Statistik Deskriptif dan Statistik
Inferensial adalah dua cabang utama dalam statistika, namun
memiliki tujuan yang berbeda dalam pengambilan keputusan.
1.1Stastistik
Deskritif
Statistika deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau
meringkas data yang ada sehingga mudah dipahami. Dalam
pengambilan keputusan, statistika deskriptif membantu memberikan
informasi mengenai situasi atau kondisi berdasarkan data yang
tersedia.
1.1.1Ciri-ciri
Tujuan: Menggambarkan atau meringkas sekumpulan
data.
Cara Kerja: Menghitung nilai-nilai seperti mean,
median, modus, standar deviasi, dan membuat visualisasi data (histogram,
box plot, dll.).
Fokus pada data yang ada: Hanya menganalisis data
yang telah dikumpulkan tanpa membuat kesimpulan yang lebih luas.
1.1.2Contoh
Sebuah perusahaan ingin mengetahui kinerja penjualan bulan lalu.
Dengan menggunakan statistika deskriptif, mereka menganalisis rata-rata
penjualan harian, produk penjualan, dan pola penjualan berdasarkan data
historis.
Keputusan: Menyusun strategi pemasaran berdasarkan pola penjualan
yang teridentifikasi.
## Warning: package 'reticulate' was built under R version 4.4.2
Statistika inferensial digunakan untuk menarik kesimpulan
atau membuat generalisasi mengenai populasi berdasarkan sampel
data. Dalam pengambilan keputusan, statistika inferensial membantu
memberikan prediksi atau menguji hipotesis.
1.2.1Ciri-ciri
Tujuan: Membuat prediksi, menguji hipotesis,
atau menentukan hubungan sebab-akibat.
Cara Kerja:Melibatkan penggunaan: Uji hipotesis
(uji t, chi-square, ANOVA), Estimasi, (interval kepercayaan), Regresi
dan korelasi
Fokus pada generalisasi: Menggunakan sampel data
untuk menggambarkan atau membuat kesimpulan tentang populasi.
1.2.2Contoh
Sebuah perusahaan ingin mengetahui apakah kampanye pemasaran baru
mereka efektif. Dengan menggunakan statistika inferensial, mereka
mengumpulkan data penjualan dari beberapa cabang (sampel) dan melakukan
uji hipotesis untuk menentukan apakah ada peningkatan yang
signifikan.
Keputusan: Memutuskan apakah kampanye tersebut akan diterapkan di
semua cabang berdasarkan hasil uji statistik.
2Alpha VS
Beta
Dalam uji hipotesis, alpha (α) dan beta (β) merujuk pada dua jenis
kesalahan yang dapat terjadi saat menguji suatu hipotesis:
2.1Alpha
(α) – Tingkat Signifikansi:
Alpha adalah probabilitas untuk membuat kesalahan
tipe I , yaitu menolak hipotesis nol (H₀) padahal hipotesis nol tersebut
benar.
Ini disebut juga tingkat signifikansi , dan sering
kali disetel pada 0,05, yang berarti ada
5% peluang untuk membuat kesalahan tipe
I.
Contoh: Bayangkan kamu diuji oleh guru dan
hipotesisnya adalah “kamu lulus ujian”. Jika alpha terlalu besar
(misalnya 5%), berarti ada peluang 5% kamu dinyatakan gagal (menolak
hipotesis bahwa kamu lulus) padahal sebenarnya kamu lulus.
2.2Beta
(β) – Kesalahan Tipe II:
Beta adalah probabilitas untuk membuat kesalahan
tipe II , yaitu gagal menolak hipotesis nol padahal hipotesis alternatif
(H₁) yang seharusnya benar.
Kesalahan tipe II terjadi ketika kita tidak dapat
mendeteksi efek yang benar-benar ada.
Contoh:Misalnya, hipotesis kamu adalah “kamu lulus
ujian”, tapi ternyata kamu tidak lulus. Kalau beta besar, berarti ada
kemungkinan kamu tidak menyadari bahwa kamu sebenarnya gagal ujian.
2.2.1Ringkasan:
Alpha (α) mengukur kesalahan tipe I (menolak H₀
yang benar).
Beta (β) mengukur kesalahan tipe II (gagal menolak
H₀ yang salah).
Semakin kecil α, semakin besar kemungkinan β dan sebaliknya,
sehingga perlu ada keseimbangan dalam memilih nilai keduanya.
3Pesimis VS
Optimis
3.1Pesimis
(Hipotesis Nol, \(H_0\)):
Pendekatan pesimis sering dikaitkan dengan hipotesis nol (null
hypothesis). Hipotesis nol adalah pernyataan yang biasanya menganggap
tidak ada perbedaan, tidak ada pengaruh, atau tidak ada hubungan antara
variabel-variabel yang diuji.
Misalnya, dalam uji hipotesis, kita mungkin menguji apakah ada
perbedaan antara dua kelompok. Hipotesis nol mungkin menyatakan “tidak
ada perbedaan yang signifikan antara kelompok A dan kelompok
B.”
Pendekatan pesimis ini digunakan untuk menjaga kesalahan tipe I
(false positive), yaitu menghindari kesimpulan bahwa ada efek yang tidak
ada.
3.2Optimis
(Hipotesis Alternatif, \(H_a\)):
Pendekatan optimis berkaitan dengan hipotesis alternatif
(alternative hypothesis), yang menunjukkan adanya perbedaan
atau hubungan yang ingin kita buktikan.
Dalam uji hipotesis, kita menguji hipotesis alternatif jika kita
mengharapkan adanya efek atau perubahan yang ingin diuji.
Misalnya, hipotesis alternatif mungkin menyatakan “ada perbedaan
signifikan antara kelompok A dan kelompok B.”
3.3Kapan
Menggunakan Pesimis dan Optimis?
Pesimis (Hipotesis Nol): Biasanya digunakan
ketika kita ingin menjaga kehati-hatian dan menghindari membuat klaim
yang salah. Uji hipotesis sering kali dimulai dengan hipotesis nol
sebagai dasar, kemudian mengumpulkan bukti untuk menolaknya.
Optimis (Hipotesis Alternatif): Digunakan ketika
kita memiliki alasan yang kuat untuk meyakini bahwa ada perbedaan atau
hubungan yang signifikan, dan kita ingin menguji klaim
tersebut.
3.4Proses Umum
Uji Hipotesis:
Tentukan hipotesis nol (\(H_0\)) dan hipotesis
alternatif (\(H_a\)).
Pilih level signifikansi (\(\alpha\)).
Lakukan uji statistik dan hitung nilai p.
Bandingkan nilai p dengan \(\alpha\):
Jika nilai p < \(\alpha\),
tolak \(H_0\) dan terima \(H_a\) (optimis).
Jika nilai p ≥ \(\alpha\), tidak
ada cukup bukti untuk menolak \(H_0\)
(pesimis).