Faktor Pengaruh Kematian Bayi di Pulau Kalimantan Tahun 2016 menggunakan Analisis Multidimensional Scaling

Djovita Fathoni Putri Estining Tyas

2024-11-27

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator yang sangat penting dalam menentukan kualitas kesehatan masyarakat di suatu wilayah. Indikator ini mencerminkan tidak hanya tingkat kesejahteraan masyarakat, tetapi juga efektivitas sistem pelayanan kesehatan yang tersedia. Meskipun Indonesia telah mengalami berbagai kemajuan dalam bidang kesehatan, angka kematian bayi masih menjadi tantangan serius, terutama di wilayah-wilayah tertentu yang memiliki perbedaan dalam berbagai faktor yang memengaruhinya. Di Pulau Kalimantan, misalnya, angka kematian bayi menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara provinsi-provinsi, yang mencerminkan kompleksitas faktor-faktor sosial, ekonomi, dan kesehatan yang berbeda di setiap wilayah.

Salah satu faktor yang dapat memengaruhi angka kematian bayi adalah persentase wanita berumur 15-49 tahun yang berstatus kawin dan menggunakan alat kontrasepsi (KB). Penggunaan alat KB tidak hanya berfungsi untuk mengatur kelahiran, tetapi juga dapat berkontribusi pada perencanaan keluarga yang lebih sehat dan terencana. Selain itu, prevalensi balita kurus juga menjadi salah satu indikator yang mencerminkan masalah gizi yang dapat berdampak pada kesehatan bayi secara keseluruhan. Cakupan imunisasi polio, yang berfungsi untuk melindungi bayi dari penyakit berbahaya, juga menjadi faktor penting yang dapat memengaruhi angka kematian bayi. Di samping itu, persentase gizi buruk di kalangan anak-anak menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dalam upaya meningkatkan kualitas hidup bayi dan balita.

Melihat pentingnya faktor-faktor tersebut, analisis yang mendalam diperlukan untuk memahami pola dan kemiripan antara provinsi-provinsi di Pulau Kalimantan dalam konteks faktor-faktor yang memengaruhi angka kematian bayi. Dengan menggunakan metode analisis yang tepat, pengelompokkan provinsi berdasarkan kemiripan faktor-faktor ini dapat memberikan wawasan yang lebih baik tentang hubungan antara variabel-variabel tersebut dan kondisi kesehatan bayi. Penelitian ini diharapkan dapat membantu para pemangku kebijakan untuk merumuskan strategi yang lebih efektif dan spesifik dalam menurunkan angka kematian bayi, serta mengatasi tantangan kesehatan masyarakat yang ada di Pulau Kalimantan.

1.2 Rumusan Masalah

 1. Apakah terdapat hubungan antara wanita berumur 15-49 tahun yang memakai alat KB dengan Kematian Bayi di Kalimantan?
 
 2. Bagaimana pengaruh gizi buruk yang menyebabkan balita bertubuh kurus menjadi penyebab Kematian Bayi di Kalimantan?
 
 3. Bagaimana pengaruh pemberian imunisasi polio kepada balita terhadap Kematian Bayi di Kalimantan?

1.3 Tujuan Penelitian

 1. Menilai dampak hubungan antara wanita berumur 15-49 tahun yang memakai alat KB dengan Kematian Bayi di Kalimantan.
 
 2.  Mengidentifikasi apakah gizi buruk yang menyebabkan balita bertubuh kurus menjadi penyebab Kematian Bayi di Kalimantan.
 
 3. Mengidentifikasi apakah pemberian imunisasi polio kepada balita terhadap Kematian Bayi di Kalimantan.

1.4 Manfaat

 1. Penelitian ini akan memberikan informasi penting mengenai efek wanita berumur 15-49 tahun yang memakai alat KB terhadap kematian bayi.
 
 2. Penelitian ini akan memberikan edukasi dan informasi terkait faktor-faktor yang menyebabkan kematian bayi di Kalimantan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Statistika Deskriptif

Statistika deskriptif merupakan metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian data sehingga memberikan informasi yang berguna (Walpole, 1995). Dalam statistika deskriptif terbagi menjadi dua pengukuran yaitu pengukuran pemusatan data dan pengukuran penyebaran data. Mean atau rata-rata merupakan salah satu pengukuran pemusatan data bila data tersebut diurutkan dari yang terkecil ke terbesar ataupun sebaliknya. Untuk mendapatkan nilai mean atau rata-rata tersebut dapat menggunakan rumus di bawah ini.

\[ \bar{X} = \frac{\sum_{i}^{n}X_i}{n} \] Selain itu, juga terdapat nilai maksimum dan minimum. Nilai maksimum merupakan nilai tertinggi/terbesar yang terdapat dalam suatu gugus data. Sedangkan nilai minimum adalah nilai terendah yang terdapat dalam sekumpulan data (Walpole, 1995).

2.2 Jarak Euclidean

Jarak Euclidean merupakan akar kuadrat dari jumlah perbedaan untuk nilai setiap variabel (Johnson, 2007). Jarak Euclidean antara obyek i dan j obyek didefinisikan sebagai berikut (Rencher, 2002):

\[ d_{i}^{j} = \sqrt{\sum_{i=1}^{n} (x_i - y_i)^2} \] Dengan \[X_{ki}\] merupakan nilai pengamatan variabel ke-k dan obyek ke-i, \[X_{kj}\] merupakan nilai pengamatan variabel ke-k dan obyek ke-j. Atau dalam notasi matrik, jarak euclidean adalah sebagai berikut \[ d(x, y) = \sqrt{\sum_{i=1}^{n} (x_i - y_i)^2} \] Matrik jarak untuk analisis MDS diperoleh dari jarak euclidean yang menyatakan jarak antara pasangan objek yang mungkin terjadi.

\[ D = \begin{bmatrix} d_{11} & d_{12} & d_{13} & \cdots & d_{1n} \\ d_{21} & ... & d_{23} & \cdots & d_{2n} \\ d_{31} & d_{32} & ... & \cdots & d_{3n} \\ \vdots & \vdots & \vdots & \ddots & \vdots \\ d_{n1} & d_{n2} & d_{n3} & \cdots & ... \end{bmatrix} \]

2.3 Multidimensional Scalling (MDS)

Multidimensional scaling (MDS) mengacu pada sebuah metode yang membantu mengidentifikasi ukuran pokok yang mendasari penilaian responden terhadap sebuah obyek, sebagai contoh multidimensional scaling (MDS) seringkali digunakan di bidang pemasaran untuk mengidentifikasi ukuran pokok yang mendasari penilaian konsumen terhadap sebuah produk atau sebuah palayanan. Multidimensional scaling (MDS) disebut juga perceptual map. Multidimensional scaling (MDS) berhubungan dengan pembuatan peta untuk menggambarkan posisi sebuah obyek dengan obyek lainnya berdasarkan kesamaan atau ketidaksamaan obyek-obyek tersebut. Tujuan dari multidimensional scaling adalah metransformasikan data dengan banyak dimensi menjadi sebuah jarak yang disajikan pada ruang dimensi yang lebih sedikit. Berdasarkan skala pengukuran dari data kesamaan atau ketidaksamaan, MDS dibedakan atas MDS berskala metrik dan MDS berskala nonmetrik. MDS berskala metrik mengasumsikan bahwa data yang digunakan bersifat kuantitatif (interval dan rasio). Sedangkan MDS berskala nonmetrik mengasumsikan bahwa data yang digunakan bersifat kualitatif khususnya ordinal (Hair & Anderson, 2010).

Berdasarkan skala pengukuran dari data kemiripan, MDS dibagi menjadi dua yaitu, multidimensional scaling metrik dan multidimensional scaling non-metrik.

### 2.3.1 Multidimensional Scaling Metrik

Multidimensional Scaling (MDS) metrik mengasumsikan bahwa data adalah kuantitatif (interval dan rasio). Dalam prosedur MDS metrik tidak mempermasalahkan data input ini merupakan jarak yang sebenarnya atau tidak, prosedur ini hanya menyusun bentuk geometri dari titik-titik objek yang diupayakan sedekat mungkin dengan input jarak yang diberikan. Pada dasarnya adalah mengubah input jarak atau metrik kedalam bentuk geometrik sebagai outputnya.

### 2.3.2 Multidimensional Scaling Non-Metrik

Data jarak yang digunakan dalam penskalaan berdimensi ganda non-metrik adalah data yang berskala ordinal atau nominal. Pada kasus ini perhitungan kriteria adalah untuk menghubungkan nilai ketidaksamaan suatu jarak ke nilai ketidaksamaan yang terdekat. MDS non-metrik menggunakan transformasi monoton (sama) ke data yang sebenarnya sehingga dapat dilakukan operasi aritmatika terhadap nilai ketidaksamaannya, untuk menyesuaikan jarak dengan nilai urutan ketidaksamaanya.

Koordinat awal dari setiap subjek dapat diperoleh melalui cara yang sama seperti metode MDS metrik dengan asumsi bahwa meskipun data bukan jarak informasi yang sebenarnya tapi nilai urutan tersebut dipandang sebagai variabel interval. Penskalaan berdimensi ganda non-metrik, fungsi transformasi hanya mempunyai batasan untuk semua. Suatu fungsi STRESS (Standardized Residual Sum of Square) dirumuskan sebagai berikut (Rencher, 2002)

\[ \text{STRESS} = \sqrt{\frac{\sum_{i=1}^{n} \sum_{j=1}^{n} \left( d_{ij} - \hat{d}_{ij} \right)^2}{\sum_{i=1}^{n} \sum_{j=1}^{n} d_{ij}^2}} \]

3. VARIABEL YANG DIGUNAKAN

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Persentase Wanita berumur 15-49 tahun dan berstatus kawin yang sedang menggunakan/memakai alat KB.

2. Persentase balita kurus.

3. Persentase balita mendapat imunisasi polio.

4. Persentase gizi buruk.

4. SOURCE CODE

> ## 4.1 Library
> library(gtable)
> library(kableExtra)
> library(knitr)
> ## 4.2 Impor Data
+ Provinsi <- c("Kalimantan Barat", "Kalimantan Selatan", "Kalimantan Tengah", "Kalimantan Timur", "Kalimantan Utara" )
+ X1 <- c(65.01, 63.31, 69.78, 57.02, 51.06)
+ X2 <- c(48.6, 40.5, 16.1, 31.1, 52.2)
+ X3 <- c(84.4, 84.9, 81.7, 88.9, 56.2)
+ X4 <- c(6.6, 4.6, 3.6, 3.4, 4.6)
+ DataCoyy <- data.frame(Provinsi, X1, X2, X3, X4)
+ data<- data.frame(DataCoyy) 
+ Dataw <- data[,-1] 
+ 
+ ## 4.3 Statistika Deskriptif
+ statdes <- summary(data) 
+ statdes
+ 
+ ## 4.4 Menghitung Jarak
+ dist_matrix <- as.matrix(dist(Dataw)) 
+ dist_matrix
+ 
+ ## 4.5 Mencari Nilai Eigen
+ A <- dist_matrix^2 
+ I <- diag(5) 
+ J <- matrix(rep(1,5), nrow=5, ncol=5) 
+ V <- I-(1/5)*J
+ 
+ AA <- V%*%A 
+ BB <- AA%*%V 
+ B <- (-1/2)*BB 
+ eigen_result <- eigen(B) 
+ eigen_result 
+ eigenvalues <- eigen_result$values
+ eigenvectors <- eigen_result$vectors
+ 
+ ## 4.6 Menghitung Tingkat Kumulatif Variasi
+ cumulative_variance <- cumsum(eigenvalues)/sum(eigenvalues)
+ print(cumulative_variance)
+ 
+ ## 4.7 Menentukan Titik Koordinat Objek
+ fit <- cmdscale(dist_matrix, k=2) fit
+ 
+ ## 4.8 Menghitung Disparities
+ disparities <- matrix(0, nrow = 5,ncol= 5) 
+ for (i in 1:5) { for (j in 1:5)
+ disparities[i, j] <- sqrt(sum((fit[i,] - fit[j,])^2))}
+ disparities
+ 
+ 
+ ## 4.9 Menghitung Stress dan Visualisasi
+ stress <- sqrt(sum((dist_matrix - disparities)^2) / sum(dist_matrix^2))
+ cat("Nilai Stress:", stress, "\n")
+ 
+ par(mar = c(5, 5, 2, 2)) 
+ plot(fit, type='n', xlab = "Dimensi 1", ylab = "Dimensi 2") 
+ text(fit, labels = data$Provinsi) 
+ text(fit, labels = 1:nrow(data))
Error: <text>:38:35: unexpected symbol
37: ## 4.7 Menentukan Titik Koordinat Objek
38: fit <- cmdscale(dist_matrix, k=2) fit
                                      ^

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Data

Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui website resmi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang disajikan dalam sebagai berikut :

> Provinsi <- c("Kalimantan Barat", "Kalimantan Selatan", "Kalimantan Tengah", "Kalimantan Timur", "Kalimantan Utara" )
> X1 <- c(65.01, 63.31, 69.78, 57.02, 51.06)
> X2 <- c(48.6, 40.5, 16.1, 31.1, 52.2)
> X3 <- c(84.4, 84.9, 81.7, 88.9, 56.2)
> X4 <- c(6.6, 4.6, 3.6, 3.4, 4.6)
> DataCoyy <- data.frame(Provinsi, X1, X2, X3, X4)
> DataCoyy %>%
+   kbl(
+     col.names = c("Provinsi", "X1", "X2", "X3", "X4"),
+     align = "c"
+   ) %>%
+   kable_styling(
+     bootstrap_options = c("striped", "hover", "condensed", "responsive"),
+     full_width = FALSE
+   ) %>%
+   row_spec(0, bold = TRUE, background = "maroon", color = "white")
Provinsi X1 X2 X3 X4
Kalimantan Barat 65.01 48.6 84.4 6.6
Kalimantan Selatan 63.31 40.5 84.9 4.6
Kalimantan Tengah 69.78 16.1 81.7 3.6
Kalimantan Timur 57.02 31.1 88.9 3.4
Kalimantan Utara 51.06 52.2 56.2 4.6

5.2 Statistika Deskriptif

Hasil Statistika Deskriptif yang didapatkan adalah sebagai berikut :

> data<- data.frame(DataCoyy) 
> data 
            Provinsi    X1   X2   X3  X4
1   Kalimantan Barat 65.01 48.6 84.4 6.6
2 Kalimantan Selatan 63.31 40.5 84.9 4.6
3  Kalimantan Tengah 69.78 16.1 81.7 3.6
4   Kalimantan Timur 57.02 31.1 88.9 3.4
5   Kalimantan Utara 51.06 52.2 56.2 4.6
> statdes <- summary(data) 
> statdes
   Provinsi               X1              X2             X3       
 Length:5           Min.   :51.06   Min.   :16.1   Min.   :56.20  
 Class :character   1st Qu.:57.02   1st Qu.:31.1   1st Qu.:81.70  
 Mode  :character   Median :63.31   Median :40.5   Median :84.40  
                    Mean   :61.24   Mean   :37.7   Mean   :79.22  
                    3rd Qu.:65.01   3rd Qu.:48.6   3rd Qu.:84.90  
                    Max.   :69.78   Max.   :52.2   Max.   :88.90  
       X4      
 Min.   :3.40  
 1st Qu.:3.60  
 Median :4.60  
 Mean   :4.56  
 3rd Qu.:4.60  
 Max.   :6.60  
> statdes %>%
+   kbl(col.names = c("Min", "1st Qu.", "Median", "Mean", "3rd Qu.", "Max"), align = "c") %>%
+   kable_styling(bootstrap_options = c("striped", "hover", "condensed", "responsive"), full_width = FALSE) %>%
+   row_spec(0, bold = TRUE, background = "orange", color = "white")
Min 1st Qu. Median Mean 3rd Qu. Max
Length:5 Min. :51.06 Min. :16.1 Min. :56.20 Min. :3.40
Class :character 1st Qu.:57.02 1st Qu.:31.1 1st Qu.:81.70 1st Qu.:3.60
Mode :character Median :63.31 Median :40.5 Median :84.40 Median :4.60
NA Mean :61.24 Mean :37.7 Mean :79.22 Mean :4.56
NA 3rd Qu.:65.01 3rd Qu.:48.6 3rd Qu.:84.90 3rd Qu.:4.60
NA Max. :69.78 Max. :52.2 Max. :88.90 Max. :6.60

5.3 Jarak

> data<- data.frame(DataCoyy) 
> Dataw <- data[,-1] 
> dist_matrix <- as.matrix(dist(Dataw)) 
> dist_matrix %>% kbl(col.names = c("1", "2", "3", "4", "5"), align = "c") %>% kable_styling(bootstrap_options = c("striped", "hover", "condensed", "responsive"), full_width = FALSE) %>% row_spec(0, bold = TRUE, background = "pink", color = "white") 
1 2 3 4 5
0.000000 8.529361 33.09521 20.01450 31.73015
8.529361 0.000000 25.46490 12.05670 33.32630
33.095210 25.464895 0.00000 20.96897 48.00936
20.014497 12.056703 20.96897 0.00000 39.38860
31.730151 33.326303 48.00936 39.38860 0.00000

Pada output diatas, diperoleh matriks D yang berukuran 5 × 5 sesuai dengan banyak faktor pada data dengan elemen matriks Dij yaitu jarak euclidean antar objek.

5.4 Nilai Eigen

> A <- dist_matrix^2 
> I <- diag(5) 
> J <- matrix(rep(1,5), nrow=5, ncol=5) 
> V <- I-(1/5)*J
> 
> AA <- V%*%A 
> BB <- AA%*%V 
> B <- (-1/2)*BB 
> eigen_result <- eigen(B) 
> eigen_result 
eigen() decomposition
$values
[1] 1.274929e+03 3.859244e+02 9.389664e+01 4.401682e-01 2.223685e-14

$vectors
            [,1]       [,2]        [,3]        [,4]      [,5]
[1,]  0.10327392 -0.5856224  0.43762899 -0.50483841 0.4472136
[2,] -0.05737717 -0.3187112  0.08662537  0.82923284 0.4472136
[3,] -0.56016105  0.5901300  0.36017921 -0.09075870 0.4472136
[4,] -0.26249660 -0.1238380 -0.81647371 -0.22165371 0.4472136
[5,]  0.77676090  0.4380415 -0.06795985 -0.01198202 0.4472136
> eigenvalues <- eigen_result$values
> eigenvectors <- eigen_result$vectors
> eigenvectors %>% kbl(col.names = c("1", "2", "3", "4", "5"), align = "c") %>% kable_styling(bootstrap_options = c("striped", "hover", "condensed", "responsive"), full_width = FALSE) %>% row_spec(0, bold = TRUE, background = "brown", color = "white") 
1 2 3 4 5
0.1032739 -0.5856224 0.4376290 -0.5048384 0.4472136
-0.0573772 -0.3187112 0.0866254 0.8292328 0.4472136
-0.5601610 0.5901300 0.3601792 -0.0907587 0.4472136
-0.2624966 -0.1238380 -0.8164737 -0.2216537 0.4472136
0.7767609 0.4380415 -0.0679599 -0.0119820 0.4472136

Dalam hasil di atas, matriks B dihasilkan menggunakan rumus yang telah dijelaskan dalam sintaks awal. Melalui penggunaan fungsi eigen, nilai dan vektor eigen diperoleh dari matriks B tersebut

5.5 Tingkat Kumulatif Variasi

> eigen_result 
eigen() decomposition
$values
[1] 1.274929e+03 3.859244e+02 9.389664e+01 4.401682e-01 2.223685e-14

$vectors
            [,1]       [,2]        [,3]        [,4]      [,5]
[1,]  0.10327392 -0.5856224  0.43762899 -0.50483841 0.4472136
[2,] -0.05737717 -0.3187112  0.08662537  0.82923284 0.4472136
[3,] -0.56016105  0.5901300  0.36017921 -0.09075870 0.4472136
[4,] -0.26249660 -0.1238380 -0.81647371 -0.22165371 0.4472136
[5,]  0.77676090  0.4380415 -0.06795985 -0.01198202 0.4472136
> eigenvalues <- eigen_result$values
> eigenvectors <- eigen_result$vectors
> cumulative_variance <- cumsum(eigenvalues)/sum(eigenvalues)
> print(cumulative_variance)
[1] 0.7263765 0.9462527 0.9997492 1.0000000 1.0000000
> cumulative_variance %>% kbl(col.names = "Tingkat Kumulatif Variasi", align = "c") %>% kable_styling(bootstrap_options = c("striped", "hover", "condensed", "responsive"), full_width = FALSE) %>% row_spec(0, bold = TRUE, background = "purple", color = "white")
Tingkat Kumulatif Variasi
0.7263765
0.9462527
0.9997492
1.0000000
1.0000000

Pada output di atas, terlihat hasil kumulatif varians yang dihitung untuk menentukan dimensi yang optimal. Dua nilai pertama, yakni 0.723 dan 0.943, menunjukkan tingkat kesesuaian yang memadai. Dengan demikian, menggunakan dua dimensi sudah cukup sesuai untuk aplikasi ini, sejalan dengan banyaknya dimensi pada studi kasus awal.

5.6 Titik Koordinat Objek dan Disparities

> data<- data.frame(DataCoyy) 
> Dataw <- data[,-1] 
> dist_matrix <- as.matrix(dist(Dataw)) 
> fit <- cmdscale(dist_matrix, k=2) 
> 
> fit %>%
+   kbl(col.names = c("1", "2"), align = "c") %>%
+   kable_styling(bootstrap_options = c("striped", "hover", "condensed", "responsive"), full_width = FALSE) %>%
+   row_spec(0, bold = TRUE, background = "grey", color = "white")
1 2
3.687514 -11.504527
-2.048717 -6.261067
-20.001193 11.593079
-9.372742 -2.432793
27.735139 8.605308

Pada output diatas, diperoleh titik koordinat tiap atribut dimana dalam hal ini adalah provinsi. Koordinat Kalimantan Barat yaitu (3.74 , 11.64), Kalimantan Tengah yaitu (-2.60 , 6.49), Kalimantan Selatan yaitu (-19.83 , -11.60), Kalimantan Timur (-9.22 , 2.00), Kalimantan Utara (27.91 , -8.53).

> disparities <- matrix(0, nrow = 5,ncol= 5) 
> for (i in 1:5) { for (j in 1:5)
+ disparities[i, j] <- sqrt(sum((fit[i,] - fit[j,])^2))}
> disparities
          [,1]      [,2]     [,3]      [,4]     [,5]
[1,]  0.000000  7.771629 33.08556 15.901781 31.34795
[2,]  7.771629  0.000000 25.31920  8.264202 33.28794
[3,] 33.085559 25.319200  0.00000 17.597984 47.82974
[4,] 15.901781  8.264202 17.59798  0.000000 38.71478
[5,] 31.347946 33.287944 47.82974 38.714784  0.00000
> disparities %>%
+   kbl(col.names = c("1", "2", "3", "4", "5"), align = "c") %>%
+   kable_styling(bootstrap_options = c("striped", "hover", "condensed", "responsive"), full_width = FALSE) %>%
+   row_spec(0, bold = TRUE, background = "yellow", color = "white")
1 2 3 4 5
0.000000 7.771629 33.08556 15.901781 31.34795
7.771629 0.000000 25.31920 8.264202 33.28794
33.085559 25.319200 0.00000 17.597984 47.82974
15.901781 8.264202 17.59798 0.000000 38.71478
31.347946 33.287944 47.82974 38.714784 0.00000

Pada output diatas, diperoleh nilai disparities D yang merupakan jarak Euclidean dari koordinat setiap atribut atau yang terbentuk

5.7 Stress dan Visualisasi

stress <- sqrt(sum((dist_matrix - disparities)^2) / sum(dist_matrix^2))
stress %>% kbl(col.names = c("Nilai Stress"), align = "c") %>%
  kable_styling(bootstrap_options = c("striped", "hover", "condensed", "responsive"), full_width = FALSE) %>% row_spec(0, bold = TRUE, background = "darkblue", color = "white")

Pada output diatas, diperoleh nilai STRESS yang didapatkan sebesar 0.0801593 atau 8.02%. Berdasarkan kriteria nilai STRESS, maka nilai yang diperoleh tergolong “Baik”

> plot(fit, type='n', xlab = "Dimensi 1", ylab = "Dimensi 2") 
> text(fit, labels = data$Provinsi) 
> text(fit, labels = 1:nrow(data))

6. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil visualisasi analisis Multidimensional Scaling (MDS) pada data faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian bayi pada provinsi-provinsi di Pulau Kalimantan tahun 2016, dapat disimpulkan bahwa plot titik koordinat dalam ruang dua dimensi membentuk pola yang mengindikasikan adanya kedekatan atau perbedaan yang signifikan antar provinsi dengan fokus pada empat variabel, yaitu persentase wanita berumur 15-49 tahun dan berstatus kawin yang menggunakan/memakai alat KB (X1), persentase balita kurus (X2), persentase balita yang mendapat imunisasi polio (X3), dan persentase gizi buruk (X4), menunjukkan bahwa provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Utara memiliki kedekatan yang sangat jauh dari tiga provinsi lainnya.

Hal ini menggambarkan bahwa kedua provinsi tersebut memiliki karakteristik yang berbeda secara signifikan dalam konteks faktor-faktor tersebut, dan mungkin diperlukan perhatian khusus dalam pengembangan kebijakan kesehatan. Analisis MDS memberikan kontribusi penting dalam memahami pola spasial dan keragaman provinsi-provinsi Pulau Kalimantan dalam hal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap angka kematian bayi

6.1 Saran

Dari kesimpulan yang didapatkan, terdapat beberapa saran dari peneliti tentang kasus ini. Yang pertama adalah penyelidikan lebih lanjut tentang faktor-faktor yang membedakan antara Kalimantan Selatan dan Kalimantan Utara, perlu analisis lebih dalam terkait kedua provinsi tersebut. Selanjutnya adalah Prioritaskan Pengembangan Kebijakan Kesehatan untuk masyarakat di Provinsi Kalimantan seperti Peningkatan program KB ataupun imunisasi. Selanjutnya, Pemantauan dan Evaluasi Program Kesehatan, Pendidikan maupun Penyuluhan Kesehatan, dan Kolaborasi Antarsektor ataupun provinsi untuk menangani kasus Kematian Bayi ini agar di Indonesia kasus seperti ini bisa menurun ditahun yang mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Kemenkes RI.
  2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2001. Rencana Strategis Nasional “Making Pregnancy Safer” di Indonesia 2001 – 2010. Jakarta.
  3. Rencher, A. C. (2002). Methods of Multivariate Analysis Second Edition. US America: John Wiley & Sons.
  4. Walpole. (1995). Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  5. Hair, J., & Anderson, R. (2010). Multivariate Data Analysis, Seventh Edition.United Kingdom: Prentice Hall International.
  6. Johnson, R. (2007). Applied Multivariate Statistical Analysis. Madison: Pearson Prentice Hall.