Analisis Variansi Dua Arah Pengaruh Jenis Kelamin dan Pendidikan Terhadap Tingkat Penyelesaian Pendidikan

Kelompok 6

Cloudya Filia Putri         (M0722028)

Devi Endang Pratiwi      (M0722032)

Lhyanisa Aghina Putri    (M0722046)

Nanang Safiu Ridho        (M0722055)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingkat penyelesaian pendidikan merupakan indikator penting dalam menilai keberhasilan sistem pendidikan dan pemerataan kesempatan belajar. Jenis kelamin dan jenjang pendidikan adalah dua variabel krusial yang sering kali menunjukkan adanya kesenjangan dalam akses dan hasil pendidikan. Jenis kelamin mungkin dapat mempengaruhi tingkat penyelesaian pendidikan dikarenakan perempuan sering sekali dibebani dengan tanggung jawab rumah tangga sejak usia dini. Berbeda halnya dengan laki-laki yang seringkali diberi prioritas dalam hal pendidikan demi kepentingan sumber daya di beberapa daerah. Selain itu, setiap jenjang pendidikan memiliki tingkat kesulitan belajar dengan biaya pendidikan yang meningkat seiring dengan jenjangnya, sehingga faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi tingkat penyelesaian pendidikan di suatu negara. Uji Anava dua arah merupakan salah satu metode yang efektif untuk mengevaluasi interaksi antara dua faktor atau lebih terhadap variabel dependen. Dalam konteks ini, uji Anava dua arah dapat digunakan untuk menguji apakah terdapat pengaruh signifikan dari jenis kelamin, jenjang pendidikan, dan interaksi antara keduanya terhadap tingkat penyelesaian pendidikan di Indonesia.

1.2 Landasan Teori

1.2.1 Anava Dua Arah

Uji Anava dua arah (Two-Way ANOVA) adalah metode statistik yang digunakan untuk menganalisis pengaruh dua variabel independen (faktor) secara bersamaan terhadap satu variabel dependen. Analisis variansi untuk kasus yang melibatkan dua faktor atau lebih dinamakan analisis variansi dua arah. Kasus tersebut dijumpai pada suatu percobaan yang disebut percobaan faktorial. Analisis pada hasil percobaan faktorial dilakukan dengan menguji hipotesis tentang perbedaan interaksi mean populasi faktor A dan B serta perbedaan antara mean populasi di dalam faktor A sendiri dan perbedaan antara mean populasi di dalam faktor B.

Misal \[Y_{ij1}, Y_{ij2}, \ldots, Y_{ijk} \quad \text{dengan} \quad i = 1, 2, 3, \ldots, a \quad \text{dan} \quad j = 1, 2, \ldots, b\] adalah sampel-sampel independen dengan masing-masing berelemen K yang diambil dari populasi dengan mean \(\mu_{ij}\) dan variansi sama yaitu sebesar \(\sigma^2\). Misal \(a \geq 2\), \(b \geq 2\), dan \(k \geq 1\), maka model analisis variansi dua arah adalah sebagai berikut.

\[Y_{ijk} = \mu + \alpha_i + \beta_j + (\alpha\beta)_{ij} + \epsilon_{ijk};\epsilon_{ijk} \sim N(0, \sigma^2)\]

Di mana:

  • \(Y_{ijk}\) adalah nilai observasi ke-\(k\) pada level ke-\(i\) dari Faktor A dan level ke-\(j\) dari Faktor B.

  • \(\mu\) adalah rata-rata umum (grand mean).

  • \(\alpha_i\) adalah efek dari level ke-\(i\) dari Faktor A.

  • \(\beta_j\) adalah efek dari level ke-\(j\) dari Faktor B.

  • \((\alpha\beta)_{ij}\) adalah efek interaksi antara level ke-\(i\) dari Faktor A dan level ke-\(j\) dari Faktor B.

  • \(\epsilon_{ijk}\) adalah error term yang mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan varians \(\sigma^2\).

Langkah-langkah Uji Hipotesis untuk ANOVA Dua Arah

1. Menentukan Hipotesis Pengujian
  1. Interaksi antara Faktor A dan Faktor B: \[H_0 : (\alpha\beta)_{ij} = 0 \quad \text{untuk semua} \quad i,j\] \[H_1 : (\alpha\beta)_{ij} \neq 0 \quad \text{untuk semua} \quad i,j\]

  2. Efek Utama Faktor A: \[H_0 : \alpha_1 = \alpha_2 = \ldots = \alpha_a = 0\] \[H_1 : \alpha_i \neq \alpha_j \quad \text{paling sedikit untuk sebuah} \quad i,j\]

  3. Efek Utama Faktor B: \[H_0 : \beta_1 = \beta_2 = \ldots = \beta_b = 0\] \[H_1 : \beta_i \neq \beta_j \quad \text{paling sedikit untuk sebuah} \quad i,j\]

2. Menentukan Taraf Signifikansi \(\alpha\)

Taraf signifikansi \(\alpha\) biasanya ditentukan sebelumnya, misalnya \(\alpha = 0.05\).


3. Menentukan Daerah Kritis
  1. Interaksi antara Faktor A dan Faktor B: \[\text{DK: Tolak } H_0 \text{ jika } F_{AB} = \frac{RK{AB}}{RKS} > F_{[(a-1)(b-1); ab(K-1); \alpha]}\]

  2. Efek Utama Faktor A: \[\text{DK: Tolak } H_0 \text{ jika } F_A = \frac{RKA}{RKS} > F_{[(a-1); ab(K-1); \alpha]}\]

  3. Efek Utama Faktor B: \[\text{DK: Tolak } H_0 \text{ jika } F_B = \frac{RKB}{RKS} > F_{[(b-1); ab(K-1); \alpha]}\]

4. Menghitung Statistik Uji F untuk Masing-masing Jenis Uji

Adapun sebelum menghitung statistik uji F, terlebih dahulu mencari jumlah kuadrat total dan jumlah kuadrat dari masing-masing sumber variasi yang dirumuskan sebagai berikut.

Jumlah Kuadrat Total (JKT)

\[JKT = \sum_{i=1}^a \sum_{j=1}^b \sum_{k=1}^K (Y_{ijk} - \bar{Y})^2\]

Jumlah Kuadrat A (JKA)

\[JKA = \sum_{i=1}^a \sum_{j=1}^b \sum_{k=1}^K (\bar{Y}_{i\cdot\cdot} - \bar{Y})^2\]

Jumlah Kuadrat B (JKB)

\[JKB = \sum_{i=1}^a \sum_{j=1}^b \sum_{k=1}^K (\bar{Y}_{\cdot j\cdot} - \bar{Y})^2\]

Jumlah Kuadrat Interaksi (JKAB)

\[JKAB = \sum_{i=1}^a \sum_{j=1}^b \sum_{k=1}^K (\bar{Y}_{ij\cdot} - \bar{Y}_{i\cdot\cdot} - \bar{Y}_{\cdot j\cdot} + \bar{Y})^2 \]

Jumlah Kuadrat Sesatan (JKS)

\[JKAB = \sum_{i=1}^a \sum_{j=1}^b \sum_{k=1}^K (\bar{Y}_{ijk} - \bar{Y}_{ij})^2 \]

\[JKAB = JKT - JKA - JKB - JKS\]

Dimana:

  • \(Y_{ijk}\) adalah nilai observasi ke-\(k\) pada level ke-\(i\) dari Faktor A dan level ke-\(j\) dari Faktor B.

  • \(\bar{Y}\) adalah rata-rata umum dari semua observasi.

  • \(\bar{Y}_{i\cdot\cdot}\) adalah rata-rata observasi pada level ke-\(i\) dari Faktor A.

  • \(\bar{Y}_{\cdot j\cdot}\) adalah rata-rata observasi pada level ke-\(j\) dari Faktor B.

  • \(\bar{Y}_{ij\cdot}\) adalah rata-rata observasi pada kombinasi level ke-\(i\) dari Faktor A dan level ke-\(j\) dari Faktor B.

Setelah mendapatkan hasil seluruh jumlah kuadrat, maka bentuk statistik ujinya adalah sebagai berikut:

  1. Statistik uji untuk interaksi antara Faktor A dan Faktor B: \[F_{AB} = \frac{RKAB}{RKS} =\frac{\left(\frac{JKAB}{(a-1)(b-1)}\right)}{\left(\frac{JKS}{ab(K-1)}\right)}\]

  2. Statistik uji untuk efek utama Faktor A: \[F_A = \frac{RKA}{RKS} =\frac{\left(\frac{JKA}{(a-1)}\right)}{\left(\frac{JKS}{ab(K-1)}\right)}\]

  3. Statistik uji untuk efek utama Faktor B: \[F_B = \frac{RKB}{RKS} = \frac{\left(\frac{JKB}{(b-1)}\right)}{\left(\frac{JKS}{ab(K-1)}\right)}\]

Untuk mempermudah dalam penyajian uji, hasil perhitungan di atas dibawa ke dalam bentuk tabel anava sebagai berikut.

1.2.2 Uji Normalitas Shapiro-Wilk

Uji normalitas adalah prosedur statistik yang digunakan untuk menentukan apakah sekumpulan data mengikuti distribusi normal sebagai syarat yang harus dipenuhi dalam statistika parametrik. Hal yang membedakan uji normalitas menggunakan metode shapiro-wilk dengan metode lainnya yaitu dari kuantitas data, Shapiro-wilk sangat berguna untuk mendeteksi deviasi dari distribusi normal untuk sampel yang kecil hingga menengah, sehingga untuk ukuran sampel yang besar tidak dianjurkan untuk menggunakan metode ini. Selain itu, salah satu keunggulan utama uji Shapiro-Wilk adalah kekuatan statistiknya yang tinggi, terutama untuk sampel kecil hingga menengah, dibandingkan dengan uji normalitas lainnya seperti uji Kolmogorov-Smirnov atau uji Anderson-Darling. Statistik uji Shapiro wilk dapat dirumuskan sebagai berikut.

\[W = \frac{b^2}{(n - 1) s^2} \]

\[b^2 = \sum_{i=1}^{n/2} a_{n-i+1} (x_{n-i+1} - x_i)\]

\[s^2 = \sum_{i=1}^{n/2} \frac{(X_i - \bar{X})}{(n-1)}\]

1.2.3 Uji homogenitas Levene’s Test

Uji homogenitas, atau kemiripan varian, adalah asumsi penting dalam banyak analisis statistik, terutama dalam analisis varians (ANOVA) dan regresi. Levene Test adalah salah satu metode yang umum digunakan untuk menguji homogenitas varian di antara kelompok-kelompok yang berbeda. Uji levene atau alternatif dari uji bartlett, digunakan untuk menguji kesamaan varians dari beberapa populasi. Tujuan utama dari Levene Test adalah untuk menguji apakah varian di setiap kelompok sama, sehingga memastikan bahwa asumsi homogenitas varian terpenuhi sebelum menerapkan metode statistik yang lebih lanjut.

Adapun statistik uji yang digunakan dapat dirumuskan sebagai berikut.

\[W = \frac{(n - k) \sum_{i=1}^{k} (\overline{Z}_i - \overline{Z}_{\cdot\cdot})^2}{(k - 1) \sum_{i=1}^{k} \sum_{j=1}^{n_l} (Z_{ij} - \overline{Z}_{i\cdot})^2}\]

Dimana: \[Z_{ij} = |Y_{ij} - \bar{Y}_{i}|\]

Keterangan:

  • \(n\) = jumlah perlakuan

  • \(k\) = banyak kelompok

  • \(\bar{Y}_{i.}\) = rata-rata dari kelompok ke-i

  • \(\bar{Z}_{i.}\) = rata-rata dari kelompok dari \(Z_{ij}\)

  • \(\bar{Z}_{..}\) = rata-rata menyeluruh dari \(Z_{ij}\)

Dalam perhitungan uji Levene, apabila nilai W lebih kecil dari nilai tabel F, maka kelompok yang diuji memiliki variansi yang sama atau homogen. Namun, jika nilai p-value lebih besar dari tingkat signifikansi yang ditentukan (misalnya 0.05), maka tidak ada cukup bukti untuk menolak hipotesis nol, yang berarti varian antar kelompok dianggap homogen. Dalam hal ini, asumsi homogenitas varian untuk analisis yang dilakukan dapat dipenuhi.

1.2.4 Uji Lanjut Tukey

     Uji lanjut Tukey HSD (Honestly Significant Difference) adalah teknik yang umum digunakan untuk membandingkan semua pasangan rata-rata yang mungkin dalam beberapa kelompok setelah dilakukan uji ANOVA. Tukey HSD memberikan nilai kritis yang digunakan untuk menentukan apakah perbedaan antara pasangan rata-rata tertentu secara signifikan berbeda atau tidak, dengan interpretasi hasil berdasarkan perbandingan selisih dua rata-rata dengan standar deviasi error. Jika selisih dua rata-rata melebihi nilai kritis, maka perbedaan antara kelompok dianggap signifikan secara statistik, sementara jika lebih kecil, perbedaan dianggap tidak signifikan. \[\omega = q_a (p,v)\sqrt{\frac{KTG}{r}}\]

p = Jumlah Perlakuan = t

v = Derajat bebas galat

r = Banyaknya ulangan

α = Taraf nyata

qα(p,v) = nilai kritis diperoleh dari tabel wilayah nyata student

1.3 Library

Proses yang pertama dilakukan adalah persiapanlibrary() yang akan digunakan dalam analisis data menggunakan R. Dengan mempersiapkan library-library ini, kita dapat menggunakan berbagai fungsi dan alat yang diperlukan untuk melakukan analisis data dengan lebih efisien dan efektif.

# Menyiapkan package-package yang diperlukan
library(car)
library(agricolae) 
library(ggpubr)
library(readxl)
library(kableExtra)
library(knitr)

2. DESKRIPSI DATA

Data yang digunakan bersumber dari BPS yang menjelaskan mengenai tingkat penyelesaian pendidikan atau persentase orang yang berhasil menyelesaikan suatu jenjang pendidikan dimana hal tersebut menunjukkan seberapa efektif sistem pendidikan dalam mendukung siswa untuk menyelesaikan studi mereka. Dalam hal ini, ingin diuji apakah faktor jenis kelamin dan pendidikan berpengaruh signifikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan. Data yang digunakan dirincikan pada tabel berikut.

library(readxl)
Data_TBP2 <- read_excel("C:/Users/DEVI ENDANG PRATIWI/Downloads/Data_TBP2.xlsx", 
    col_types = c("text", "text", "numeric"))
Data Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Tingkat Penyelesaian Sekolah Tahun 2021-2023
Jenis Kelamin Pendidikan Tingkat Penyelesaian Pendidikan
Laki laki SD 97.00
Laki laki SMP 87.04
Laki laki SMA 64.48
Laki laki SD 97.44
Laki laki SMP 88.64
Laki laki SMA 64.09
Laki laki SD 97.47
Laki laki SMP 88.86
Laki laki SMA 64.14
Perempuan SD 97.76
Perempuan SMP 90.78
Perempuan SMA 67.46
Perempuan SD 98.21
Perempuan SMP 91.71
Perempuan SMA 68.31
Perempuan SD 98.19
Perempuan SMP 92.10
Perempuan SMA 69.54

Sumber :https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MTk4MiMy/tingkat-penyelesaian-pendidikan-menurut-jenjang-pendidikan-dan-jenis-kelamin.html

Grafik Boxplot Persebaran Tingkat Penyelesaian Pendidikan

ggplot(Data_TBP2) +
  aes(x = Pendidikan, y = TPP, fill = Jenis_Kelamin) +
  geom_boxplot()

Grafik boxplot di atas menunjukkan persebaran tingkat penyelesaian pendidikan berdasarkan kuartil bawah, median, dan kuartil atas pada setiap jenjang pendidikan dan jenis kelamin.

2.1 Statistika Deskriptif

Pada langkah ini, dilakukan penghitungan statistika deskriptif untuk variabel tingkat penyelesaian pendidikan. Statistika deskriptif ini memberikan gambaran tentang sebaran dan karakteristik data pada variabel tersebut.

desc <-summary(Data_TBP2)
Statistik Deskriptif Tingkat Penyelesaian Pendidikan
Jenis_Kelamin Pendidikan TPP
Length:18 Length:18 Min. :64.09
Class :character Class :character 1st Qu.:68.62
Mode :character Mode :character Median :89.82
NA NA Mean :84.62
NA NA 3rd Qu.:97.33
NA NA Max. :98.21

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa tingkat penyelesaian pendidikan di Indonesia memiliki rata-rata sebesar 84.62% dengan data terkecil bernilai 64.09 dan data terbesar bernilai 98.21. Kuartil bawah menghasilkan nilai 68.62, kuartil atas bernilai 97.33 dengan kuartil tengah atau median sebesar 89.82. Hal ini menandakan bahwa meskipun banyak daerah mencapai tingkat penyelesaian tinggi, beberapa daerah masih menghadapi tantangan besar. Kebijakan pendidikan harus difokuskan untuk meningkatkan akses dan kualitas di daerah dengan tingkat penyelesaian rendah sambil mempertahankan prestasi di daerah yang sudah baik, guna memastikan pemerataan kesempatan pendidikan di seluruh Indonesia.

3. PEMBAHASAN

3.1 Menentukan Model Anava Dua Arah

Berikut ini adalah model regresi dari anava dua arah

#Menentukan model 
data = Data_TBP2
model <- lm(TPP ~ Jenis_Kelamin*Pendidikan, data)
model
## 
## Call:
## lm(formula = TPP ~ Jenis_Kelamin * Pendidikan, data = data)
## 
## Coefficients:
##                          (Intercept)                Jenis_KelaminPerempuan  
##                               97.303                                 0.750  
##                        PendidikanSMA                         PendidikanSMP  
##                              -33.067                                -9.123  
## Jenis_KelaminPerempuan:PendidikanSMA  Jenis_KelaminPerempuan:PendidikanSMP  
##                                3.450                                 2.600

3.2 Uji Syarat Anava Dua Arah

3.2.1 Uji Normalitas

  1. Hipotesis

    H0: Residu data jenis kelamin dan jenjang pendidikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan tidak berdistribusi normal

    H1: Residu data jenis kelamin dan jenjang pendidikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan berdistribusi normal

  2. Tingkat signifikansi

    α = 0,05

  3. Daerah kritis

    H0 ditolak jika P-value < α = 0,05

  4. Statistik uji

shapiro.test(model$residuals)
## 
##  Shapiro-Wilk normality test
## 
## data:  model$residuals
## W = 0.96247, p-value = 0.6498



Visualisasi Uji Normalitas Shapiro-Wilk Menggunakan Q-Q Plot

## [1] 6 9



Visualisasi Uji Normalitas Shapiro-Wilk Menggunakan Histogram

TPP=model$residual
hist(TPP, col= "#6E7B8B")

  1. Kesimpulan

Karena nilai p-value 0,6498 > 0,05, maka H0 ditolak, yang berarti bahwa residu data jenis kelamin dan jenjang pendidikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan berdistribusi normal.

3.2.2 Uji Homogenitas

  1. Hipotesis

    H0: \(\sigma_1^2 = \sigma_2^2 = \ldots = \sigma_k^2\)

    H1: \(\sigma_i \neq \sigma_j\) untuk setidaknya satu pasang (i,j)

  2. Tingkat signifikansi

    α = 0,05

  3. Daerah kritis

    H0 ditolak jika P-value < α = 0,05

  4. Statistik uji

leveneTest(TPP ~Jenis_Kelamin*Pendidikan, Data_TBP2)
## Levene's Test for Homogeneity of Variance (center = median)
##       Df F value Pr(>F)
## group  5    0.75 0.6017
##       12

  1. Kesimpulan

Karena nilai p-value 0,6017 > 0,05, maka H0 tidak ditolak, yang berarti bahwa kelompok-kelompok dalam data jenis kelamin dan jenjang pendidikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan memiliki variansi yang sama.

3.2.3 Uji Anava Dua Arah

  1. Hipotesis
  1. H0: \((\alpha \beta)_{ij} = 0\) untuk semua \(i,j\) (tidak terdapat interaksi jenis kelamin dan jenjang pendidikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan)

H1: \((\alpha \beta)_{ij} \neq 0\) untuk semua \(i,j\) (terdapat interaksi jenis kelamin dan jenjang pendidikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan)

  1. H0: \(\alpha_1 = \alpha_2 = \ldots = \alpha_a = 0\) (Jenis kelamin tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan)

H1: \(\alpha_i \neq \alpha_j\), paling sedikit untuk sebuah \(i,j\) (Jenis kelamin berpengaruh signifikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan)

  1. H0: \(\beta_1 = \beta_2 = \ldots = \beta_b = 0\) (Jenjang pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan)

H1: \(\beta_i \neq \beta_j\), paling sedikit untuk sebuah \(i,j\) (Jenjang pendidikan berpengaruh signifikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan)

  1. Tingkat Signifikansi

    α = 0,05

  2. Daerah Kritis

    H0 ditolak jika p-value < 0,05

  3. Statistik Uji

TPP.mod = aov(TPP ~ Jenis_Kelamin*Pendidikan, Data_TBP2)
summary(TPP.mod)
##                          Df Sum Sq Mean Sq F value   Pr(>F)    
## Jenis_Kelamin             1     34    34.4   76.00 1.54e-06 ***
## Pendidikan                2   3193  1596.6 3522.94  < 2e-16 ***
## Jenis_Kelamin:Pendidikan  2     10     4.8   10.69  0.00216 ** 
## Residuals                12      5     0.5                     
## ---
## Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

  1. Kesimpulan
  1. Faktor jenis kelamin : Dalam model ini, faktor jenis kelamin memiliki sum square sebesar 34 dan mean square sebesar 34.4, sedangkan nilai F-value untuk faktor jenis kelamin adalah 76.00. Lalu, karena nilai p-value (Pr(>F)) yang didapatkan adalah 1.54e-06, dimana nilai tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi (α = 0.05), maka H0 ditolak, yang berearti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara faktor jenis kelamin dengan TPP atau tingkat penyelesaian pendidikan.

  2. Faktor pendidikan : Dalam model ini, faktor pendidikan memiliki sum square sebesar 3193 dan mean square sebesar 1596.6, sedangkan nilai F-value untuk faktor pendidikan adalah 3522.94. Lalu, karena nilai p-value (Pr(>F)) yang didapatkan adalah < 2e-16, dimana nilai tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi (α = 0.05), maka H0 ditolak, yang berearti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara faktor pendidikan dengan TPP atau tingkat penyelesaian pendidikan.

  3. Interaksi antara faktor jenis kelamin dan pendidikan : Dalam model ini, faktor jenis kelamin dan pendidikan memiliki sum square sebesar 2 dan mean square sebesar 10, sedangkan nilai F-value untuk faktor jenis kelamin dan pendidikan adalah 10.69. Lalu, karena nilai p-value (Pr(>F)) yang didapatkan adalah 0.002166, dimana nilai tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi (α = 0.05), maka H0 ditolak, yang berearti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara faktor jenis kelamin dan pendidikan dengan TPP atau tingkat penyelesaian pendidikan.

3.3 Uji Lanjut Menggunakan Uji Tukey

  1. Hipotesis

    H0: \(\mu_i = \mu_j\)

    H1: \(\mu_i \neq \mu_j\) untuk setidaknya satu pasang \((i,j)\)

  2. Tingkat Signifikansi

    α = 0,05

  3. Daerah Kritis

    H0 ditolak jika p-value < 0,05

  4. Statistik Uji

tukey_test <- TukeyHSD(TPP.mod)
tukey_test
##   Tukey multiple comparisons of means
##     95% family-wise confidence level
## 
## Fit: aov(formula = TPP ~ Jenis_Kelamin * Pendidikan, data = Data_TBP2)
## 
## $Jenis_Kelamin
##                         diff      lwr      upr   p adj
## Perempuan-Laki laki 2.766667 2.075216 3.458117 1.5e-06
## 
## $Pendidikan
##               diff        lwr        upr p adj
## SMA-SD  -31.341667 -32.378599 -30.304734     0
## SMP-SD   -7.823333  -8.860266  -6.786401     0
## SMP-SMA  23.518333  22.481401  24.555266     0
## 
## $`Jenis_Kelamin:Pendidikan`
##                                   diff        lwr        upr     p adj
## Perempuan:SD-Laki laki:SD     0.750000  -1.096298   2.596298 0.7460262
## Laki laki:SMA-Laki laki:SD  -33.066667 -34.912964 -31.220369 0.0000000
## Perempuan:SMA-Laki laki:SD  -28.866667 -30.712964 -27.020369 0.0000000
## Laki laki:SMP-Laki laki:SD   -9.123333 -10.969631  -7.277036 0.0000000
## Perempuan:SMP-Laki laki:SD   -5.773333  -7.619631  -3.927036 0.0000025
## Laki laki:SMA-Perempuan:SD  -33.816667 -35.662964 -31.970369 0.0000000
## Perempuan:SMA-Perempuan:SD  -29.616667 -31.462964 -27.770369 0.0000000
## Laki laki:SMP-Perempuan:SD   -9.873333 -11.719631  -8.027036 0.0000000
## Perempuan:SMP-Perempuan:SD   -6.523333  -8.369631  -4.677036 0.0000007
## Perempuan:SMA-Laki laki:SMA   4.200000   2.353702   6.046298 0.0000686
## Laki laki:SMP-Laki laki:SMA  23.943333  22.097036  25.789631 0.0000000
## Perempuan:SMP-Laki laki:SMA  27.293333  25.447036  29.139631 0.0000000
## Laki laki:SMP-Perempuan:SMA  19.743333  17.897036  21.589631 0.0000000
## Perempuan:SMP-Perempuan:SMA  23.093333  21.247036  24.939631 0.0000000
## Perempuan:SMP-Laki laki:SMP   3.350000   1.503702   5.196298 0.0005918

  1. Kesimpulan
  1. Perempuan:SD-Laki laki:SD dalam hasil Uji Tukey HSD mengacu pada perbedaan rata-rata antara kelompok jenis kelamin perempuan dengan pendidikan SD dan kelompok jenis kelamin laki-laki dengan pendidikan SD dengan penjelasan sebagai berikut.
  • Interval kepercayaan 95% untuk perbedaan rata-rata antara kelompok jenis kelamin perempuan dengan pendidikan SD dan kelompok jenis kelamin laki-laki dengan pendidikan SD adalah [-1.096298;2.596298]
  • Nilai p-value yang dihasilkan adalah 0.7460262. Karena nilai tersebut lebih besar dari tingkat signifikansi (α = 0.05), maka menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata yang signifikan antara kelompok jenis kelamin perempuan dengan pendidikan SD dan kelompok jenis kelamin laki-laki dengan pendidikan SD
  1. Baris selain Perempuan:SD-Laki laki:SD dalam hasil Uji Tukey HSD menghasilkan nilai p-value yang lebih kecil dari tingkat signifikansi (α = 0.05), maka menunjukkan bahwa ada perbedaan rata-rata yang signifikan antara kelompok-kelompok ini.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan perhitungan menggunakan uji anava dua arah, didapatkan hasil bahwa faktor jenis kelamin, pendidikan, dan interaksi antara keduanya berpengaruh signifikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan (TPP) di Indonesia. Secara keseluruhan, meskipun jenis kelamin, pendidikan, dan interaksi antara keduanya dianggap berpengaruh signifikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan, tetapi pada realitanya menunjukkan bahwa hanya jenjang pendidikan dasar (SD), jenis kelamin menunjukkan pengaruh signifikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan. Sedangkan pada jenjang pendidikan SMP dan SMA, jenis kelamin tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan. Secara keseluruhan, hasil ini menunjukkan bahwa meskipun jenis kelamin, pendidikan, dan interaksi antara keduanya berpengaruh signifikan terhadap TPP secara keseluruhan, pengaruh tersebut tidak merata di semua jenjang pendidikan. Pengaruh signifikan dari jenis kelamin terhadap TPP terutama terlihat pada jenjang pendidikan dasar (SD), sementara pada jenjang pendidikan menengah (SMP dan SMA), pengaruh tersebut tidak signifikan. Hal ini menyoroti pentingnya intervensi kebijakan yang lebih spesifik dan tepat sasaran untuk mengatasi kesenjangan gender di jenjang pendidikan dasar agar semua anak, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki kesempatan yang sama untuk menyelesaikan pendidikan mereka.

5. DAFTAR PUSTAKA

Rini, D. S., & Faisal, F. (2015). Perbandingan Power of Test dari Uji Normalitas Metode Bayesian, Uji Shapiro-Wilk, Uji Cramer-von Mises, dan Uji Anderson-Darling. GRADIEN, 11(2), 1101-1105.

Sukestiyarno, Y. L., & Agoestanto, A. (2017). Batasan prasyarat uji normalitas dan uji homogenitas pada model regresi linear. Unnes Journal of Mathematics, 6(2), 168-177.

Author Icon KELOMPOK 6