bahwa tidak ada perbedaan proporsi antara dua kelompok, kita menggunakan uji z dua proporsi, dengan hipotesis:

- Hipotesis Nol (H0) : tidak ada perbedaan proporsi antara dua kelompok

- Hipotesis Alternatif (H1) : terdapat perbedaan proporsi antara dua kelompok

Estimasi proporsi dalam masing - masing kelompok diberikan oleh :

\[ \hat{p}_1 = \frac{a}{a + b} \], \[ \hat{p}_2 = \frac{c}{c + d} \]

Estimasi proporsi gabungan

\[ \hat{p} = \frac{x_1 + x_2}{n_1 + n_2} \]

Statistik uji untuk uji proporsi dua sampel :

\[ Z = \frac{\hat{p}_1 - \hat{p}_2}{\sqrt{\hat{p}(1 - \hat{p})\left(\frac{1}{n_1} + \frac{1}{n_2}\right)}} \]

Setelah ketemu nilai Z, kita bisa melihat keputusan apakah tolak H0 atau terima H0 dengan cara apabila |Z| lebih besar dari nilai kritis tertentu untuk tingkat signifikansi tertentu, maka H0 ditolak.

6.2.1.1. Perhitungan Manual

Misalkan kita memiliki tabel tentang hubungan antara metode pengobatan dan kesembuhan kanker.

Cancer Controlled Cancer Not Controlled Total
Surgery 21 2 23
Radiation Therapy 15 3 18
Total 36 5 41

Source : Reprinted with permisiion from W.M. Mendenhall, R.R. Million D.E. Sharkey, and N.J. Cassisi, Internat. J. Radiat. Oncol. Biol. Phys. 10: 357-363 (1984), Pergamon Press plc.

  1. Proporsi Masing-Masing Kelompok

Proporsi pada Surgery:

\[ \hat{p}_1 = \frac{21}{23} \approx 0.913 \]

Proporsi pada Radiation Therapy:

\[ \hat{p}_2 = \frac{15}{18} \approx 0.833 \]


  1. Proporsi Gabungan

\[ \hat{p} = \frac{21 + 15}{23 + 18} = \frac{36}{41} \approx 0.878 \]


  1. Statistik Uji Z

Rumus:

\[ Z = \frac{\hat{p}_1 - \hat{p}_2}{\sqrt{\hat{p}(1 - \hat{p})\left(\frac{1}{n_1} + \frac{1}{n_2} \right)}} \]

\[ Z = \frac{0.913 - 0.833}{\sqrt{0.878(1 - 0.878)\left(\frac{1}{23} + \frac{1}{18} \right)}} \approx \frac{0.08}{\sqrt{0.1067 \cdot 0.1043}} \approx \frac{0.08}{0.1393} \approx 0.774\]

6.2.1.1. Perhitungan dengan R

# Data
x1 <- 21  # success in surgery
n1 <- 23  # total in surgery
x2 <- 15  # success in radiation
n2 <- 18  # total in radiation

# Proporsi masing-masing kelompok
p1 <- x1 / n1
p2 <- x2 / n2

# Proporsi gabungan
p_pool <- (x1 + x2) / (n1 + n2)

# Statistik uji Z
Z <- (p1 - p2) / sqrt(p_pool * (1 - p_pool) * (1/n1 + 1/n2))

# Tampilkan hasil
p1
## [1] 0.9130435
p2
## [1] 0.8333333
p_pool
## [1] 0.8780488
Z
## [1] 0.7740508

Intepretasi : Jika kita menggunakan taraf signifikansinya 5%, kita menerima H0 karena nilai |Z| yaitu 0.0774 < dari 1.96 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan proporsi antar kelompok.

6.2.2 Uji Asosiasi

Uji asosiasi dalam tabel kontingensi 2×2bertujuan untuk mengukur hubungan antara dua variabel kate gori. Untuk setiap uji asosiasi, hipotesis yang diuji adalah :

  • Hipotesis nol (H0) : tidak ada asosiasi antara dua variabel.
  • Hipotesis altenatif (H1) : terdapat asosiasi antara dua variabel.

Tiga ukuran utama dalam uji asosiasi adalah:

6.2.2.1. Risk Difference (RD)

Risk difference mengukur perbedaan absolut dalam probabilitas kejadian antara dua kelompok.

Rumus : \[ RD = \frac{a}{a + b} - \frac{c}{c + d} \] Standar Error untuk RD \[ SE(RD) = \sqrt{ \frac{p_1(1 - p_1)}{n_1} + \frac{p_2(1 - p_2)}{n_2} } \]

Statistik uji Z untuk RD \[ Z = \frac{RD}{SE(RD)} \]

6.2.2.2. Relative Risk

Perbandingan antara risiko kejadian di kelompok 1 dibanding kelompok 2.

Rumus:

\[ RR = \frac{a / (a + b)}{c / (c + d)} \]

Standar Error untuk RR \[ SE(\log(RR)) = \sqrt{ \frac{1 - p_1}{n_1 p_1} + \frac{1 - p_2}{n_2 p_2} } \]

Statistik uji Z untuk RR \[ Z = \frac{\log(RR)}{SE(\log(RR))} \]

6.2.2.3. Odds Ratio

Perbandingan peluang kejadian antara dua kelompok

Rumus: \[ OR = \frac{a \cdot d}{b \cdot c} \] Standar error untuk log(OR) \[ SE(\log(OR)) = \sqrt{ \frac{1}{a} + \frac{1}{b} + \frac{1}{c} + \frac{1}{d} } \]

Statistik uji Z untuk OR \[ Z = \frac{\log(OR)}{SE(\log(OR))} \]

6.2.2.4. Contoh Perhitungan

Misalkan kita memiliki tabel tentang hubungan antara metode pengobatan dan kesembuhan kanker.

Cancer Controlled Cancer Not Controlled Total
Surgery 21 2 23
Radiation Therapy 15 3 18
Total 36 5 41

Source : Reprinted with permisiion from W.M. Mendenhall, R.R. Million D.E. Sharkey, and N.J. Cassisi, Internat. J. Radiat. Oncol. Biol. Phys. 10: 357-363 (1984), Pergamon Press plc.

Perhitungan Manual :

  • Risk Difference:

\[ \hat{p}_1 = \frac{21}{23} = 0.9130, \quad \hat{p}_2 = \frac{15}{18} = 0.8333 \]

\[ RD = 0.9130 - 0.8333 = 0.0797 \]

Standard Error:

\[ SE(RD) = \sqrt{ \frac{0.9130 \times (1 - 0.9130)}{23} + \frac{0.8333 \times (1 - 0.8333)}{18} } \]

\[ = \sqrt{ \frac{0.0794}{23} + \frac{0.1389}{18} } = \sqrt{0.00345 + 0.00771} = \sqrt{0.01116} = 0.1056 \]

Statistik uji Z:

\[ Z_{RD} = \frac{RD}{SE(RD)} = \frac{0.0797}{0.1056} \approx 0.755 \]

  • Relative Risk:

\[ RR = \frac{0.9130}{0.8333} = 1.095 \]

Standard Error log(RR):

\[ SE(\log(RR)) = \sqrt{ \left( \frac{1}{21} - \frac{1}{23} \right) + \left( \frac{1}{15} - \frac{1}{18} \right) } \]

\[ = \sqrt{(0.0476 - 0.0435) + (0.0667 - 0.0556)} = \sqrt{0.0041 + 0.0111} = \sqrt{0.0152} = 0.1233 \]

Statistik uji Z:

\[ Z_{RR} = \frac{\log(1.095)}{0.1233} = \frac{0.0908}{0.1233} \approx 0.736 \]

  • Odds Ratio:

\[ OR = \frac{a \cdot d}{b \cdot c} = \frac{21 \cdot 3}{2 \cdot 15} = \frac{63}{30} = 2.1 \]

Standard Error log(OR):

\[ SE(\log(OR)) = \sqrt{ \frac{1}{21} + \frac{1}{2} + \frac{1}{15} + \frac{1}{3} } = \sqrt{0.0476 + 0.5 + 0.0667 + 0.3333} = \sqrt{0.9476} = 0.9734 \]

Statistik uji Z:

\[ Z_{OR} = \frac{\log(2.1)}{0.9734} = \frac{0.7419}{0.9734} \approx 0.762 \]

Perhitungan dengan R

# Data dari tabel 2x2
a <- 21  # Surgery, Cancer Controlled
b <- 2   # Surgery, Not Controlled
c <- 15  # Radiation Therapy, Cancer Controlled
d <- 3   # Radiation Therapy, Not Controlled

# Total masing-masing grup
n1 <- a + b  # Surgery
n2 <- c + d  # Radiation Therapy

# Proporsi
p1 <- a / n1
p2 <- c / n2

### --- 1. Risk Difference (RD) ---
RD <- p1 - p2

# Standard Error RD
SE_RD <- sqrt((p1 * (1 - p1)) / n1 + (p2 * (1 - p2)) / n2)

# Z-test RD
Z_RD <- RD / SE_RD

cat("Risk Difference (RD):", RD, "\n")
## Risk Difference (RD): 0.07971014
cat("Standard Error RD:", SE_RD, "\n")
## Standard Error RD: 0.1056788
cat("Z statistic RD:", Z_RD, "\n\n")
## Z statistic RD: 0.754268
### --- 2. Relative Risk (RR) ---
RR <- p1 / p2

# SE log(RR)
SE_log_RR <- sqrt((1/a - 1/n1) + (1/c - 1/n2))

# Z-test RR
Z_RR <- log(RR) / SE_log_RR

cat("Relative Risk (RR):", RR, "\n")
## Relative Risk (RR): 1.095652
cat("Standard Error log(RR):", SE_log_RR, "\n")
## Standard Error log(RR): 0.1234986
cat("Z statistic RR:", Z_RR, "\n\n")
## Z statistic RR: 0.7396829
### --- 3. Odds Ratio (OR) ---
OR <- (a * d) / (b * c)

# SE log(OR)
SE_log_OR <- sqrt(1/a + 1/b + 1/c + 1/d)

# Z-test OR
Z_OR <- log(OR) / SE_log_OR

cat("Odds Ratio (OR):", OR, "\n")
## Odds Ratio (OR): 2.1
cat("Standard Error log(OR):", SE_log_OR, "\n")
## Standard Error log(OR): 0.9734573
cat("Z statistic OR:", Z_OR, "\n")
## Z statistic OR: 0.7621674

6.2.3. Uji Independensi

Uji independensi digunakan untuk menentukan apakah ada hubungan statistik antara dua variabel kategorikal.

6.2.3.1. Uji Chi Square

Uji Chi-Square digunakan untuk menguji apakah ada hubungan antara dua variabel kategorikal.

Rumus Chi-Square

\[ \chi^2 = \sum \frac{(O - E)^2}{E} \]

di mana:

  • \(O\) adalah nilai observasi dalam tabel kontingensi.
  • \(E\) adalah nilai yang diharapkan, dihitung sebagai:

\[ E_{ij} = \frac{R_i \times C_j}{N} \]

dengan:

  • \(R_i\) = total baris ke-\(i\),
  • \(C_j\) = total kolom ke-\(j\),
  • \(N\) = total sampel.
6.2.3.1.1. Contoh perhitungan Chi Square

Misalkan kita memiliki tabel tentang hubungan antara metode pengobatan dan kesembuhan kanker.

Cancer Controlled Cancer Not Controlled Total
Surgery 21 2 23
Radiation Therapy 15 3 18
Total 36 5 41

Source : Reprinted with permisiion from W.M. Mendenhall, R.R. Million D.E. Sharkey, and N.J. Cassisi, Internat. J. Radiat. Oncol. Biol. Phys. 10: 357-363 (1984), Pergamon Press plc.

Perhitungan Manual

Langkah 1: Hitung nilai yang diharapkan (E)

Nilai yang diharapkan \(E_{ij}\) dihitung dengan rumus:

\[ E_{ij} = \frac{R_i \times C_j}{N} \]

di mana:

  • \(R_i\) adalah total baris ke-\(i\)
  • \(C_j\) adalah total kolom ke-\(j\)
  • \(N\) adalah total sampel

Menghitung nilai yang diharapkan:

Untuk Surgery, Cancer Controlled (\(E_{11}\)):

\[ E_{11} = \frac{(23 \times 36)}{41} = 20.29 \]

Untuk Surgery, Cancer Not Controlled (\(E_{12}\)):

\[ E_{12} = \frac{(23 \times 5)}{41} = 2.81 \]

Untuk Radiation Therapy, Cancer Controlled (\(E_{21}\)):

\[ E_{21} = \frac{(18 \times 36)}{41} = 15.71 \]

Untuk Radiation Therapy, Cancer Not Controlled (\(E_{22}\)):

\[ E_{22} = \frac{(18 \times 5)}{41} = 2.19 \]

Langkah 2: Hitung Chi-Square (\(\chi^2\))

\[ \chi^2 = \sum \frac{(O - E)^2}{E} \]

Dengan:

  • \(O\) adalah nilai observasi
  • \(E\) adalah nilai yang diharapkan

Untuk Surgery, Cancer Controlled (\(O_{11} = 21\), \(E_{11} = 20.29\)):

\[ \frac{(21 - 20.29)^2}{20.29} = \frac{0.5041}{20.29} = 0.0249 \]

Untuk Surgery, Cancer Not Controlled (\(O_{12} = 2\), \(E_{12} = 2.81\)):

\[ \frac{(2 - 2.81)^2}{2.81} = \frac{0.6561}{2.81} = 0.233 \]

Untuk Radiation Therapy, Cancer Controlled (\(O_{21} = 15\), \(E_{21} = 15.71\)):

\[ \frac{(15 - 15.71)^2}{15.71} = \frac{0.5041}{15.71} = 0.0321 \]

Untuk Radiation Therapy, Cancer Not Controlled (\(O_{22} = 3\), \(E_{22} = 2.19\)):

\[ \frac{(3 - 2.19)^2}{2.19} = \frac{0.6561}{2.19} = 0.2995 \]

Chi-Square Total:

\[ \chi^2 = 0.0249 + 0.233 + 0.0321 + 0.2995 = 0.5895 \]

Perhitungan dengan R

# Membuat data tabel 2x2
data <- matrix(c(21, 2, 15, 3), nrow = 2, byrow = TRUE)

# Menambahkan nama baris dan kolom
rownames(data) <- c("Surgery", "Radiation Therapy")
colnames(data) <- c("Cancer Controlled", "Cancer Not Controlled")

# Menampilkan data tabel
data
##                   Cancer Controlled Cancer Not Controlled
## Surgery                          21                     2
## Radiation Therapy                15                     3
# Menghitung chi-square
chi_square_test <- chisq.test(data)
## Warning in chisq.test(data): Chi-squared approximation may be incorrect
# Menampilkan hasil uji chi-square
chi_square_test
## 
##  Pearson's Chi-squared test with Yates' continuity correction
## 
## data:  data
## X-squared = 0.085967, df = 1, p-value = 0.7694

Intepretasi : Jika kita menggunakan taraf signifikansi 5% dan denganderajat kebebasan (𝑑𝑓) = (2 − 1)(2 − 1) = 1, kita membandingkan dengan tabel 𝜒2, adalah 3.841 dan jika p-value < 0.05, kita menolak hipotesis nol. Bisa dilihat bahwa kita memiliki p value sebesar 0.7694 yang berarti kita menerima H0.

6.2.3.2. Uji Partisi Chi Square

Partisi Chi-Square Partisi Chi-Square digunakan untuk mengidentifikasi kategori mana dalam tabel kontingensi yang bertanggung jawab atas hubungan yang signifikan. Jika uji Chi-Square pada tabel kontingensi I×Jsignifikan, maka partisi Chi-Square memungkinkan kita untuk menguraikan efek hubungan dalam subkelompok yang lebih kecil.

6.2.3.2.1. Contoh Perhitungan

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi apakah terdapat hubungan antara tingkat kebiasaan merokok (dalam jumlah batang rokok per hari) dan risiko terkena myocardial infarction (MI) atau serangan jantung. Data diperoleh dari studi yang dilakukan oleh S. Shapiro et al. dan diterbitkan dalam The Lancet tahun 1979.

0 C i g a r ettes / day 1-24 C i g a r ettes / day >25 C i g a r ettes / day Total
C o ntrol 25 25 12 62
M y o c a rdial i n f a r ction 0 1 3 4
Total 25 26 15 66

Perhitungan Manual Langkah 1: Menghitung Frekuensi yang Diharapkan

Frekuensi yang diharapkan dihitung menggunakan rumus:

\[ E_i = \frac{(Total \, \text{Baris}) \times (Total \, \text{Kolom})}{Grand \, \text{Total}} \]

Berdasarkan tabel di atas, kita dapat menghitung frekuensi yang diharapkan untuk setiap sel sebagai berikut:

\[ E_{1,1} = \frac{62 \times 25}{66} = 23.636 \] \[ E_{1,2} = \frac{62 \times 26}{66} = 24.545 \] \[ E_{1,3} = \frac{62 \times 15}{66} = 14.091 \] \[ E_{2,1} = \frac{4 \times 25}{66} = 1.515 \] \[ E_{2,2} = \frac{4 \times 26}{66} = 1.515 \] \[ E_{2,3} = \frac{4 \times 15}{66} = 0.909 \]

Langkah 2: Menghitung Statistik Chi-Square

Sekarang kita dapat menghitung statistik chi-square (\(\chi^2\)) dengan rumus:

\[ \chi^2 = \sum \frac{(O_i - E_i)^2}{E_i} \]

Dimana \(O_i\) adalah frekuensi yang diamati dan \(E_i\) adalah frekuensi yang diharapkan. Berdasarkan data yang ada, kita menghitung chi-square untuk setiap sel:

\[ \chi^2 = \frac{(25 - 23.636)^2}{23.636} + \frac{(25 - 24.545)^2}{24.545} + \frac{(12 - 14.091)^2}{14.091} + \frac{(0 - 1.515)^2}{1.515} + \frac{(1 - 1.515)^2}{1.515} + \frac{(3 - 0.909)^2}{0.909} \]

\[ \chi^2 = 0.0785 + 0.0084 + 0.3107 + 1.513 + 0.1754 + 4.809 = 6.895 \]Pehitungan Dengan R

# Membuat matriks data
data_matrix <- matrix(c(25, 25, 12, 0, 1, 3), nrow = 2, byrow = TRUE)
colnames(data_matrix) <- c("0 Cigarettes / day", "1-24 Cigarettes / day", ">25 Cigarettes / day")
rownames(data_matrix) <- c("Control", "Myocardial infarction")

# Melakukan uji chi-square
chi_square_test <- chisq.test(data_matrix)
## Warning in chisq.test(data_matrix): Chi-squared approximation may be incorrect
# Menampilkan hasil uji
chi_square_test
## 
##  Pearson's Chi-squared test
## 
## data:  data_matrix
## X-squared = 6.9562, df = 2, p-value = 0.03087

Intepretasi : Jika kita menggunakan taraf signifikansi 5%, maka kita menolak H0 dikarenakan p value yang didapatkan adalah 0.03087 dimana lebih kecil dari 0.05. Karena menolak H0 berarti terdapat hubungan signifikan antara merokok dan kejadian infark miokard.

6.2.3.3. Uji Likelihood Ratio

Uji Likelihood Ratio (G²) adalah alternatif dari uji chi-square yang digunakan untuk menguji hipotesis independensi dalam tabel kontingensi \(I \times J\). Statistik uji ini diberikan oleh:

\[ G^2 = 2 \sum_{i} \sum_{j} n_{ij} \ln \left( \frac{n_{ij}}{\hat{\mu}_{ij}} \right) \]

Dimana:

- \(n_{ij}\) adalah frekuensi observasi dalam tabel kontingensi.

  • \(\hat{\mu}_{ij} = n \cdot p_i \cdot p_j\) adalah frekuensi yang diharapkan.

  • \(p_i\) adalah proporsi untuk baris \(i\).

- \(p_j\) adalah proporsi untuk kolom \(j\).

  • \(n\) adalah total frekuensi.
6.2.3.3.1. Contoh Perhitungan

Misalkan kita memiliki tabel tentang hubungan antara metode pengobatan dan kesembuhan kanker.

Cancer Controlled Cancer Not Controlled Total
Surgery 21 2 23
Radiation Therapy 15 3 18
Total 36 5 41

Source : Reprinted with permisiion from W.M. Mendenhall, R.R. Million D.E. Sharkey, and N.J. Cassisi, Internat. J. Radiat. Oncol. Biol. Phys. 10: 357-363 (1984), Pergamon Press plc.

Langkah 1: Hitung Frekuensi Ekspektasi

Gunakan rumus: \[ \hat{\mu}_{ij} = \frac{(\text{Total Baris}_i) \times (\text{Total Kolom}_j)}{\text{Grand Total}} \]

\[ \begin{aligned} \hat{\mu}_{11} &= \frac{23 \times 36}{41} = 20.17 \\ \hat{\mu}_{12} &= \frac{23 \times 5}{41} = 2.80 \\ \hat{\mu}_{21} &= \frac{18 \times 36}{41} = 15.83 \\ \hat{\mu}_{22} &= \frac{18 \times 5}{41} = 2.20 \\ \end{aligned} \]


Langkah 2: Hitung Statistik Uji G²

\[ \begin{aligned} G^2 &= 2 \sum O_{ij} \ln \left( \frac{O_{ij}}{E_{ij}} \right) \\ &= 2 \left[ 21 \ln \left( \frac{21}{20.17} \right) + 2 \ln \left( \frac{2}{2.80} \right) + 15 \ln \left( \frac{15}{15.83} \right) + 3 \ln \left( \frac{3}{2.20} \right) \right] \end{aligned} \]

Setelah dihitung:

\[ \begin{aligned} G^2 &= 2 \times (0.04 - 0.45 - 0.04 + 0.32) \\ &= 2 \times (-0.13) = -0.26 \quad (\text{ambil nilai absolut}) \\ &= 0.26 \end{aligned} \]


Langkah 3: Bandingkan dengan Distribusi Chi-Square

Derajat bebas: \[ (I - 1)(J - 1) = (2 - 1)(2 - 1) = 1 \]

Nilai kritis \(\chi^2\) untuk \(\alpha = 0.05\) dan df = 1 adalah 3.841.

Karena \(G^2 = 0.26 < 3.841\), maka kita gagal menolak hipotesis nol, artinya tidak ada bukti yang cukup bahwa jenis terapi berpengaruh signifikan terhadap kontrol kanker.

Perhitungan dengan R

# Data Observasi
observed <- matrix(c(21, 2,
                     15, 3), 
                   nrow = 2, byrow = TRUE)

# Menambahkan nama baris dan kolom
rownames(observed) <- c("Surgery", "Radiation Therapy")
colnames(observed) <- c("Cancer Controlled", "Cancer Not Controlled")

# Total per baris dan kolom
row_totals <- rowSums(observed)
col_totals <- colSums(observed)
grand_total <- sum(observed)

# Frekuensi harapan (Expected frequencies)
expected <- outer(row_totals, col_totals) / grand_total

# Hitung G²
G2 <- 2 * sum(observed * log(observed / expected), na.rm = TRUE)

# Derajat bebas
df <- (nrow(observed) - 1) * (ncol(observed) - 1)

# Nilai kritis chi-square
chi_critical <- qchisq(0.95, df)

# Output hasil
cat("Statistik G² =", round(G2, 3), "\n")
## Statistik G² = 0.595
cat("Derajat bebas =", df, "\n")
## Derajat bebas = 1
cat("Nilai kritis chi-square (0.05) =", round(chi_critical, 3), "\n")
## Nilai kritis chi-square (0.05) = 3.841
if (G2 > chi_critical) {
  cat("Kesimpulan: Tolak H0 - Ada hubungan signifikan.\n")
} else {
  cat("Kesimpulan: Gagal tolak H0 - Tidak ada hubungan signifikan.\n")
}
## Kesimpulan: Gagal tolak H0 - Tidak ada hubungan signifikan.

7 Tabel Kontingensi Tiga Arah

Bab ini membahas analisis tabel kontingensi tiga arah secara mendalam, mencakup tabel parsial dan marginal, ukuran asosiasi, Simpson’s Paradox, independensi bersyarat, serta asosiasi homogen. Setiap bagian dilengkapi dengan contoh perhitungan manual dan implementasi dalam R.

Tabel kontingensi tiga arah adalah perpanjangan dari tabel kontingensi dua arah yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara tiga variabel kategori secara simultan. Dalam banyak situasi, hubungan antara dua variabel (misalnya X dan Y) dapat dipengaruhi oleh variabel ketiga Z, yang disebut sebagai variabel kontrol atau kovariat. Tabel ini sering digunakan dalam analisis data ketika ada potensi faktor pengganggu yang dapat mempengaruhi hubungan antara dua variabel utama. Misalnya:

Tabel kontingensi tiga arah dapat dibagi menjadi dua jenis:

  1. Tabel Parsial: Tabel yang menyajikan hubungan antara X dan Y pada setiap kategori Z. Ini memungkinkan analisis hubungan bersyarat, di mana efek Z dikendalikan.

  2. Tabel Marginal: Tabel yang diperoleh dengan mengabaikan Z, yaitu dengan menjumlahkan semua kategori Z. Ini memberikan gambaran umum hubungan antara X dan Y tanpa mempertimbangkan Z, yang bisa menyebabkan distorsi interpretasi, seperti dalam Simpson’s Paradox.

Kegunaan Tabel Marginal

Kegunaan tabel marginal adalah untuk melihat pola asosiasi secara agregat, tetapi sering kali mengabaikan efek kovariat yang dapat memberikan pemahaman lebih mendalam. Oleh karena itu, analisis yang mempertimbangkan tabel parsial biasanya lebih ditentukan untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih akurat dalam penelitian ilmiah.

7.1. Tabel Parsial dan Marginal

Tabel parsial adalah tabel yang mengelompokkan𝑋dan𝑌berdasarkan setiap level 𝑍, sedangkan tabel marginal adalah tabel yang mengabaikan𝑍,dengan menjumlahkan data dari semua level𝑍.

Contoh :

Tabel berikut menunjukkan data mengenai peristiwa pertama kali melakukan hubungan seksual pada remaja berusia 15 dan 16 tahun berdasarkan ras dan jenis kelamin.

Ras Jenis Kelamin Ya (Intercourse) Tidak (No)
Putih Laki-laki 43 134
Putih Perempuan 26 149
Hitam Laki-laki 29 23
Hitam Perempuan 22 36

Sumber: S. P. Morgan dan J. D. Tenchman, J.{Marriage Fam.} 50: 929–936 (1988). Dicetak kembali dengan izin dari National Council on Family Relations.

7.1.1 Tabel Parsial

Manual

Tabel frekuensi parsial menyajikan hubungan antara dua variabel kategori dalam tabel kontingensi tiga arah dengan mempertimbangkan satu variabel sebagai kontrol. Tabel ini membantu dalam menambah hubungan bersyarat antara variabel dalam analisis data kategori.

Tabel Frekuensi Parsial untuk Z (Ras) = Putih:

Jenis Kelamin Ya (Intercourse) Tidak (No)
Laki-laki 43 134
Perempuan 26 149

Tabel Frekuensi Parsial untuk Z (Ras) = Putih menunjukkan hubungan antara jenis kelamin dan apakah individu tersebut sudah atau belum melakukan hubungan seksual.

Tabel Frekuensi Parsial untuk Z (Ras) = Hitam:

Jenis Kelamin Ya (Intercourse) Tidak (No)
Laki-laki 29 23
Perempuan 22 36

Tabel Frekuensi Parsial untuk Z (Ras) = Hitam menunjukkan hubungan antara jenis kelamin dan apakah individu tersebut sudah atau belum melakukan hubungan seksual pada kelompok ras Hitam.

Dengan R

# Membuat data dengan array
data3 <- array(
  c(43, 26, 134, 149, 29, 22, 23, 36), 
  dim = c(2, 2, 2), 
  dimnames = list(
    Jenis_Kelamin = c("Laki-laki", "Perempuan"),
    Intercourse = c("Ya", "Tidak"),
    Ras = c("Putih", "Hitam")
  )
)

# Tampilkan array untuk memastikan datanya
data3
## , , Ras = Putih
## 
##              Intercourse
## Jenis_Kelamin Ya Tidak
##     Laki-laki 43   134
##     Perempuan 26   149
## 
## , , Ras = Hitam
## 
##              Intercourse
## Jenis_Kelamin Ya Tidak
##     Laki-laki 29    23
##     Perempuan 22    36
# Ekstrak tabel frekuensi parsial berdasarkan ras
freq_parsial_putih <- data3[, , "Putih"]
freq_parsial_hitam <- data3[, , "Hitam"]

# Tampilkan hasil frekuensi parsial
freq_parsial_putih
##              Intercourse
## Jenis_Kelamin Ya Tidak
##     Laki-laki 43   134
##     Perempuan 26   149
freq_parsial_hitam
##              Intercourse
## Jenis_Kelamin Ya Tidak
##     Laki-laki 29    23
##     Perempuan 22    36

7.1.2. Tabel Marginal

Tabel frekuensi marginal menampilkan jumlah total observasi untuk setiap variabel dengan mengabaikan variabel lainnya dalam tabel kontingensi tiga arah. Tabel ini membantu dalam memahami distribusi kategori secara agregat tanpa mempertimbangkan hubungan antarvariabel. Tabel frekuensi marginal dihitung dengan menjumlahkan frekuensi dari tabel kontingensi tiga arah berdasarkan variabel yang tersisa.

Manual

Tabel Frekuensi Marginal untuk Race dan Intercourse

Race Yes No Total
White 69 283 352
Black 51 59 110
Total 120 342 462

Tabel Frekuensi Marginal untuk Gender dan Intercourse

Gender Yes No Total
Male 72 157 229
Female 48 185 233
Total 120 342 462

Dengan R

# Membuat data dengan array
data3 <- array(
  c(43, 26, 134, 149, 29, 22, 23, 36), 
  dim = c(2, 2, 2), 
  dimnames = list(
    Jenis_Kelamin = c("Laki-laki", "Perempuan"),
    Intercourse = c("Ya", "Tidak"),
    Ras = c("Putih", "Hitam")
  )
)

# Tampilkan array untuk memastikan datanya
data3
## , , Ras = Putih
## 
##              Intercourse
## Jenis_Kelamin Ya Tidak
##     Laki-laki 43   134
##     Perempuan 26   149
## 
## , , Ras = Hitam
## 
##              Intercourse
## Jenis_Kelamin Ya Tidak
##     Laki-laki 29    23
##     Perempuan 22    36
# Ekstrak tabel frekuensi parsial berdasarkan ras
freq_marginal_X<-apply(data3,1,sum)
freq_marginal_Z<-apply(data3,3,sum)

# Tampilkan hasil frekuensi parsial
freq_marginal_X
## Laki-laki Perempuan 
##       229       233
freq_marginal_Z
## Putih Hitam 
##   352   110

7.2. Distribusi Peluang

Misalkan

Tabel berikut menunjukkan data mengenai peristiwa pertama kali melakukan hubungan seksual pada remaja berusia 15 dan 16 tahun berdasarkan ras dan jenis kelamin.

Ras Jenis Kelamin Ya (Intercourse) Tidak (No)
Putih Laki-laki 43 134
Putih Perempuan 26 149
Hitam Laki-laki 29 23
Hitam Perempuan 22 36

Sumber: S. P. Morgan dan J. D. Tenchman, J.{Marriage Fam.} 50: 929–936 (1988). Dicetak kembali dengan izin dari National Council on Family Relations.

7.2.1. Peluang Bersama

Peluan bersama didefinisikan sebagai:

\[ P(Z, X, Y) = \frac{f(Z, X, Y)}{N} \] Contoh Perhitungan dengan Data diatas

# Load library yang diperlukan
library(dplyr)
## 
## Attaching package: 'dplyr'
## The following objects are masked from 'package:stats':
## 
##     filter, lag
## The following objects are masked from 'package:base':
## 
##     intersect, setdiff, setequal, union
# Data dalam format array 3D
data <- array(
  c(43, 26, 134, 149,  # Putih
    29, 22, 23, 36), # Hitam
  dim = c(2, 2, 2),
  dimnames = list(
    "Jenis Kelamin" = c("Lelaki", "Perempuan"),
    "Intercouse" = c("Ya", "Tidak"),
    "Ras" = c("Putih", "Hitam")
  )
)

# Menampilkan tabel
print(data)
## , , Ras = Putih
## 
##              Intercouse
## Jenis Kelamin Ya Tidak
##     Lelaki    43   134
##     Perempuan 26   149
## 
## , , Ras = Hitam
## 
##              Intercouse
## Jenis Kelamin Ya Tidak
##     Lelaki    29    23
##     Perempuan 22    36
total <- sum(data)
joint_prob <- data/ total
ftable(joint_prob)
##                          Ras      Putih      Hitam
## Jenis Kelamin Intercouse                          
## Lelaki        Ya             0.09307359 0.06277056
##               Tidak          0.29004329 0.04978355
## Perempuan     Ya             0.05627706 0.04761905
##               Tidak          0.32251082 0.07792208

Intepretasi : Pria yang tidak berhubungan seksual cenderung lebih banyak berkulit putih dibandingkan dengan kulit hitam, sedangkan wanita yang tidak berhubungan seksual cenderung lebih banyak berkulit putih juga.

7.2.2. Peluang Marginal

Peluang marginal didefinisikan sebagai berikut

untuk Ras: \[ P(Z) = \frac{n(Z)}{N} \]

marginal_Z <- apply(joint_prob, 3, sum)
marginal_Z
##     Putih     Hitam 
## 0.7619048 0.2380952

Intepretasi : Proporsi Ras Putih lebih banyak dibanding ras Hitam.

Untuk Gender: \[ P(X) = \frac{n(X)}{N} \]

marginal_X <- apply(joint_prob, 1, sum)
marginal_X
##    Lelaki Perempuan 
##  0.495671  0.504329

Intepretasi : Proporsi perempuan lebih banyak dibanding laki - laki

7.2.3. Peluang Bersyarat

Contoh : Mencari peluang seseorang ber - ras tertentu jika ia laki - laki dan melakukan hubungan seksual: \[ P(Ras| X = Laki-laki,Y=1) = \frac{P(Ras,Laki-laki,Y=1)}{P(X=Laki - laki,Y=1)} \]

p_Z_given_X_Y <- prop.table(data, margin = c(1,2))
p_Z_given_X_Y
## , , Ras = Putih
## 
##              Intercouse
## Jenis Kelamin        Ya     Tidak
##     Lelaki    0.5972222 0.8535032
##     Perempuan 0.5416667 0.8054054
## 
## , , Ras = Hitam
## 
##              Intercouse
## Jenis Kelamin        Ya     Tidak
##     Lelaki    0.4027778 0.1464968
##     Perempuan 0.4583333 0.1945946

Intepretasi : Peluang seseorang memiliki ras putih ketika ia laki - laki dan melakukan hubungan seksual adalah 0.597. Dan peluang seseorang memiliki ras hitam ketika ia laki - laki dan melakukan hubungan seksual adalah 0.403

7.3. Ukuran Asosiasi

7.3.1. Perbedaan Peluang (Risk Difference, RD)

\[ RD = \frac{a}{a + b} - \frac{c}{c + d} \]

# Hitung RD untuk masing-masing ras
rd_putih <- (data["Lelaki", "Ya", "Putih"] / sum(data["Lelaki", , "Putih"])) -
           (data["Perempuan", "Ya", "Putih"] / sum(data["Perempuan", , "Putih"]))

rd_hitam <- (data["Lelaki", "Ya", "Hitam"] / sum(data["Lelaki", , "Hitam"])) -
                (data["Perempuan", "Ya", "Hitam"] / sum(data["Perempuan", , "Hitam"]))

rd_putih
## [1] 0.09436642
rd_hitam
## [1] 0.178382

Intepretasi : Perbedaan peluang (RD) menunjukkan bahwa laki - laki meningkatkan potensi untuk melakukan hubungan seksual sekitar 0.0943 (9.4%) untuk ras putih dan sekitar 0.178382 untuk ras hitam.

7.3.2. Risiko Relatif (Relative Risk, RR)

\[ RR = \frac{a / (a + b)}{c / (c + d)} \]

#Menghitung RR untuk masing masing ras
rr_putih <- (data["Lelaki", "Ya", "Putih"] / sum(data["Lelaki", , "Putih"])) /
             (data["Perempuan", "Ya", "Putih"] / sum(data["Perempuan", , "Putih"]))

rr_hitam <- (data["Lelaki", "Ya", "Hitam"] / sum(data["Lelaki", , "Hitam"])) /
            (data["Perempuan", "Ya", "Hitam"] / sum(data["Perempuan", , "Hitam"]))

rr_putih
## [1] 1.635159
rr_hitam
## [1] 1.47028

Intepretasi : Risiko relatif (RR) menunjukkan bahwa laki - laki memiliki 1.5 kali lipat potensi melakukan hubungan seksual dibandingkan perempuan untuk ras putih , dan 1.47 kali lipat untuk ras hitam.

7.3.3. Odds Ratio (OR)

\[ OR = \frac{a \cdot d}{b \cdot c} \]

# Menghitung Odds Ratio untuk masing masing ras
or_putih <- (data["Lelaki", "Ya", "Putih"] / data["Lelaki", "Tidak", "Putih"]) /
            (data["Perempuan", "Ya", "Putih"] / data["Perempuan", "Tidak", "Putih"])

or_hitam <- (data["Lelaki", "Ya", "Hitam"] / data["Lelaki", "Tidak", "Hitam"]) /
            (data["Perempuan", "Ya", "Hitam"] / data["Perempuan", "Tidak", "Hitam"])

or_putih
## [1] 1.838978
or_hitam
## [1] 2.063241

Intepretasi : Odds Ratio (OR) menunjukkan bahwa peluang melakukan hubungan seksual bagi laki - laki 1.83 kali lebih tinggi pada ras putih dan 2.063 kali lebih tinggi pada ras hitam dibandingkan perempuan.

7.4. Inferensi Tabel Kontingensi Tiga Arah

Tabel kontingensi tiga arah digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua variabel kategorik dengan mempertimbangkan variabel kontrol.Contohnya adalah hubungan antara Gender (X) dan Perilaku melakukan hubungan seksual pertama kali di umur 16-17 tahun (Y) dengan variabel kontrol ras (Z).

Tabel ini terdiri dari beberapa tabel parsial (2×2) untuk setiap tingkat Z, serta tabel marginal yang mengabaikan Z. Ukuran asosiasi yang digunakan adalah odds ratio.

Jika odds ratio parsial relatif konstan, kita dapat menghitung odds ratio bersama menggunakan estimasi Mantel-Haenszel.

7.4.1. Independensi Bersyarat dalam Tabel Kontingensi Tiga Arah

Independensi bersyarat adalah konsep penting dalam analisis tabel kontingensi tiga arah. Ini merujuk pada kondisi di mana dua variabel, 𝑋 dan 𝑌, independen dalam setiap level variabel ketiga, 𝑍. Pengujian independensi bersyarat dilakukan dengan metode statistik seperti uji Cochran-Mantel-Haenszel (CMH).

Definisi Independensi Bersyarat

Independensi Bersyarat: Dua variabel, 𝑋 dan 𝑌, dikatakan independen bersyarat terhadap variabel ketiga, 𝑍, jika rasio odds mereka dalam setiap strata 𝑍 sama dengan 1.

7.4.2. Pengujian Statistik untuk Independensi Bersyarat

Metode Cochran-Mantel-Haenszel Tujuan Uji CMH Uji Cochran-Mantel-Haenszel (CMH) digunakan untuk menguji hubungan antara dua variabel kategori dengan mempertimbangkan efek dari variabel perancu (confounder).

Statistik uji Cochran-Mantel-Haenszel (CMH) dirumuskan sebagai:

\[ CMH = \frac{\sum_k \left( n_{1ik} - \mu_{1ik} \right)^2}{\sum_k \text{var}(n_{1ik})} \]

Keterangan

  • \(n_{1ik}\): nilai frekuensi sel baris 1 kolom 1 pada tabel parsial ke-\(k\).
  • \(\mu_{1ik}\): nilai ekspektasi sel baris 1 kolom 1 pada tabel parsial ke-\(k\), dihitung dengan rumus:

\[ \mu_{1ik} = E(n_{1ik}) = \frac{n_{1.k} \cdot n_{1ik}}{n_{.k}} \]

Varians dari \(n_{1ik}\) diberikan oleh:

\[ \text{var}(n_{1ik}) = \frac{n_{1.k} \cdot n_{2.k} \cdot n_{1ik} \cdot n_{2.k}}{n_{2.k}^2 \cdot (n_{.k} - 1)} \]

Contoh 1

Misalkan kita memiliki data mengenai jenis kelamin terhadap perlakuan hubungan seksual di bawah umur dengan, tetapi ingin mengontrol faktor ras. Data dikategorikan menjadi ras putih dan ras hitam dalam tabel kontingensi 2 x 2.

Tabel Kontingensi

Ras: Putih

Intercourse (Ya) Intercourse (Tidak) Total
Laki-laki 43 134 177
Perempuan 26 149 175

Ras: Hitam

Intercourse (Ya) Intercourse (Tidak) Total
Laki-laki 29 23 52
Perempuan 22 36 58

Perhitungan manual

  1. Rumus Nilai Harapan \(\mu_{1ik}\) untuk Setiap Strata

Rumus nilai harapan \(\mu_{1ik}\) untuk setiap strata \(k\):

\[ \mu_{1ik} = \frac{(n_{i+k} \times n_{+ik})}{n_{++k}} \]

Di mana: - \(n_{i+k}\) = Total laki - laki dalam strata \(k\) - \(n_{+ik}\) = Total Intercourse dalam strata \(k\) - \(n_{++k}\) = Total individu dalam strata \(k\)

Untuk Ras Putih (k=1):

\[ \mu_{111} = \frac{(177 \times 69)}{352} = 34.696 \]

Untuk Ras Hitam (k=2):

\[ \mu_{112} = \frac{(52 \times 51)}{110} = 24,109 \]

  1. Menghitung Varians \(\text{Var}(n_{1ik})\)

Rumus varians:

\[ \text{Var}(n_{1ik}) = \frac{n_{i+k} \times n_{0+k} \times n_{+ik} \times n_{+0k}}{n_{++k}^2 \times (n_{++k} - 1)} \]

Untuk Ras Putih (k=1):

\[ \text{Var}(n_{111}) = \frac{(177 \times 134 \times 43 \times 149)}{352^2 \times (352 - 1)} = 13.91 \]

Untuk Ras Hitam (k=2):

\[ \text{Var}(n_{112}) = \frac{(175 \times 149 \times 26 \times 134)}{350^2 \times (350 - 1)} = 9.91 \]

  1. Menghitung Statistik CMH

Rumus statistik CMH:

\[ X^2_{CMH} = \frac{\sum_k (n_{1ik} - \mu_{1ik})^2}{\sum_k \text{Var}(n_{1ik})} \]

\[ X^2_{CMH} = \frac{((43 - 34.696) + (29 - 24.109))^2}{13.91 + 9.91} = 7.309 \]

Intepretasi : Misalkan dengan taraf signifikansi 5%, maka kita memiliki nilai kritis sebesar 3.841. Dikarenakan 7.309 > 3.841 maka hipotesis nol ditolak yang berarti terdapat hubungan signifikan antara jenis kelamin terhadap perlakuan intercourse setelah mengontrol variabel ras.

Perhitungan dengan R

data_cmh <- array(
  c(43, 26, 134, 149,  # Putih
    29, 22, 23, 36), # Hitam
  dim = c(2, 2, 2),
  dimnames = list(
    "Jenis Kelamin" = c("Lelaki", "Perempuan"),
    "Intercouse" = c("Ya", "Tidak"),
    "Ras" = c("Putih", "Hitam")
  )
)

# Menampilkan tabel
print(data_cmh)
## , , Ras = Putih
## 
##              Intercouse
## Jenis Kelamin Ya Tidak
##     Lelaki    43   134
##     Perempuan 26   149
## 
## , , Ras = Hitam
## 
##              Intercouse
## Jenis Kelamin Ya Tidak
##     Lelaki    29    23
##     Perempuan 22    36
cmh_base <- mantelhaen.test(data, correct = FALSE)
cmh_base
## 
##  Mantel-Haenszel chi-squared test without continuity correction
## 
## data:  data
## Mantel-Haenszel X-squared = 8.3751, df = 1, p-value = 0.003804
## alternative hypothesis: true common odds ratio is not equal to 1
## 95 percent confidence interval:
##  1.229343 2.967939
## sample estimates:
## common odds ratio 
##          1.910135

Intepretasi : Dikarenakan p value 0.003804 < 0.05 maka keputusannya adalah menolak H0 yang berarti terdapat hubungan signifikan antara jenis kelamin terhadap perlakuan intercourse setelah mengontrol variabel ras.

8 Generalized Linear Model (GLM)

Generalized Linear Model (GLM) merupakan perluasan dari model regresi linear klasik. GLM memungkinkan digunakan untuk memodelkan data dimana variabel respons tidak berdistribusi normal dan atau hubungan antara variabel prediktor dengan rata-rata dari variabel respons tidak linear. GLM terdiri dari tiga komponen utama:

  1. Distribusi dari exponential family untuk variabel respons.
  2. Fungsi link yang menghubungkan ekspektasi dari variabel respons ke kombinasi linear dari variabel prediktor.
  3. Fungsi linear prediktor : 𝜂 =𝑋𝛽

8.1 Exponential Family

Distribusi termasuk dalam exponential family jika dapat ditulis dalam bentuk:

\[ f(y; \theta, \phi) = \exp \left\{ \frac{y\theta - b(\theta)}{\phi} + c(y, \phi) \right\} \]

Contoh Distribusi yang Termasuk Exponential Family:

  • Distribusi Normal
  • Distribusi Binomial
  • Distribusi Poisson
  • Distribusi Gamma

Contoh Pembuktian: Distribusi Binomial

Fungsi probabilitas distribusi binomial adalah:

\[ P(Y = y) = \binom{n}{y} \pi^y (1 - \pi)^{n - y} \]

Tuliskan ulang dalam bentuk exponential family:

\[ P(Y = y) = \exp \left\{ \log \binom{n}{y} + y \log \left( \frac{\pi}{1 - \pi} \right) + n \log (1 - \pi) \right\} \]

Dengan substitusi:

  • \(\theta = \log \left( \frac{\pi}{1 - \pi} \right)\)
  • \(b(\theta) = -n \log(1 - \pi)\)
  • \(\phi = 1\)

Kesimpulan : Dengan bentuk tersebut, maka distribusi binomial termasuk dalam keluarga exponential family.

8.2 Model Regresi Logistik

Regresi Logistik memiliki kemiripan dengan regresi linear, yaitu menggabungkan nilai-nilai input secara linear dengan bobot (koefisien) untuk menghasilkan sebuah prediksi. Bedanya, regresi logistik membatasi hasil prediksinya agar berada dalam bentuk nilai biner 0 atau 1 dengan bantuan fungsi sigmoid sebagai fungsi aktivasi. Fungsi ini mengubah output menjadi nilai antara 0 sampai 1 dan membentuk kurva seperti huruf S.

Model ini digunakan untuk menganalisis hubungan antara satu atau lebih variabel independen dan mengklasifikasikan data ke dalam kelas-kelas yang bersifat diskrit. Artinya, regresi logistik cocok digunakan untuk masalah klasifikasi, terutama yang hanya memiliki dua kemungkinan kategori (dikenal dengan klasifikasi biner).

Contohnya, angka 0 bisa merepresentasikan gagal, sedangkan angka 1 merepresentasikan sukses.

Beberapa contoh penerapan regresi logistik dalam klasifikasi biner antara lain:

-Memprediksi kelulusan siswa: Model regresi logistik dapat digunakan untuk memperkirakan apakah seorang siswa akan lulus atau tidak berdasarkan variabel-variabel seperti kehadiran, nilai tugas, partisipasi kelas, dan nilai ujian.

-Deteksi penipuan transaksi keuangan: Dalam dunia perbankan dan keuangan, regresi logistik dapat membantu mendeteksi apakah sebuah transaksi tergolong normal atau mencurigakan (fraud) dengan menganalisis pola transaksi seperti frekuensi, jumlah uang, lokasi transaksi, dan waktu.

-Memprediksi hasil diagnosis penyakit: Dalam dunia medis, model ini bisa digunakan untuk menentukan apakah pasien menderita suatu penyakit (misalnya diabetes atau kanker) berdasarkan variabel seperti usia, tekanan darah, kadar gula, dan riwayat keluarga.

Keunggulan Utama Regresi Logistik yaitu mudah diterapkan dalam Machine Learning. Regresi logistik sangat cocok digunakan dalam Machine Learning karena proses pelatihan (training) dan pengujian (testing) nya cukup sederhana. Model ini belajar dari pola-pola dalam data input dan menghubungkannya dengan output (label). Karena tidak membutuhkan komputasi tinggi, regresi logistik tergolong mudah untuk diimplementasikan, dipahami, dan dilatih dibanding metode lain dalam Machine Learning.

Cocok untuk data yang bisa dipisahkan secara linear Jika dua kelas data bisa dipisahkan dengan garis lurus (linear), maka regresi logistik akan sangat efektif dalam mengklasifikasikan data tersebut ke dalam dua kelompok berbeda. Dalam konteks ini, variabel target (y) hanya memiliki dua nilai, sehingga model bisa menentukan batas yang jelas di antara keduanya.

Memberikan wawasan yang bermakna Regresi logistik juga bisa menunjukkan seberapa besar pengaruh suatu variabel terhadap hasil akhir, melalui koefisiennya. Selain itu, model ini juga menunjukkan apakah hubungan antar variabel bersifat positif atau negatif.

Persamaan dan Asumsi dalam Regresi Logistik Model ini menggunakan fungsi sigmoid, yaitu fungsi matematika berbentuk kurva S yang mengubah nilai output ke dalam rentang antara 0 dan 1. Jika hasil dari fungsi sigmoid (yang merepresentasikan probabilitas) lebih tinggi dari ambang batas tertentu, maka model akan mengklasifikasikan data sebagai bagian dari suatu kelas. Sebaliknya, jika di bawah ambang tersebut, maka data dianggap tidak termasuk dalam kelas itu.

Selain itu, jika keluaran dari fungsi sigmoid (yaitu probabilitas yang diperkirakan) lebih besar dari ambang batas yang telah ditentukan dalam grafik, maka model akan memprediksi bahwa suatu observasi termasuk dalam kelas tertentu. Sebaliknya, jika nilai probabilitas tersebut lebih kecil dari ambang batas, model akan memprediksi bahwa observasi tersebut tidak termasuk ke dalam kelas tersebut

Sebagai contoh:

-Jika hasil fungsi sigmoid lebih dari 0,5, maka output dianggap sebagai 1 (kelas positif). -Jika hasilnya kurang dari 0,5, maka output diklasifikasikan sebagai 0 (kelas negatif). -Jika grafik menuju ke arah negatif secara ekstrem, maka nilai prediksi y akan menjadi 0,dan sebaliknya.

Fungsi sigmoid digunakan dalam regresi logistik untuk mengubah nilai prediksi menjadi probabilitas. Rumus dari fungsi sigmoid yaitu: \[ f(x) = \frac{1}{1 + e^{-x}} \]

# Simulasi data untuk regresi logistik 
set.seed(42)
n <- 100 
x <- seq(-4, 4, length.out = n)
log_odds <- -0.5 + 1.5 * x 
prob <- 1 / (1 + exp(-log_odds))
y <- rbinom(n, 1, prob)
# Buat data frame 
data <- data.frame(x=x, y=y, prob = prob)

Plot Kurva Sigmoid

# Visualisasi menggunakan base R plot
# Visualisasi menggunakan base R
# Plot the data
plot(x, y, 
     pch = 16, 
     col = "gray60",
     xlab = "X", 
     ylab = "Y / Probabilitas", 
     main = "Simulasi Regresi Logistik dengan Kurva Sigmoid")
lines(x, prob, col = "blue", lwd = 2)
abline(h = 0.5, col = "red", lty = 2)

legend("topleft", legend = c("Data Biner (0/1)", "Kurva Logistik", "Ambang 0.5"), 
       col = c("gray60", "blue", "red"), 
       pch = c(16, NA, NA), 
       lty = c(NA, 1, 2), 
       lwd = c(NA, 2, 1), 
       pt.cex = 1.5, bty = "n")

Kurva sigmoid dalam regresi logistik menunjukkan hubungan non-linear antaravariabel prediktor dan probabilitas output. Pendekatan ini efektif untuk klasifikasi biner seperti deteksi penyakit, kelulusan siswa, dan prediksi ya/tidak.

Fungsi Link (Logit): Fungsi link logit dapat dinyatakan dalam bentuk berikut:

\[ g(\mu) = \log \left( \frac{\mu}{1 - \mu} \right) \]

Model Regresi Logistik:

\[ \log \left( \frac{\mu}{1 - \mu} \right) = X\beta \]

Fungsi Inverse Link:

\[ \mu = \frac{\exp(X\beta)}{1 + \exp(X\beta)} \]

Estimasi Parameter

Metode estimasi parameter pada GLM umumnya menggunakan Maximum Likelihood Estimation (MLE).

Log-likelihood fungsi untuk regresi logistik:

\[ l(\beta) = \sum_{i=1}^{n} \left[ y_i \log(\pi_i) + (1 - y_i) \log(1 - \pi_i) \right] \] Dengan:

\[ \pi_i = \frac{\exp(X\beta)}{1 + \exp(X\beta)} \]

Contoh Kasus dengan R

Misalkan kita memiliki tabel tentang hubungan antara metode pengobatan dan kesembuhan kanker.

Cancer Controlled Cancer Not Controlled Total
Surgery 21 2 23
Radiation Therapy 15 3 18
Total 36 5 41

Source : Reprinted with permisiion from W.M. Mendenhall, R.R. Million D.E. Sharkey, and N.J. Cassisi, Internat. J. Radiat. Oncol. Biol. Phys. 10: 357-363 (1984), Pergamon Press plc.

# Buat data frame berdasarkan tabel
data <- data.frame(
  Treatment = c(rep(1, 21), rep(1, 2),  # Surgery: Controlled (21), Not Controlled (2)
                rep(0, 15), rep(0, 3)), # Radiation: Controlled (15), Not Controlled (3)
  CancerControlled = c(rep(1, 21), rep(0, 2),
                       rep(1, 15), rep(0, 3))
)

# Tampilkan data
head(data)

Estimasi Regresi Logistik Estimasi parameter model regresi logistik dapat menggunakan ‘glm’ function

model <- glm(CancerControlled ~ Treatment, data = data, family = binomial) 
summary(model)
## 
## Call:
## glm(formula = CancerControlled ~ Treatment, family = binomial, 
##     data = data)
## 
## Coefficients:
##             Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)  
## (Intercept)   1.6094     0.6325   2.545   0.0109 *
## Treatment     0.7419     0.9735   0.762   0.4460  
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for binomial family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 30.405  on 40  degrees of freedom
## Residual deviance: 29.810  on 39  degrees of freedom
## AIC: 33.81
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 5

Interpretasi Koefisien

• Intercept ((Intercept)): nilai log-odds saat x=0

• Koefisien x: perubahan log-odds untuk setiap satu satuan peningkatan pada x

• Nilai p: menunjukkan signifikansi statistik dari prediktor

Koefisien log-odds dapat ditransformasikan ke odds ratio:

exp(coef(model))
## (Intercept)   Treatment 
##         5.0         2.1

Prediksi dan Visualisasi Kurva Logit

library(ggplot2)
data$pred <- predict(model, type = "response")
ggplot(data, aes(x=Treatment, y=CancerControlled)) +
  geom_point(alpha = 0.5, color = "gray40") +
  geom_line(aes(y=pred), color = "blue", linewidth = 1.5) +
  labs(title = "Kurva Logit pada Regresi Logistik",
       x="X (Prediktor)",
       y="Probabilitas / Respons") + 
theme_minimal()

GLM adalah kerangka model fleksibel untuk berbagai jenis data dan distribusi. Regresi logistik merupakan salah satu contoh penting dari GLM, sangat berguna dalam analisis data kategorik biner. Estimasi parameter dilakukan melalui metode MLE dan dapat diselesaikan secara efisien dengan fungsi glm di R.

8.3 Model Regresi Poisson

Regresi Poisson digunakan ketika variabel respons adalah data cacah (count data),yaitu bilangan bulat non negatif. Model ini merupakan bagian dari Generalized Linear Model(GLM) dengan asumsi bahwa distribusi variabel respons adalah distribusi Poisson.

Distribusi Poisson memiliki fungsi probabilitas:

\[ P(Y = y) = \frac{e^{-\lambda} \lambda^y}{y!} \]

Distribusi Poisson dapat dituliskan dalam bentuk exponential family sebagai berikut:

\[ f(y; \theta) = \exp \left\{ y \log(\lambda) - \lambda - \log(y!) \right\} \]

dengan:

  • \[ \theta = \log(\lambda) \]
  • \[ b(\theta) = e^{\theta} = \lambda \]
  • \[ \phi = 1 \]
  • \[ c(y, \phi) = -\log(y!) \]

Maka distribusi Poisson termasuk dalam exponential family.

Fungsi Link

Fungsi link kanonik untuk distribusi Poisson adalah fungsi logaritma:

\[ g(\mu) = \log(\mu) \]

Sehingga modelnya menjadi:

\[ \log(\mu_i) = x_i^T \beta \]

dan fungsi inverse link:

\[ \mu_i = \exp(x_i^T \beta) \]

Estimasi Parameter

Estimasi parameter \(( \beta )\) dilakukan dengan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE).
Log-likelihood fungsi untuk regresi Poisson:

\[ l(\beta) = \sum_{i=1}^n \left[ y_i x_i^T \beta - \exp(x_i^T \beta) - \log(y_i!) \right] \]

Nilai \(( \beta )\) dapat diperoleh melalui metode numerik seperti iterasi Newton-Raphson.

Contoh:

Misalkan kita memiliki data sebagai berikut:

# Buat data frame berdasarkan tabel
data <- data.frame(
  Treatment = c(rep(1, 21), rep(1, 2),  # Surgery: Controlled (21), Not Controlled (2)
                rep(0, 15), rep(0, 3)), # Radiation: Controlled (15), Not Controlled (3)
  CancerControlled = c(rep(1, 21), rep(0, 2),
                       rep(1, 15), rep(0, 3))
)

# Tampilkan data
head(data)
lambda <- exp(0.3 + 0.6 * data$Treatment)

Estimasi Regresi Poisson

poisson_model <- glm(CancerControlled ~ Treatment, data = data, family = poisson())
summary(poisson_model)
## 
## Call:
## glm(formula = CancerControlled ~ Treatment, family = poisson(), 
##     data = data)
## 
## Coefficients:
##             Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## (Intercept) -0.18232    0.25819  -0.706    0.480
## Treatment    0.09135    0.33806   0.270    0.787
## 
## (Dispersion parameter for poisson family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 9.3638  on 40  degrees of freedom
## Residual deviance: 9.2905  on 39  degrees of freedom
## AIC: 85.29
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 4

Plot Hasil Prediksi

plot(data$Treatment, data$CancerControlled, pch = 16, col = "darkgray", main = "Data dan Hasil Prediksi") 
newdata <- data.frame(Treatment=seq(min(data$Treatment), max(data$Treatment), length.out = 100)) 
pred <- predict(poisson_model, newdata = newdata, type = "response")
lines(newdata$Treatment, pred, col = "blue", lwd = 2)

Diagnostik dan Overdispersion

Salah satu asumsi penting dari model Poisson adalah bahwa mean dan varians dari variabel respons adalah sama (𝐸[𝑌]=𝑉𝑎𝑟[𝑌]). Jika varians lebih besar dari mean, maka terjadi overdispersion. Untuk mendeteksi overdispersion:

dispersion <- sum(residuals(poisson_model, type = "pearson")^2) / poisson_model$df.residual 
dispersion
## [1] 0.1282051

Jika nilai dispersion > 1, maka overdispersion mungkin terjadi dan model alternatif seperti Negative Binomial Regression dapat digunakan.

exp(coef(poisson_model))
## (Intercept)   Treatment 
##   0.8333333   1.0956522

Visualisasi Prediksi

data$predicted <- predict(poisson_model, type = "response")
library(ggplot2) 
ggplot(data, aes(x=data$Treatment, y=data$CancerControlled)) +
  geom_jitter(width = 0.2, alpha = 0.6) + 
  geom_point(aes(CancerControlled=predicted), shape = 18, size = 3, color = "black") +
  labs(title = "Prediksi", x="Treatment", y="CancerControlled") + 
  theme_minimal()
## Warning in geom_point(aes(CancerControlled = predicted), shape = 18, size = 3,
## : Ignoring unknown aesthetics: CancerControlled
## Warning: Use of `data$Treatment` is discouraged.
## ℹ Use `Treatment` instead.
## Warning: Use of `data$CancerControlled` is discouraged.
## ℹ Use `CancerControlled` instead.
## Warning: Use of `data$Treatment` is discouraged.
## ℹ Use `Treatment` instead.
## Warning: Use of `data$CancerControlled` is discouraged.
## ℹ Use `CancerControlled` instead.

Evaluasi Model

# Plot residuals 
plot(poisson_model$residuals,
     main = "Residual Plot",
     ylab = "Residual",
     xlab = "Index",
     pch = 19,
     col = "steelblue")

abline(h = 0, col = "red", lty = 2)

9 Inferensi GLM

Dalam Generalized Linear Model (GLM), inferensi statistik membutuhkan pemahaman terhadap ekspektasi dan variansi dari estimator model, terutama untuk mengembangkan alat-alat uji seperti Wald test, Likelihood Ratio test, dan interval kepercayaan.

Ekspektasi dan Varians dalam GLM

  1. Ekspektasi Estimator

Ekspektasi menunjukkan apakah suatu estimator tak bias, yaitu:

\[ \mathbb{E}[\hat{\beta}] = \beta \]

Dalam GLM, MLE dari \(\hat{\beta}\) bersifat asymptotically unbiased.

  1. Varians Estimator

Varians menunjukkan presisi dari estimasi parameter:

\[ \text{Var}(\hat{\beta}) \approx (\mathbf{X}^T \mathbf{W} \mathbf{X})^{-1} \]

dimana \(\mathbf{W}\) adalah matriks bobot yang tergantung pada distribusi dan fungsi link.

Distribusi Asimptotik Estimator

Dengan ukuran sampel besar:

\[ \hat{\beta} \sim \mathcal{N}(\beta, \text{Var}(\hat{\beta})) \]

Distribusi ini adalah dasar dari:

Varians dalam GLM Tidak Konstan

Tidak seperti regresi linear (OLS) yang mengasumsikan homoskedastisitas:

\[ \text{Var}(Y_i) = \sigma^2 \]

Dalam GLM:

\[ \text{Var}(Y_i) = \phi V(\mu_i) \]

Contoh:

Contoh Regresi Poisson

# Buat data frame berdasarkan tabel
data <- data.frame(
  Treatment = c(rep(1, 21), rep(1, 2),  # Surgery: Controlled (21), Not Controlled (2)
                rep(0, 15), rep(0, 3)), # Radiation: Controlled (15), Not Controlled (3)
  CancerControlled = c(rep(1, 21), rep(0, 2),
                       rep(1, 15), rep(0, 3))
)

# Tampilkan data
head(data)
# Ringkasan model regresi Poisson
model <- glm(CancerControlled ~ Treatment, data = data, family = poisson())
summary(model)
## 
## Call:
## glm(formula = CancerControlled ~ Treatment, family = poisson(), 
##     data = data)
## 
## Coefficients:
##             Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## (Intercept) -0.18232    0.25819  -0.706    0.480
## Treatment    0.09135    0.33806   0.270    0.787
## 
## (Dispersion parameter for poisson family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 9.3638  on 40  degrees of freedom
## Residual deviance: 9.2905  on 39  degrees of freedom
## AIC: 85.29
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 4

Kesimpulan:

9.1 Mencari Ekspektasi dan Varians dalam GLM

Ekspektasi

Jika diturunkan berdasarkan fungsi momen:

\[ E(Y) = \int y f(y; \theta) \, dy = \mu \]

Untuk keluarga eksponensial:

\[ \log f(y; \theta) = a(y) + b(\theta) y + c(\theta) \]

atau:

\[ \log f(y; \theta) = y \theta - b(\theta) + c(y) \]

Maka ekspektasi turunan pertama:

\[ U(\theta) = \frac{\partial \ell}{\partial \theta} = y - b'(\theta) \] Dan ekspektasi turunan pertama:

\[ \mathbb{E}[U(\theta)] = \mathbb{E}[y - b'(\theta)] = \mu - b'(\theta) = 0 \]

Maka:

\[ \mu = b'(\theta) \]

Varians
Turunan kedua:

\[ \frac{\partial^2 \ell}{\partial \theta^2} = -b''(\theta) \]

Sehingga:

\[ \text{Var}(Y) = b''(\theta) = \phi V(\mu) \]

9.2 Metode Penaksiran Parameter

Maximum Likelihood Estimation (MLE)

  • Prinsip dasar: memaksimumkan fungsi likelihood/log-likelihood.
  • Langkah:
    • Turunan pertama = 0
    • Turunan kedua < 0

Namun, karena bentuk GLM tidak eksplisit, digunakan metode numerik.

Metode Optimisasi: Newton-Raphson

  • Menggunakan score vector (gradien)
  • Menggunakan Hessian matrix

Iterasi:

\[ \beta^{(t+1)} = \beta^{(t)} - H^{-1}(\beta^{(t)}) U(\beta^{(t)}) \] Fisher Scoring

  • Modifikasi Newton-Raphson, mengganti Hessian dengan matriks informasi Fisher.

IRLS (Iteratively Reweighted Least Square) - Modifikasi dari Fisher scoring, hasil estimasi mirip dengan Least Square.

Implementasi Newton-Raphson Statistik score ke-𝑗 Statistik score ke-𝑗:

\[ U_j(\beta) = \frac{\partial \log L(\beta)}{\partial \beta_j} \] Turunan kedua:

\[ H_{jk}(\beta) = \frac{\partial^2 \log L(\beta)}{\partial \beta_j \partial \beta_k} \]

Taylor expansion:

\[ U(\beta^*) \approx U(\beta) + H(\beta)(\beta^* - \beta) \]

Estimasi parameter:

\[ \hat{\beta} \approx \beta^{(t)} - H^{-1}(\beta^{(t)}) U(\beta^{(t)}) \]

9.3 Diagnostik Model GLM

Diagnostik digunakan untuk mengevaluasi apakah model sudah tepat.

  • Uji formal
  • Grafik antara nilai prediksi vs nilai aktual

Statistik Devians

  • Mengukur apakah ada model lain yang lebih baik.
  • Nilai devians besar → model tidak cocok.
  • Devians adalah:

\[ D = 2 \sum \left[ y_i \log \left( \frac{y_i}{\hat{\mu}_i} \right) - (y_i - \hat{\mu}_i) \right] \]

  • Devians membandingkan model terhadap saturated model.
  • Devians kecil → model lebih cocok.

Statistik Chi-Kuadrat Pearson

  • Menguji apakah model lebih baik daripada tidak ada model sama sekali.
  • Statistik:

\[ X^2 = \sum \left( \frac{(y_i - \hat{\mu}_i)^2}{\hat{\mu}_i} \right) \] • Jika signifikan → model lebih baik daripada tanpa model.

Catatan

• Untuk data yang dikelompokkan, statistik devians dan chi-kuadrat Pearson mengikuti distribusi ChiSquare.

• Untuk data tidak dikelompokkan, tidak mengikuti distribusi Chi-Square.

• Devians diminimalkan oleh MLE → cocok digunakan untuk evaluasi model.

Analisis Residual

• Residual adalah selisih antara observasi dengan prediksi.

• Dapat digunakan untuk memeriksa penyimpangan sistematis.

• Dapat diplot untuk menilai asumsi model

9.4 Detail Metode Estimasi dan Inferensi Regresi Logistik

Regresi logistik digunakan untuk memodelkan probabilitas dari variabel respons biner (0/1) berdasarkan satu atau lebih variabel prediktor. Estimasi parameter dilakukan menggunakan Maximum Likelihood Estimation (MLE) karena model tidak linear dalam parameternya.

Fungsi model logistik:

\[ \pi(x) = \frac{\exp(\beta_0 + \beta_1 x)}{1 + \exp(\beta_0 + \beta_1 x)} \]

Log-likelihood untuk \(( n )\) observasi:

\[ \ell(\beta) = \sum_{i=1}^{n} \left[ y_i \log(\pi_i) + (1 - y_i) \log(1 - \pi_i) \right] \] Estimasi dengan Newton-Raphson

Metode Newton-Raphson digunakan untuk mencari nilai parameter \(( \beta )\) yang memaksimalkan fungsi log-likelihood pada model regresi logistik.

Fungsi Log-Likelihood

Model regresi logistik untuk probabilitas:

\[ \pi_i = \frac{1}{1 + \exp(-x_i^\top \beta)} \]

Log-likelihood untuk \(( n )\) observasi:

\[ \ell(\beta) = \sum_{i=1}^{n} \left[ y_i \log(\pi_i) + (1 - y_i) \log(1 - \pi_i) \right] \]

Langkah-langkah Newton-Raphson Turunan dalam Estimasi Logistik

  1. Turunan Pertama (Score Function)

\[ U(\beta) = \frac{\partial \ell(\beta)}{\partial \beta} = X^\top (y - \pi) \]

  1. Turunan Kedua (Hessian Matrix)

\[ H(\beta) = -X^\top W X, \quad \text{dengan } W = \text{diag}(\pi_i (1 - \pi_i)) \]

  1. Iterasi Newton-Raphson

\[ \beta^{(t+1)} = \beta^{(t)} + (X^\top W^{(t)} X)^{-1} X^\top (y - \pi^{(t)}) \]

Estimasi MLE dengan Newton-Raphson (Manual di R)

# Buat data frame berdasarkan tabel
data <- data.frame(
  Treatment = c(rep(1, 21), rep(1, 2),  # Surgery: Controlled (21), Not Controlled (2)
                rep(0, 15), rep(0, 3)), # Radiation: Controlled (15), Not Controlled (3)
  CancerControlled = c(rep(1, 21), rep(0, 2),
                       rep(1, 15), rep(0, 3))
)

# Tampilkan data
head(data)
beta_true <- c(-1, 2)
X <- cbind(1, data$Treatment)
eta <- X %*% beta_true
p <- 1 / (1 + exp(-eta))

Newton-Raphson Iterasi Manual

# Inisialisasi
beta <- matrix(0, ncol = 1, nrow = ncol(X))
tol <- 1e-6
max_iter <- 100

# Iterasi Newton-Raphson
for (i in 1:max_iter) {
  eta <- X %*% beta
  pi_hat <- 1 / (1 + exp(-eta))
  W <- diag(as.vector(pi_hat * (1 - pi_hat)))
  z <- eta + (data$CancerControlled- pi_hat) / (pi_hat * (1 - pi_hat))
  beta_new <- solve(t(X) %*% W %*% X) %*% (t(X) %*% W %*% z)
  
  if (sum(abs(beta_new - beta)) < tol) break
  beta <- beta_new
}

# Hasil akhir
beta
##           [,1]
## [1,] 1.6094379
## [2,] 0.7419373

• Estimasi parameter pada model regresi logistik dilakukan dengan MLE. • Newton-Raphson adalah metode numerik yang digunakan untuk memaksimalkan log-likelihood.

• Iterasi didasarkan pada turunan pertama (score) dan kedua (Hessian).

• Prosedur identik dengan IRLS (Iteratively Reweighted Least Squares) dalam implementasi GLM.

Inferensi Parameter

  1. Uji Wald

Tujuan Uji Wald
Untuk menguji signifikansi parameter \(( \beta_j )\) dalam model regresi logistik:

  • \(( H_0: \beta_j = 0 )\)
  • \(( H_1: \beta_j \neq 0 )\)

Teori Wald Test
Dari teori estimasi MLE, estimator \(( \hat{\beta}_j )\) mendekati distribusi normal:

\[ \hat{\beta}_j \sim N(\beta_j, \text{Var}(\hat{\beta}_j)) \]

Jika \(( H_0 )\) benar (yaitu \(( \beta_j = 0 )\)), maka:

\[ Z = \frac{\hat{\beta}_j}{SE(\hat{\beta}_j)} \sim N(0,1) \]

Dengan Statistik Wald:

\[ W = Z^2 = \left( \frac{\hat{\beta}_j}{SE(\hat{\beta}_j)} \right)^2 \sim \chi^2_1 \]

Uji Wald Langkah demi Langkah

# Buat data frame berdasarkan tabel
data <- data.frame(
  Treatment = c(rep(1, 21), rep(1, 2),  # Surgery: Controlled (21), Not Controlled (2)
                rep(0, 15), rep(0, 3)), # Radiation: Controlled (15), Not Controlled (3)
  CancerControlled = c(rep(1, 21), rep(0, 2),
                       rep(1, 15), rep(0, 3))
)

log_odds <- -0.5 + 1.2 * data$Treatment
p <- 1 / (1 + exp(-log_odds))

model <- glm(CancerControlled ~ Treatment, data = data, family = binomial)

summary(model)
## 
## Call:
## glm(formula = CancerControlled ~ Treatment, family = binomial, 
##     data = data)
## 
## Coefficients:
##             Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)  
## (Intercept)   1.6094     0.6325   2.545   0.0109 *
## Treatment     0.7419     0.9735   0.762   0.4460  
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for binomial family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 30.405  on 40  degrees of freedom
## Residual deviance: 29.810  on 39  degrees of freedom
## AIC: 33.81
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 5

Langkah 1: Ambil nilai koefisien dan standard error (SE)

beta_hat <- coef(model)["Treatment"]
se_beta <- summary(model)$coefficients["Treatment", "Std. Error"]

Langkah 2: Hitung Statistik Z

Z <- beta_hat / se_beta
Z
## Treatment 
## 0.7621674

Langkah 3: Hitung Statistik Wald

Wald_stat <- Z^2
Wald_stat
## Treatment 
## 0.5808991

Langkah 4: Hitung p-value

p_value <- 1 - pchisq(Wald_stat, df = 1)
p_value
## Treatment 
## 0.4459601

Interpretasi

• Jika p-value < 0.05, maka koefisien signifikan → variabel prediktor berpengaruh.

• Jika p-value > 0.05, maka tidak ada cukup bukti untuk menolak - \(( H_0 )\)

Kesimpulan

Uji Wald didasarkan pada rasio antara estimasi parameter dan standar error-nya. Dengan menaikkan nilai Z menjadi kuadrat (Z²), kita memperoleh distribusi Chi-Square untuk pengujian hipotesis parameter individual dalam model regresi logistik

  1. Uji Likelihood Ratio (Chi-Square)

Bandingkan model penuh dengan model tanpa prediktor

# Model null 
model_null <- glm(CancerControlled ~ 1, data = data, family = binomial)

# Likelihood ratio test 
anova(model_null, model, test = "Chisq")

Evaluasi Kebaikan Model

  1. Akaike Information Criterion (AIC)

Semakin kecil AIC, semakin baik model.

AIC(model)
## [1] 33.81041
  1. Bayesian Information Criterion (BIC)

Alternatif terhadap AIC, menghukum kompleksitas model.

BIC(model)
## [1] 37.23755

• Estimasi regresi logistik dilakukan dengan MLE melalui iterasi Newton-Raphson.

• Inferensi parameter dapat dilakukan dengan uji Wald dan likelihood ratio (uji Chi-Square).

• AIC dan BIC digunakan untuk mengevaluasi kompleksitas dan kecocokan model.

9.5 Detail Metode Estimasi dan Inferensi Regresi Poisson

Model regresi Poisson digunakan untuk memodelkan data count (jumlah kejadian) dimana variabel respons mengikuti distribusi Poisson. Estimasi dilakukan dengan Maximum Likelihood Estimation (MLE), dan inferensi dilakukan dengan uji Wald dan Likelihood Ratio Test.

Model Regresi Poisson

Distribusi Poisson:

\[ P(Y_i = y_i) = \frac{e^{-\lambda_i} \lambda_i^{y_i}}{y_i!} \]

Model regresi Poisson:

\[ \log(\lambda_i) = x_i^T \beta \] Estimasi Parameter (MLE)

Log-likelihood fungsi:

\[ \ell(\beta) = \sum_{i=1}^{n} \left[ y_i \log(\lambda_i) - \lambda_i - \log(y_i!) \right] \]

Dengan:

\[ \lambda_i = \exp(x_i^T \beta) \]

Estimasi dilakukan dengan metode iterasi (IRLS)

Estimasi parameter model regresi Poisson menggunakan pendekatan
Maximum Likelihood Estimation (MLE) dengan metode
Iteratively Reweighted Least Squares (IRLS) secara manual, tanpa menggunakan glm().

Tahap 1: Definisikan Model Regresi Poisson

\[ \log(\lambda_i) = x_i^T \beta \quad \Rightarrow \quad \lambda_i = \exp(x_i^T \beta) \]

Tahap 2: Mencari Log-likelihood yang dimaksimumkan

\[ \ell(\beta) = \sum_{i=1}^{n} \left[ y_i \log(\lambda_i) - \lambda_i - \log(y_i!) \right] \] Tahap 3: Formulasi iteratif:

\[ \beta^{(t+1)} = \left( \mathbf{X}^T \mathbf{W}^{(t)} \mathbf{X} \right)^{-1} \mathbf{X}^T \mathbf{W}^{(t)} \mathbf{z}^{(t)} \]

Dengan:

  • \[\mathbf{W} = \text{diag}(\lambda_i)\]
  • \[\mathbf{z} = \eta + \frac{y - \lambda}{\lambda}\]

dan

\[ \eta_i = \log(\lambda_i) = x_i^T \beta \] Simulasi Data

# Buat data frame berdasarkan tabel
data <- data.frame(
  Treatment = c(rep(1, 21), rep(1, 2),  # Surgery: Controlled (21), Not Controlled (2)
                rep(0, 15), rep(0, 3)), # Radiation: Controlled (15), Not Controlled (3)
  CancerControlled = c(rep(1, 21), rep(0, 2),
                       rep(1, 15), rep(0, 3))
)

X <- cbind(1, data$Treatment)  # Tambah intercept
beta_true <- c(0.5, 0.8)
eta <- X %*% beta_true
lambda <- exp(eta)

IRLS Manual Step-by-Step

# Inisialisasi 
beta <- c(0, 0) 
tol <- 1e-6 
max_iter <- 100 

for (i in 1:max_iter) {
  eta <- X %*% beta 
  lambda <- exp(eta) 
  W <- diag(as.numeric(lambda))
  z <- eta + (data$CancerControlled - lambda) / lambda
  
  beta_new <- solve(t(X) %*% W %*% X) %*% t(X) %*% W %*% z 
  
  if (sum(abs(beta_new - beta)) < tol) { 
    cat("Konvergen pada iterasi ke-", i, "\n")
    break 
    } 
  beta <- beta_new
}
## Konvergen pada iterasi ke- 4
beta # hasil estimasi
##             [,1]
## [1,] -0.18232155
## [2,]  0.09134977

Perbandingan dengan glm

model_glm <- glm(data$CancerControlled ~ data$Treatment, family = poisson()) 
summary(model_glm)
## 
## Call:
## glm(formula = data$CancerControlled ~ data$Treatment, family = poisson())
## 
## Coefficients:
##                Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## (Intercept)    -0.18232    0.25819  -0.706    0.480
## data$Treatment  0.09135    0.33806   0.270    0.787
## 
## (Dispersion parameter for poisson family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 9.3638  on 40  degrees of freedom
## Residual deviance: 9.2905  on 39  degrees of freedom
## AIC: 85.29
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 4

• IRLS memberikan cara iteratif untuk menghitung estimasi MLE dalam regresi Poisson.

• Hasil manual IRLS sangat mendekati hasil glm() dari R.

• Metode ini memberikan pemahaman mendalam atas mekanisme di balik fungsi glm().

Pengujian hipotesis Uji Wald

Untuk menguji H0: = 0

# Koefisien dan standar error
coef_val <- coef(model)[2] 
se_val <- summary(model)$coefficients[2, 2]
wald_z <- coef_val / se_val 
wald_chisq <- wald_z^2 
p_value <- 1 - pchisq(wald_chisq, df = 1)
cat("Z:", wald_z, "\nChi-Square:", wald_chisq, "\np-value:", p_value)
## Z: 0.7621674 
## Chi-Square: 0.5808991 
## p-value: 0.4459601

Uji Likelihood Ratio (Chi-Square)

model_null <- glm(data$CancerControlled ~ 1, family = poisson(), data = data)
anova(model_null, model, test = "Chisq")
## Warning in anova.glmlist(c(list(object), dotargs), dispersion = dispersion, :
## models with response '"CancerControlled"' removed because response differs from
## model 1

Evaluasi Model (AIC & BIC)

AIC(model)
## [1] 33.81041
BIC(model)
## [1] 37.23755

• Estimasi parameter regresi Poisson dilakukan menggunakan MLE

• Uji Wald dan Likelihood Ratio digunakan untuk pengujian hipotesis

• AIC dan BIC digunakan untuk evaluasi dan pemilihan model terbaik

10 Regresi Logistik dengan Prediktor Nominal, Ordinal, dan Rasio

Regresi logistik digunakan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel respon biner dengan satu atau lebih variabel prediktor. Prediktor dapat berupa:

10.1 Simulasi Data

Sebuah lembaga pelatihan ingin mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kemungkinan kelulusan peserta ujian sertifikasi. Tiga variabel dipertimbangkan:

  1. Jenis pelatihan (Online / Offline)

  2. Frekuensi latihan mandiri (Rarely, Sometimes, Often, Always)

  3. Nilai ujian praktik (0-100)

    library(dplyr)
    library(ggplot2)
    library(broom)
    library(knitr)
    library(kableExtra)
    ## 
    ## Attaching package: 'kableExtra'
    ## The following object is masked from 'package:dplyr':
    ## 
    ##     group_rows
set.seed(123)
n <- 500

training_type <- sample(c("Online", "Offline"), n, replace = TRUE)

practice_freq <- sample(c("Rarely", "Sometimes", "Often", "Always"),
                        size = n, replace = TRUE,
                        prob = c(0.2, 0.3, 0.3, 0.2))
practice_freq <- factor(practice_freq, levels = c("Rarely", "Sometimes", "Often", "Always"), ordered = TRUE)

practical_score <- round(rnorm(n, mean = 75, sd = 12), 1)
practical_score <- pmin(pmax(practical_score, 0), 100)

logit_p <- -1.8 +
  0.5 * (training_type == "Offline") +
  0.7 * as.numeric(practice_freq) +
  0.06 * practical_score

p <- 1 / (1 + exp(-logit_p))

passed <- rbinom(n, 1, p)

library(tibble)
sim_data <- tibble(passed, training_type, practice_freq, practical_score)

head(sim_data)

10.2 Perlakuan Variabel Ordinal

10.2.1 Dengan Dummy

sim_data_nominal <- sim_data %>%
  mutate(practice_freq = factor(practice_freq, levels = c("Rarely", "Sometimes", "Often", "Always")))

options(contrasts = c("contr.treatment", "contr.treatment"))

model_nominal <- glm(passed ~ training_type + practice_freq + practical_score,
                     data = sim_data_nominal, family = binomial)

summary(model_nominal)
## 
## Call:
## glm(formula = passed ~ training_type + practice_freq + practical_score, 
##     family = binomial, data = sim_data_nominal)
## 
## Coefficients:
##                        Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)  
## (Intercept)             2.71055    2.23981   1.210   0.2262  
## training_typeOnline    -2.15725    1.06493  -2.026   0.0428 *
## practice_freqSometimes -0.23778    0.78829  -0.302   0.7629  
## practice_freqOften      0.66534    0.92967   0.716   0.4742  
## practice_freqAlways     0.73760    1.17327   0.629   0.5296  
## practical_score         0.03549    0.02801   1.267   0.2052  
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for binomial family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 98.039  on 499  degrees of freedom
## Residual deviance: 88.110  on 494  degrees of freedom
## AIC: 100.11
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 8

Keterangan : baseline dari model ini adalah training type offline dan practice rarely

Intercept (2.71055):

  • Ini adalah log-odds dasar untuk peserta pelatihan dengan:
-   Training Type: "Offline" (baseline)

-   Practice Frequency: "Rarely" (baseline)

-   Practical Score: 0
  • Nilai ini tidak signifikan secara statistik (p = 0.2262), artinya tidak cukup bukti bahwa intercept berbeda dari nol secara signifikan.

training_typeOnline (-2.15725):

  • Peserta dengan pelatihan online memiliki log-odds kelulusan lebih rendah sebesar 2.15725 dibandingkan peserta pelatihan offline.

  • Efek ini signifikan secara statistik (p = 0.0428), yang menunjukkan bahwa jenis pelatihan memiliki pengaruh terhadap peluang kelulusan.

practice_freqSometimes (-0.23778):

  • Dibandingkan dengan peserta yang jarang latihan, mereka yang latihan kadang-kadang memiliki log-odds kelulusan sedikit lebih rendah, tetapi tidak signifikan (p = 0.7629).

practice_freqOften (0.66534):

  • Dibandingkan dengan “Rarely”, peserta yang sering latihan memiliki log-odds kelulusan sedikit lebih tinggi, tapi tidak signifikan (p = 0.4742).

practice_freqAlways (0.73760):

  • Peserta yang selalu latihan menunjukkan log-odds lebih tinggi dibanding yang “Rarely”, namun juga tidak signifikan (p = 0.5296).

practical_score (0.03549):

  • Setiap peningkatan 1 poin skor praktik meningkatkan log-odds kelulusan sebesar 0.03549, namun tidak signifikan (p = 0.2052).

10.2.1 Dengan Numeric

sim_data_numeric <- sim_data %>%
  mutate(practice_numeric = case_when(
    practice_freq == "Rarely" ~ 1,
    practice_freq == "Sometimes" ~ 2,
    practice_freq == "Often" ~ 3,
    practice_freq == "Always" ~ 4
  ))

model_numeric <- glm(passed ~ training_type + practice_numeric + practical_score,
                     family = binomial, data = sim_data_numeric)

summary(model_numeric)
## 
## Call:
## glm(formula = passed ~ training_type + practice_numeric + practical_score, 
##     family = binomial, data = sim_data_numeric)
## 
## Coefficients:
##                     Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)  
## (Intercept)          2.29027    2.31649   0.989   0.3228  
## training_typeOnline -2.10258    1.06180  -1.980   0.0477 *
## practice_numeric     0.30335    0.32169   0.943   0.3457  
## practical_score      0.03378    0.02794   1.209   0.2267  
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for binomial family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 98.039  on 499  degrees of freedom
## Residual deviance: 88.766  on 496  degrees of freedom
## AIC: 96.766
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 8

Keterangan : model ini membuat dari ordinal menjadi bentuk angka 1-4 untuk masing-masing tingkatan

Intercept (2.29027):

  • Ini adalah log-odds kelulusan untuk:
-    Peserta dengan training_type = Offline,

-    practice_numeric = 0 (asumsi setara dengan kategori "Rarely"),

-   practical_score = 0.
  • Intercept ini tidak signifikan (p = 0.3228), artinya kita tidak punya cukup bukti bahwa baseline log-odds ini berbeda dari nol.

training_typeOnline (-2.10258):

  • Peserta pelatihan online memiliki log-odds kelulusan lebih rendah 2.10258 poin dibandingkan dengan pelatihan offline.

  • Efek ini signifikan secara statistik (p = 0.0477).

practice_numeric (0.30335):

  • Setiap kenaikan 1 tingkat dalam frekuensi latihan (misal dari “Rarely” ke “Sometimes”, atau dari “Sometimes” ke “Often”) meningkatkan log-odds kelulusan sebesar 0.30335.

  • Namun, efek ini tidak signifikan (p = 0.3457). Sehingga setiap kenaikan 1 tingkat frekuensi latihan tidak membuat kenaikan yang signifikan untuk peluang lulus

practical_score (0.03378):

  • Setiap kenaikan 1 poin skor praktik meningkatkan log-odds kelulusan sebesar 0.03378.

  • Tapi efek ini juga tidak signifikan (p = 0.2267).

10.3 Goodness of Fit

list(AIC_Nominal = AIC(model_nominal),
     AIC_Numeric = AIC(model_numeric))
## $AIC_Nominal
## [1] 100.1095
## 
## $AIC_Numeric
## [1] 96.76567
nullmod <- glm(passed ~ 1, data = sim_data, family = binomial)
r2_nominal <- 1 - (logLik(model_nominal)/logLik(nullmod))
r2_numeric <- 1 - (logLik(model_numeric)/logLik(nullmod))
list(McFadden_R2_Nominal = r2_nominal,
     McFadden_R2_Numeric = r2_numeric)
## $McFadden_R2_Nominal
## 'log Lik.' 0.1012817 (df=6)
## 
## $McFadden_R2_Numeric
## 'log Lik.' 0.09458919 (df=4)

Keterangan :

Dari hasil pengujian dengan Goodness of Fit, didapatkan bahwa nilai AIC lebih kecil pada model numeric sehingga model ini lebih baik, sedangkan dengan McFadden didapatkan bahwa yang lebih baik adalah model yang ordinal. Namun akan diambil yang model numeric karena model ini memiliki model yang lebih efisien dan nilai pada McFadden tidak berbeda jauh antara model ordinal dan model numeric (sekitar 1%)

10.4 Visualisasi

sim_data_nominal <- sim_data_nominal %>%
  mutate(predicted_nominal = predict(model_nominal, type = "response"))

sim_data_numeric <- sim_data_numeric %>%
  mutate(predicted_numeric = predict(model_numeric, type = "response"))

10.5 Nominal Model

sim_data_nominal %>%
  ggplot(aes(x = practical_score, y = predicted_nominal, color = practice_freq)) +
  geom_point(alpha = 0.6) +
  labs(title = "Probabilitas Lulus (Latihan Sebagai Nominal)",
       x = "Nilai Ujian Praktik",
       y = "Probabilitas Prediksi") +
  theme_minimal() +
  theme(plot.title = element_text(hjust = 0.5))

sim_data_numeric %>%
  mutate(practice_numeric = factor(practice_numeric)) %>%
  ggplot(aes(x = practical_score, y = predicted_numeric, color = practice_numeric)) +
  geom_point(alpha = 0.6) +
  labs(title = "Probabilitas Lulus (Latihan Sebagai Numeric)",
       x = "Nilai Ujian Praktik",
       y = "Probabilitas Prediksi") +
  theme_minimal() +
  theme(plot.title = element_text(hjust = 0.5))

10.6 Kesimpulan

Koefisien model ordinal :

Ringkasan Koefisien Model Nominal (tanpa Odds Ratio)
term estimate std.error statistic p.value conf.low conf.high
(Intercept) 2.711 2.240 1.210 0.226 -1.532 7.392
training_typeOnline -2.157 1.065 -2.026 0.043 -5.083 -0.456
practice_freqSometimes -0.238 0.788 -0.302 0.763 -1.904 1.318
practice_freqOften 0.665 0.930 0.716 0.474 -1.163 2.717
practice_freqAlways 0.738 1.173 0.629 0.530 -1.359 3.764
practical_score 0.035 0.028 1.267 0.205 -0.019 0.092

Koefisien model numeric :

Ringkasan Koefisien Model Nominal (tanpa Odds Ratio)
term estimate std.error statistic p.value conf.low conf.high
(Intercept) 2.290 2.316 0.989 0.323 -2.133 7.080
training_typeOnline -2.103 1.062 -1.980 0.048 -5.025 -0.409
practice_numeric 0.303 0.322 0.943 0.346 -0.313 0.973
practical_score 0.034 0.028 1.209 0.227 -0.020 0.091
  • Training : training type offline memiliki peluang yang lebih tinggi dibandingkan dengan online

  • Frekuensi latihan mandiri :

    • jika dianggap dummy : tiap frekuensi latihan dibandingkan dengan Rarely

    • jika dianggap numeric : tiap kenaikan satu frekuensi latihan meningkatkan peluang lulus

  • Nilai ujian praktik : nilai ujian lebih tinggi, maka peluang lulus semakin tinggi

Catatan : data merupakan data dummy, hasil dari data asli akan berbeda dengan data ini

11 Pemilihan Model Regresi Logistik dan Evaluasi

11.1 Membangun Model Regresi Logistik: Pendekatan Confirmatory dan Exploratory

Dalam analisis regresi logistik, pemilihan model sangat krusial untuk mendapatkan model yang baik dalam memprediksi probabilitas kejadian suatu peristiwa (respon biner). Dua pendekatan utama dalam membangun model adalah pendekatan Confirmatory dan Exploratory

1. Confirmatory (Pendekatan Konfirmator)

Pendekatan ini digunakan ketika peneliti telah memiliki teori atau hipotesis yang jelas mengenai efek atau hubungan antara variabel prediktor dan respon.

Ciri-ciri:

• Model dibangun berdasarkan teori atau hasil penelitian sebelumnya.

• Tujuan utamanya adalah menguji apakah efek tersebut benar-benar signifkan, bukan sekadar mencari model terbaik.

• Peneliti biasanya menyusun model penuh terlebih dahulu, lalu menguji apakah penambahan atau pengurangan suatu efek (misalnya, interaksi) memberikan peningkatan model secara signifkan.

• Uji signifkansi dilakukan dengan membandingkan model dengan efek tertentu dan model tanpa efek tersebut, misalnya dengan Likelihood Ratio Test.

Contoh penggunaan: Misalnya, teori menyatakan bahwa faktor x1 dan x2 mempengaruhi probabilitas seseorang membeli produk. Maka model logistik dibangun langsung dengan x1 dan x2, lalu diuji apakah kontribusi x2 benar-benar signifikan.

2. Exploratory (Pendekatan Eksploratori)

Pendekatan ini digunakan ketika peneliti belum memiliki teori yang pasti atau ingin mengeksplorasi hubungan potensial antar variabel.

Ciri-ciri:

• Model dibangun secara bertahap dengan tujuan menemukan kombinasi prediktor terbaik.

• Pemilihan variabel dilakukan berdasarkan kriteria statistik, seperti AIC, deviance, atau log-likelihood. Proses seleksi dilakukan melalui:

• Forward Selection: Mulai dari model kosong, satu per satu variabel dimasukkan jika signifkan.

• Backward Elimination: Mulai dari model penuh, variabel yang tidak signifkan dikeluarkan.

• Stepwise Selection: Gabungan dari keduanya, variabel dapat masuk dan keluar secara dinamis.

Tujuan:

Menemukan model yang parsimonious, yaitu cukup sederhana namun memiliki performa prediksi yang baik. Pemilihan antara pendekatan Confrmatory dan Exploratory bergantung pada tujuan penelitian. Jika ingin menguji hipotesis tertentu, gunakan pendekatan Confrmatory. Jika ingin menemukan model terbaik berdasarkan data, gunakan pendekatan Exploratory. Dalam praktiknya, kedua pendekatan ini sering digunakan secara komplementer: teori digunakan sebagai dasar, dan seleksi eksploratori dilakukan untuk menyempurnakan model.

Simulasi Data Sebuah lembaga keuangan mikro ingin memprediksi risiko gagal bayar pinjaman (y) berdasarkan data calon peminjam, yaitu pendapatan bulanan (x1), status kepemilikan kartu kredit (x2), dan jumlah pinjaman aktif saat ini (x3). Dengan memanfaatkan data historis dan model klasifikasi biner, lembaga berharap dapat mengidentifikasi peminjam berisiko tinggi sejak awal, sehingga dapat mengurangi kerugian dan meningkatkan efektivitas penyaluran kredit.

library(knitr)
library(dplyr)
library(ggplot2)
library(MASS)
## 
## Attaching package: 'MASS'
## The following object is masked from 'package:dplyr':
## 
##     select
library(caret)
## Loading required package: lattice
library(pROC)
## Type 'citation("pROC")' for a citation.
## 
## Attaching package: 'pROC'
## The following objects are masked from 'package:stats':
## 
##     cov, smooth, var
library(DescTools)
## 
## Attaching package: 'DescTools'
## The following objects are masked from 'package:caret':
## 
##     MAE, RMSE
set.seed(123)
n <- 150
x1 <- rnorm(n)
x2 <- rbinom(n, 1, 0.5)
x3 <- rnorm(n)
lin_pred <- -0.6 + 1.4 * x1 - 0.3 * x2 + 0.8 * x3
p <- 1 / (1 + exp(-lin_pred))
y <- rbinom(n, 1, p)
df <- data.frame(y = as.factor(y), x1, x2, x3)
head(df)

Pemilihan Model

Model Full

model_full <- glm(y ~ x1 + x2 + x3, data = df, family = binomial)
summary(model_full)
## 
## Call:
## glm(formula = y ~ x1 + x2 + x3, family = binomial, data = df)
## 
## Coefficients:
##             Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
## (Intercept)  -0.6865     0.2942  -2.333   0.0196 *  
## x1            1.8343     0.3549   5.168 2.36e-07 ***
## x2           -1.1866     0.4793  -2.476   0.0133 *  
## x3            1.2334     0.2928   4.212 2.53e-05 ***
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for binomial family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 188.06  on 149  degrees of freedom
## Residual deviance: 127.53  on 146  degrees of freedom
## AIC: 135.53
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 5

11.2 Metode Stepwise: Forward, Backward, dan Kedua Arah

null_model <- glm(y ~ 1, data = df, family = binomial)
step_forward <- step(null_model, direction = "forward", scope = formula(model_full), trace = FALSE)
step_backward <- step(model_full, direction = "backward", trace = FALSE)
step_both <- step(null_model, direction = "both", scope = formula(model_full), trace = FALSE)
AIC(model_full, step_forward, step_backward, step_both)

11.3 Evaluasi Model: ROC dan AUC

pred_prob <- predict(step_both, type = "response")
roc_obj <- roc(df$y, pred_prob)
## Setting levels: control = 0, case = 1
## Setting direction: controls < cases
plot(roc_obj, main = "Kurva ROC", col = "purple")

auc(roc_obj)
## Area under the curve: 0.8556

11.4 Pseudo R Squared

PseudoR2(step_both, which = c("CoxSnell", "Nagelkerke", "McFadden"))
##   CoxSnell Nagelkerke   McFadden 
##  0.3320686  0.4647147  0.3218930

11.5 Tabel Klasifikasi dan Evaluasi

pred_class <- ifelse(pred_prob >= 0.5, 1, 0)
conf_matrix <- confusionMatrix(factor(pred_class), df$y, positive = "1")
conf_matrix
## Confusion Matrix and Statistics
## 
##           Reference
## Prediction  0  1
##          0 88 19
##          1 14 29
##                                           
##                Accuracy : 0.78            
##                  95% CI : (0.7051, 0.8435)
##     No Information Rate : 0.68            
##     P-Value [Acc > NIR] : 0.004537        
##                                           
##                   Kappa : 0.4802          
##                                           
##  Mcnemar's Test P-Value : 0.486234        
##                                           
##             Sensitivity : 0.6042          
##             Specificity : 0.8627          
##          Pos Pred Value : 0.6744          
##          Neg Pred Value : 0.8224          
##              Prevalence : 0.3200          
##          Detection Rate : 0.1933          
##    Detection Prevalence : 0.2867          
##       Balanced Accuracy : 0.7335          
##                                           
##        'Positive' Class : 1               
## 
conf_matrix$byClass[c("Sensitivity", "Specificity")]
## Sensitivity Specificity 
##   0.6041667   0.8627451

11.6 Metode Perbandingan Model dalam Regresi Logistik

library(MASS)
library(broom)
library(DescTools)

Simulasi Data Sebuah lembaga keuangan mikro ingin memprediksi risiko gagal bayar pinjaman (y) berdasarkan data calon peminjam, yaitu pendapatan bulanan (x1), status kepemilikan kartu kredit (x2), dan jumlah pinjaman aktif saat ini (x3). Dengan memanfaatkan data historis dan model klasifikasi biner, lembaga berharap dapat mengidentifikasi peminjam berisiko tinggi sejak awal, sehingga dapat mengurangi kerugian dan meningkatkan efektivitas penyaluran kredit.

set.seed(123)
n <- 150
x1 <- rnorm(n)
x2 <- rbinom(n, 1, 0.5)
x3 <- rnorm(n)
lin_pred <- -1.2 + 1.6 * x1 - 0.4 * x2 + 0.5 * x3
p <- 1 / (1 + exp(-lin_pred))
y <- rbinom(n, 1, p)
data <- data.frame(y = as.factor(y), x1, x2, x3)
head(data)

Pembuatan Model

model1 <- glm(y ~ x1, data = data, family = binomial)
model2 <- glm(y ~ x1 + x2, data = data, family = binomial)
model3 <- glm(y ~ x1 + x2 + x3, data = data, family = binomial)

Perbandingan AIC dan Deviance

model_comp <- data.frame(
Model = c("Model 1", "Model 2", "Model 3"),
AIC = c(AIC(model1), AIC(model2), AIC(model3)),
Deviance = c(deviance(model1), deviance(model2), deviance(model3))
)
model_comp

11.7 Likelihood-Ratio Test

anova(model1, model2, test = "LRT")
anova(model2, model3, test = "LRT")

11.8 Prinsip Parsimony

Model yang kompleks sering memiliki AIC dan deviance yang lebih kecil, namun Model sederhana lebih mudah diinterpretasikan.

  • Jika penurunan AIC tidak signifikan, pilih model lebih sederhana.

  • Parsimony mencegah overfitting.

Rumus dan Penjelasan

Rumus AIC

\[ \text{AIC} = -2(\log L - k) = -2 \log L + 2k \]

Penjelasan:
AIC adalah ukuran untuk menilai model berdasarkan kombinasi antara goodness-of-fit (melalui log-likelihood) dan kompleksitas (melalui jumlah parameter \(k\)). Semakin kecil AIC, semakin baik model tersebut secara keseluruhan karena AIC menghukum model yang terlalu kompleks meskipun memiliki likelihood tinggi.

Rumus Deviance

\[ D = -2 \left[\log L(\text{model}) - \log L(\text{model saturasi})\right] \]

Penjelasan: Deviance mengukur seberapa jauh model saat ini dibandingkan dengan model sempurna (model saturasi). Nilai deviance yang kecil menu

Rumus Likelihood-Ratio

\[ G^2 = -2 (\log L_0 - \log L_1) \]

Penjelasan:
Statistik Likelihood Ratio digunakan untuk menguji apakah penambahan variabel dalam model secara signifikan meningkatkan kecocokan model. Jika \(G^2\) besar dan p-value kecil, maka model kompleks lebih baik dari model sederhana secara statistik.

11.9 Evaluasi Tabel Klasifkasi dan Akurasi Model

pred_prob <- predict(model3, type = "response")
pred_class <- factor(ifelse(pred_prob >= 0.5, 1, 0))
conf_matrix <- confusionMatrix(pred_class, data$y, positive = "1")
conf_matrix
## Confusion Matrix and Statistics
## 
##           Reference
## Prediction   0   1
##          0 112  16
##          1   4  18
##                                           
##                Accuracy : 0.8667          
##                  95% CI : (0.8016, 0.9166)
##     No Information Rate : 0.7733          
##     P-Value [Acc > NIR] : 0.00283         
##                                           
##                   Kappa : 0.5655          
##                                           
##  Mcnemar's Test P-Value : 0.01391         
##                                           
##             Sensitivity : 0.5294          
##             Specificity : 0.9655          
##          Pos Pred Value : 0.8182          
##          Neg Pred Value : 0.8750          
##              Prevalence : 0.2267          
##          Detection Rate : 0.1200          
##    Detection Prevalence : 0.1467          
##       Balanced Accuracy : 0.7475          
##                                           
##        'Positive' Class : 1               
## 

11.9.1 Sensitivitas dan Spesifisitas

  • Sensitivitas: Kemampuan model mendeteksi kelas positif secara benar (True Positive Rate)

    \[ \text{Sensitivity} = \frac{\text{TP}}{\text{TP} + \text{FN}} \]

  • Spesifisitas: Kemampuan model mendeteksi kelas negatif secara benar (True Negative Rate)

    \[ \text{Specificity} = \frac{\text{TN}}{\text{TN} + \text{FP}} \]

    conf_matrix$byClass[c("Sensitivity", "Specificity")]
    ## Sensitivity Specificity 
    ##   0.5294118   0.9655172

Kesimpulan

• Deviance yang kecil menunjukkan kecocokan model yang lebih baik.

• AIC yang rendah menunjukkan keseimbangan antara kecocokan dan kompleksitas.

• Likelihood Ratio Test mengevaluasi apakah model kompleks secara signifkan lebih baik.

• Tabel klasifkasi membantu menilai kinerja prediksi aktual vs prediksi model.

• Prinsip Parsimony mengutamakan model sederhana jika performanya mirip.

11.10 Detail ROC & Penjelasan Kurva ROC (Receiver Operating Characteristic)

Kurva ROC adalah alat visual yang digunakan untuk mengevaluasi performa model klasifkasi biner. Kurva ini menunjukkan trade-of antara True Positive Rate (Sensitivity) dan False Positive Rate (1 - Specificity) pada berbagai threshold klasifkasi.

  1. Definisi

• Sumbu Y: Sensitivity = True Positive Rate = TP / (TP + FN)

• Sumbu X: 1 - Specifcity = False Positive Rate = FP / (FP + TN)

• Garis diagonal (dari kiri bawah ke kanan atas) menunjukkan performa acak (random guess).

• Kurva yang mendekati pojok kiri atas menunjukkan performa klasifkasi yang lebih baik.

  1. Cut-off dan Pergerakan Kurva

Saat cut-off menurun, model mengklasifkasikan lebih banyak pengamatan sebagai positif:

• Sensitivitas naik

• Spesifisitas turun

Saat cut-off naik, model menjadi lebih konservatif:

• Sensitivitas turun

• Spesifisitas naik

  1. Kurva ROC Ideal

Kurva ideal memiliki bentuk:

• Naik tajam secara vertikal hingga mencapai sensitivitas = 1

• Lalu bergerak secara horizontal menuju 1 - specifcity = 1

• Area under the curve (AUC) mendekati 1

  1. Interpretasi Luas Area (AUC)

• AUC = 0.5: model tidak lebih baik dari tebak acak

• AUC > 0.7: model cukup baik

• AUC > 0.9: model sangat baik

• AUC dikenal juga sebagai concordance index, yaitu probabilitas bahwa model memberikan nilai skor probabilitas yang lebih tinggi untuk kasus positif daripada kasus negatif.

  1. Kegunaan Kurva ROC

• Untuk membandingkan performa beberapa model klasifkasi

• Untuk memilih threshold (cut-of) optimal berdasarkan kebutuhan aplikasi (misalnya: lebih penting menghindari false negative atau false positive)

  1. Visualisasi dalam R Kurva ROC dapat dibuat menggunakan package pROC:
library(pROC)
set.seed(123)
x1 <- rnorm(150)
x2 <- rbinom(150, 1, 0.5)
x3 <- rnorm(15)
lin_pred <- -1.1 + 1.6 * x1 - 0.8 * x2 + 0.5 * x3
p <- 1 / (1 + exp(-lin_pred))
y <- rbinom(150, 1, p)
data <- data.frame(y = as.factor(y), x1, x2, x3)
model <- glm(y ~ x1 + x2 + x3, data = data, family = binomial)
pred <- predict(model, type = "response")
roc_obj <- roc(data$y, pred)
## Setting levels: control = 0, case = 1
## Setting direction: controls < cases
plot(roc_obj)

auc(roc_obj)
## Area under the curve: 0.8355
  1. Simulasi Pemilihan Threshold Optimal

Untuk memilih threshold terbaik, kita bisa mengevaluasi sensitivitas dan spesifsitas pada berbagai cut-off.

thresholds <- seq(0.1, 0.9, by = 0.05)
results <- data.frame(Threshold = thresholds)
true_y <- factor(data$y, levels = c(0, 1))
results$Sensitivity <- sapply(thresholds, function(t) {
  pred_class <- factor(ifelse(pred >= t, 1, 0), levels = c(0, 1))
  cm <- table(Pred = pred_class, Obs = true_y)

  TP <- ifelse("1" %in% rownames(cm) && "1" %in% colnames(cm), cm["1", "1"], 0)
  FN <- ifelse("0" %in% rownames(cm) && "1" %in% colnames(cm), cm["0", "1"], 0)

  if ((TP + FN) == 0) return(NA)
  TP / (TP + FN)
})

results$Specificity <- sapply(thresholds, function(t) {
  pred_class <- factor(ifelse(pred >= t, 1, 0), levels = c(0, 1))
  cm <- table(Pred = pred_class, Obs = true_y)

  TN <- ifelse("0" %in% rownames(cm) && "0" %in% colnames(cm), cm["0", "0"], 0)
  FP <- ifelse("1" %in% rownames(cm) && "0" %in% colnames(cm), cm["1", "0"], 0)

  if ((TN + FP) == 0) return(NA)
  TN / (TN + FP)
})

print(results)
##    Threshold Sensitivity Specificity
## 1       0.10  0.93939394   0.5128205
## 2       0.15  0.87878788   0.6666667
## 3       0.20  0.87878788   0.7094017
## 4       0.25  0.66666667   0.7863248
## 5       0.30  0.63636364   0.8205128
## 6       0.35  0.54545455   0.8717949
## 7       0.40  0.51515152   0.8888889
## 8       0.45  0.42424242   0.9145299
## 9       0.50  0.36363636   0.9487179
## 10      0.55  0.33333333   0.9487179
## 11      0.60  0.21212121   0.9658120
## 12      0.65  0.21212121   0.9829060
## 13      0.70  0.18181818   0.9829060
## 14      0.75  0.15151515   0.9914530
## 15      0.80  0.15151515   0.9914530
## 16      0.85  0.09090909   1.0000000
## 17      0.90  0.00000000   1.0000000

Cut-off optimal bisa dipilih berdasarkan:

Maksimum dari Sensitivity + Specificity

Atau mempertimbangkan trade-of sesuai tujuan aplikasi (misalnya: jika False Negative harus dihindari, maka prioritaskan sensitivitas tinggi)

  1. Catatan

ROC cocok saat proporsi kelas seimbang

Untuk data dengan kelas tidak seimbang, precision-recall curve bisa lebih informatif

11.11 Precision-Recall Curve (PR Curve)

Penjelasan Precision-Recall Curve

Kurva Precision-Recall (PR) adalah alat evaluasi performa model klasifikasi, khususnya sangat berguna saat bekerja dengan data yang tidak seimbang (class imbalance).

1. Definisi

  • Precision (Presisi): Proporsi prediksi positif yang benar-benar positif

    \[ \text{Precision} = \frac{\text{TP}}{\text{TP} + \text{FP}} \]

  • Recall (Sensitivitas): Proporsi kasus positif yang berhasil diprediksi positif

    \[ \text{Recall} = \frac{\text{TP}}{\text{TP} + \text{FN}} \]

2. Interpretasi

  • PR Curve menunjukkan bagaimana presisi berubah saat recall meningkat.
  • Idealnya, kita ingin nilai presisi dan recall keduanya tinggi, tetapi biasanya ada trade-off.
  • Model dengan performa baik memiliki PR Curve yang melengkung ke pojok kanan atas.

3. Area Under PR Curve

  • Luas kurva (AUPRC) mendekati 1 berarti model sangat baik.
  • Baseline AUPRC = prevalensi kelas positif dalam data.

4. PR Curve vs ROC Curve

Aspek ROC Curve Precision-Recall Curve
Fokus Semua kelas Kelas positif saja
Kuat di Data seimbang Data tidak seimbang
Sumbu Y Sensitivitas (Recall) Precision
Sumbu X 1 - Spesifisitas Recall

5. Visualisasi PR Curve di R

library(PRROC)
## Loading required package: rlang
set.seed(123)
x1 <- rnorm(200)
x2 <- rbinom(200, 1, 0.5)
x3 <- rnorm(200)
lin_pred <- -1 + 1.5 * x1 - 0.7 * x2 + 0.6 * x3
p <- 1 / (1 + exp(-lin_pred))
y <- rbinom(200, 1, p)
data <- data.frame(y = y, x1, x2, x3)
model <- glm(y ~ x1 + x2 + x3, data = data, family = binomial)
prob <- predict(model, type = "response")
pr <- pr.curve(scores.class0 = prob[data$y == 1],
scores.class1 = prob[data$y == 0],
curve = TRUE)
plot(pr)

6. Catatan

• PR Curve sangat informatif untuk aplikasi seperti deteksi penipuan atau diagnosis penyakit langka.

• Gunakan PR Curve saat:

– Kelas positif jauh lebih jarang daripada kelas negatif

– Tujuan aplikasi lebih mementingkan presisi terhadap kelas minoritas

11.12 Pseudo R-squared pada Regresi Logistik

Simulasi Data

Misalkan kita ingin memprediksi apakah seorang mahasiswa akan lulus ujian akhir atau tidak, berdasarkan dua variabel prediktor:

  • motivasi: skor motivasi belajar (skala 0–10)
  • belajar: rata-rata jam belajar per hari
set.seed(42)
n <- 300
motivasi <- runif(n, 0, 10)
belajar <- rnorm(n, mean = 3, sd = 1)
belajar[belajar < 0] <- 0
lin_pred <- -2 + 0.5 * motivasi + 0.8 * belajar
p <- 1 / (1 + exp(-lin_pred))
lulus <- rbinom(n, 1, p)
data <- data.frame(lulus = as.factor(lulus), motivasi, belajar)

Model Logistik dan Null Model

model <- glm(lulus ~ motivasi + belajar, data = data, family = binomial)
model_null <- glm(lulus ~ 1, data = data, family = binomial)

Rumus Likelihood:

\[ R^2_{\text{Cox and Snell}} = 1 - \left( \frac{L_0}{L_M} \right)^{2/n} \]

\[ R^2_{\text{McFadden}} = 1 - \frac{\log L_M}{\log L_0} \]

Dengan:

  • \(L_0\): likelihood model null (tanpa prediktor)
  • \(L_M\): likelihood model penuh

Perhitungan Manual R-squared

logL0 <- logLik(model_null)
logLM <- logLik(model)
L0 <- exp(logL0)
LM <- exp(logLM)
n <- nobs(model)
cox_snell <- 1 - (L0 / LM)^(2 / n)
mcfadden <- 1 - (as.numeric(logLM) / as.numeric(logL0))
r2 <- data.frame(
  R2_Cox_Snell = cox_snell,
  R2_McFadden = mcfadden
)
r2

Perhitungan Otomatis dengan Package Tambahan

Menggunakan pscl

if (!require(pscl)) install.packages("pscl"); library(pscl)
## Loading required package: pscl
## Classes and Methods for R originally developed in the
## Political Science Computational Laboratory
## Department of Political Science
## Stanford University (2002-2015),
## by and under the direction of Simon Jackman.
## hurdle and zeroinfl functions by Achim Zeileis.
pR2(model)
## fitting null model for pseudo-r2
##          llh      llhNull           G2     McFadden         r2ML         r2CU 
##  -86.7357454 -117.8023402   62.1331895    0.2637180    0.1870703    0.3438543

Menggunakan DescTools

if (!require(DescTools)) install.packages("DescTools"); library(DescTools)
PseudoR2(model, which = "all")
##        McFadden     McFaddenAdj        CoxSnell      Nagelkerke   AldrichNelson 
##       0.2637180       0.2382516       0.1870703       0.3438543       0.1715755 
## VeallZimmermann           Efron McKelveyZavoina            Tjur             AIC 
##       0.3900459       0.2427183       0.5084978       0.2367773     179.4714909 
##             BIC          logLik         logLik0              G2 
##     190.5828383     -86.7357454    -117.8023402      62.1331895

Interpretasi

  • Nilai pseudo R² menunjukkan seberapa baik model memprediksi kelulusan mahasiswa berdasarkan skor motivasi dan jam belajar.
  • McFadden R² > 0.2 dapat dianggap sebagai indikasi model yang baik, meskipun nilai ini lebih konservatif dibandingkan R² pada regresi linear.
  • Cox & Snell R² memberikan pendekatan alternatif, tetapi tidak pernah mencapai nilai maksimum 1.
  • Jika nilai pseudo R² rendah, artinya variabel motivasi dan belajar belum cukup menjelaskan variasi dalam probabilitas kelulusan.

12 Distribusi Multinomial

Distribusi multinomial adalah perluasan dari distribusi binomial untuk lebih dari dua kategori.

Jika \(X_1, X_2, \ldots, X_k\) menyatakan banyaknya kejadian dalam masing-masing dari \(k\) kategori, maka:

\[ P(X_1 = x_1, \ldots, X_k = x_k) = \frac{n!}{x_1! x_2! \ldots x_k!} p_1^{x_1} p_2^{x_2} \ldots p_k^{x_k} \]

dengan \(\sum_{i=1}^k x_i = n\) dan \(\sum_{i=1}^k p_i = 1\).

12.1 Studi Kasus

Sebuah survei dilakukan terhadap 20 orang yang diminta memilih satu dari tiga jenis warna favorit: Merah (M), Hitam (H), dan Putih (P).

Hasil survei:

  • Merah: 6 orang
  • Hitam: 8 orang
  • Putih: 6 orang

Probabilitas teoretik preferensi:

  • \(p_M = 0.3\)
  • \(p_H = 0.4\)
  • \(p_P = 0.3\)

Pertanyaannya: Berapa peluang bahwa dalam 20 orang akan ada 6 yang memilih Merah, 8 memilih Hitam dan 6 memilih Putih?

Rumus Distribusi Multinomial

Distribusi peluang multinomial:

\[ P(X_1 = x_1, \ldots, X_k = x_k) = \frac{n!}{x_1! x_2! \ldots x_k!} p_1^{x_1} p_2^{x_2} \ldots p_k^{x_k} \]

Dengan:

  • \(n = 20\), \(x_1 = 6\), \(x_2 = 8\), \(x_3 = 6\)
  • \(p_1 = 0.3\), \(p_2 = 0.4\), \(p_3 = 0.3\)

Perhitungan Manual di R

n <- 20
x <- c(6, 8, 6)
p <- c(0.3, 0.4, 0.3)
# Hitung komponen-koefisien
faktorial_total <- factorial(n)
faktorial_x <- prod(factorial(x))
koefisien <- faktorial_total / faktorial_x
# Hitung peluang
peluang <- koefisien * prod(p^x)
peluang
## [1] 0.0405391

Probabilitas bahwa 6 orang memilih Merah, 8 Hitam, dan 6 Putih (dengan proporsi preferensi 0.3, 0.4, dan 0.3) adalah 0.0405391. Distribusi multinomial digunakan untuk menghitung peluang dalam percobaan dengan beberapa kategori hasil. Rumus dasarnya merupakan generalisasi dari binomial untuk lebih dari dua kategori.

12.2 Multinomial Logistic Regression

Model ini digunakan untuk memodelkan hubungan antara satu variabel respon kategorik (>2 kategori) dan satu atau lebih variabel prediktor.

Misalkan \(Y\) memiliki \(K\) kategori, dan kita pilih referensi (baseline) kategori \(K\), maka model logit untuk kategori \(j\) adalah:

\[ \log \left( \frac{P(Y = j)}{P(Y = K)} \right) = \beta_{0} + \beta_{1j}x_{1} + \cdots + \beta_{pj}x_{p} \]

untuk \(j = 1, 2, \ldots, K - 1\).

12.2.1 Baseline-category logit model

Baseline-category logit model adalah model regresi logistik untuk variabel respon kategorik dengan lebih dari dua kategori (nominal). Model ini menggunakan satu kategori sebagai acuan (baseline) dan membandingkan kategori lainnya terhadap baseline tersebut dalam bentuk logit:

\[ \log \left( \frac{\pi_j}{\pi_c} \right), \quad j = 1, \ldots, c - 1 \]

dengan:

  • \(\pi_j\) adalah probabilitas respon berada di kategori \(j\)
  • \(\pi_c\) adalah probabilitas respon berada di kategori acuan (baseline)

Maka, terdapat sebanyak \((c - 1)\) fungsi logit.

Catatan: Kategori baseline bisa ditentukan secara eksplisit, tetapi default di R adalah kategori terakhir.

Model Regresi

Jika terdapat satu prediktor \(x\), maka bentuk umum model logit-nya adalah:

\[ \log \left( \frac{\pi_j}{\pi_c} \right) = \alpha_j + \beta_j x, \quad j = 1, \ldots, c - 1 \]

Contoh Kasus: 3 Kategori Respon

Misalkan respon \(Y\) memiliki tiga kategori: \(Y \in \{1, 2, 3\}\), dan kita gunakan kategori ke-3 sebagai baseline. Maka:

\[ \log \left( \frac{\pi_1}{\pi_3} \right) = \alpha_1 + \beta_1 x \]

\[ \log \left( \frac{\pi_2}{\pi_3} \right) = \alpha_2 + \beta_2 x \]

Terdapat dua model logit, satu untuk perbandingan kategori 1 dengan 3, dan satu lagi untuk kategori 2 dengan 3.

Relasi Antar Kategori

Jika ingin menghitung logit antara kategori 1 dan 2:

\[ \log \left( \frac{\pi_1}{\pi_2} \right) = \log \left( \frac{\pi_1 / \pi_3}{\pi_2 / \pi_3} \right) = \log \left( \frac{\pi_1}{\pi_3} \right) - \log \left( \frac{\pi_2}{\pi_3} \right) \] \[ = (\alpha_1 + \beta_1 x) - (\alpha_2 + \beta_2 x) = (\alpha_1 - \alpha_2) + (\beta_1 - \beta_2)x \] Model Baseline-category Logit:

  • Digunakan untuk respon dengan kategori > 2
  • Menghasilkan \((c - 1)\) fungsi logit terhadap satu baseline
  • Logit antara kategori selain baseline dapat dihitung dari selisih dua logit terhadap baseline
  • Implementasi di R menggunakan fungsi multinom() dari package nnet, dan kategori baseline bisa ditentukan dengan relevel().

12.2.2 Estimasi Parameter

Estimasi dilakukan menggunakan metode maximum likelihood dengan algoritma iteratif seperti Newton-Raphson.

Log-likelihood:

\[ l(\beta) = \sum_{i=1}^n \sum_{j=1}^K y_{ij} \log (\pi_{ij}) \]

dengan \(\pi_{ij} = P(Y = j | x_i)\) dan \(y_{ij} = 1\) jika \(Y_i = j\), 0 jika tidak.

12.3 Contoh Kasus

Sebuah perusahaan logistik ingin memahami faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi kendaraan yang digunakan oleh karyawan: Mobil Pribadi, Transportasi Umum, atau Sepeda Motor.

Perusahaan melakukan survei terhadap 150 karyawan dan mengumpulkan data berikut:

• Kendaraan: Kendaraan yang dipilih (Mobil Pribadi, Transportasi Umum, Sepeda Motor)

• Age: Usia karyawan

• Status : Status pernikahan karyawan (Lajang,nikah,cerai)

• Jarak Tempuh: Waktu tempuh dari rumah ke kantor (dalam km)

Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana usia, status, dan jarak tempuh memengaruhi pilihan kendaraan.

12.4 Simulasi Data

set.seed(123)
n <- 300
Status <- sample(c("Lajang", "Menikah", "Cerai"), n, replace = TRUE)
Age <- round(rnorm(n, mean = 30, sd = 5))
Jarak <- round(pmax(rnorm(n, mean = 15, sd = 7), 0))
# Simulasikan Device berdasarkan probabilitas berbeda per status
Kendaraan <- sapply(Status, function(dep) {
if (dep == "Lajang") {
sample(c("Mobil", "Transum", "Motor"), size = 1, prob = c(0.1, 0.2, 0.7))
} else if (dep == "Nikah") {
sample(c("Mobil", "Transum", "Motor"), size = 1, prob = c(0.8, 0.1, 0.1))
} else {
sample(c("Mobil", "Transum", "Motor"), size = 1, prob = c(0.3, 0.5, 0.2))
}
})
df <- data.frame(Kendaraan = factor(Kendaraan), Age, Status = factor(Status), Jarak)
df$Kendaraan <- relevel(df$Kendaraan, ref = "Mobil") # baseline
head(df)

12.5 Estimasi Model

library(nnet)
model_mnlogit <- multinom(Kendaraan ~ Age + Status + Jarak, data = df)
## # weights:  18 (10 variable)
## initial  value 329.583687 
## iter  10 value 287.466571
## final  value 286.839538 
## converged
summary(model_mnlogit)
## Call:
## multinom(formula = Kendaraan ~ Age + Status + Jarak, data = df)
## 
## Coefficients:
##         (Intercept)         Age StatusLajang StatusMenikah      Jarak
## Motor    -0.7453106 0.009001284    2.0864444    -0.2324477 0.02481585
## Transum  -1.4672665 0.056041178    0.2223544    -0.1886799 0.01784910
## 
## Std. Errors:
##         (Intercept)        Age StatusLajang StatusMenikah      Jarak
## Motor     1.0119714 0.03155276    0.4314462     0.3961032 0.02459451
## Transum   0.9754311 0.03026287    0.4487523     0.3454233 0.02371642
## 
## Residual Deviance: 573.6791 
## AIC: 593.6791

12.6 Nilai P-Value dan Interpretasi

z <- summary(model_mnlogit)$coefficients / summary(model_mnlogit)$standard.errors
pval <- 2 * (1 - pnorm(abs(z)))
round(pval, 4)
##         (Intercept)    Age StatusLajang StatusMenikah  Jarak
## Motor        0.4614 0.7754       0.0000        0.5573 0.3130
## Transum      0.1325 0.0641       0.6203        0.5849 0.4517

Interpretasi:

• Koefsien untuk kategori “Motor” dan “Transum” dibandingkan dengan baseline “Laptop”

• Nilai p-value kecil (<0.05) menunjukkan variabel tersebut signifkan memengaruhi preferensi perangkat.

12.7 Prediksi dan Validasi

df$Predicted <- predict(model_mnlogit)
table(Predicted = df$Predicted, Actual = df$Kendaraan)
##          Actual
## Predicted Mobil Motor Transum
##   Mobil       8    10       9
##   Motor      11    79      22
##   Transum    51    36      74

12.8 Kesimpulan

Model regresi logistik multinomial berhasil digunakan untuk:

• Menganalisis hubungan antara atribut karyawan dan preferensi kendaraan

• Mengetahui faktor signifkan yang memengaruhi pilihan

• Memungkinkan prediksi jenis kendaraan yang dipilih oleh karyawan baru berdasarkan karakteristiknya

13 Regresi Logistik Ordinal

Regresi logistik ordinal digunakan ketika variabel respon \(Y\) bersifat ordinal (memiliki urutan), misalnya tingkat kepuasan: Rendah, Sedang, Tinggi.

Model ini berbeda dengan:

• Regresi logistik biner: hanya 2 kategori

• Regresi logistik multinomial: kategori > 2 tetapi tidak berurutan

13.1 Konsep Cumulative Logit Model

Model yang digunakan adalah Cumulative Logit Model dengan asumsi proportional odds:

\[ \log \left( \frac{P(Y \leq j)}{P(Y > j)} \right) = \alpha_j + \beta x \]

  • \(\alpha_j\): intercept khusus untuk kategori ke-\(j\)
  • \(\beta\): koefisien regresi (sama untuk semua kategori kumulatif)

Untuk \(c\) kategori, terdapat \((c - 1)\) model logit kumulatif.

13.2 Interpretasi Koefisien

Koefisien \(\beta\) menjelaskan efek \(x\) terhadap kemungkinan berada pada kategori yang lebih rendah atau sama.

  • Jika \(\beta > 0\): semakin besar \(x\), semakin tinggi peluang berada di kategori rendah.
  • Jika \(\beta < 0\): semakin besar \(x\), semakin besar peluang berada di kategori tinggi.

Odds ratio ditulis:

\[ \text{OR} = e^\beta \]

13.3 Contoh Data: Kepuasan Pelanggan

Misal kita memiliki data fiktif tingkat kenyamanan warga perumahan (1: Tidak Nyaman, 2: Nyaman, 3: Sangat Nyaman) terhadap kinerja satpam:

set.seed(123)
n <- 175
kinerja <- round(runif(n, 1, 10))
kenyamanan <- cut(4 + 0.5*kinerja + rnorm(n),
breaks = c(-Inf, 5.5, 7.5, Inf),
labels = c("Tidak Nyaman", "Nyaman", "Sangat Nyaman"),
ordered_result = TRUE)
df <- data.frame(kenyamanan, kinerja)
head(df)

13.4 Estimasi Model Ordinal

model_ord <- polr(kenyamanan ~ kinerja, data = df, Hess = TRUE)
summary(model_ord)
## Call:
## polr(formula = kenyamanan ~ kinerja, data = df, Hess = TRUE)
## 
## Coefficients:
##         Value Std. Error t value
## kinerja 1.062     0.1187    8.94
## 
## Intercepts:
##                      Value  Std. Error t value
## Tidak Nyaman|Nyaman  3.5343 0.5055     6.9921 
## Nyaman|Sangat Nyaman 7.2007 0.8082     8.9094 
## 
## Residual Deviance: 220.4452 
## AIC: 226.4452

13.5 Nilai P-Value

(ctable <- coef(summary(model_ord)))
##                         Value Std. Error  t value
## kinerja              1.061508  0.1187355 8.940111
## Tidak Nyaman|Nyaman  3.534253  0.5054614 6.992131
## Nyaman|Sangat Nyaman 7.200681  0.8082091 8.909428
p <- pnorm(abs(ctable[, "t value"]), lower.tail = FALSE) * 2
(ctable <- cbind(ctable, "p value" = round(p, 4)))
##                         Value Std. Error  t value p value
## kinerja              1.061508  0.1187355 8.940111       0
## Tidak Nyaman|Nyaman  3.534253  0.5054614 6.992131       0
## Nyaman|Sangat Nyaman 7.200681  0.8082091 8.909428       0

13.6 Prediksi Probabilitas

newdata <- data.frame(kinerja = 5:9)
predict(model_ord, newdata = newdata, type = "probs")
##   Tidak Nyaman    Nyaman Sangat Nyaman
## 1  0.145133725 0.7239792     0.1308870
## 2  0.055472471 0.6412270     0.3033005
## 3  0.019912261 0.4228699     0.5572178
## 4  0.006979217 0.2086389     0.7843818
## 5  0.002425417 0.0844105     0.9131641

13.7 Goodness-of-Fit dan Proportional Odds

Model cumulative logit mengasumsikan efek prediktor sama untuk setiap cutoff. Jika tidak, pertimbangkan model non-proportional odds seperti generalized ordinal model.

13.8 Alternatif Model Ordinal

Selain cumulative logit, model ordinal lainnya:

• Adjacent-category logit

• Continuation-ratio (sequential) logit

Model tersebut dapat digunakan saat asumsi proportional odds tidak terpenuhi

13.9 Kesimpulan

  • Regresi ordinal efektif untuk respon berurutan.
  • Model cumulative logit menginterpretasikan efek dalam bentuk log-odds kumulatif.
  • Implementasi di R dengan fungsi polr() dari package MASS.

Jika diperlukan validasi lanjut, bisa digunakan uji devian atau likelihood ratio test.

13.10 Asumsi Paralelisme dalam Regresi Logistik Ordinal

Model regresi logistik ordinal yang paling umum digunakan adalah Cumulative Logit Model dengan asumsi Proportional Odds.

Asumsi ini dikenal juga sebagai asumsi paralelisme (parallel lines assumption).

Asumsi paralelisme menyatakan bahwa koefisien regresi (\(\beta\)) sama untuk setiap kategori kumulatif dari variabel respon.

Bentuk umum model:

\[ \log\left(\frac{P(Y \leq j)}{P(Y > j)}\right) = \alpha_j + \beta x \]

Untuk \(j = 1, 2, \dots, c - 1\):

  • Hanya intercept (\(\alpha_j\)) yang berbeda-beda.
  • Koefisien \(\beta\) tetap sama untuk semua logit fungsi kumulatif.

Visualisasi: Dalam asumsi paralelisme, kurva logit kumulatif dari tiap kategori terhadap prediktor akan memiliki kemiringan yang sama (paralel), hanya berbeda posisi (intercept).

Konsekuensi Pelanggaran Asumsi

Jika asumsi ini tidak terpenuhi:

  • Efek prediktor berbeda untuk setiap batas kategori.
  • Model cumulative logit tidak valid.
  • Perlu digunakan model alternatif:
    • Generalized Ordinal Logistic Regression
    • Partial Proportional Odds Model

Pengujian Asumsi Paralelisme

Untuk memeriksa validitas asumsi, dapat digunakan:

  • Likelihood Ratio Test antara model proportional dan non-proportional
  • Brant Test (pada regresi ordinal)

Kesimpulan

• Asumsi paralelisme penting untuk validitas model cumulative logit.

• Menyederhanakan interpretasi karena efek prediktor konstan.

• Jika tidak terpenuhi, gunakan model ordinal alternatif.

14 Log Linear Model

Analisis data kategorikal memegang peranan penting dalam statistika terapan karena banyak kejadian di dunia nyata menghasilkan data dalam kategori, seperti jenis kelamin, status pekerjaan, tingkat pendidikan, preferensi konsumen, atau diagnosis medis. Data yang berbentuk kategori ini biasanya dianalisis dengan menggunakan tabel kontingensi, model log-linier, dan model regresi logistik. Setiap metode memiliki keuntungan dan kerugian yang bervariasi tergantung pada tujuan analisis serta struktur data.

Tabel kontingensi berfungsi sebagai langkah awal untuk mengeksplorasi hubungan antara dua atau lebih variabel kategorikal. Contohnya, dalam penelitian mengenai dampak obat terhadap serangan jantung, tabel kontingensi dapat menunjukkan jumlah pasien yang mengalami atau tidak mengalami serangan jantung berdasarkan obat yang digunakan. Tabel ini berperan dalam mengidentifikasi pola-pola awal serta menghitung ukuran asosiasi seperti odds ratio, risk ratio, dan statistik chi-square untuk menguji independensi antara variabel.

Namun, untuk menciptakan model statistik yang dapat mengontrol efek dari berbagai variabel dan interaksinya secara bersamaan, model log-linier menjadi sangat bermanfaat. Model log-linier merupakan tipe khusus dari Generalized Linear Model (GLM) yang diterapkan pada frekuensi sel dalam tabel kontingensi dan mengasumsikan distribusi Poisson. Berbeda dengan regresi logistik, model log-linier tidak menentukan variabel mana yang dependen dan mana yang independen, melainkan memperlakukannya secara simetris. Model ini lebih sesuai bila tujuan analisis adalah untuk memahami struktur asosiasi atau independensi antar variabel, alih-alih untuk tujuan prediksi.

Struktur model log-linier ditentukan oleh efek utama dari masing-masing variabel serta interaksi di antara mereka. Sebagai contoh, dalam tabel kontingensi tiga arah (seperti: jenis kelamin, status merokok, dan penyakit paru-paru), model ini mampu mengidentifikasi apakah interaksi antara dua variabel cukup untuk menjelaskan data, atau apakah interaksi tiga arah diperlukan untuk memahami struktur asosiasi yang ada. Penyesuaian model bisa dilakukan melalui metode uji rasio kemungkinan untuk membandingkan model yang lebih sederhana dengan yang lebih rumit.

Sebaliknya, regresi logistik adalah metode yang paling umum dipakai ketika satu variabel kategorikal secara spesifik dianggap sebagai variabel dependen (misalnya, kejadian penyakit: ya/tidak) dan satu atau lebih variabel kategorik maupun numerik berfungsi sebagai prediktor. Model ini mengkaji logit dari probabilitas kejadian (atau log odds), dan sangat berguna dalam penelitian observasional serta eksperimental untuk menjelaskan atau meramalkan kemungkinan suatu hasil. Regresi logistik juga memiliki variasi untuk outcome kategorik yang lebih dari dua kelas, termasuk regresi logistik multinomial dan regresi logistik ordinal.

Oleh karena itu, meskipun ketiga metode ini beroperasi pada data kategorikal, tabel kontingensi bersifat deskriptif, model log-linier bersifat eksploratif dalam hubungan simetris, sedangkan regresi logistik adalah alat prediktif untuk outcome kategorikal. Pemilihan metode yang tepat sangat bergantung pada apakah analisis berfokus pada deskripsi, eksplorasi struktur, atau prediksi hasil berdasarkan variabel penjelas. Paduan ketiga metode ini sering dijumpai dalam praktik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang data kategorikal yang dianalisis.

Ringkasan Dalam analisis data kategorikal, terdapat beberapa metode statistik yang umum dipakai, di antaranya: 1. Tabel Kontingensi: menampilkan frekuensi gabungan dari dua atau lebih variabel kategorikal. 2. Model Log-linier: digunakan untuk memodelkan struktur asosiasi di dalam tabel kontingensi tanpa menganggap adanya variabel dependen. 3. Model Regresi Logistik: digunakan untuk memodelkan probabilitas dari kategori variabel dependen berdasarkan variabel independen.

Meskipun ketiga metode ini dapat diaplikasikan pada data kategorikal, pendekatan dan cara interpretasinya sangatlah berbeda.

Tabel Kontingensi

Tabel kontingensi menyajikan jumlah frekuensi dari kombinasi kategori antar variabel.

Contoh tabel 2x2:

table_data <- matrix(c(21, 15, 2, 3), nrow=2,
dimnames = list(Metode = c("Surgery", "Radiation Therapy"),
Status = c("Sembuh", "Tidak")))
table_data
##                    Status
## Metode              Sembuh Tidak
##   Surgery               21     2
##   Radiation Therapy     15     3

Tabel kontingensi bersifat deskriptif dan tidak melibatkan pemodelan probabilitas

Model Loglinear

Model loglinear memodelkan logaritma dari ekspektasi frekuensi sel dalam tabel kontingensi.

\[ \log(\mu_{ij}) = \mu + \lambda^A_i + \lambda^B_j + \lambda^{AB}_{ij} \]

library(MASS)
loglm(~ Metode + Status, data = table_data)
## Call:
## loglm(formula = ~Metode + Status, data = table_data)
## 
## Statistics:
##                        X^2 df  P(> X^2)
## Likelihood Ratio 0.5947604  1 0.4405842
## Pearson          0.5991546  1 0.4389008

Model Regresi Logistik

Model regresi logistik biner:

\[ \log\left( \frac{p}{1 - p} \right) = \beta_0 + \beta_1 x \]

Contoh:

data_glm <- data.frame(
Status = c(1, 0, 1, 0),
Metode = factor(c("Surgery", "Surgery", "Radiation Therapy", "Radiation Therapy")),
Frek = c(21, 15, 2, 3)
)
model_logit <- glm(Status ~ Metode, weights = Frek, family = binomial, data = data_glm)
summary(model_logit)
## 
## Call:
## glm(formula = Status ~ Metode, family = binomial, data = data_glm, 
##     weights = Frek)
## 
## Coefficients:
##               Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## (Intercept)    -0.4055     0.9129  -0.444    0.657
## MetodeSurgery   0.7419     0.9735   0.762    0.446
## 
## (Dispersion parameter for binomial family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 56.227  on 3  degrees of freedom
## Residual deviance: 55.632  on 2  degrees of freedom
## AIC: 59.632
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 4

Perbandingan Ketiga Pendekatan

Aspek Tabel Kontingensi Model Loglinear Regresi Logistik
Tujuan Deskripsi frekuensi Deteksi asosiasi Prediksi probabilitas
Variabel dependen Tidak ada Tidak ada (intersit) Ada (eksplisit)
Distribusi Tidak diasumsikan Poisson (frekuensi sel) Binomial ( probabilitas)
Bentuk Model Tidak ada GLM: log(μ) ~ efek GLM: logit(p) ~ prediktor
Cocok untuk Eksplorasi awal Tabel > 2 variabel Studi prediktif

14.1 Tabel Kontingensi dan Model Loglinier

Tabel kontingensi menyajikan frekuensi dari kombinasi kategori antar dua atau lebih variabel. Misal:

# Contoh tabel 2x2
matrix(c(21, 15, 2, 3), nrow=2,
dimnames = list(Metode = c("Surgery", "Radiation Therapy"),
Status = c("Sembuh", "Tidak")))
##                    Status
## Metode              Sembuh Tidak
##   Surgery               21     2
##   Radiation Therapy     15     3

Model log-linier untuk tabel I x J dapat dituliskan: \[ \log(\mu_{ij}) = \mu + \lambda^A_i + \lambda^B_j + \lambda^{AB}_{ij} \]

14.2 Model Saturated

Model saturated atau model penuh menyertakan seluruh efek utama dan interaksi:

• Cocok sempurna terhadap data

• Tidak mengasumsikan independensi antar variabel

Contoh formulasi untuk tabel 2x2:

# Data
library(MASS)
data <- matrix(c(21, 2, 15, 3), nrow=2, byrow=TRUE)
dimnames(data) <- list(Metode = c("Surgery", "Radiation Therapy"), Status = c("Sembuh", "Tidak"))
ftable(data)
##                   Status Sembuh Tidak
## Metode                               
## Surgery                      21     2
## Radiation Therapy            15     3

Model saturated dapat dipasang dengan loglm dari package {MASS}:

model_saturated <- loglm(~ Metode * Status, data = data)
summary(model_saturated)
## Formula:
## ~Metode * Status
## attr(,"variables")
## list(Metode, Status)
## attr(,"factors")
##        Metode Status Metode:Status
## Metode      1      0             1
## Status      0      1             1
## attr(,"term.labels")
## [1] "Metode"        "Status"        "Metode:Status"
## attr(,"order")
## [1] 1 1 2
## attr(,"intercept")
## [1] 1
## attr(,"response")
## [1] 0
## attr(,".Environment")
## <environment: R_GlobalEnv>
## 
## Statistics:
##                  X^2 df P(> X^2)
## Likelihood Ratio   0  0        1
## Pearson            0  0        1

14.3 Model Independent

Model independen mengasumsikan bahwa tidak ada interaksi antara variabel:

\[ \log(\mu_{ij}) = \mu + \lambda^T_i + \lambda^B_j \] Model ini menguji hipotesis bahwa variabel X dan Y saling independen.

model_indep <- loglm(~ Metode + Status, data = data)
summary(model_indep)
## Formula:
## ~Metode + Status
## attr(,"variables")
## list(Metode, Status)
## attr(,"factors")
##        Metode Status
## Metode      1      0
## Status      0      1
## attr(,"term.labels")
## [1] "Metode" "Status"
## attr(,"order")
## [1] 1 1
## attr(,"intercept")
## [1] 1
## attr(,"response")
## [1] 0
## attr(,".Environment")
## <environment: R_GlobalEnv>
## 
## Statistics:
##                        X^2 df  P(> X^2)
## Likelihood Ratio 0.5947604  1 0.4405842
## Pearson          0.5991546  1 0.4389008

14.4 Odds Ratio dan Interpretasi

Odds ratio untuk tabel 2x2:

\[ OR = \frac{n_{11}n_{22}}{n_{12}n_{21}} \]

Interpretasi nilai OR:

  • OR = 1: Tidak ada asosiasi
  • OR > 1: Asosiasi positif
  • OR < 1: Asosiasi negatif

14.5 Estimasi Parameter

Dalam model saturated:

  • Estimasi dilakukan dengan pembatasan seperti sum-to-zero
  • Estimasi parameter dilakukan dengan iterative proportional fitting (IPF)
# Estimasi odds ratio dan log-odds
logOR <- log((data[1,1] * data[2,2]) / (data[1,2] * data[2,1]))
logOR
## [1] 0.7419373

14.6 Model Lebih Sederhana dan Perbandingan Model

Perbandingan antar model dilakukan dengan menggunakan statistik deviance (G²) atau likelihood ratio test.

anova(model_indep, model_saturated)
## LR tests for hierarchical log-linear models
## 
## Model 1:
##  ~Metode + Status 
## Model 2:
##  ~Metode * Status 
## 
##            Deviance df Delta(Dev) Delta(df) P(> Delta(Dev)
## Model 1   0.5947604  1                                    
## Model 2   0.0000000  0  0.5947604         1        0.44058
## Saturated 0.0000000  0  0.0000000         0        1.00000

15 Model Log Linear pada Tabel Kontingensi

Model log-linear adalah model yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua atau lebih variabel kategorik yang disajikan dalam tabel kontingensi. Model ini mengasumsikan bahwa logaritma dari nilai ekspektasi frekuensi sel (\(\mu_{ij}\)) dapat dinyatakan sebagai penjumlahan efek variabel dan (bila perlu) interaksinya. Untuk tabel 2x2

\[ \log(\mu_{ij}) = \lambda + \lambda^A_i + \lambda^B_j + \lambda^{AB}_{ij} \]

15.1 Perbedaan Utama antara Model Log Linear dan Model Regresi Logistik

  • Model log-linear digunakan untuk memodelkan frekuensi (count) pada tabel kontingensi dan menguji asosiasi antar variabel kategorik, tanpa menganggap ada variabel respon dan prediktor.
  • Model regresi logistik digunakan untuk memodelkan probabilitas kejadian suatu outcome (biner) berdasarkan satu atau lebih prediktor (bisa kategorik maupun kontinu).

15.2 Estimasi Parameter log linear 2 arah

Sistem Persamaan Model Log-Linear

\[ \begin{align*} \log(\mu_{11}) &= \lambda + \lambda^A_1 + \lambda^B_1 + \lambda^{AB}_{11} \\ \log(\mu_{12}) &= \lambda + \lambda^A_1 + \lambda^B_2 + \lambda^{AB}_{12} \\ \log(\mu_{21}) &= \lambda + \lambda^A_2 + \lambda^B_1 + \lambda^{AB}_{21} \\ \log(\mu_{22}) &= \lambda + \lambda^A_2 + \lambda^B_2 + \lambda^{AB}_{22} \end{align*} \] Constraint Sum-to-Zero

\[ \begin{aligned} &\lambda^A_1 + \lambda^A_2 = 0 \\ &\lambda^B_1 + \lambda^B_2 = 0 \\ &\lambda^{AB}_{11} + \lambda^{AB}_{12} + \lambda^{AB}_{21} + \lambda^{AB}_{22} = 0 \end{aligned} \]

Rumus Estimasi Parameter dengan Sum-to-Zero Constraint

\[ \lambda^A_1 = \frac{1}{2} \left[ (\log \mu_{11} + \log \mu_{12}) - (\log \mu_{21} + \log \mu_{22}) \right] \]

\[ \lambda^B_1 = \frac{1}{2} \left[ (\log \mu_{11} + \log \mu_{21}) - (\log \mu_{12} + \log \mu_{22}) \right] \]

\[ \lambda^{AB}_{12} = \frac{1}{4} \left[ \log \mu_{12} - \log \mu_{11} - \log \mu_{22} + \log \mu_{21} \right] \]

15.3 Analisis Data Tabel Kontingensi 2x2

Diberikan data:

Cancer Controlled Cancer Not Controlled Total
Surgery 21 2 23
Radiation Therapy 15 3 18
Total 36 5 41

Source : Reprinted with permisiion from W.M. Mendenhall, R.R. Million D.E. Sharkey, and N.J. Cassisi, Internat. J. Radiat. Oncol. Biol. Phys. 10: 357-363 (1984), Pergamon Press plc.

15.4 Bentuk Model Log-Linear

Model log-linear pada tabel 2x2:

\[ \log(\mu_{ij}) = \lambda + \lambda^A_i + \lambda^B_j + \lambda^{AB}_{ij} \]

dengan constraint sum-to-zero:

\[ \sum_i \lambda^A_i = 0,\quad \sum_j \lambda^B_j = 0,\quad \sum_{i,j} \lambda^{AB}_{ij} = 0 \]

15.5 Estimasi Parameter Model (Manual, Sum-to-zero)

Misalkan:

  • A1 = Surgery, A2 = Radiation Therapy
  • B1 = Cancer Controlled, B2 = Cancer Not Controlled

Observasi:

  • \(n_{11} = 21\), \(n_{12} = 2\)
  • \(n_{21} = 15\), \(n_{22} = 3\)

\[ \begin{aligned} \log(\mu_{11}) &= \lambda + \lambda^A_1 + \lambda^B_1 + \lambda^{AB}_{11} \\ \log(\mu_{12}) &= \lambda + \lambda^A_1 + \lambda^B_2 + \lambda^{AB}_{12} \\ \log(\mu_{21}) &= \lambda + \lambda^A_2 + \lambda^B_1 + \lambda^{AB}_{21} \\ \log(\mu_{22}) &= \lambda + \lambda^A_2 + \lambda^B_2 + \lambda^{AB}_{22} \end{aligned} \]

Dengan constraint sum-to-zero:

\[ \begin{aligned} &\lambda^A_1 + \lambda^A_2 = 0 \\ &\lambda^B_1 + \lambda^B_2 = 0 \\ &\lambda^{AB}_{11} + \lambda^{AB}_{12} + \lambda^{AB}_{21} + \lambda^{AB}_{22} = 0 \end{aligned} \]

Langkah-langkah:

1. Hitung rata-rata log frekuensi sel:

\[ \lambda = \frac{1}{4} \sum_{i=1}^{2} \sum_{j=1}^{2} \log(n_{ij}) \]

\[ = \frac{1}{4} (\log(21) + \log(2) + \log(15) + \log(3)) \]

\[ = \frac{1}{4} (3.0445 + 0.6931 + 2.7081 + 1.0986) \]

\[ = 1.8861 \]

2. Efek utama A (Merokok):

\[ \lambda^A_1 = \frac{1}{2} \left[ (\log(21) + \log(2)) - (\log(15) + \log(3)) \right] \]

\[ = \frac{1}{2} \left[ (3.0445 + 0.6931) - (2.7081 + 1.0986) \right] \]

\[ = \frac{1}{2} (3.7376 - 3.8067) = \frac{1}{2} (-0.0691) \]

\[ = -0.0346 \]

\[ \lambda^A_2 = 0.0346 \]

3. Efek utama B (Status):

\[ \lambda^B_1 = \frac{1}{2} \left[ (\log(21) + \log(15)) - (\log(2) + \log(3)) \right] \]

\[ = \frac{1}{2} \left[ (3.0445 + 2.7081) - (0.6931 + 1.0986) \right] \]

\[ = \frac{1}{2} (5.7526 - 1.7917) = \frac{1}{2} (3.9609) \]

\[ = 1.9805 \]

\[ \lambda^B_2 = -1.9805 \]

4. Efek interaksi:

\[ \lambda^{AB}_{11} = \frac{1}{4} \left[ \log(21) - \log(2) - \log(15) + \log(3) \right] \]

\[ = \frac{1}{4} \left[ 3.0445 - 0.6931 - 2.7081 + 1.0986 \right] \]

\[ = \frac{1}{4} (0.7419) = 0.1855 \]

\[ \lambda^{AB}_{12} = -\lambda^{AB}_{11} = -0.1855 \]

\[ \lambda^{AB}_{21} = -0.1855 \]

\[ \lambda^{AB}_{22} = +0.1855 \]

Ringkasan parameter:

\[ \lambda = 1.8861 \]

\[ \lambda^A_1 = -0.0346, \quad \lambda^A_2 = +0.0346 \]

\[ \lambda^B_1 = +1.9805, \quad \lambda^B_2 = -1.9805 \]

\[ \lambda^{AB}_{11} = 0.1855, \quad \lambda^{AB}_{12} = -0.1855, \quad \lambda^{AB}_{21} = -0.1855, \quad \lambda^{AB}_{22} = 0.1855 \]

15.6 Hitung Odds Ratio dan Interval Kepercayaan

\[ \text{OR} = \frac{n_{11}n_{22}}{n_{12}n_{21}} = \frac{21 \times 3}{2 \times 15} = \frac{63}{30} = 2.1 \]

Log odds ratio:

\[ \log(\text{OR}) = \log(2.1) = 0.7419 \]

Standard error (SE):

\[ SE = \sqrt{\frac{1}{n_{11}} + \frac{1}{n_{12}} + \frac{1}{n_{21}} + \frac{1}{n_{22}}} \]

\[ = \sqrt{\frac{1}{21} + \frac{1}{2} + \frac{1}{15} + \frac{1}{3}} = \sqrt{0.0476 + 0.5 + 0.0667 + 0.3333} = \sqrt{0.9476} = 0.9734 \]

95% Confidence Interval for log(OR):

\[ \log(OR) \pm 1.96 \times SE = 0.3222 \pm 1.96 \times 0.9734 \]

\[ = (0.3222 - 1.9079,\ 0.3222 + 1.9079) = (-1.5857,\ 2.2301) \] Back-transform to get CI for OR:

\[ \text{Lower} = \exp(-1.5857) = 0.2050 \]

\[ \text{Upper} = \exp(2.2301) = 9.3005 \]

Jadi, OR = 6 (95% CI: 0.2050 – 9.3005)

15.7 Fitting Model Log Linear dengan R

# Data 2x2
tabel <- matrix(c(21, 2, 15, 3), nrow = 2, byrow = TRUE)
colnames(tabel) <- c("Cancer Controlled", "Cancer Not Controlled")
rownames(tabel) <- c("Surgery", "Radiation Therapy")
tabel
##                   Cancer Controlled Cancer Not Controlled
## Surgery                          21                     2
## Radiation Therapy                15                     3
data <- as.data.frame(as.table(tabel))
colnames(data) <- c("Metode", "Status", "Freq")
data
# Model tanpa interaksi
fit_no_inter <- glm(Freq ~ Metode + Status, family = poisson(), data = data)
summary(fit_no_inter)
## 
## Call:
## glm(formula = Freq ~ Metode + Status, family = poisson(), data = data)
## 
## Coefficients:
##                             Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
## (Intercept)                   3.0054     0.2165  13.883  < 2e-16 ***
## MetodeRadiation Therapy      -0.2451     0.3147  -0.779    0.436    
## StatusCancer Not Controlled  -1.9741     0.4773  -4.136 3.53e-05 ***
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for poisson family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 27.63894  on 3  degrees of freedom
## Residual deviance:  0.59476  on 1  degrees of freedom
## AIC: 21.648
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 4
# Model dengan interaksi
fit_inter <- glm(Freq ~ Metode * Status, family = poisson(), data = data)
summary(fit_inter)
## 
## Call:
## glm(formula = Freq ~ Metode * Status, family = poisson(), data = data)
## 
## Coefficients:
##                                                     Estimate Std. Error z value
## (Intercept)                                           3.0445     0.2182  13.952
## MetodeRadiation Therapy                              -0.3365     0.3381  -0.995
## StatusCancer Not Controlled                          -2.3514     0.7400  -3.177
## MetodeRadiation Therapy:StatusCancer Not Controlled   0.7419     0.9735   0.762
##                                                     Pr(>|z|)    
## (Intercept)                                          < 2e-16 ***
## MetodeRadiation Therapy                              0.31959    
## StatusCancer Not Controlled                          0.00149 ** 
## MetodeRadiation Therapy:StatusCancer Not Controlled  0.44596    
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for poisson family taken to be 1)
## 
##     Null deviance:  2.7639e+01  on 3  degrees of freedom
## Residual deviance: -1.3323e-15  on 0  degrees of freedom
## AIC: 23.053
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 3

15.8 Interpretasi Parameter

  • Parameter utama (intercept) menunjukkan rata-rata log frekuensi sel.

  • Efek “Metode” dan “Status” menunjukkan perbedaan log frekuensi antar kategori.

Nilai log(2.1) = 0.7419 sama dengan efek interaksi output R

15.9 Analisis Data Tabel Kontingensi 2x3

Suatu survei dilakukan untuk mengetahui hubungan antara Jenis Kelamin (Laki-laki/Perempuan) dan Kategori UPAH (Rendah (Dibawah UMR)/Standar (UMR)/Tinggi (Diatas UMR)):

Upah Rendah Upah Standar Upah Tinggi
Laki-laki 24 40 32
Perempuan 9 12 20

Data merupakan data simulasi

15.10 Bentuk Model Log-Linear untuk Tabel 2x3

Bentuk umum model log-linear untuk tabel 2x3 (dengan sum-to-zero constraint):

\[ \log(\mu_{ij}) = \lambda + \lambda^A_i + \lambda^B_j + \lambda^{AB}_{ij} \]

dengan:

  • \(\mu_{ij}\): ekspektasi frekuensi pada baris ke-\(i\), kolom ke-\(j\)
  • \(A\): Jenis Kelamin (\(i = 1\): Laki-laki, \(i = 2\): Perempuan)
  • \(B\): Kategori BMI (\(j = 1\): Rendah, \(j = 2\): Standar, \(j = 3\): Tinggi)

Constraint: \[ \sum_i \lambda^A_i = 0,\quad \sum_j \lambda^B_j = 0,\quad \sum_i \lambda^{AB}_{ij} = 0,\quad \sum_j \lambda^{AB}_{ij} = 0 \]

Secara eksplisit:

\[ \log(\mu_{ij}) = \lambda + \begin{cases} \lambda^A_1 & \text{(Laki-laki)} \\ \lambda^A_2 & \text{(Perempuan)} \end{cases} + \begin{cases} \lambda^B_1 & \text{(Rendah)} \\ \lambda^B_2 & \text{(Standar)} \\ \lambda^B_3 & \text{(Tinggi)} \end{cases} + \lambda^{AB}_{ij} \text{ (interaksi jika ada)} \]

15.11 Fitting Model Log Linear di R

# Membuat data frame dari tabel
tabel2x3 <- matrix(c(24, 40, 32, 9, 12, 20), nrow = 2, byrow = TRUE)
colnames(tabel2x3) <- c("Rendah", "Standar", "Tinggi")
rownames(tabel2x3) <- c("Laki-laki", "Perempuan")
tabel2x3
##           Rendah Standar Tinggi
## Laki-laki     24      40     32
## Perempuan      9      12     20
# Ubah menjadi data.frame untuk glm
data2x3 <- as.data.frame(as.table(tabel2x3))
colnames(data2x3) <- c("JenisKelamin", "KategoriUpah", "Freq")
data2x3
# Model log-linear tanpa interaksi (asumsi independen)
fit_no_inter <- glm(Freq ~ JenisKelamin + KategoriUpah, family = poisson(), data = data2x3)
summary(fit_no_inter)
## 
## Call:
## glm(formula = Freq ~ JenisKelamin + KategoriUpah, family = poisson(), 
##     data = data2x3)
## 
## Coefficients:
##                       Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
## (Intercept)             3.1409     0.1828  17.181  < 2e-16 ***
## JenisKelaminPerempuan  -0.8508     0.1866  -4.560 5.11e-06 ***
## KategoriUpahStandar     0.4547     0.2226   2.043    0.041 *  
## KategoriUpahTinggi      0.4547     0.2226   2.043    0.041 *  
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for poisson family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 31.3485  on 5  degrees of freedom
## Residual deviance:  3.0599  on 2  degrees of freedom
## AIC: 40.155
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 4
# Model log-linear dengan interaksi (untuk cek asosiasi)
fit_inter <- glm(Freq ~ JenisKelamin * KategoriUpah, family = poisson(), data = data2x3)
summary(fit_inter)
## 
## Call:
## glm(formula = Freq ~ JenisKelamin * KategoriUpah, family = poisson(), 
##     data = data2x3)
## 
## Coefficients:
##                                           Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## (Intercept)                                 3.1781     0.2041  15.569   <2e-16
## JenisKelaminPerempuan                      -0.9808     0.3909  -2.509   0.0121
## KategoriUpahStandar                         0.5108     0.2582   1.978   0.0479
## KategoriUpahTinggi                          0.2877     0.2700   1.065   0.2867
## JenisKelaminPerempuan:KategoriUpahStandar  -0.2231     0.5110  -0.437   0.6623
## JenisKelaminPerempuan:KategoriUpahTinggi    0.5108     0.4838   1.056   0.2910
##                                              
## (Intercept)                               ***
## JenisKelaminPerempuan                     *  
## KategoriUpahStandar                       *  
## KategoriUpahTinggi                           
## JenisKelaminPerempuan:KategoriUpahStandar    
## JenisKelaminPerempuan:KategoriUpahTinggi     
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for poisson family taken to be 1)
## 
##     Null deviance:  3.1348e+01  on 5  degrees of freedom
## Residual deviance: -8.4377e-15  on 0  degrees of freedom
## AIC: 41.095
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 3

15.12 Interpretasi

  • Proporsi Perempuan pada kategori referensi lebih kecil dibanding Laki-laki.
  • Kemungkinan laki - laki lebih tinggi untuk mendapatkan gaji standar dibandingkan mendapatkan gaji rendah
  • Karena model interaksi tidak signifikan, pola distribusi kateogri upah sama antara laki - laki dan perempuan

16 Model Log Linear 3 Arah

Model log-linear tabel kontingensi tiga arah adalah model yang melibatkan tiga variabel kategorik, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai bentuk interaksi yang lebih beragam dalam model tersebut. Dalam hal ini, bentuk interaksi tertinggi yang dapat dimodelkan adalah interaksi tiga arah, yaitu interaksi yang melibatkan ketiga variabel secara simultan.

16.1 Model Log-Linear untuk Tabel Tiga Arah

Model log-linear yang melibatkan tiga variabel kategorik (misal: X, Y, dan Z) dapat dibangun dalam berbagai bentuk model, tergantung pada tingkat interaksi yang ingin dimasukkan. Berikut adalah beberapa alternatif model log-linear yang umum digunakan.

1. Model Saturated

\[ \log(\mu_{ijk}) = \lambda + \lambda^X_i + \lambda^Y_j + \lambda^Z_k + \lambda^{XY}_{ij} + \lambda^{XZ}_{ik} + \lambda^{YZ}_{jk} + \lambda^{XYZ}_{ijk} \]

Model ini memuat semua kemungkinan interaksi, termasuk interaksi tiga arah (X, Y, dan Z).

2. Model Homogen

\[ \log(\mu_{ijk}) = \lambda + \lambda^X_i + \lambda^Y_j + \lambda^Z_k + \lambda^{XY}_{ij} + \lambda^{XZ}_{ik} + \lambda^{YZ}_{jk} \]

Model ini hanya mengakomodasi interaksi dua arah antar variabel tanpa memasukkan interaksi tiga arah.

3. Model Conditional

  • Conditional pada X:

\[ \log(\mu_{ijk}) = \lambda + \lambda^X_i + \lambda^Y_j + \lambda^Z_k + \lambda^{XY}_{ij} + \lambda^{XZ}_{ik} \]

Memuat interaksi X dengan Y dan X dengan Z.

  • Conditional pada Y:

\[ \log(\mu_{ijk}) = \lambda + \lambda^X_i + \lambda^Y_j + \lambda^Z_k + \lambda^{XY}_{ij} + \lambda^{YZ}_{jk} \]

Memuat interaksi Y dengan X dan Y dengan Z.

  • Conditional pada Z:

\[ \log(\mu_{ijk}) = \lambda + \lambda^X_i + \lambda^Y_j + \lambda^Z_k + \lambda^{XZ}_{ik} + \lambda^{YZ}_{jk} \]

Memuat interaksi Z dengan X dan Z dengan Y.

4. Model Joint Independence

  • Independensi antara X & Y:

\[ \log(\mu_{ijk}) = \lambda + \lambda^X_i + \lambda^Y_j + \lambda^Z_k + \lambda^{XZ}_{ik} + \lambda^{YZ}_{jk} \]

  • Independensi antara X & Z:

\[ \log(\mu_{ijk}) = \lambda + \lambda^X_i + \lambda^Y_j + \lambda^Z_k + \lambda^{XY}_{ij} + \lambda^{YZ}_{jk} \]

  • Independensi antara Y & Z:

\[ \log(\mu_{ijk}) = \lambda + \lambda^X_i + \lambda^Y_j + \lambda^Z_k + \lambda^{XY}_{ij} + \lambda^{XZ}_{ik} \]

5. Model Tanpa Interaksi

\[ \log(\mu_{ijk}) = \lambda + \lambda^X_i + \lambda^Y_j + \lambda^Z_k \] Model ini hanya memasukkan efek utama tanpa interaksi antar variabel.

16.2 Pengujian Interaksi dalam Model Log-Linear Tiga Arah

Dalam analisis model log-linear tiga arah, pengujian interaksi dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya interaksi antar variabel. Pengujian ini dilakukan secara bertahap, dimulai dari tingkat interaksi tertinggi ke yang lebih rendah. Untuk model log-linear dengan tiga peubah (X, Y, dan Z), tahapan pengujian meliputi:

1) Pengujian Interaksi Tiga Arah (XYZ):

  • Bandingkan model saturated dengan model homogenous.

2) Pengujian Interaksi Dua Arah (XY, XZ, YZ):

  • Bandingkan model homogenous dengan model conditional.

  • Bandingkan model conditional dengan model joint independence.

  • Bandingkan model joint independence dengan model tanpa interaksi.

Setiap tahapan pengujian dilakukan untuk menilai kecocokan model dan menentukan struktur interaksi mana yang paling sesuai dengan data yang diamati.

16.3 Contoh Penerapan

16.3.1 Contoh kasus

Tabel berikut menunjukkan data mengenai peristiwa pertama kali melakukan hubungan seksual pada remaja berusia 15 dan 16 tahun berdasarkan ras dan jenis kelamin.

16.3.2 Tabel Data

Ras Jenis Kelamin Ya (Intercourse) Tidak (No)
Putih Laki-laki 43 134
Putih Perempuan 26 149
Hitam Laki-laki 29 23
Hitam Perempuan 22 36

16.4 Analisis Log-Linear untuk Tabel Tiga Arah

16.4.1 Package yang Digunakan

library("epitools")
library("DescTools")
library("lawstat")

Input Data

# Input data sesuai tabel praktikum
z.race <- factor(rep(c("White", "Black"), each = 4))
x.sex  <- factor(rep(c("Male", "Female"), each = 2, times = 2))
y.int  <- factor(rep(c("Yes", "No"), times = 4))
counts <- c(43, 134, 26, 149, 29, 23, 22, 36)

data <- data.frame(
  Race = z.race,
  Jenis_Kelamin   = x.sex,
  Intercouse           = y.int,
  Frekuensi       = counts

)
data

Membentuk Tabel Kontigensi 3 Arah

table3d <- xtabs(Frekuensi ~ Race + Jenis_Kelamin + Intercouse, data = data)
ftable(table3d)
##                     Intercouse  No Yes
## Race  Jenis_Kelamin                   
## Black Female                    36  22
##       Male                      23  29
## White Female                   149  26
##       Male                     134  43

Analisis Log-Linear: Tahap Pemodelan Kita akan memodelkan tabel ini menggunakan beberapa model log-linear dan membandingkan kecocokan model (parsimonious model)

17 Uji Model Interaksi Tiga Arah (Saturated VS Homogenous)

17.1 Penentuan Kategori Referensi

x.sex  <- relevel(x.sex, ref = "Female")
y.int  <- relevel(y.int, ref = "No")
z.race <- relevel(z.race, ref = "Black")

Model Saturated Model log-linear saturated memasukkan semua interaksi hingga tiga arah:

\[ \log(\mu_{ijk}) = \lambda + \lambda^X_i + \lambda^Y_j + \lambda^Z_k + \lambda^{XY}_{ij} + \lambda^{XZ}_{ik} + \lambda^{YZ}_{jk} + \lambda^{XYZ}_{ijk} \]

# Model saturated
model_saturated <- glm(counts ~ x.sex + y.int + z.race +
             x.sex*y.int + x.sex*z.race + y.int*z.race +
             x.sex*y.int*z.race,
             family = poisson(link = "log"))
summary(model_saturated)
## 
## Call:
## glm(formula = counts ~ x.sex + y.int + z.race + x.sex * y.int + 
##     x.sex * z.race + y.int * z.race + x.sex * y.int * z.race, 
##     family = poisson(link = "log"))
## 
## Coefficients:
##                                Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
## (Intercept)                      3.5835     0.1667  21.501  < 2e-16 ***
## x.sexMale                       -0.4480     0.2669  -1.678  0.09327 .  
## y.intYes                        -0.4925     0.2706  -1.820  0.06878 .  
## z.raceWhite                      1.4204     0.1857   7.649 2.03e-14 ***
## x.sexMale:y.intYes               0.7243     0.3888   1.863  0.06251 .  
## x.sexMale:z.raceWhite            0.3419     0.2923   1.170  0.24208    
## y.intYes:z.raceWhite            -1.2534     0.3441  -3.642  0.00027 ***
## x.sexMale:y.intYes:z.raceWhite  -0.1151     0.4765  -0.241  0.80919    
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for poisson family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 2.8238e+02  on 7  degrees of freedom
## Residual deviance: 3.9968e-15  on 0  degrees of freedom
## AIC: 60.839
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 3
exp(model_saturated$coefficients)
##                    (Intercept)                      x.sexMale 
##                     36.0000000                      0.6388889 
##                       y.intYes                    z.raceWhite 
##                      0.6111111                      4.1388889 
##             x.sexMale:y.intYes          x.sexMale:z.raceWhite 
##                      2.0632411                      1.4076452 
##           y.intYes:z.raceWhite x.sexMale:y.intYes:z.raceWhite 
##                      0.2855400                      0.8913055

17.1.2 Ringkasan Model

Model yang digunakan adalah model log-linear saturated dengan semua efek utama, interaksi dua arah, dan interaksi tiga arah. Model ini memodelkan hubungan antara jenis kelamin (x.sex), perlakuan intercouse (y.int), dan ras (z.race) terhadap frekuensi responden.

17.1.3 Hasil Estimasi Koefisien

library(knitr)

signif_stars <- function(pval) {
  if (pval < 0.001) return("***")
  else if (pval < 0.01) return("**")
  else if (pval < 0.05) return("*")
  else if (pval < 0.1) return(".")
  else return("")
}

coef_saturated <- round(summary(model_saturated)$coefficients, 3)

colnames(coef_saturated) <- c("Est", "SE", "z", "p")

Signif <- sapply(coef_saturated[, "p"], signif_stars)
coef_table <- cbind(coef_saturated, Sig = Signif)

kable(coef_table, format = "pipe", caption = "Tabel Koefisien Model Saturated")
Tabel Koefisien Model Saturated
Est SE z p Sig
(Intercept) 3.584 0.167 21.501 0 ***
x.sexMale -0.448 0.267 -1.678 0.093 .
y.intYes -0.492 0.271 -1.82 0.069 .
z.raceWhite 1.42 0.186 7.649 0 ***
x.sexMale:y.intYes 0.724 0.389 1.863 0.063 .
x.sexMale:z.raceWhite 0.342 0.292 1.17 0.242
y.intYes:z.raceWhite -1.253 0.344 -3.642 0 ***
x.sexMale:y.intYes:z.raceWhite -0.115 0.477 -0.241 0.809

17.1.4 Interpretasi Koefisien

(Intercept): Rata-rata log jumlah kasus untuk kategori referensi (Perempuan, Tidak Intercouse, Black) adalah 3.584 (atau μ≈36).

x.sexMale: Laki-laki memiliki expected count sekitar 0.63 kali Perempuan dalam kategori referensi lainnya (p = 0.09). Akan tetapi karena p.value diatas 0.05, hasil tersebut tidak signifikan.

y.intYes: Mereka yang sudah melakukan Intercouse expected count sekitar 0.611 kali lipat dibanding yang belum (p = 0.069). Akan tetapi karena p.value diatas 0.05, hasil tersebut tidak signifikan.

z.raceWhite: Ras putih memiliki expected count 4.14 kali lebih besar dibanding Ras Hitam (signifikan, p = 2.03e-14).

Interaksi dua & tiga arah: Sebagian besar tidak signifikan (p > 0.05), artinya tidak ada bukti kuat adanya efek gabungan antar variabel.

17.1.5 Goodness of Fit

Residual deviance ≈ 0 menandakan model saturated benar-benar fit terhadap data (seluruh variasi data dijelaskan oleh model). AIC = 60.839 dapat digunakan untuk perbandingan dengan model yang lebih sederhana

17.1.6 Kesimpulan

  • Efek utama yang paling signifikan adalah Ras putih memiliki expected count 4.14 kali lebih besar dibanding Ras Hitam

  • Tidak ditemukan bukti kuat interaksi tiga arah yang signifikan.

  • Ditemukan bukti kuat interaksi dua arah antara variabel Y dan Z yang signifikan.

  • Model yang lebih sederhana (tanpa interaksi tiga arah) perlu dipertimbangkan untuk model final yang lebih parsimonious.

Catatan interpretasi:

  • Nilai exp(coef) menyatakan rasio ekspektasi (expected count ratio) dibandingkan baseline.

  • Efek positif → menaikkan expected count; Efek negatif → menurunkan expected count.

  • Koefisien signifikan pada p-value < 0.05.

17.2 Model Homogenous

Model log-linear homogenous memasukkan semua efek utama dan semua interaksi dua arah, tanpa interaksi tiga arah. Secara matematis, model ini dapat dituliskan sebagai berikut:

\[ \log(\mu_{ijk}) = \lambda + \lambda_i^X + \lambda_j^Y + \lambda_k^Z + \lambda_{ij}^{XY} + \lambda_{ik}^{XZ} + \lambda_{jk}^{YZ} \]

# Homogenous Model
model_homogenous <- glm(counts ~ x.sex + y.int + z.race +
              x.sex*y.int + x.sex*z.race + y.int*z.race,
              family = poisson(link = "log"))
summary(model_homogenous)
## 
## Call:
## glm(formula = counts ~ x.sex + y.int + z.race + x.sex * y.int + 
##     x.sex * z.race + y.int * z.race, family = poisson(link = "log"))
## 
## Coefficients:
##                       Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
## (Intercept)             3.5693     0.1571  22.724  < 2e-16 ***
## x.sexMale              -0.4120     0.2206  -1.868  0.06176 .  
## y.intYes               -0.4555     0.2221  -2.050  0.04032 *  
## z.raceWhite             1.4380     0.1718   8.372  < 2e-16 ***
## x.sexMale:y.intYes      0.6478     0.2250   2.879  0.00399 ** 
## x.sexMale:z.raceWhite   0.2987     0.2304   1.296  0.19483    
## y.intYes:z.raceWhite   -1.3135     0.2378  -5.524 3.32e-08 ***
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for poisson family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 282.378444  on 7  degrees of freedom
## Residual deviance:   0.058349  on 1  degrees of freedom
## AIC: 58.898
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 3

17.3 Uji Hipotesis: Apakah Ada Interaksi Tiga Arah? (Saturated vs Homogenous)

Pengujian ini menggunakan residual deviance dari kedua model (saturated dan homogenous).

17.3.1 Langkah-Langkah Pengujian

17.3.1.1 Hipotesis

H0: Tidak ada interaksi tiga arah (model homogenous sudah cukup)

H1: Ada interaksi tiga arah (model saturated diperlukan)

17.3.1.2 Hitung Selisih Deviance

# Deviance antar model
model_homogenous$deviance
## [1] 0.05834915
model_saturated$deviance
## [1] 3.996803e-15
Deviance.model <- model_homogenous$deviance - model_saturated$deviance
Deviance.model
## [1] 0.05834915

17.3.1.3 Hitung Derajat Bebas

# Derajat bebas = db model homogenous - db model saturated
derajat.bebas <- (model_homogenous$df.residual - model_saturated$df.residual)
derajat.bebas
## [1] 1

17.3.1.4 Chi Square Tabel

chi.tabel <- qchisq(1 - 0.05, df = derajat.bebas)
chi.tabel
## [1] 3.841459

17.3.1.5 Keputusan Uji

Keputusan <- ifelse(Deviance.model <= chi.tabel, "Terima H0", "Tolak H0")
Keputusan
## [1] "Terima H0"

Interpretasi Pada taraf nyata 5%, Ditemukan bahwa hasil pengujian adalah Terima H0. Hal ini berarti bahwa belum ada cukup kuat untuk menyatakan adanya interaksi antara Jenis Kelamin, Ras dan perlakuan Intercouse.

Rangkuman

Pengujian Ada Tidaknya Interaksi Tiga Arah (Saturated Model vs Homogenous Model)

Hipotesis:

  • \(H_0\): \(\lambda_{ijk}^{XYZ} = 0\) (Tidak ada interaksi tiga arah; model yang terbentuk adalah model homogenous)
  • \(H_1\): \(\lambda_{ijk}^{XYZ} \neq 0\) (Ada interaksi tiga arah; model yang terbentuk adalah model saturated)

Tingkat Signifikansi:

  • \(\alpha = 5\%\)

Statistik Uji:

\[ \Delta \text{Deviance} = \text{Deviance model homogenous} - \text{Deviance model saturated} = 0.05834915 - 0.0 = 0.05834915 \]

\[ df = df\ \text{model homogenous} - df\ \text{model saturated} = 2 - 0 = 2 \]

Daerah Penolakan:

  • Tolak \(H_0\) jika \(\Delta \text{Deviance} > \chi^2_{0.05, 2} = 5.991\)

Keputusan:

  • Karena \(0.05834915 < 5.991\), maka tidak tolak \(H_0\)

Interpretasi:

  • Pada taraf nyata 5%, Ditemukan bahwa hasil pengujian adalah Terima H0. Hal ini berarti bahwa belum ada cukup kuat untuk menyatakan adanya interaksi antara Jenis Kelamin, Ras dan perlakuan Intercouse.

18 Uji Model Interaksi Dua Arah (Homogenous VS Conditional On X)

18.1 Model Conditional on X

Model log-linear conditional pada X memasukkan efek utama dan interaksi dua arah antara X dengan Y dan X dengan Z, tanpa interaksi antara Y dengan Z maupun interaksi tiga arah

\[ \log(\mu_{ijk}) = \lambda + \lambda_i^X + \lambda_j^Y + \lambda_k^Z + \lambda_{ij}^{XY} + \lambda_{ik}^{XZ} \]

# Conditional Association on X
model_conditional_X <- glm(counts ~ x.sex + y.int + z.race +
              x.sex*y.int + x.sex*z.race,
              family = poisson(link = "log"))
summary(model_conditional_X)
## 
## Call:
## glm(formula = counts ~ x.sex + y.int + z.race + x.sex * y.int + 
##     x.sex * z.race, family = poisson(link = "log"))
## 
## Coefficients:
##                       Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
## (Intercept)             3.8298     0.1355  28.268  < 2e-16 ***
## x.sexMale              -0.2560     0.1990  -1.287  0.19823    
## y.intYes               -1.3492     0.1620  -8.329  < 2e-16 ***
## z.raceWhite             1.1043     0.1515   7.289 3.13e-13 ***
## x.sexMale:y.intYes      0.5696     0.2156   2.641  0.00826 ** 
## x.sexMale:z.raceWhite   0.1206     0.2187   0.551  0.58147    
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for poisson family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 282.378  on 7  degrees of freedom
## Residual deviance:  30.424  on 2  degrees of freedom
## AIC: 87.263
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 4

18.2 Pengujian Ada Tidaknya Interaksi Antara Y dan Z (Homogenous Model vs Conditional Association on X)

• Hipotesis

\[ \begin{aligned} H_0 &: \lambda_{jk}^{YZ} = 0 \quad \text{(Tidak ada interaksi antara perlakuan Intercourse (Y) dan ras (Z))} \\ H_1 &: \lambda_{jk}^{YZ} \ne 0 \quad \text{(Ada interaksi antara perlakuan Intercourse (Y) dan ras (Z))} \end{aligned} \]

• Taraf Signifikansi \[ \alpha = 5\% \]

• Statistik Uji \[ \Delta \text{Deviance} = \text{Deviance model conditional on } X - \text{Deviance model homogenous} \]

\[ = 30.424 - 0.05834915 = 30.36578 \]

\[ db = db_{\text{model conditional on } X} - db_{\text{model homogenous}} = 2 - 1 = 1 \]

• Daerah Penolakan \[ \text{Tolak } H_0 \text{ jika } \Delta \text{Deviance} > \chi^2_{0.05, 1} = 3.841 \] • Keputusan

Karena 30.36578 < 3.841, maka tolak \(H_0\)

• Kesimpulan Dengan taraf nyata 5%, ditemukan bahwa hasil pengujian adalah tolak H0. Hal ini menyatakan adanya interaksi antara Ras dan perlakuan Intercouse.

18.3 Pengujian Selisih Deviance (Conditional on X vs Homogenous)

# Selisih deviance antar model
Deviance.model <- model_conditional_X$deviance - model_homogenous$deviance
Deviance.model
## [1] 30.36578

Hitung Derajat Bebas

# Chi Square tabel dengan alpha = 0.05
derajat.bebas <- (2 - 1)
derajat.bebas
## [1] 1

Nilai Chi-Square Tabel

chi.tabel <- qchisq((1 - 0.05), df = derajat.bebas)
chi.tabel
## [1] 3.841459

Keputusan Uji

Keputusan <- ifelse(Deviance.model <= chi.tabel, "Terima", "Tolak")
Keputusan
## [1] "Tolak"

Interpretasi Dengan taraf nyata 5%, ditemukan bahwa hasil pengujian adalah tolak H0. Hal ini menyatakan adanya interaksi antara Ras dan perlakuan Intercouse.

19 Uji Model Interaksi Dua Arah (Homogenous VS Conditional On Y)

19.1 Model Conditional on Y

Model log-linear conditional pada Y memasukkan efek utama dan interaksi dua arah antara X dengan Y dan Y dengan Z, tanpa interaksi antara X dengan Z maupun interaksi tiga arah.

\[ \log(\mu_{ijk}) = \lambda + \lambda_i^X + \lambda_j^Y + \lambda_k^Z + \lambda_{ij}^{XY} + \lambda_{jk}^{YZ} \]

# Conditional Association on Y
model_conditional_Y <- glm(counts ~ x.sex + y.int + z.race +
x.sex*y.int + y.int*z.race,
family = poisson(link = "log"))
summary(model_conditional_Y)
## 
## Call:
## glm(formula = counts ~ x.sex + y.int + z.race + x.sex * y.int + 
##     y.int * z.race, family = poisson(link = "log"))
## 
## Coefficients:
##                      Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
## (Intercept)            3.4631     0.1394  24.844  < 2e-16 ***
## x.sexMale             -0.1641     0.1085  -1.512  0.13044    
## y.intYes              -0.4475     0.2270  -1.971  0.04868 *  
## z.raceWhite            1.5679     0.1431  10.955  < 2e-16 ***
## x.sexMale:y.intYes     0.5696     0.2156   2.641  0.00826 ** 
## y.intYes:z.raceWhite  -1.2656     0.2336  -5.417 6.05e-08 ***
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for poisson family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 282.3784  on 7  degrees of freedom
## Residual deviance:   1.7517  on 2  degrees of freedom
## AIC: 58.591
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 4

19.2 Pengujian Ada Tidaknya Interaksi antara X dan Z (Homogenous model vs Conditional Association on Y)

• Hipotesis

\[ \begin{aligned} H_0 &: \lambda_{ik}^{XZ} = 0 \quad \text{(Tidak ada interaksi antara jenis kelamin (X) dan fundamentalisme (Z))} \\ H_1 &: \lambda_{ik}^{XZ} \ne 0 \quad \text{(Ada interaksi antara jenis kelamin (X) dan fundamentalisme (Z))} \end{aligned} \]

• Tingkat Signifikansi

\[ \alpha = 5\% \]

• Statistik Uji

\[ \Delta \text{Deviance} = \text{Deviance model conditional on } Y - \text{Deviance model homogenous} \]

\[ = 1.7517 - 0.05834915 = 1.693301 \]

\[ db = \text{df}_{\text{model conditional on } Y} - \text{df}_{\text{model homogenous}} = 2 - 1 = 1 \]

• Daerah Penolakan

Tolak \(H_0\) jika \(\Delta\text{Deviance} > \chi^2_{0.05, 2} = 3.841\)

• Keputusan

\[ \text{Karena } 1.693301 < 3.841, \text{ maka terima } H_0 \] • Kesimpulan

  • Dengan taraf nyata 5%, didapatkan bahwa hasilnya terima H0 yang berarti bahwa tidak ada bukti kuat interaksi antara Jenis kelamin dan Ras

19.3 Pengujian Hipotesis Interaksi X dan Z (Conditional on Y vs Homogenous)

# Deviance of Model
Deviance.model <- model_conditional_Y$deviance - model_homogenous$deviance 
Deviance.model
## [1] 1.693301

Hitung Derajat Bebas

derajat.bebas <- (2 - 1)
derajat.bebas
## [1] 1

Nilai Chi-Square Tabel

chi.tabel <- qchisq((1 - 0.05), df = derajat.bebas)
chi.tabel
## [1] 3.841459

Keputusan Uji

Keputusan <- ifelse(Deviance.model <= chi.tabel, "Terima", "Tolak")
Keputusan
## [1] "Terima"

Interpretasi

Dengan taraf nyata 5%, didapatkan bahwa hasilnya terima H0 yang berarti bahwa tidak ada bukti kuat interaksi antara Jenis kelamin dan Ras

20 Uji Model Interaksi Dua Arah Homogenous vs Conditional On Z)

20.1 Model Conditional on Z

Model log-linear conditional pada Z memasukkan efek utama dan interaksi dua arah antara X dengan Z dan Y dengan Z, tanpa interaksi antara X dengan Y maupun interaksi tiga arah. \[ \log(\mu_{ijk}) = \lambda + \lambda_i^X + \lambda_j^Y + \lambda_k^Z + \lambda_{ik}^{XZ} + \lambda_{jk}^{YZ} \]

# Conditional Association on Z
model_conditional_Z <- glm(counts ~ x.sex + y.int + z.race +
x.sex*z.race + y.int*z.race,
family = poisson(link = "log"))
summary(model_conditional_Z)
## 
## Call:
## glm(formula = counts ~ x.sex + y.int + z.race + x.sex * z.race + 
##     y.int * z.race, family = poisson(link = "log"))
## 
## Coefficients:
##                       Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
## (Intercept)             3.4375     0.1584  21.697  < 2e-16 ***
## x.sexMale              -0.1092     0.1910  -0.572    0.567    
## y.intYes               -0.1457     0.1912  -0.762    0.446    
## z.raceWhite             1.5091     0.1775   8.502  < 2e-16 ***
## x.sexMale:z.raceWhite   0.1206     0.2187   0.551    0.581    
## y.intYes:z.raceWhite   -1.2656     0.2336  -5.417 6.05e-08 ***
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for poisson family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 282.3784  on 7  degrees of freedom
## Residual deviance:   8.5403  on 2  degrees of freedom
## AIC: 65.38
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 4

20.2 Pengujian Ada Tidaknya Interaksi antara X dan Y (Homogenous model vs Conditional Association on Z)

• Hipotesis

\[ \begin{aligned} H_0 &: \lambda_{ij}^{XY} = 0 \quad \text{(Tidak ada interaksi antara jenis kelamin (X) dan perlakuan intercourse (Y))} \\ H_1 &: \lambda_{ij}^{XY} \ne 0 \quad \text{(Ada interaksi antara jenis kelamin (X) dan perlakuan intercourse (Y))} \end{aligned} \]

• Tingkat Signifikansi

\[ \alpha = 5\% \]

• Statistik Uji

\[ \Delta \text{Deviance} = \text{Deviance model conditional on } Z - \text{Deviance model homogenous} \]

\[ = 8.5403 - 0.05834915 = 8.481991 \]

\[ db = \text{df}_{\text{model conditional on } Z} - \text{df}_{\text{model homogenous}} = 2 - 1 = 1 \]

• Daerah Penolakan

Tolak \(H_0\) jika \(\Delta\text{Deviance} > \chi^2_{0.05, 1} = 3.841\)

• Keputusan

\[ \text{Karena } 8.481991 > 3.841, \text{ maka tolak } H_0 \] • Kesimpulan

  • Dengan taraf nyata 5%, maka dinyatakan tolak H0 yang berarti terdapat interaksi antara Jenis kelamin dan Perlakuan intercouse.

20.3 Pengujian Hipotesis Interaksi X dan Y (Conditional on Z vs Homogenous)

# Deviance of Model
Deviance.model <- model_conditional_Z$deviance - model_homogenous$deviance 
Deviance.model
## [1] 8.481991

Hitung Derajat Bebas

derajat.bebas <- (2 - 1)
derajat.bebas
## [1] 1

Nilai Chi-Square Tabel

chi.tabel <- qchisq((1 - 0.05), df = derajat.bebas)
chi.tabel
## [1] 3.841459

Keputusan Uji

Keputusan <- ifelse(Deviance.model <= chi.tabel, "Terima", "Tolak")
Keputusan
## [1] "Tolak"

Interpretasi

karena nilai Deviance model > chi tabel, maka dinyatakan tolak H0 yang berarti terdapat interaksi antara Jenis kelamin dan Perlakuan intercouse.

21 Pemilihan Model Terbaik

21.1 Ringkasan Model Log Linier

Model log linier dengan berbagai kombinasi parameter:

library(knitr) library(kableExtra)

model_loglin <- data.frame(
  Model = c("Saturated", "Homogenous", "Conditional on X", "Conditional on Y", "Conditional on Z"),
  Parameter = c(
    "λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢⱼˣʸ + λᵢₖˣᶻ + λⱼₖʸᶻ + λᵢⱼₖˣʸᶻ",
    "λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢⱼˣʸ + λᵢₖˣᶻ + λⱼₖʸᶻ",
    "λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢⱼˣʸ + λᵢₖˣᶻ",
    "λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢⱼˣʸ + λⱼₖʸᶻ",
    "λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢₖˣᶻ + λⱼₖʸᶻ"
  ),
  Deviance = c("0.000", "0.058349", "30.424", "1.7517", "8.5403"),
  Parameters = c(8, 7, 6, 6, 6),
  df = c(0, 1, 2, 2, 2),
  AIC = c(60.839, 58.898, 87.263, 58.591, 65.38)
)

knitr::kable(model_loglin, align = "l")
Model Parameter Deviance Parameters df AIC
Saturated λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢⱼˣʸ + λᵢₖˣᶻ + λⱼₖʸᶻ + λᵢⱼₖˣʸᶻ 0.000 8 0 60.839
Homogenous λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢⱼˣʸ + λᵢₖˣᶻ + λⱼₖʸᶻ 0.058349 7 1 58.898
Conditional on X λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢⱼˣʸ + λᵢₖˣᶻ 30.424 6 2 87.263
Conditional on Y λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢⱼˣʸ + λⱼₖʸᶻ 1.7517 6 2 58.591
Conditional on Z λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢₖˣᶻ + λⱼₖʸᶻ 8.5403 6 2 65.380

21.2 Ringkasan Pengujian Interaksi 3 Arah dan 2 Arah

uji_interaksi <- data.frame(
  Interaksi = c("XYZ", "YZ", "XZ", "XY"),
  Pengujian = c("Saturated vs Homogenous",
                "Conditional on X vs Homogenous",
                "Conditional on Y vs Homogenous",
                "Conditional on Z vs Homogenous"),
  Delta_Deviance = c(0.58349, 30.36578, 1.6933, 8.482),
  df = c(2, 1, 1, 1),
  Chi_Square = c(5.991, 3.841, 3.841, 3.841),
  Keputusan = c("Terima H₀", "Tolak H₀", "Terima H₀", "Tolak H₀"),
  Keterangan = c("tidak ada interaksi", "ada interaksi", "tidak ada interaksi", "ada interaksi"),
  stringsAsFactors = FALSE
)
knitr::kable(uji_interaksi, booktabs = TRUE, align = "l")
Interaksi Pengujian Delta_Deviance df Chi_Square Keputusan Keterangan
XYZ Saturated vs Homogenous 0.58349 2 5.991 Terima H₀ tidak ada interaksi
YZ Conditional on X vs Homogenous 30.36578 1 3.841 Tolak H₀ ada interaksi
XZ Conditional on Y vs Homogenous 1.69330 1 3.841 Terima H₀ tidak ada interaksi
XY Conditional on Z vs Homogenous 8.48200 1 3.841 Tolak H₀ ada interaksi

21.3 Kesimpulan Pemilihan Model Terbaik

Dari hasil di atas diketahui bahwa asosiasi yang nyata hanya terdapat interaksi antara Intercouse dan Ras serta jenis kelamin dan intercouse. Sehingga, model terbaik adalah:

\[ \log(\mu_{ijk}) = \lambda + \lambda_i^X + \lambda_j^Y + \lambda_k^Z + \lambda_{ij}^{YZ} + \lambda_{ij}^{XY} \]

22 Model Terbaik

Model terbaik dipilih berdasarkan pengujian interaksi yang signifkan, yaitu model conditional on Y yaitu model yang hanya terdapat interaksi dua arah antara intercouse (Y) dan ras (Z) serta jenis kelamin (X) dan intercouse (Y).

\[ \log(\mu_{ijk}) = \lambda + \lambda_i^X + \lambda_j^Y + \lambda_k^Z + \lambda_{ij}^{YZ} + \lambda_{ij}^{XY} \]

# Model Terbaik
bestmodel <- glm(counts ~ x.sex + y.int + z.race +
x.sex*y.int + y.int*z.race,
family = poisson(link = "log"))
summary(bestmodel)
## 
## Call:
## glm(formula = counts ~ x.sex + y.int + z.race + x.sex * y.int + 
##     y.int * z.race, family = poisson(link = "log"))
## 
## Coefficients:
##                      Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
## (Intercept)            3.4631     0.1394  24.844  < 2e-16 ***
## x.sexMale             -0.1641     0.1085  -1.512  0.13044    
## y.intYes              -0.4475     0.2270  -1.971  0.04868 *  
## z.raceWhite            1.5679     0.1431  10.955  < 2e-16 ***
## x.sexMale:y.intYes     0.5696     0.2156   2.641  0.00826 ** 
## y.intYes:z.raceWhite  -1.2656     0.2336  -5.417 6.05e-08 ***
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for poisson family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 282.3784  on 7  degrees of freedom
## Residual deviance:   1.7517  on 2  degrees of freedom
## AIC: 58.591
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 4

23 Interpretasi Koefisien Model Terbaik

# Interpretasi koefisien model terbaik
data.frame(
koef = bestmodel$coefficients,
exp_koef = exp(bestmodel$coefficients)
)

23.1 Interpretasi Koefisien Model Terbaik

\[ \exp(\lambda^{X}_{Male}) = \exp(-0.164) = 0.8486 \Rightarrow \text{nilai odds} \] Tanpa memperhatikan ras dan intercouse, peluang seseorang berjenis kelamin laki-laki adalah 0.8486 kali dibandingkan perempuan.

\[ \exp(\lambda^{Y}_{Yes}) = \exp(-0.448) = 0.639 \Rightarrow \text{nilai odds} \] Tanpa memperhatikan jenis kelamin dan ras, peluang seseorang melakukan intercouse adalah 0.639 kali dibandingkan yang tidak.

\[ \exp(\lambda^{Z}_{White}) = \exp(1.568) = 4.797 \Rightarrow \text{nilai odds} \] Tanpa memperhatikan jenis kelamin dan intercouse, peluang seseorang memiliki ras putih adalah 4.797 kali dibandingkan ras hitam.

\[ \exp(\lambda^{XY}_{Male,Yes}) = \exp(0.570) = 1.768 \Rightarrow \text{nilai odds} \] Tanpa memperhatikan ras, odds seseorang melakukan intercouse (dibandingkan tidak) jika dia laki - laki adalah 1.768 dibandingkan odds yang sama dibandingkan dia perempuan.

\[ \exp(\lambda^{YZ}_{Yes,White}) = \exp(-1.266) = 0.282 \Rightarrow \text{nilai odds ratio} \] Tanpa memperhatikan jenis kelamin, odds seseorang memiliki ras putih (dibandingkan ras hitam) jika dia melakukan intercouse adalah 0.282 dibandingkan odds yang sama jika dia belum melakukan intercouse.

24 Nilai Dugaan Model Terbaik

# Fitted values dari model terbaik
data.frame(
race = z.race,
sex = x.sex,
int = y.int,
counts = counts,
fitted = bestmodel$fitted.values
)

24.1 Perhitungan Manual Nilai Dugaan (Fitted Value) Model Terbaik

Secara manual, nilai fitted value diperoleh dengan cara sebagai berikut:

\[ \hat{\mu}_{111} = \exp(\lambda + \lambda^x_{\text{male}} + \lambda^y_{\text{yes}} + \lambda^z_{\text{white}} + \lambda^{xy}_{\text{male, yes}}) \]

\[ = \exp(3.463 - 0.164 - 0.448 + 1.568 + 0.570) \]

\[ = \exp(4.989) = 146.153 \]

\[ \hat{\mu}_{112} = \exp(\lambda + \lambda^x_{\text{male}} + \lambda^y_{\text{yes}} + \lambda^z_{\text{black}} + \lambda^{xy}_{\text{male, yes}}) \]

\[ = \exp(3.463 - 0.164 - 0.448 + 0 + 0.570) \]

\[ = \exp(3.421) = 30.60 \]

\[ \hat{\mu}_{121} = \exp(\lambda + \lambda^x_{\text{male}} + \lambda^y_{\text{no}} + \lambda^z_{\text{white}} + \lambda^{xy}_{\text{male, no}}) \]

\[ = \exp(3.463 - 0.164 + 0 + 1.568 + 0) \]

\[ = \exp(4.867) = 129.768 \]

\[ \hat{\mu}_{122} = \exp(\lambda + \lambda^x_{\text{male}} + \lambda^y_{\text{no}} + \lambda^z_{\text{black}} + \lambda^{xy}_{\text{male, no}}) \]

\[ = \exp(3.463 - 0.164 + 0 + 0 + 0) \]

\[ = \exp(3.299) = 27.072 \]

\[ \hat{\mu}_{211} = \exp(\lambda + \lambda^x_{\text{female}} + \lambda^y_{\text{yes}} + \lambda^z_{\text{white}} + \lambda^{xy}_{\text{female, yes}}) \]

\[ = \exp(3.463 + 0 - 0.448 + 1.568 + 0) \]

\[ = \exp(4.583) = 97.806 \]

\[ \hat{\mu}_{212} = \exp(\lambda + \lambda^x_{\text{female}} + \lambda^y_{\text{yes}} + \lambda^z_{\text{black}} + \lambda^{xy}_{\text{female, yes}}) \]

\[ = \exp(3.463 + 0 - 0.448 + 0 + 0) \]

\[ = \exp(3.015) = 20.404 \]

\[ \hat{\mu}_{221} = \exp(\lambda + \lambda^x_{\text{female}} + \lambda^y_{\text{no}} + \lambda^z_{\text{white}} + \lambda^{xy}_{\text{female, no}}) \]

\[ = \exp(3.463 + 0 + 0 + 1.568 + 0) \]

\[ = \exp(5.031) = 153.040 \]

\[ \hat{\mu}_{222} = \exp(\lambda + \lambda^x_{\text{female}} + \lambda^y_{\text{no}} + \lambda^z_{\text{black}} + \lambda^{xy}_{\text{female, no}}) \]

\[ = \exp(3.463 + 0 + 0 + 0 + 0) \]

\[ = \exp(3.463) = 31.939 \]

Keterangan: nilai bisa berbeda dikarenakan pembulatan. Untuk kasus \[\hat{\mu}_{111}\] dan \[\hat{\mu}_{211}\]terdapat perbedaan nilai dikarenakan kesalahan dalam berhitung.

25 Studi kasus materi sebelum UTS

25.1 Soal

Diketahui data mengenai hubungan metode pengobatan dan penyembuhan penyakit kanker

Cancer Controlled Cancer Not Controlled Total
Surgery 21 2 23
Radiation Therapy 15 3 18
Total 36 5 41

Source : Reprinted with permisiion from W.M. Mendenhall, R.R. Million D.E. Sharkey, and N.J. Cassisi, Internat. J. Radiat. Oncol. Biol. Phys. 10: 357-363 (1984), Pergamon Press plc.

Tentukan Peluang bersama, peluang marginal, peluang bersyarat serta ukuran asosiasinya!

25.2 Jawab

#Peluang bersama, peluang marginal, dan peluang bersyarat
#Data
data <- matrix(c(21,2,15,3), nrow = 2, byrow = TRUE)
colnames(data) <- c("Cancer Controlled", "Cancer Not Controlled")
rownames(data) <- c("Surgery","Radiation Therapy")
n <- sum(data)

#Peluang Bersama
p_bersama <- data/n

#Peluang Marginal
p_marginal_baris <- rowSums(data)/n
p_marginal_kolumn <- colSums(data)/n

#Peluang Bersyarat
p_bersyarat <- data / rowSums(data)

#Hasil
list(Peluang_Bersama = p_bersama, Peluang_Marginal_Baris = p_marginal_baris, Peluang_Marginal_Kolumn = p_marginal_kolumn, Peluang_Bersyarat = p_bersyarat)
## $Peluang_Bersama
##                   Cancer Controlled Cancer Not Controlled
## Surgery                   0.5121951            0.04878049
## Radiation Therapy         0.3658537            0.07317073
## 
## $Peluang_Marginal_Baris
##           Surgery Radiation Therapy 
##         0.5609756         0.4390244 
## 
## $Peluang_Marginal_Kolumn
##     Cancer Controlled Cancer Not Controlled 
##             0.8780488             0.1219512 
## 
## $Peluang_Bersyarat
##                   Cancer Controlled Cancer Not Controlled
## Surgery                   0.9130435            0.08695652
## Radiation Therapy         0.8333333            0.16666667

Intepretasi : Dikarenakan 𝑃(Cancer Controlled|Surgery) >𝑃(Cancer Controlled|Radiation Therapy) maka dapat disimpulkan bahwa penyembuhan kanker lebih optimal dengan metode operasi dibandingkan dengan metode terapi radiasi.

#Ukuran Asosiasi
# Data
a <- 21
b <- 2
c <- 15
d <- 3

# Risk Difference
RD <- (a / (a + b)) - (c / (c + d))

# Relative Risk
RR <- (a / (a + b)) / (c / (c + d))

# Odds Ratio
OR <- (a * d) / (b * c)

#Hasil
list(Risk_Difference = RD, Relative_Risk = RR, Odds_Ratio = OR)
## $Risk_Difference
## [1] 0.07971014
## 
## $Relative_Risk
## [1] 1.095652
## 
## $Odds_Ratio
## [1] 2.1

Intepretasi : - RD = 0.0797 → Terdapat perbedaan risiko sebesar 7.97% lebih tinggi pada pasien yang menjalani operasi dibanding terapi radiasi.

  • RR = 1.0952 → Pasien operasi memiliki kemungkinan 1.095 kali lebih besar untuk mengontrol kanker.

  • OR = 2.10 → Peluang kontrol kanker pada pasien operasi 2.1 kali lebih besar dibanding terapi radiasi.

26 Studi kasus materi setelah UTS

26.1 Soal

Tabel berikut menunjukkan data mengenai peristiwa pertama kali melakukan hubungan seksual pada remaja berusia 15 dan 16 tahun berdasarkan ras dan jenis kelamin.

Ras Jenis Kelamin Ya (Intercourse) Tidak (No)
Putih Laki-laki 43 134
Putih Perempuan 26 149
Hitam Laki-laki 29 23
Hitam Perempuan 22 36

Sumber: S. P. Morgan dan J. D. Tenchman, J.{Marriage Fam.} 50: 929–936 (1988). Dicetak kembali dengan izin dari National Council on Family Relations.

Tentukan model terbaiknya menggunakan model apa dan intepretasikan hasil koefisiennya!

26.2 Jawab

26.2.1 Input Data

# Input data
z.race <- factor(rep(c("White", "Black"), each = 4))
x.sex  <- factor(rep(c("Male", "Female"), each = 2, times = 2))
y.int  <- factor(rep(c("Yes", "No"), times = 4))
counts <- c(43, 134, 26, 149, 29, 23, 22, 36)

data <- data.frame(
  Race = z.race,
  Jenis_Kelamin   = x.sex,
  Intercouse           = y.int,
  Frekuensi       = counts

)
data

26.2.2 Aneka Model

# Model saturated
model_saturated <- glm(counts ~ x.sex + y.int + z.race +
             x.sex*y.int + x.sex*z.race + y.int*z.race +
             x.sex*y.int*z.race,
             family = poisson(link = "log"))
summary(model_saturated)
## 
## Call:
## glm(formula = counts ~ x.sex + y.int + z.race + x.sex * y.int + 
##     x.sex * z.race + y.int * z.race + x.sex * y.int * z.race, 
##     family = poisson(link = "log"))
## 
## Coefficients:
##                                Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
## (Intercept)                      3.5835     0.1667  21.501  < 2e-16 ***
## x.sexMale                       -0.4480     0.2669  -1.678  0.09327 .  
## y.intYes                        -0.4925     0.2706  -1.820  0.06878 .  
## z.raceWhite                      1.4204     0.1857   7.649 2.03e-14 ***
## x.sexMale:y.intYes               0.7243     0.3888   1.863  0.06251 .  
## x.sexMale:z.raceWhite            0.3419     0.2923   1.170  0.24208    
## y.intYes:z.raceWhite            -1.2534     0.3441  -3.642  0.00027 ***
## x.sexMale:y.intYes:z.raceWhite  -0.1151     0.4765  -0.241  0.80919    
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for poisson family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 2.8238e+02  on 7  degrees of freedom
## Residual deviance: 3.9968e-15  on 0  degrees of freedom
## AIC: 60.839
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 3
# Homogenous Model
model_homogenous <- glm(counts ~ x.sex + y.int + z.race +
              x.sex*y.int + x.sex*z.race + y.int*z.race,
              family = poisson(link = "log"))
summary(model_homogenous)
## 
## Call:
## glm(formula = counts ~ x.sex + y.int + z.race + x.sex * y.int + 
##     x.sex * z.race + y.int * z.race, family = poisson(link = "log"))
## 
## Coefficients:
##                       Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
## (Intercept)             3.5693     0.1571  22.724  < 2e-16 ***
## x.sexMale              -0.4120     0.2206  -1.868  0.06176 .  
## y.intYes               -0.4555     0.2221  -2.050  0.04032 *  
## z.raceWhite             1.4380     0.1718   8.372  < 2e-16 ***
## x.sexMale:y.intYes      0.6478     0.2250   2.879  0.00399 ** 
## x.sexMale:z.raceWhite   0.2987     0.2304   1.296  0.19483    
## y.intYes:z.raceWhite   -1.3135     0.2378  -5.524 3.32e-08 ***
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for poisson family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 282.378444  on 7  degrees of freedom
## Residual deviance:   0.058349  on 1  degrees of freedom
## AIC: 58.898
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 3
# Conditional Association on X
model_conditional_X <- glm(counts ~ x.sex + y.int + z.race +
              x.sex*y.int + x.sex*z.race,
              family = poisson(link = "log"))
summary(model_conditional_X)
## 
## Call:
## glm(formula = counts ~ x.sex + y.int + z.race + x.sex * y.int + 
##     x.sex * z.race, family = poisson(link = "log"))
## 
## Coefficients:
##                       Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
## (Intercept)             3.8298     0.1355  28.268  < 2e-16 ***
## x.sexMale              -0.2560     0.1990  -1.287  0.19823    
## y.intYes               -1.3492     0.1620  -8.329  < 2e-16 ***
## z.raceWhite             1.1043     0.1515   7.289 3.13e-13 ***
## x.sexMale:y.intYes      0.5696     0.2156   2.641  0.00826 ** 
## x.sexMale:z.raceWhite   0.1206     0.2187   0.551  0.58147    
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for poisson family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 282.378  on 7  degrees of freedom
## Residual deviance:  30.424  on 2  degrees of freedom
## AIC: 87.263
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 4
# Conditional Association on Y
model_conditional_Y <- glm(counts ~ x.sex + y.int + z.race +
x.sex*y.int + y.int*z.race,
family = poisson(link = "log"))
summary(model_conditional_Y)
## 
## Call:
## glm(formula = counts ~ x.sex + y.int + z.race + x.sex * y.int + 
##     y.int * z.race, family = poisson(link = "log"))
## 
## Coefficients:
##                      Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
## (Intercept)            3.4631     0.1394  24.844  < 2e-16 ***
## x.sexMale             -0.1641     0.1085  -1.512  0.13044    
## y.intYes              -0.4475     0.2270  -1.971  0.04868 *  
## z.raceWhite            1.5679     0.1431  10.955  < 2e-16 ***
## x.sexMale:y.intYes     0.5696     0.2156   2.641  0.00826 ** 
## y.intYes:z.raceWhite  -1.2656     0.2336  -5.417 6.05e-08 ***
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for poisson family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 282.3784  on 7  degrees of freedom
## Residual deviance:   1.7517  on 2  degrees of freedom
## AIC: 58.591
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 4
# Conditional Association on Z
model_conditional_Z <- glm(counts ~ x.sex + y.int + z.race +
x.sex*z.race + y.int*z.race,
family = poisson(link = "log"))
summary(model_conditional_Z)
## 
## Call:
## glm(formula = counts ~ x.sex + y.int + z.race + x.sex * z.race + 
##     y.int * z.race, family = poisson(link = "log"))
## 
## Coefficients:
##                       Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
## (Intercept)             3.4375     0.1584  21.697  < 2e-16 ***
## x.sexMale              -0.1092     0.1910  -0.572    0.567    
## y.intYes               -0.1457     0.1912  -0.762    0.446    
## z.raceWhite             1.5091     0.1775   8.502  < 2e-16 ***
## x.sexMale:z.raceWhite   0.1206     0.2187   0.551    0.581    
## y.intYes:z.raceWhite   -1.2656     0.2336  -5.417 6.05e-08 ***
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
## 
## (Dispersion parameter for poisson family taken to be 1)
## 
##     Null deviance: 282.3784  on 7  degrees of freedom
## Residual deviance:   8.5403  on 2  degrees of freedom
## AIC: 65.38
## 
## Number of Fisher Scoring iterations: 4

26.2.3 Pemilihan Model Terbaik

26.2.3.1 Ringkasan Model Log Linier

Model log linier dengan berbagai kombinasi parameter:

model_loglin <- data.frame(
  Model = c("Saturated", "Homogenous", "Conditional on X", "Conditional on Y", "Conditional on Z"),
  Parameter = c(
    "λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢⱼˣʸ + λᵢₖˣᶻ + λⱼₖʸᶻ + λᵢⱼₖˣʸᶻ",
    "λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢⱼˣʸ + λᵢₖˣᶻ + λⱼₖʸᶻ",
    "λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢⱼˣʸ + λᵢₖˣᶻ",
    "λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢⱼˣʸ + λⱼₖʸᶻ",
    "λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢₖˣᶻ + λⱼₖʸᶻ"
  ),
  Deviance = c("0.000", "0.058349", "30.424", "1.7517", "8.5403"),
  Parameters = c(8, 7, 6, 6, 6),
  df = c(0, 1, 2, 2, 2),
  AIC = c(60.839, 58.898, 87.263, 58.591, 65.38)
)

knitr::kable(model_loglin, align = "l")
Model Parameter Deviance Parameters df AIC
Saturated λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢⱼˣʸ + λᵢₖˣᶻ + λⱼₖʸᶻ + λᵢⱼₖˣʸᶻ 0.000 8 0 60.839
Homogenous λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢⱼˣʸ + λᵢₖˣᶻ + λⱼₖʸᶻ 0.058349 7 1 58.898
Conditional on X λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢⱼˣʸ + λᵢₖˣᶻ 30.424 6 2 87.263
Conditional on Y λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢⱼˣʸ + λⱼₖʸᶻ 1.7517 6 2 58.591
Conditional on Z λ + λᵢˣ + λⱼʸ + λₖᶻ + λᵢₖˣᶻ + λⱼₖʸᶻ 8.5403 6 2 65.380

26.2.3.2 Ringkasan Pengujian Interaksi 3 Arah dan 2 Arah

uji_interaksi <- data.frame(
  Interaksi = c("XYZ", "YZ", "XZ", "XY"),
  Pengujian = c("Saturated vs Homogenous",
                "Conditional on X vs Homogenous",
                "Conditional on Y vs Homogenous",
                "Conditional on Z vs Homogenous"),
  Delta_Deviance = c(0.58349, 30.36578, 1.6933, 8.482),
  df = c(2, 1, 1, 1),
  Chi_Square = c(5.991, 3.841, 3.841, 3.841),
  Keputusan = c("Terima H₀", "Tolak H₀", "Terima H₀", "Tolak H₀"),
  Keterangan = c("tidak ada interaksi", "ada interaksi", "tidak ada interaksi", "ada interaksi"),
  stringsAsFactors = FALSE
)
knitr::kable(uji_interaksi, booktabs = TRUE, align = "l")
Interaksi Pengujian Delta_Deviance df Chi_Square Keputusan Keterangan
XYZ Saturated vs Homogenous 0.58349 2 5.991 Terima H₀ tidak ada interaksi
YZ Conditional on X vs Homogenous 30.36578 1 3.841 Tolak H₀ ada interaksi
XZ Conditional on Y vs Homogenous 1.69330 1 3.841 Terima H₀ tidak ada interaksi
XY Conditional on Z vs Homogenous 8.48200 1 3.841 Tolak H₀ ada interaksi

26.2.3.3 Kesimpulan Pemilihan Model Terbaik

Dari hasil di atas diketahui bahwa asosiasi yang nyata hanya terdapat interaksi antara Intercouse dan Ras serta jenis kelamin dan intercouse. Sehingga, model terbaik adalah:

\[ \log(\mu_{ijk}) = \lambda + \lambda_i^X + \lambda_j^Y + \lambda_k^Z + \lambda_{ij}^{YZ} + \lambda_{ij}^{XY} \]

26.2.4 Intepretasi koefisien

# Interpretasi koefisien model terbaik
data.frame(
koef = bestmodel$coefficients,
exp_koef = exp(bestmodel$coefficients)
)

\[ \exp(\lambda^{X}_{Male}) = \exp(-0.164) = 0.8486 \Rightarrow \text{nilai odds} \] Tanpa memperhatikan ras dan intercouse, peluang seseorang berjenis kelamin laki-laki adalah 0.8486 kali dibandingkan perempuan.

\[ \exp(\lambda^{Y}_{Yes}) = \exp(-0.448) = 0.639 \Rightarrow \text{nilai odds} \] Tanpa memperhatikan jenis kelamin dan ras, peluang seseorang melakukan intercouse adalah 0.639 kali dibandingkan yang tidak.

\[ \exp(\lambda^{Z}_{White}) = \exp(1.568) = 4.797 \Rightarrow \text{nilai odds} \] Tanpa memperhatikan jenis kelamin dan intercouse, peluang seseorang memiliki ras putih adalah 4.797 kali dibandingkan ras hitam.

\[ \exp(\lambda^{XY}_{Male,Yes}) = \exp(0.570) = 1.768 \Rightarrow \text{nilai odds} \] Tanpa memperhatikan ras, odds seseorang melakukan intercouse (dibandingkan tidak) jika dia laki - laki adalah 1.768 dibandingkan odds yang sama dibandingkan dia perempuan.

\[ \exp(\lambda^{YZ}_{Yes,White}) = \exp(-1.266) = 0.282 \Rightarrow \text{nilai odds ratio} \] Tanpa memperhatikan jenis kelamin, odds seseorang memiliki ras putih (dibandingkan ras hitam) jika dia melakukan intercouse adalah 0.282 dibandingkan odds yang sama jika dia belum melakukan intercouse.

27 Refrensi