Distribusi Probabilitas
Penjelasan 3 Sigma dan 6 Sigma
3 Sigma dan 6 Sigma adalah metode pengendalian kualitas berbasis statistik yang digunakan untuk mengukur dan mengurangi variabilitas dalam suatu proses.
3 Sigma
Pendekatan 3 Sigma menyatakan bahwa 99,73% data berada dalam tiga standar deviasi dari rata-rata, dengan tingkat cacat sekitar 2.700 per satu juta kesempatan.
Contoh: Jika suatu pabrik memproduksi 1.000.000 unit barang dan menggunakan pendekatan 3 Sigma, maka sekitar 2.700 unit mungkin cacat.
6 Sigma
Pendekatan 6 Sigma lebih ketat, dengan hanya 3,4 cacat per satu juta kesempatan, memastikan hampir nol kesalahan dalam proses produksi.
Contoh: Dalam industri penerbangan, pendekatan 6 Sigma digunakan untuk memastikan tingkat kesalahan sangat rendah dalam perawatan pesawat, mengurangi kemungkinan kegagalan teknis.
Perbedaan utama antara 3 Sigma dan 6 Sigma
1. Tingkat Kualitas:
- 3 Sigma mengizinkan lebih banyak cacat (2.700 cacat per satu juta produk),
- 6 Sigma berfokus pada tingkat cacat yang sangat rendah, hanya 3,4 cacat per satu juta produk.
2. Tujuan dan Fokus:
3 Sigma lebih fokus pada memastikan bahwa sebagian besar produk atau output memenuhi standar kualitas yang dapat diterima, tetapi dengan sedikit toleransi terhadap cacat.
6 Sigma bertujuan untuk menghilangkan hampir seluruh cacat dan memaksimalkan efisiensi melalui kontrol kualitas yang ketat dan perbaikan berkelanjutan.
3. Implementasi dan Biaya:
Implementasi 3 Sigma relatif lebih mudah dan biaya yang lebih rendah, cocok untuk industri dengan toleransi cacat yang lebih tinggi.
Implementasi 6 Sigma lebih kompleks, membutuhkan lebih banyak pelatihan, perencanaan, dan pengawasan, serta investasi yang lebih besar dalam kontrol kualitas dan alat statistik.
Penggunaan Z-Score dan T-Score
Z-Score dan T-Score adalah dua ukuran statistik yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh suatu nilai berada dari rata-rata dalam distribusi data, namun keduanya digunakan dalam konteks yang berbeda. Berikut penjelasannya:
Z-Score
Z-Score mengukur sejauh mana suatu nilai menyimpang dari rata-rata dalam distribusi normal.
Rumus:
\[ Z = \frac{X - \mu}{\sigma} \]
di mana:
\(X\) adalah nilai data yang ingin dianalisis.
\(\mu\) adalah rata-rata (mean) dari populasi.
\(\sigma\) adalah deviasi standar dari populasi.
Contoh: Dalam suatu ujian, rata-rata nilai adalah 70 dengan standar deviasi 10. Jika seseorang mendapatkan nilai 85, maka: \[ Z = \frac{85 - 70}{10} = 1.5 \] Artinya, nilai 85 berada 1,5 standar deviasi di atas rata-rata.
T-Score
Digunakan saat ukuran sampel kecil atau standar deviasi populasi tidak diketahui.
Rumus:
\[ T = \frac{X - \bar{X}}{S / \sqrt{n}} \]
di mana:
\(X\) adalah nilai data.
\(\bar{X}\) adalah rata-rata sampel.
\(S\) adalah deviasi standar sampel.
\(n\) adalah ukuran sampel.
Contoh: Dalam sampel 10 mahasiswa, rata-rata nilai ujian adalah 75 dengan standar deviasi sampel 12. Jika seseorang mendapatkan nilai 90, maka: \[ T = \frac{90 - 75}{12 / \sqrt{10}} \approx 3.95 \] Hasil ini menunjukkan bahwa nilai 90 adalah pencilan yang signifikan dalam sampel kecil tersebut.
Perbedaan Utama Z-Score dan T-Score
1. Ukuran Sampel: Z-Score digunakan untuk sampel besar (\(n>30\)), sedangkan T-Score digunakan untuk sampel kecil (\(n<30\)).
2. Diketahui/Tidaknya Standar Deviasi: Z-Score memerlukan standar deviasi populasi, sedangkan T-Score menggunakan standar deviasi sampel.
Referensi
1. Montgomery, D. C. (2019). Introduction to Statistical Quality Control. Wiley.
2. Juran, J. M. (2003). Juranโs Quality Handbook. McGraw-Hill.
3. Field, A. (2018). Discovering Statistics Using IBM SPSS Statistics. Sage Publications.
4. Montgomery, D. C., & Runger, G. C. (2021). Applied Statistics and Probability for Engineers. Wiley.
5. Walpole, R. E., Myers, R. H., Myers, S. L., & Ye, K. (2017). Probability and Statistics for Engineers and Scientists. Pearson.