1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Setiap negara memiliki kewajiban untuk menjamin kebutuhan pangan bagi warga negaranya. Hal itu tercantum dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang menyebutkan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam UUD NKRI Tahun 1945.
Ketahanan pangan merupakan suatu permasalahan penting yang menyangkut tentang kebutuhan pangan. Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan 17 target dalam Sustainable Development Goals (SDGs), di antaranya adalah tanpa kemiskinan dan mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, memperbaiki nutrisi dan mempromosikan pertanian yang berkelanjutan. Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Menurut Global Food Security Index, pada tahun 2022 indeks ketahanan pangan Indonesia berada di level 60,2 dan hanya berada pada peringkat 63 dari 113 negara. Skor tersebut masih lebih rendah dibandingkan rata-rata global yang indeksnya 62,2, serta di bawah rata-rata Asia Pasifik yang indeksnya 63,4.
Jawa Timur memegang peranan penting dalam ketersediaan pangan nasional. Produksi padi Provinsi Jawa Timur selalu menjadi yang tertinggi secara nasional sejak tahun 2020. Namun, Indeks Ketahanan Pangan (IKP) Jawa Timur bukanlah yang tertinggi di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan utama dalam ketahanan pangan tidak hanya sekadar masalah ketersediaan pangan, melainkan juga masalah keterjangkauan dan pemanfaatan pangan.
Perbaikan masalah ketahanan pangan di Jawa Timur dapat dimulai dengan melakukan pemetaan kondisi ketahanan setiap kabupaten/kota. Hal ini dapat menjadi pertimbangan pemerintah dalam menentukan kebijakan ketahanan pangan yang lebih tepat sasaran. Metode pengelompokan yang dapat digunakan berdasarkan kondisi ketahanan pangan Jawa Timur adalah analisis cluster dengan algoritma K-Means. Algoritma K-Means merupakan salah satu metode analisis cluster non-hierarki yang membagi objek menjadi sejumlah cluster yang telah ditentukan. Algoritma K-Means bekerja dengan menggunakan jarak antara objek dan pusat cluster atau centroid sebagai ukuran kesamaan.
Berdasarkan uraian sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk pengelompokan kabupaten/kota di Jawa Timur berdasarkan kondisi ketahanan pangan khususnya aspek keterjangkauan dan pemanfaatan pangan dengan menggunakan algoritma K-Means. Melalui pengelompokan ini, diharapkan akurasi program penunjang ketahanan pangan akan meningkat dan tepat sasaran sehingga terjadi pemerataan ketahanan pangan di Provinsi Jawa Timur.
1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut.
- Untuk pengelompokan kabupaten/kota di Jawa Timur berdasarkan kondisi ketahanan pangan dengan metode K-Means.
- Untuk mengetahui karakteristik masing-masing cluster yang terbentuk.
1.3 Tinjauan Pustaka
1.3.1 Kaiser Mayer Olkin Measure of Sampling (KMO)
Uji KMO digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang dipakai cukup dan representatif untuk dilakukan tahapan analisis lanjutan. Ini merupakan salah satu asumsi dalam analisis cluster. Nilai KMO>0,5 menunjukkan sampel yang digunakan representatif. Perhitungan nilai KMO didefinisikan sebagai berikut.
\[ \text{KMO} = \frac{\sum_{i} \sum_{i \neq j} r_{ij}^2}{\sum_{i} \sum_{i \neq j} r_{ij}^2 + \sum_{i} \sum_{i \neq j} \alpha_{ij}^2} \]Keterangan:
\(r_{ij}\) : koefisien korelasi sederhana antara variabel \(i\) dan \(j\)
\(α_{ij}\) : koefisien korelasi parsial antara variabel \(i\) dan \(j\)
1.3.2 Pemeriksanaan Non-Multikolineritas
Non-multikolinieritas merupakan asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis cluster. Uji non-multikolinieritas digunakan untuk menguji apakah terdapat hubungan linier yang kuat antar variabel bebas. Uji non-multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai mutlak korelasi. Apabila nilai mutlak dari korelasi lebih dari 0,8 maka dapat dikatakan terjadi multikolinieritas (Gujarati, 1995). Perhitungan korelasi didefinisikan sebagai berikut.
\[ r = \frac{\sum_{i=1}^n (X_i - \bar{X})(Y_i - \bar{Y})}{\sqrt{(\sum_{i=1}^n (X_i - \bar{X})^2) (\sum_{i=1}^n (Y_i - \bar{Y})^2})} \]
1.3.3 Standarisasi Data
Standarisasi adalah proses mengubah skala data sehingga setiap variabel memiliki rata-rata 0 dan standar deviasi 1. Standarisasi sering dilakukan dengan Z-Score. Standarisasi sangat penting digunakan dalam penerapan metode-metode yang memanfaatkan jarak antar data. Jika variabel memiliki skala yang berbeda, maka variabel dengan skala lebih besar bisa mendominasi sehingga mengurangi akurasi hasil.
1.3.4 Jarak Euclidean
Jarak Euclidean adalah jarak antara dua titik dalam ruang berdimensi. Jarak ini digunakan untuk menghitung seberapa dekat jarak antara objek sebagai ukuran kemiripan. Jarak ini dapat dihitung dengan menggunakan teorema Pythagoras, yakni akar kuadrat dari jumlah kuadrat perbedaan koordinat masing-masing. Perhitungan jarak Euclidean didefinisikan sebagai berikut.
\[ d(x, y) = \sqrt{\sum_{i=1}^{n} (x_i - y_i)^2} \]
1.3.5 Analisis Cluster
Analisis cluster merupakan teknik multivariat yang memiliki tujuan utama untuk mengelompokkan objek-objek berdasarkan karakteristiknya. Metode analisis cluster dibedakan menjadi analisis cluster hierarki dan non-hierarki.
1.3.5.1 Analisis Cluster Hierarki
Teknik pengelompokan hierarki berjalan melalui serangkaian penggabungan atau pembagian berturut-turut (Johnson, R. A. dan Wichern, D. W., 2007). Analisis cluster hierarki akan mengelompokkan data berdasarkan kedekatan antar objek tanpa perlu menentukan jumlah cluster terlebih dahulu.
1.3.5.2 Analisis Cluster Non-Hierarki
Analisis cluster non-hierarki akan membagi data menjadi sejumlah cluster yang telah ditentukan. Metode non hierarki yang populer adalah K-Means dan K-Medoids.
- K-Means
Algoritma K-Means menggunakan jarak antara objek dan pusat cluster atau centroid sebagai ukuran kesamaan. Pusat cluster dihitung sebagai rata-rata dari semua titik dalam cluster. Algoritma K-Means bekerja dengan mengambil parameter input, k, dan mempartisi sekumpulan n objek menjadi k cluster. Pertama, algoritma memilih secara acak k objek yang akan menjadi pusat cluster awal. Kemudian, untuk setiap objek data lainnya, algoritma menentukan cluster yang paling sesuai dengan menghitung jarak antara objek dan pusat cluster. Setelah semua objek dikelompokkan, algoritma menghitung ulang posisi pusat (rata-rata) untuk masing-masing cluster berdasarkan objek yang ada di dalamnya. Proses ini dilakukan berulang hingga mencapai kondisi konvergen. Algoritma K-Means tidak cocok untuk menangani cluster dengan bentuk noncembung atau cluster dengan ukuran yang sangat berbeda. Selain itu, algoritma K-Means sensitif terhadap outlier karena objek dengan nilai yang sangat jauh dari pusatnya dapat secara substansial mendistorsi distribusi data.
- K-Medoids
Algoritma K-Medoids akan membagi data menjadi k cluster dengan memilih medoid sebagai pusat cluster. Medoid adalah titik data yang memiliki nilai representatif dalam cluster, yakni titik data yang paling mewakili cluster tersebut berdasarkan jarak ke titik-titik lainnya dalam cluster. Algoritma K-Medoid lebih tahan terhadap outlier karena outlier tidak akan memengaruhi posisi medoid sebanyak yang terjadi pada centroid.
1.3.6 Average Silhouette Method
Average silhoutte method merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk menentukan jumlah cluster optimal dalam analisis cluster. Hasil metode ini dapat menjadi opsi peneliti dalam menentukan jumlah cluster pada metode non-hierarki.
1.3.7 Silhouette Coefficient
Silhouette coefficient merupakan koefisien yang digunakan untuk melihat kualitas dan kekuatan cluster (seberapa baik suatu objek ditempatkan dalam suatu cluster). Nilai silhouette coefficient berkisar antara -1 hingga 1, di mana semakin mendekati 1 menunjukkan semakin baik suatu objek ditempatkan ke dalam cluster. Perhitungan silhoutte coefficient didefinisikan sebagai berikut.
\[ S(i) = \frac{b(i) - a(i)}{\max\{a(1), b(i)\}} \]Keterangan:
\(S(i)\): indeks/koefisien silhouette
\(a(i)\): rata-rata kemiripan antara objek ke \(i\) dengan objek lain dalam cluster
\(b(i)\): nilai minimum dari rata-rata kemiripan antara objek ke \(i\) dengan objek lain di luar cluster
1.3.8 Ketahanan Pangan
Berdasarkan UU Pangan No. 18 Tahun 2012, ketahanan pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Badan Pangan Nasional menyusun Indeks Ketahanan Pangan (IKP) yang digunakan untuk mengevaluasi capaian ketahanan pangan setiap wilayah di Indonesia. Ketahanan pangan terdiri atas tiga aspek ketahanan pangan yaitu ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan. Aspek ketersediaan pangan diturunkan menjadi satu indikator yaitu rasio konsumsi normatif per kapita terhadap produksi bersih. Aspek keterjangkauan pangan diturunkan menjadi tiga indikator yaitu persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, persentase rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk pangan lebih dari 65% terhadap total pengeluaran, dan persentase rumah tangga tanpa akses listrik. Aspek pemanfaatan pangan diturunkan menjadi lima indikator yaitu rata-rata lama sekolah perempuan di atas 15 tahun, persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih, rasio jumlah penduduk per tenaga kesehatan terhadap tingkat kepadatan penduduk, persentase balita dengan tinggi badan di bawah standar (stunting), dan angka harapan hidup pada saat bayi lahir.
1.4 Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dari Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan. Unit pengamatan yang digunakan merupakan data 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2023. Data yang digunakan merupakan data delapan indikator Indeks Ketahanan Pangan berdasarkan aspek keterjangkauan dan pemanfaatan pangan.
> library(readxl) # untuk mengimpor data dari excel
> anmulprak1<-read_excel("C:/Users/hp/Downloads/tabel_data.xlsx", sheet="tabel_data")
> kable(anmulprak1)| Wilayah | PP | Kemiskinan | RTTL | RTTA | LSP | RTK | AHH | Stunting |
|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
| Pacitan | 34.65 | 13.80 | 0.06 | 32.98 | 8.04 | 1.80 | 72.48 | 35.3 |
| Ponorogo | 27.52 | 9.32 | 0.22 | 17.37 | 7.55 | 1.47 | 73.20 | 35.3 |
| Trenggalek | 32.08 | 10.96 | 0.00 | 38.88 | 7.87 | 1.05 | 74.26 | 35.3 |
| Tulungagung | 31.97 | 6.71 | 0.05 | 32.44 | 7.36 | 0.86 | 74.54 | 35.3 |
| Blitar | 21.04 | 8.71 | 0.00 | 22.39 | 8.50 | 1.09 | 73.98 | 35.3 |
| Kediri | 35.75 | 10.65 | 0.00 | 36.34 | 8.73 | 1.49 | 72.97 | 35.3 |
| Malang | 28.37 | 9.55 | 0.00 | 30.38 | 7.96 | 0.60 | 72.95 | 35.3 |
| Lumajang | 41.27 | 9.06 | 0.05 | 38.11 | 8.09 | 1.79 | 70.61 | 35.3 |
| Jember | 48.11 | 9.39 | 0.00 | 30.40 | 8.35 | 2.00 | 69.68 | 35.3 |
| Banyuwangi | 22.08 | 7.51 | 0.00 | 23.49 | 7.61 | 3.52 | 71.06 | 35.3 |
| Bondowoso | 42.75 | 13.47 | 0.00 | 38.83 | 7.18 | 1.20 | 67.29 | 35.3 |
| Situbondo | 43.32 | 11.78 | 0.00 | 39.60 | 8.10 | 1.62 | 69.62 | 35.3 |
| Probolinggo | 46.50 | 17.12 | 0.00 | 41.38 | 7.89 | 1.24 | 67.78 | 35.3 |
| Pasuruan | 41.38 | 8.96 | 0.00 | 28.43 | 7.60 | 0.93 | 70.55 | 35.3 |
| Sidoarjo | 9.49 | 5.36 | 0.00 | 7.50 | 7.59 | 0.96 | 74.36 | 35.3 |
| Mojokerto | 30.01 | 9.71 | 0.00 | 18.73 | 6.82 | 3.63 | 72.93 | 30.5 |
| Jombang | 34.52 | 9.04 | 0.00 | 24.11 | 8.09 | 4.09 | 72.86 | 30.1 |
| Nganjuk | 32.77 | 10.70 | 0.00 | 26.86 | 7.40 | 7.07 | 71.95 | 32.5 |
| Madiun | 23.85 | 10.79 | 0.04 | 26.05 | 7.56 | 2.51 | 71.90 | 25.1 |
| Magetan | 33.79 | 9.84 | 0.00 | 20.42 | 7.35 | 9.00 | 72.97 | 32.5 |
| Ngawi | 27.71 | 14.15 | 0.00 | 17.63 | 7.88 | 12.65 | 72.81 | 22.3 |
| Bojonegoro | 27.45 | 12.21 | 0.00 | 15.84 | 7.71 | 11.69 | 72.16 | 18.7 |
| Tuban | 36.93 | 15.02 | 0.00 | 9.38 | 8.01 | 22.15 | 71.97 | 37.9 |
| Lamongan | 23.88 | 12.53 | 0.11 | 9.02 | 7.16 | 7.24 | 72.86 | 35.5 |
| Gresik | 19.21 | 11.06 | 0.00 | 1.94 | 7.62 | 10.45 | 72.99 | 44.1 |
| Bangkalan | 60.34 | 19.44 | 0.00 | 33.12 | 6.62 | 8.27 | 70.54 | 25.1 |
| Sampang | 53.31 | 21.61 | 0.00 | 15.43 | 7.34 | 5.77 | 68.38 | 27.6 |
| Pamekasan | 48.93 | 13.93 | 0.00 | 13.81 | 8.61 | 8.00 | 68.03 | 21.1 |
| Sumenep | 67.17 | 18.76 | 0.46 | 25.44 | 7.96 | 9.38 | 71.99 | 27.9 |
| Kota Kediri | 11.65 | 7.23 | 0.00 | 41.73 | 8.10 | 10.78 | 74.34 | 20.1 |
| Kota Blitar | 8.52 | 7.37 | 0.00 | 34.86 | 9.00 | 6.19 | 74.26 | 35.6 |
| Kota Malang | 6.07 | 4.37 | 0.00 | 18.81 | 9.36 | 10.46 | 73.75 | 19.6 |
| Kota Probolinggo | 2.69 | 6.65 | 0.00 | 6.96 | 8.32 | 8.02 | 70.68 | 21.8 |
| Kota Pasuruan | 20.04 | 6.37 | 0.00 | 9.33 | 8.91 | 12.55 | 71.96 | 25.5 |
| Kota Mojokerto | 9.07 | 5.98 | 0.00 | 7.16 | 7.92 | 16.98 | 73.74 | 34.7 |
| Kota Madiun | 10.67 | 4.76 | 0.00 | 2.04 | 9.24 | 21.34 | 73.13 | 29.9 |
| Kota Surabaya | 9.97 | 4.72 | 0.00 | 1.13 | 8.66 | 13.54 | 74.47 | 31.6 |
| Kota Batu | 5.99 | 3.79 | 0.00 | 21.02 | 9.51 | 11.08 | 72.97 | 17.9 |
Keterangan:
PP: Persentase rumah tangga dengan proporsi pengeluaran lebih dari 65% terhadap total pengeluaran
Kemiskinan: persentase kemiskinan
RTTL: persentase rumah tangga tanpa akses listrik
RTTA: persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih
LSP: rata-rata lama sekolah perempuan di atas 15 tahun
RTK: rasio jumlah penduduk per tenaga kesehatan
AHH: angka harapan hidup
Stunting: persentase balita dengan kondisi stunting
2 SOURCE CODE
2.1 Library
> library(readxl) # untuk mengimpor data dari Excel
> library(psych) # untuk perhitungan KMO
> library(cluster) # untuk melakukan analisis cluster
> library(factoextra) # untuk mencari K cluster optimal dan visualisasi hasil clustering
> library(tidyverse) # untuk manipulasi data, misalnya profiling cluster2.2 Impor Data
2.3 Statistika Deskriptif
> summary(dataprak1) # untuk memberikan ringkasan statistik
PP Kemiskinan RTTL RTTA
Min. : 2.69 Min. : 3.790 Min. :0.00000 Min. : 1.13
1st Qu.:19.42 1st Qu.: 7.265 1st Qu.:0.00000 1st Qu.:14.21
Median :29.19 Median : 9.630 Median :0.00000 Median :22.94
Mean :29.23 Mean :10.326 Mean :0.02605 Mean :22.61
3rd Qu.:40.19 3rd Qu.:12.450 3rd Qu.:0.00000 3rd Qu.:32.84
Max. :67.17 Max. :21.610 Max. :0.46000 Max. :41.73
LSP RTK AHH Stunting
Min. :6.620 Min. : 0.600 Min. :67.29 Min. :17.90
1st Qu.:7.567 1st Qu.: 1.522 1st Qu.:70.78 1st Qu.:26.02
Median :7.940 Median : 5.980 Median :72.83 Median :35.00
Mean :7.989 Mean : 6.696 Mean :72.08 Mean :30.98
3rd Qu.:8.342 3rd Qu.:10.457 3rd Qu.:73.18 3rd Qu.:35.30
Max. :9.510 Max. :22.150 Max. :74.54 Max. :44.10 2.4 KMO
> library(psych)
> KMO(dataprak1) # perhitungan nilai KMO
Kaiser-Meyer-Olkin factor adequacy
Call: KMO(r = dataprak1)
Overall MSA = 0.59
MSA for each item =
PP Kemiskinan RTTL RTTA LSP RTK AHH
0.67 0.70 0.33 0.52 0.62 0.51 0.59
Stunting
0.52 Berdasarkan hasil di atas, terdapat nilai KMO yang bernilai kurang dari 0,5. Oleh karena itu, variabel yang memiliki nilai KMO kurang dari 0,5 yakni Persentase Rumah Tangga Tanpa Listrik dikeluarkan agar sampel representatif.
2.5 Pemeriksaan Asumsi Non-Multikolinieritas
> cor(dataprak1)
PP Kemiskinan RTTL RTTA LSP RTK
PP 1.0000000 0.8214804 0.35467243 0.44351624 -0.4568905 -0.31545655
Kemiskinan 0.8214804 1.0000000 0.29523184 0.24938968 -0.5135066 -0.10994071
RTTL 0.3546724 0.2952318 1.00000000 0.01809051 -0.1162232 -0.04788793
RTTA 0.4435162 0.2493897 0.01809051 1.00000000 -0.1403770 -0.62684069
LSP -0.4568905 -0.5135066 -0.11622321 -0.14037701 1.0000000 0.32331738
RTK -0.3154565 -0.1099407 -0.04788793 -0.62684069 0.3233174 1.00000000
AHH -0.6252613 -0.5771923 0.05926683 -0.24246072 0.2105299 0.21312992
Stunting 0.1544278 0.0446644 0.02492173 0.11245030 -0.2898538 -0.33201596
AHH Stunting
PP -0.62526128 0.15442780
Kemiskinan -0.57719226 0.04466440
RTTL 0.05926683 0.02492173
RTTA -0.24246072 0.11245030
LSP 0.21052991 -0.28985380
RTK 0.21312992 -0.33201596
AHH 1.00000000 0.04275982
Stunting 0.04275982 1.00000000Berdasarkan hasil di atas, terdapat nilai mutlak korelasi yang bernilai lebih dari 0,8 sehingga disimpulkan terjadi multikolinieritas. Oleh karena itu, dikeluarkan salah satu variabel yakni Kemiskinan agar tidak terjadi multikolinieritas.
2.6 Penanganan Tidak Terpenuhinya Asumsi
> databaru<-dataprak1[,-c(2,3)] # seleksi variabel
> rownames(databaru)<-anmulprak1[[1]] # penamaan baris berdasarkan wilayah
> library(psych)
> summary(databaru) # ringkasan statistik untuk data baru
PP RTTA LSP RTK
Min. : 2.69 Min. : 1.13 Min. :6.620 Min. : 0.600
1st Qu.:19.42 1st Qu.:14.21 1st Qu.:7.567 1st Qu.: 1.522
Median :29.19 Median :22.94 Median :7.940 Median : 5.980
Mean :29.23 Mean :22.61 Mean :7.989 Mean : 6.696
3rd Qu.:40.19 3rd Qu.:32.84 3rd Qu.:8.342 3rd Qu.:10.457
Max. :67.17 Max. :41.73 Max. :9.510 Max. :22.150
AHH Stunting
Min. :67.29 Min. :17.90
1st Qu.:70.78 1st Qu.:26.02
Median :72.83 Median :35.00
Mean :72.08 Mean :30.98
3rd Qu.:73.18 3rd Qu.:35.30
Max. :74.54 Max. :44.10
> KMO(databaru) # uji KMO ulang
Kaiser-Meyer-Olkin factor adequacy
Call: KMO(r = databaru)
Overall MSA = 0.55
MSA for each item =
PP RTTA LSP RTK AHH Stunting
0.56 0.52 0.58 0.56 0.55 0.56
> cor(databaru) # pemeriksaan non-multikolinieritas ulang
PP RTTA LSP RTK AHH Stunting
PP 1.0000000 0.4435162 -0.4568905 -0.3154565 -0.62526128 0.15442780
RTTA 0.4435162 1.0000000 -0.1403770 -0.6268407 -0.24246072 0.11245030
LSP -0.4568905 -0.1403770 1.0000000 0.3233174 0.21052991 -0.28985380
RTK -0.3154565 -0.6268407 0.3233174 1.0000000 0.21312992 -0.33201596
AHH -0.6252613 -0.2424607 0.2105299 0.2131299 1.00000000 0.04275982
Stunting 0.1544278 0.1124503 -0.2898538 -0.3320160 0.04275982 1.00000000
> boxplot(databaru) # pembuatan boxplot untuk mendeteksi outlier2.7 Standarisasi Data
> std<-scale(databaru)
> std
PP RTTA LSP RTK AHH
Pacitan 0.34150338 0.85429732 0.07614520 -0.84598726 0.20441665
Ponorogo -0.10791825 -0.43220201 -0.65094381 -0.90300478 0.57067989
Trenggalek 0.17950989 1.34054627 -0.17611017 -0.97557253 1.10990076
Tulungagung 0.17257631 0.80979318 -0.93287628 -1.00840080 1.25233646
Blitar -0.51636876 -0.01847833 0.75871855 -0.96866132 0.96746506
Kediri 0.41083911 1.13121198 1.10000523 -0.89954917 0.45367913
Malang -0.05434064 0.64001813 -0.04256321 -1.05332370 0.44350515
Lumajang 0.75877844 1.27708666 0.15033795 -0.84771506 -0.74685036
Jember 1.18992065 0.64166643 0.53614028 -0.81143118 -1.21994037
Banyuwangi -0.45081498 0.07217826 -0.56191250 -0.54880502 -0.51793584
Bondowoso 0.85206652 1.33642552 -1.19997020 -0.94965548 -2.43573083
Situbondo 0.88799504 1.39988513 0.16517650 -0.87708772 -1.25046231
Probolinggo 1.08843834 1.54658396 -0.14643307 -0.94274426 -2.18646835
Pasuruan 0.76571201 0.47930873 -0.57675106 -0.99630618 -0.77737230
Sidoarjo -1.24439398 -1.24563881 -0.59158961 -0.99112277 1.16077065
Mojokerto 0.04903264 -0.32011750 -1.73415805 -0.52979918 0.43333117
Jombang 0.33330915 0.12327560 0.15033795 -0.45032021 0.39772225
Nganjuk 0.22300230 0.34991706 -0.87352208 0.06456530 -0.06519378
Madiun -0.33924748 0.28316085 -0.63610526 -0.72331319 -0.09062873
Magetan 0.28729544 -0.18083603 -0.94771483 0.39803141 0.45367913
Ngawi -0.09594208 -0.41077409 -0.16127162 1.02867976 0.37228730
Bojonegoro -0.11233053 -0.55829707 -0.41352699 0.86281061 0.04163299
Tuban 0.48521745 -1.09069846 0.03162954 2.67009328 -0.05501981
Lamongan -0.33735650 -1.12036789 -1.22964731 0.09393796 0.39772225
Gresik -0.63171822 -1.70386663 -0.54707395 0.64856295 0.46385311
Bangkalan 1.96080796 0.86583544 -2.03092907 0.27190174 -0.78245929
Sampang 1.51768958 -0.59208725 -0.96255339 -0.16004919 -1.88124899
Pamekasan 1.24160729 -0.72559968 0.92194261 0.22525104 -2.05929362
Sumenep 2.39131984 0.23288765 -0.04256321 0.46368795 -0.04484583
Kota Kediri -1.10824381 1.57542924 0.16517650 0.70558047 1.15059667
Kota Blitar -1.30553550 1.00923767 1.50064611 -0.08748143 1.10990076
Kota Malang -1.45996509 -0.31352430 2.03483395 0.65029075 0.85046430
Kota Probolinggo -1.67301489 -1.29014295 0.49162463 0.22870665 -0.71124143
Kota Pasuruan -0.57940125 -1.09481922 1.36709915 1.01140173 -0.06010680
Kota Mojokerto -1.27086763 -1.27365993 -0.10191742 1.77681877 0.84537731
Kota Madiun -1.17001565 -1.69562512 1.85677134 2.53014118 0.53507096
Kota Surabaya -1.21413839 -1.77062284 0.99613537 1.18245429 1.21672754
Kota Batu -1.46500769 -0.13138698 2.25741222 0.75741458 0.45367913
Stunting
Pacitan 0.67684776
Ponorogo 0.67684776
Trenggalek 0.67684776
Tulungagung 0.67684776
Blitar 0.67684776
Kediri 0.67684776
Malang 0.67684776
Lumajang 0.67684776
Jember 0.67684776
Banyuwangi 0.67684776
Bondowoso 0.67684776
Situbondo 0.67684776
Probolinggo 0.67684776
Pasuruan 0.67684776
Sidoarjo 0.67684776
Mojokerto -0.07456448
Jombang -0.13718217
Nganjuk 0.23852395
Madiun -0.91990325
Magetan 0.23852395
Ngawi -1.35822705
Bojonegoro -1.92178623
Tuban 1.08386272
Lamongan 0.70815660
Gresik 2.05443686
Bangkalan -0.91990325
Sampang -0.52854271
Pamekasan -1.54608011
Sumenep -0.48157944
Kota Kediri -1.70262433
Kota Blitar 0.72381102
Kota Malang -1.78089644
Kota Probolinggo -1.43649916
Kota Pasuruan -0.85728556
Kota Mojokerto 0.58292123
Kota Madiun -0.16849101
Kota Surabaya 0.09763416
Kota Batu -2.04702160
attr(,"scaled:center")
PP RTTA LSP RTK AHH Stunting
29.232105 22.614211 7.988684 6.696316 72.078158 30.976316
attr(,"scaled:scale")
PP RTTA LSP RTK AHH Stunting
15.8648350 12.1337024 0.6739202 5.7876945 1.9657993 6.3879716 2.8 Analisis Cluster dengan K-Means
> # Mencari K Optimal Cluster
> fviz_nbclust(std, FUNcluster=kmeans, method = "silhouette")+
+ labs(title = "Jumlah Cluster Optimal dengan Metode Silhouette")> # Metode K-Means menggunakan jumlah cluster = 2 dan jarak Euclidean
> hasil <- kmeans(std, centers = 2, nstart = 25)
> hasil
K-means clustering with 2 clusters of sizes 24, 14
Cluster means:
PP RTTA LSP RTK AHH Stunting
1 0.5352232 0.4164329 -0.3702479 -0.5405980 -0.3072497 0.2522216
2 -0.9175255 -0.7138850 0.6347107 0.9267393 0.5267138 -0.4323798
Clustering vector:
Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung
1 1 1 1
Blitar Kediri Malang Lumajang
1 1 1 1
Jember Banyuwangi Bondowoso Situbondo
1 1 1 1
Probolinggo Pasuruan Sidoarjo Mojokerto
1 1 2 1
Jombang Nganjuk Madiun Magetan
1 1 1 1
Ngawi Bojonegoro Tuban Lamongan
2 2 2 1
Gresik Bangkalan Sampang Pamekasan
2 1 1 1
Sumenep Kota Kediri Kota Blitar Kota Malang
1 2 2 2
Kota Probolinggo Kota Pasuruan Kota Mojokerto Kota Madiun
2 2 2 2
Kota Surabaya Kota Batu
2 2
Within cluster sum of squares by cluster:
[1] 83.29472 70.48585
(between_SS / total_SS = 30.7 %)
Available components:
[1] "cluster" "centers" "totss" "withinss" "tot.withinss"
[6] "betweenss" "size" "iter" "ifault"
> fviz_cluster(hasil, std) # membuat cluster plot2.9 Profil Cluster
> # Output berupa rata-rata setiap variabel pada masing-masing cluster
> profil <- databaru %>% mutate(Cluster = hasil$cluster) %>% group_by(Cluster) %>% summarise_all("mean")
> profil
# A tibble: 2 × 7
Cluster PP RTTA LSP RTK AHH Stunting
<int> <dbl> <dbl> <dbl> <dbl> <dbl> <dbl>
1 1 37.7 27.7 7.74 3.57 71.5 32.6
2 2 14.7 14.0 8.42 12.1 73.1 28.23 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Statistika Deskriptif
Tahapan statistika deskriptif bertujuan untuk mengetahui gambaran umum dan karakteristik dari variabel-variabel yang digunakan. Informasi utama yang diperoleh dari tahapan ini adalah nilai minimum, nilai maksimum, dan rata-rata setiap variabel.
> summary(dataprak1)
PP Kemiskinan RTTL RTTA
Min. : 2.69 Min. : 3.790 Min. :0.00000 Min. : 1.13
1st Qu.:19.42 1st Qu.: 7.265 1st Qu.:0.00000 1st Qu.:14.21
Median :29.19 Median : 9.630 Median :0.00000 Median :22.94
Mean :29.23 Mean :10.326 Mean :0.02605 Mean :22.61
3rd Qu.:40.19 3rd Qu.:12.450 3rd Qu.:0.00000 3rd Qu.:32.84
Max. :67.17 Max. :21.610 Max. :0.46000 Max. :41.73
LSP RTK AHH Stunting
Min. :6.620 Min. : 0.600 Min. :67.29 Min. :17.90
1st Qu.:7.567 1st Qu.: 1.522 1st Qu.:70.78 1st Qu.:26.02
Median :7.940 Median : 5.980 Median :72.83 Median :35.00
Mean :7.989 Mean : 6.696 Mean :72.08 Mean :30.98
3rd Qu.:8.342 3rd Qu.:10.457 3rd Qu.:73.18 3rd Qu.:35.30
Max. :9.510 Max. :22.150 Max. :74.54 Max. :44.10 3.2 KMO
> library(psych)
> KMO(dataprak1)
Kaiser-Meyer-Olkin factor adequacy
Call: KMO(r = dataprak1)
Overall MSA = 0.59
MSA for each item =
PP Kemiskinan RTTL RTTA LSP RTK AHH
0.67 0.70 0.33 0.52 0.62 0.51 0.59
Stunting
0.52 Berdasarkan hasil di atas, terdapat KMO yang bernilai kurang dari 0,5. Oleh karena itu, variabel yang memiliki nilai KMO kurang dari 0,5 yakni persentase rumah tangga tanpa akses listrik dikeluarkan agar sampel yang digunakan representatif.
3.3 Pemeriksaan Asumsi Non-Multikolinieritas
> cor(dataprak1)
PP Kemiskinan RTTL RTTA LSP RTK
PP 1.0000000 0.8214804 0.35467243 0.44351624 -0.4568905 -0.31545655
Kemiskinan 0.8214804 1.0000000 0.29523184 0.24938968 -0.5135066 -0.10994071
RTTL 0.3546724 0.2952318 1.00000000 0.01809051 -0.1162232 -0.04788793
RTTA 0.4435162 0.2493897 0.01809051 1.00000000 -0.1403770 -0.62684069
LSP -0.4568905 -0.5135066 -0.11622321 -0.14037701 1.0000000 0.32331738
RTK -0.3154565 -0.1099407 -0.04788793 -0.62684069 0.3233174 1.00000000
AHH -0.6252613 -0.5771923 0.05926683 -0.24246072 0.2105299 0.21312992
Stunting 0.1544278 0.0446644 0.02492173 0.11245030 -0.2898538 -0.33201596
AHH Stunting
PP -0.62526128 0.15442780
Kemiskinan -0.57719226 0.04466440
RTTL 0.05926683 0.02492173
RTTA -0.24246072 0.11245030
LSP 0.21052991 -0.28985380
RTK 0.21312992 -0.33201596
AHH 1.00000000 0.04275982
Stunting 0.04275982 1.00000000Berdasarkan hasil di atas, terdapat nilai mutlak dari korelasi yang bernilai lebih dari 0,8 sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi multikolinieritas. Penanganan multikolinieritas dilakukan dengan mengeluarkan salah satu variabel penyebab multikolinieritas yakni kemiskinan.
3.4 Penanganan Tidak Terpenuhinya Asumsi
> databaru<-dataprak1[,-c(2,3)] # seleksi variabel
> rownames(databaru)<-anmulprak1[[1]] # penamaan baris berdasarkan wilayah
> library(psych)
> summary(databaru)
PP RTTA LSP RTK
Min. : 2.69 Min. : 1.13 Min. :6.620 Min. : 0.600
1st Qu.:19.42 1st Qu.:14.21 1st Qu.:7.567 1st Qu.: 1.522
Median :29.19 Median :22.94 Median :7.940 Median : 5.980
Mean :29.23 Mean :22.61 Mean :7.989 Mean : 6.696
3rd Qu.:40.19 3rd Qu.:32.84 3rd Qu.:8.342 3rd Qu.:10.457
Max. :67.17 Max. :41.73 Max. :9.510 Max. :22.150
AHH Stunting
Min. :67.29 Min. :17.90
1st Qu.:70.78 1st Qu.:26.02
Median :72.83 Median :35.00
Mean :72.08 Mean :30.98
3rd Qu.:73.18 3rd Qu.:35.30
Max. :74.54 Max. :44.10
> KMO(databaru) # uji KMO ulang
Kaiser-Meyer-Olkin factor adequacy
Call: KMO(r = databaru)
Overall MSA = 0.55
MSA for each item =
PP RTTA LSP RTK AHH Stunting
0.56 0.52 0.58 0.56 0.55 0.56
> cor(databaru) # pemeriksaan non-multikolinieritas ulang
PP RTTA LSP RTK AHH Stunting
PP 1.0000000 0.4435162 -0.4568905 -0.3154565 -0.62526128 0.15442780
RTTA 0.4435162 1.0000000 -0.1403770 -0.6268407 -0.24246072 0.11245030
LSP -0.4568905 -0.1403770 1.0000000 0.3233174 0.21052991 -0.28985380
RTK -0.3154565 -0.6268407 0.3233174 1.0000000 0.21312992 -0.33201596
AHH -0.6252613 -0.2424607 0.2105299 0.2131299 1.00000000 0.04275982
Stunting 0.1544278 0.1124503 -0.2898538 -0.3320160 0.04275982 1.00000000
> boxplot(databaru) # pembuatan boxplot untuk mendeteksi *outlier*Setelah variabel persentase kemiskinan dan persentase rumah tangga tanpa akses listrik dikeluarkan, diperoleh KMO bernilai lebih dari 0,5 pada masing-masing variabel sehingga dapat dikatakan sampel representatif. Selain itu, diperoleh nilai mutlak korelasi antar variabel kurang dari 0,8 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolineritas. Dengan demikian, data dapat digunakan untuk analisis cluster. Melalui teknik penyajian data dengan boxplot terlihat bahwa tidak terdapat outlier, maka metode analisis cluster yang dipilih adalah K-Means. Namun, sebelum melanjutkan ke tahap analisis cluster, data perlu dilakukan standarisasi terlebih dahulu.
> std<-scale(databaru) #standarisasi data
> std
PP RTTA LSP RTK AHH
Pacitan 0.34150338 0.85429732 0.07614520 -0.84598726 0.20441665
Ponorogo -0.10791825 -0.43220201 -0.65094381 -0.90300478 0.57067989
Trenggalek 0.17950989 1.34054627 -0.17611017 -0.97557253 1.10990076
Tulungagung 0.17257631 0.80979318 -0.93287628 -1.00840080 1.25233646
Blitar -0.51636876 -0.01847833 0.75871855 -0.96866132 0.96746506
Kediri 0.41083911 1.13121198 1.10000523 -0.89954917 0.45367913
Malang -0.05434064 0.64001813 -0.04256321 -1.05332370 0.44350515
Lumajang 0.75877844 1.27708666 0.15033795 -0.84771506 -0.74685036
Jember 1.18992065 0.64166643 0.53614028 -0.81143118 -1.21994037
Banyuwangi -0.45081498 0.07217826 -0.56191250 -0.54880502 -0.51793584
Bondowoso 0.85206652 1.33642552 -1.19997020 -0.94965548 -2.43573083
Situbondo 0.88799504 1.39988513 0.16517650 -0.87708772 -1.25046231
Probolinggo 1.08843834 1.54658396 -0.14643307 -0.94274426 -2.18646835
Pasuruan 0.76571201 0.47930873 -0.57675106 -0.99630618 -0.77737230
Sidoarjo -1.24439398 -1.24563881 -0.59158961 -0.99112277 1.16077065
Mojokerto 0.04903264 -0.32011750 -1.73415805 -0.52979918 0.43333117
Jombang 0.33330915 0.12327560 0.15033795 -0.45032021 0.39772225
Nganjuk 0.22300230 0.34991706 -0.87352208 0.06456530 -0.06519378
Madiun -0.33924748 0.28316085 -0.63610526 -0.72331319 -0.09062873
Magetan 0.28729544 -0.18083603 -0.94771483 0.39803141 0.45367913
Ngawi -0.09594208 -0.41077409 -0.16127162 1.02867976 0.37228730
Bojonegoro -0.11233053 -0.55829707 -0.41352699 0.86281061 0.04163299
Tuban 0.48521745 -1.09069846 0.03162954 2.67009328 -0.05501981
Lamongan -0.33735650 -1.12036789 -1.22964731 0.09393796 0.39772225
Gresik -0.63171822 -1.70386663 -0.54707395 0.64856295 0.46385311
Bangkalan 1.96080796 0.86583544 -2.03092907 0.27190174 -0.78245929
Sampang 1.51768958 -0.59208725 -0.96255339 -0.16004919 -1.88124899
Pamekasan 1.24160729 -0.72559968 0.92194261 0.22525104 -2.05929362
Sumenep 2.39131984 0.23288765 -0.04256321 0.46368795 -0.04484583
Kota Kediri -1.10824381 1.57542924 0.16517650 0.70558047 1.15059667
Kota Blitar -1.30553550 1.00923767 1.50064611 -0.08748143 1.10990076
Kota Malang -1.45996509 -0.31352430 2.03483395 0.65029075 0.85046430
Kota Probolinggo -1.67301489 -1.29014295 0.49162463 0.22870665 -0.71124143
Kota Pasuruan -0.57940125 -1.09481922 1.36709915 1.01140173 -0.06010680
Kota Mojokerto -1.27086763 -1.27365993 -0.10191742 1.77681877 0.84537731
Kota Madiun -1.17001565 -1.69562512 1.85677134 2.53014118 0.53507096
Kota Surabaya -1.21413839 -1.77062284 0.99613537 1.18245429 1.21672754
Kota Batu -1.46500769 -0.13138698 2.25741222 0.75741458 0.45367913
Stunting
Pacitan 0.67684776
Ponorogo 0.67684776
Trenggalek 0.67684776
Tulungagung 0.67684776
Blitar 0.67684776
Kediri 0.67684776
Malang 0.67684776
Lumajang 0.67684776
Jember 0.67684776
Banyuwangi 0.67684776
Bondowoso 0.67684776
Situbondo 0.67684776
Probolinggo 0.67684776
Pasuruan 0.67684776
Sidoarjo 0.67684776
Mojokerto -0.07456448
Jombang -0.13718217
Nganjuk 0.23852395
Madiun -0.91990325
Magetan 0.23852395
Ngawi -1.35822705
Bojonegoro -1.92178623
Tuban 1.08386272
Lamongan 0.70815660
Gresik 2.05443686
Bangkalan -0.91990325
Sampang -0.52854271
Pamekasan -1.54608011
Sumenep -0.48157944
Kota Kediri -1.70262433
Kota Blitar 0.72381102
Kota Malang -1.78089644
Kota Probolinggo -1.43649916
Kota Pasuruan -0.85728556
Kota Mojokerto 0.58292123
Kota Madiun -0.16849101
Kota Surabaya 0.09763416
Kota Batu -2.04702160
attr(,"scaled:center")
PP RTTA LSP RTK AHH Stunting
29.232105 22.614211 7.988684 6.696316 72.078158 30.976316
attr(,"scaled:scale")
PP RTTA LSP RTK AHH Stunting
15.8648350 12.1337024 0.6739202 5.7876945 1.9657993 6.3879716 3.5 Analisis Cluster dengan K-Means
> # Mencari K Optimal Cluster
> fviz_nbclust(std, FUNcluster=kmeans, method = "silhouette")+
+ labs(title = "Jumlah Cluster Optimal dengan Metode Silhouette")Analisis cluster dengan algoritma K-Means memerlukan penentuan jumlah cluster sebelum proses clustering dilakukan. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan jumlah cluster optimal adalah dengan average silhoutte method. Pada plot di atas, terlihat bahwa patahan gradien terbesar terjadi saat jumlah cluster sebanyak dua sehingga jumlah cluster yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua.
> # Metode K-Means
> hasil <- kmeans(std, centers = 2, nstart = 25)
> hasil
K-means clustering with 2 clusters of sizes 24, 14
Cluster means:
PP RTTA LSP RTK AHH Stunting
1 0.5352232 0.4164329 -0.3702479 -0.5405980 -0.3072497 0.2522216
2 -0.9175255 -0.7138850 0.6347107 0.9267393 0.5267138 -0.4323798
Clustering vector:
Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung
1 1 1 1
Blitar Kediri Malang Lumajang
1 1 1 1
Jember Banyuwangi Bondowoso Situbondo
1 1 1 1
Probolinggo Pasuruan Sidoarjo Mojokerto
1 1 2 1
Jombang Nganjuk Madiun Magetan
1 1 1 1
Ngawi Bojonegoro Tuban Lamongan
2 2 2 1
Gresik Bangkalan Sampang Pamekasan
2 1 1 1
Sumenep Kota Kediri Kota Blitar Kota Malang
1 2 2 2
Kota Probolinggo Kota Pasuruan Kota Mojokerto Kota Madiun
2 2 2 2
Kota Surabaya Kota Batu
2 2
Within cluster sum of squares by cluster:
[1] 83.29472 70.48585
(between_SS / total_SS = 30.7 %)
Available components:
[1] "cluster" "centers" "totss" "withinss" "tot.withinss"
[6] "betweenss" "size" "iter" "ifault"
>
> fviz_cluster(hasil, std) # membuat cluster plotPlot di atas merupakan visualisasi hasil analisis clustering dengan algoritma K-Means untuk pengelompokan kabupaten/kota di Jawa Timur berdasarkan variabel-variabel yang dianggap berkaitan erat dengan kondisi ketahanan pangan, khususnya yang berhubungan dengan aspek keterjangkauan dan pemanfaatan pangan. Cluster 1 memiliki area yang lebih luas daripada cluster 2. Semakin luas area cluster menunjukkan bahwa semakin banyak anggota dalam cluster tersebut. Cluster 1 terdiri dari 24 kabupaten/kota, sedangkan cluster 2 terdiri dari 14 kabupaten/kota. Seluruh anggota cluster 1 merupakan kabupaten-kabupaten di Jawa Timur, sedangkan anggota cluster 2 didominasi oleh kota-kota di Jawa Timur.
3.6 Indeks/Koefisien Silhouette
> sil <- silhouette(hasil$cluster, dist(std))
> mean_silhouette <- mean(sil[, 3])
> print(paste("Nilai Rata-rata Silhouette Coefficient:", mean_silhouette))
[1] "Nilai Rata-rata Silhouette Coefficient: 0.284161290455694"Nilai silhouette coefficient yang diperoleh adalah sebesar 0,2842. Jika nilai ini semakin mendekati 1 maka akan semakin baik kualitas cluster yang terbentuk. Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan silhouette coefficient adalah dengan mengganti dan/atau menambah variabel serta menggunakan metode analisis cluster yang lain.
3.7 Profil Cluster
> # Output berupa rata-rata setiap variabel pada masing-masing cluster
> profil <- databaru %>% mutate(Cluster = hasil$cluster) %>% group_by(Cluster) %>% summarise_all("mean")
> profil
# A tibble: 2 × 7
Cluster PP RTTA LSP RTK AHH Stunting
<int> <dbl> <dbl> <dbl> <dbl> <dbl> <dbl>
1 1 37.7 27.7 7.74 3.57 71.5 32.6
2 2 14.7 14.0 8.42 12.1 73.1 28.2Melalui output di atas dapat dilihat bahwa cluster 1 memiliki persentase pengeluaran pangan lebih dari 65% total konsumsi, persentase rumah tangga tanpa akses air bersih, dan persentase balita stunting yang lebih tinggi dibandingkan dengan cluster 2. Selain itu, rata-rata lama sekolah perempuan di atas 15 tahun, rasio jumlah penduduk per tenaga kesehatan, dan angka harapan hidup cluster 1 lebih rendah dibandingkan dengan cluster 2. Berdasarkan karakteristik tersebut, dapat dikatakan bahwa cluster 1 memiliki kondisi ketahanan pangan yang lebih rendah dibandingkan dengan cluster 2. Cluster 1 dapat dikategorikan sebagai kabupaten/kota dengan ketahanan pangan rentan terutama pada aspek keterjangkauan dan pemanfaatan pangan. Cluster 2 dapat dikategorikan sebagai kabupaten/kota dengan ketahanan pangan tahan terutama pada aspek keterjangkauan dan pemanfaatan pangan. Hal ini dapat menjadi pertimbangan pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk lebih memprioritaskan kebijakan peningkatan ketahanan pangan pada kabupaten/kota yang berada pada cluster 1.
4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan, penelitian terhadap kondisi ketahanan pangan di Jawa Timur dengan melakukan clustering menggunakan algoritma K-Means menghasilkan pengelompokkan menjadi 2 cluster. Cluster 1 beranggotakan 24 kabupaten/kota dengan kondisi ketahanan pangan rentan, sedangkan cluster 2 beranggotakan 14 kabupaten/kota dengan kondisi ketahanan pangan tahan. Jumlah kabupaten/kota dengan kondisi ketahanan pangan rentan lebih banyak daripada jumlah kabupaten/kota dengan kondisi ketahanan pangan tahan. Meskipun produksi padi Jawa Timur selalu menjadi yang tertinggi secara nasional sejak tahun 2020, kondisi ketahanan pangan di Jawa Timur belum merata. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan tidak hanya sekadar tentang ketersediaan pangan, tetapi juga melibatkan aspek keterjangkauan dan pemanfaatan pangan. Pemerintah Provinsi Jawa Timur dapat lebih memprioritaskan program perbaikan ketahanan pangan pada kabupaten/kota yang berada pada cluster 1.
4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
- Saran untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambahkan dan/atau mengganti variabel lain yang diduga berpengaruh terhadap kondisi ketahanan pangan serta menggunakan metode analisis cluster yang lain.
- Saran untuk pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai pemangku kebijakan diharapkan dapat lebih memprioritaskan program perbaikan ketahanan pangan khususnya pada aspek keterjangkauan dan pemanfaatan pangan pada kabupaten/kota yang berada pada cluster 1, yaitu dengan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga, pemerataan akses air bersih di setiap kabupaten/kota, meningkatkan rata-rata lama sekolah perempuan, meningkatkan dan memeratakan jumlah tenaga kesehatan, meningkatkan angka harapan hidup, dan menurunkan angka stunting.
5 DAFTAR PUSTAKA
Badan Pangan Nasional. Peta Ketahanan & Kerentanan Pangan Indonesia (FSVA). Diakses dari https://fsva.badanpangan.go.id/
Gujarati, Damodar N. (1995). Basic Econometrics. 3rd ed. New York: McGraw-Hill.
Hafsari, K. I., Hijrah M. T. A., Wijayanti, T. K., & Kurniawan, R. (2024). Implementasi Algoritma K-means pada Pengelompokan Ketahanan Pangan di Indonesia Menurut Kabupaten/Kota. Seminar Nasional Sains Data 2024 (pp. 52-63). UPN “Veteran” Jawa Timur.
Hair, J.F., Black, W.C., Babin, B.J. (2010). Multivariate Data Analysis. Seventh Ed. New Jersey: Prentice Hall International, Inc.
Han, J., Kamber, M., & Pei, J. (2012). Data Mining: Concepts and Techniques (2nd ed). San Francisco: Morgan Kaufmann Publishers.
Johnson, R. A. & Wichern, D. W. (2007). Applied Multivariate Statistical Analysis. Sixth Ed. New Jersey: Prentice Hall International, Inc.
K. P. Badan Ketahanan Pangan, “Indeks Ketahanan Pangan Tahun 2023”. Badan Ketahanan Pangan, 2023.
Prastanika, W. W. & Wijayanto, A. W. (2023). Analisis Hard dan Soft Clustering untuk Pengelompokan Indikator Ketahanan Pangan Indonesia 2021. Jurnal Sistem dan Teknologi Informasi, 11(4), 596-604.
Purnomo & Sutadji, E. (2022). Analisis Data Multivariat. Jawa Tengah: Omera Pustaka.