# Load library
library(tidyverse)
## ── Attaching core tidyverse packages ──────────────────────── tidyverse 2.0.0 ──
## âś” dplyr 1.1.4 âś” readr 2.1.5
## âś” forcats 1.0.0 âś” stringr 1.5.1
## âś” ggplot2 3.5.1 âś” tibble 3.2.1
## âś” lubridate 1.9.4 âś” tidyr 1.3.1
## âś” purrr 1.0.4
## ── Conflicts ────────────────────────────────────────── tidyverse_conflicts() ──
## âś– dplyr::filter() masks stats::filter()
## âś– dplyr::lag() masks stats::lag()
## ℹ Use the conflicted package (<http://conflicted.r-lib.org/>) to force all conflicts to become errors
library(ggplot2)
library(ggcorrplot)
data<- read.csv("C:/Users/Asus/OneDrive/Dokumen/PSD/Expanded_Data.csv")
# Menampilkan 6 baris pertama dari dataset
head(data)
## X Gender EthnicGroup ParentEduc LunchType TestPrep
## 1 0 female bachelor's degree standard none
## 2 1 female group C some college standard
## 3 2 female group B master's degree standard none
## 4 3 male group A associate's degree free/reduced none
## 5 4 male group C some college standard none
## 6 5 female group B associate's degree standard none
## ParentMaritalStatus PracticeSport IsFirstChild NrSiblings TransportMeans
## 1 married regularly yes 3 school_bus
## 2 married sometimes yes 0
## 3 single sometimes yes 4 school_bus
## 4 married never no 1
## 5 married sometimes yes 0 school_bus
## 6 married regularly yes 1 school_bus
## WklyStudyHours MathScore ReadingScore WritingScore
## 1 < 5 71 71 74
## 2 5 - 10 69 90 88
## 3 < 5 87 93 91
## 4 5 - 10 45 56 42
## 5 5 - 10 76 78 75
## 6 5 - 10 73 84 79
str(data)
## 'data.frame': 30641 obs. of 15 variables:
## $ X : int 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 ...
## $ Gender : chr "female" "female" "female" "male" ...
## $ EthnicGroup : chr "" "group C" "group B" "group A" ...
## $ ParentEduc : chr "bachelor's degree" "some college" "master's degree" "associate's degree" ...
## $ LunchType : chr "standard" "standard" "standard" "free/reduced" ...
## $ TestPrep : chr "none" "" "none" "none" ...
## $ ParentMaritalStatus: chr "married" "married" "single" "married" ...
## $ PracticeSport : chr "regularly" "sometimes" "sometimes" "never" ...
## $ IsFirstChild : chr "yes" "yes" "yes" "no" ...
## $ NrSiblings : int 3 0 4 1 0 1 1 1 3 NA ...
## $ TransportMeans : chr "school_bus" "" "school_bus" "" ...
## $ WklyStudyHours : chr "< 5" "5 - 10" "< 5" "5 - 10" ...
## $ MathScore : int 71 69 87 45 76 73 85 41 65 37 ...
## $ ReadingScore : int 71 90 93 56 78 84 93 43 64 59 ...
## $ WritingScore : int 74 88 91 42 75 79 89 39 68 50 ...
# Boxplot
par(mfrow = c(1,3))
boxplot(data$MathScore, main = "Math Score", col = "lightblue")
boxplot(data$ReadingScore, main = "Reading Score", col = "lightgreen")
boxplot(data$WritingScore, main = "Writing Score", col = "salmon")
Outlier pada boxplot di atas terlihat jelas terutama pada ketiga jenis skor, yaitu Math, Reading, dan Writing. Outlier ditandai dengan titik-titik di bawah garis whisker, yang menunjukkan nilai-nilai yang secara signifikan lebih rendah dari sebaran utama data. Pada Math Score, jumlah outlier paling banyak dan ekstrem, bahkan ada nilai yang mendekati nol, mengindikasikan adanya siswa yang memiliki kemampuan matematika jauh di bawah rata-rata. Pada Reading dan Writing Score, outlier juga muncul namun tidak sebanyak Math, dan nilainya cenderung tidak terlalu ekstrem. Kehadiran outlier ini menunjukkan adanya variasi performa siswa yang besar, serta pentingnya perhatian lebih pada siswa-siswa dengan nilai sangat rendah agar dapat diberikan dukungan akademik tambahan.
Outlier adalah data yang nilainya jauh berbeda atau menyimpang secara signifikan dari sebagian besar data lainnya dalam suatu dataset. Outlier bisa sangat rendah atau sangat tinggi dibandingkan nilai lainnya, dan dapat memengaruhi analisis statistik karena dapat menggeser rata-rata atau menimbulkan kesan yang menyesatkan terhadap sebaran data.
Beberapa cara umum untuk mendeteksi outlier:
# Tabel frekuensi
study_freq <- table(data$WklyStudyHours)
study_df <- as.data.frame(study_freq)
colnames(study_df) <- c("JamBelajar", "Jumlah")
# Pie Chart
ggplot(study_df, aes(x = "", y = Jumlah, fill = JamBelajar)) +
geom_bar(stat = "identity", width = 1) +
coord_polar("y", start = 0) +
labs(title = "Distribusi Jam Belajar per Minggu") +
theme_void() +
theme(legend.title = element_blank())
Pie chart di atas menunjukkan distribusi jam belajar siswa per minggu yang terbagi ke dalam tiga kategori: < 5 jam, 5–10 jam, dan > 10 jam. Mayoritas siswa berada pada kategori 5–10 jam per minggu, ditunjukkan oleh bagian ungu yang paling besar dari lingkaran. Selanjutnya, jumlah siswa yang belajar lebih dari 10 jam (warna hijau) juga cukup signifikan, tetapi lebih sedikit dibandingkan kategori sebelumnya. Sementara itu, proporsi siswa yang belajar kurang dari 5 jam (warna merah muda) adalah yang paling kecil. Ini mengindikasikan bahwa sebagian besar siswa mengalokasikan waktu belajar dalam rentang sedang, yaitu antara 5 hingga 10 jam per minggu.
# Korelasi
score_data <- data %>% select(MathScore, ReadingScore, WritingScore)
cor_matrix <- cor(score_data, use = "complete.obs")
# Heatmap dengan warna kustom
ggcorrplot(cor_matrix, type = "lower", colors = c("#6D9EC1", "white", "#E46726"))
Berdasarkan hasil visualisasi heatmap korelasi antara variabel MathScore, ReadingScore, dan WritingScore, terlihat bahwa ketiga variabel tersebut memiliki hubungan yang sangat kuat dan positif satu sama lain. Warna oranye terang yang mendominasi heatmap menunjukkan bahwa nilai korelasi antar skor mendekati angka 1, yang menandakan korelasi positif yang tinggi. Hal ini berarti bahwa siswa yang memiliki nilai tinggi dalam matematika cenderung juga memiliki nilai yang tinggi dalam kemampuan membaca (reading) maupun menulis (writing). Korelasi paling kuat tampak antara skor Reading dan Writing, yang cukup wajar mengingat kedua kemampuan ini saling berhubungan secara langsung dalam aspek bahasa. Secara keseluruhan, temuan ini mengindikasikan bahwa peningkatan pada salah satu kemampuan akademik kemungkinan besar akan diikuti oleh peningkatan pada kemampuan lainnya. Korelasi yang kuat ini dapat menjadi dasar untuk pendekatan pembelajaran terpadu yang mengembangkan ketiga aspek secara bersamaan.