Kelompok 6
Cloudya Filia Putri         (M0722028)
Devi Endang Pratiwi      (M0722032)
Lhyanisa Aghina Putri    (M0722046)
Nanang Safiu Ridho        (M0722055)
Tingkat penyelesaian pendidikan merupakan indikator penting dalam menilai keberhasilan sistem pendidikan dan pemerataan kesempatan belajar. Jenis kelamin dan jenjang pendidikan adalah dua variabel krusial yang sering kali menunjukkan adanya kesenjangan dalam akses dan hasil pendidikan. Jenis kelamin mungkin dapat mempengaruhi tingkat penyelesaian pendidikan dikarenakan perempuan sering sekali dibebani dengan tanggung jawab rumah tangga sejak usia dini. Berbeda halnya dengan laki-laki yang seringkali diberi prioritas dalam hal pendidikan demi kepentingan sumber daya di beberapa daerah. Selain itu, setiap jenjang pendidikan memiliki tingkat kesulitan belajar dengan biaya pendidikan yang meningkat seiring dengan jenjangnya, sehingga faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi tingkat penyelesaian pendidikan di suatu negara. Uji Anava dua arah merupakan salah satu metode yang efektif untuk mengevaluasi interaksi antara dua faktor atau lebih terhadap variabel dependen. Dalam konteks ini, uji Anava dua arah dapat digunakan untuk menguji apakah terdapat pengaruh signifikan dari jenis kelamin, jenjang pendidikan, dan interaksi antara keduanya terhadap tingkat penyelesaian pendidikan di Indonesia.
Uji
Anava dua arah (Two-Way ANOVA) adalah metode
statistik yang digunakan untuk menganalisis pengaruh dua variabel
independen (faktor) secara bersamaan terhadap satu variabel dependen.
Analisis variansi untuk kasus yang melibatkan dua faktor atau lebih
dinamakan analisis variansi dua arah. Kasus tersebut dijumpai pada suatu
percobaan yang disebut percobaan faktorial. Analisis pada hasil
percobaan faktorial dilakukan dengan menguji hipotesis tentang perbedaan
interaksi mean populasi faktor A dan B serta perbedaan antara mean
populasi di dalam faktor A sendiri dan perbedaan antara mean populasi di
dalam faktor B.
Misal \[Y_{ij1}, Y_{ij2}, \ldots, Y_{ijk} \quad \text{dengan} \quad i = 1, 2, 3, \ldots, a \quad \text{dan} \quad j = 1, 2, \ldots, b\] adalah sampel-sampel independen dengan masing-masing berelemen K yang diambil dari populasi dengan mean \(\mu_{ij}\) dan variansi sama yaitu sebesar \(\sigma^2\). Misal \(a \geq 2\), \(b \geq 2\), dan \(k \geq 1\), maka model analisis variansi dua arah adalah sebagai berikut.
\[Y_{ijk} = \mu + \alpha_i + \beta_j + (\alpha\beta)_{ij} + \epsilon_{ijk};\epsilon_{ijk} \sim N(0, \sigma^2)\]
Di mana:
\(Y_{ijk}\) adalah nilai observasi ke-\(k\) pada level ke-\(i\) dari Faktor A dan level ke-\(j\) dari Faktor B.
\(\mu\) adalah rata-rata umum (grand mean).
\(\alpha_i\) adalah efek dari level ke-\(i\) dari Faktor A.
\(\beta_j\) adalah efek dari level ke-\(j\) dari Faktor B.
\((\alpha\beta)_{ij}\) adalah efek interaksi antara level ke-\(i\) dari Faktor A dan level ke-\(j\) dari Faktor B.
\(\epsilon_{ijk}\) adalah error
term yang mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan varians
\(\sigma^2\).
Interaksi antara Faktor A dan Faktor B: \[H_0 : (\alpha\beta)_{ij} = 0 \quad \text{untuk semua} \quad i,j\] \[H_1 : (\alpha\beta)_{ij} \neq 0 \quad \text{untuk semua} \quad i,j\]
Efek Utama Faktor A: \[H_0 : \alpha_1 = \alpha_2 = \ldots = \alpha_a = 0\] \[H_1 : \alpha_i \neq \alpha_j \quad \text{paling sedikit untuk sebuah} \quad i,j\]
Efek Utama Faktor B: \[H_0 : \beta_1 =
\beta_2 = \ldots = \beta_b = 0\] \[H_1
: \beta_i \neq \beta_j \quad \text{paling sedikit untuk sebuah} \quad
i,j\]
Taraf signifikansi \(\alpha\) biasanya ditentukan sebelumnya, misalnya \(\alpha = 0.05\).
Interaksi antara Faktor A dan Faktor B: \[\text{DK: Tolak } H_0 \text{ jika } F_{AB} = \frac{RK{AB}}{RKS} > F_{[(a-1)(b-1); ab(K-1); \alpha]}\]
Efek Utama Faktor A: \[\text{DK: Tolak } H_0 \text{ jika } F_A = \frac{RKA}{RKS} > F_{[(a-1); ab(K-1); \alpha]}\]
Efek Utama Faktor B: \[\text{DK: Tolak
} H_0 \text{ jika } F_B = \frac{RKB}{RKS} > F_{[(b-1); ab(K-1);
\alpha]}\]
Adapun sebelum menghitung statistik uji F, terlebih dahulu mencari jumlah kuadrat total dan jumlah kuadrat dari masing-masing sumber variasi yang dirumuskan sebagai berikut.
Jumlah Kuadrat Total (JKT)
\[JKT = \sum_{i=1}^a \sum_{j=1}^b \sum_{k=1}^K (Y_{ijk} - \bar{Y})^2\]
Jumlah Kuadrat A (JKA)
\[JKA = \sum_{i=1}^a \sum_{j=1}^b \sum_{k=1}^K (\bar{Y}_{i\cdot\cdot} - \bar{Y})^2\]
Jumlah Kuadrat B (JKB)
\[JKB = \sum_{i=1}^a \sum_{j=1}^b \sum_{k=1}^K (\bar{Y}_{\cdot j\cdot} - \bar{Y})^2\]
Jumlah Kuadrat Interaksi (JKAB)
\[JKAB = \sum_{i=1}^a \sum_{j=1}^b \sum_{k=1}^K (\bar{Y}_{ij\cdot} - \bar{Y}_{i\cdot\cdot} - \bar{Y}_{\cdot j\cdot} + \bar{Y})^2 \]
Jumlah Kuadrat Sesatan (JKS)
\[JKAB = \sum_{i=1}^a \sum_{j=1}^b \sum_{k=1}^K (\bar{Y}_{ijk} - \bar{Y}_{ij})^2 \]
\[JKAB = JKT - JKA - JKB - JKS\]
Dimana:
\(Y_{ijk}\) adalah nilai observasi ke-\(k\) pada level ke-\(i\) dari Faktor A dan level ke-\(j\) dari Faktor B.
\(\bar{Y}\) adalah rata-rata umum dari semua observasi.
\(\bar{Y}_{i\cdot\cdot}\) adalah rata-rata observasi pada level ke-\(i\) dari Faktor A.
\(\bar{Y}_{\cdot j\cdot}\) adalah rata-rata observasi pada level ke-\(j\) dari Faktor B.
\(\bar{Y}_{ij\cdot}\) adalah rata-rata observasi pada kombinasi level ke-\(i\) dari Faktor A dan level ke-\(j\) dari Faktor B.
Setelah mendapatkan hasil seluruh jumlah kuadrat, maka bentuk statistik ujinya adalah sebagai berikut:
Statistik uji untuk interaksi antara Faktor A dan Faktor B: \[F_{AB} = \frac{RKAB}{RKS} =\frac{\left(\frac{JKAB}{(a-1)(b-1)}\right)}{\left(\frac{JKS}{ab(K-1)}\right)}\]
Statistik uji untuk efek utama Faktor A: \[F_A = \frac{RKA}{RKS} =\frac{\left(\frac{JKA}{(a-1)}\right)}{\left(\frac{JKS}{ab(K-1)}\right)}\]
Statistik uji untuk efek utama Faktor B: \[F_B = \frac{RKB}{RKS} = \frac{\left(\frac{JKB}{(b-1)}\right)}{\left(\frac{JKS}{ab(K-1)}\right)}\]
Uji
normalitas adalah prosedur statistik yang digunakan untuk
menentukan apakah sekumpulan data mengikuti distribusi normal sebagai
syarat yang harus dipenuhi dalam statistika parametrik. Hal yang
membedakan uji normalitas menggunakan metode shapiro-wilk
dengan metode lainnya yaitu dari kuantitas data,
Shapiro-wilk sangat berguna untuk mendeteksi deviasi dari
distribusi normal untuk sampel yang kecil hingga menengah, sehingga
untuk ukuran sampel yang besar tidak dianjurkan untuk menggunakan metode
ini. Selain itu, salah satu keunggulan utama uji
Shapiro-Wilk adalah kekuatan statistiknya yang tinggi,
terutama untuk sampel kecil hingga menengah, dibandingkan dengan uji
normalitas lainnya seperti uji Kolmogorov-Smirnov atau uji
Anderson-Darling. Statistik uji Shapiro wilk
dapat dirumuskan sebagai berikut.
\[W = \frac{b^2}{(n - 1) s^2} \]
\[b^2 = \sum_{i=1}^{n/2} a_{n-i+1} (x_{n-i+1} - x_i)\]
\[s^2 = \sum_{i=1}^{n/2} \frac{(X_i - \bar{X})}{(n-1)}\]
Uji
homogenitas, atau kemiripan varian, adalah asumsi penting dalam
banyak analisis statistik, terutama dalam analisis varians (ANOVA) dan
regresi. Levene Test adalah salah satu metode yang umum
digunakan untuk menguji homogenitas varian di antara kelompok-kelompok
yang berbeda. Uji levene atau alternatif dari uji bartlett, digunakan
untuk menguji kesamaan varians dari beberapa populasi. Tujuan utama dari
Levene Test adalah untuk menguji apakah varian di setiap
kelompok sama, sehingga memastikan bahwa asumsi homogenitas varian
terpenuhi sebelum menerapkan metode statistik yang lebih lanjut.
Adapun statistik uji yang digunakan dapat dirumuskan sebagai berikut.
\[W = \frac{(n - k) \sum_{i=1}^{k} (\overline{Z}_i - \overline{Z}_{\cdot\cdot})^2}{(k - 1) \sum_{i=1}^{k} \sum_{j=1}^{n_l} (Z_{ij} - \overline{Z}_{i\cdot})^2}\]
Dimana: \[Z_{ij} = |Y_{ij} - \bar{Y}_{i}|\]
Keterangan:
\(n\) = jumlah perlakuan
\(k\) = banyak kelompok
\(\bar{Y}_{i.}\) = rata-rata dari kelompok ke-i
\(\bar{Z}_{i.}\) = rata-rata dari kelompok dari \(Z_{ij}\)
\(\bar{Z}_{..}\) = rata-rata menyeluruh dari \(Z_{ij}\)
Dalam perhitungan uji Levene, apabila nilai W lebih kecil dari nilai tabel F, maka kelompok yang diuji memiliki variansi yang sama atau homogen. Namun, jika nilai p-value lebih besar dari tingkat signifikansi yang ditentukan (misalnya 0.05), maka tidak ada cukup bukti untuk menolak hipotesis nol, yang berarti varian antar kelompok dianggap homogen. Dalam hal ini, asumsi homogenitas varian untuk analisis yang dilakukan dapat dipenuhi.
p = Jumlah Perlakuan = t
v = Derajat bebas galat
r = Banyaknya ulangan
α = Taraf nyata
qα(p,v) = nilai kritis diperoleh dari tabel wilayah nyata student
Proses yang pertama dilakukan adalah persiapanlibrary()
yang akan digunakan dalam analisis data menggunakan R. Dengan
mempersiapkan library-library ini, kita dapat menggunakan berbagai
fungsi dan alat yang diperlukan untuk melakukan analisis data dengan
lebih efisien dan efektif.
# Menyiapkan package-package yang diperlukan
library(car)
library(agricolae)
library(ggpubr)
library(readxl)
library(kableExtra)
library(knitr)
Data yang digunakan bersumber dari BPS yang menjelaskan mengenai tingkat penyelesaian pendidikan atau persentase orang yang berhasil menyelesaikan suatu jenjang pendidikan dimana hal tersebut menunjukkan seberapa efektif sistem pendidikan dalam mendukung siswa untuk menyelesaikan studi mereka. Dalam hal ini, ingin diuji apakah faktor jenis kelamin dan pendidikan berpengaruh signifikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan. Data yang digunakan dirincikan pada tabel berikut.
library(readxl)
Data_TBP2 <- read_excel("C:/Users/DEVI ENDANG PRATIWI/Downloads/Data_TBP2.xlsx",
col_types = c("text", "text", "numeric"))
| Jenis Kelamin | Pendidikan | Tingkat Penyelesaian Pendidikan |
|---|---|---|
| Laki laki | SD | 97.00 |
| Laki laki | SMP | 87.04 |
| Laki laki | SMA | 64.48 |
| Laki laki | SD | 97.44 |
| Laki laki | SMP | 88.64 |
| Laki laki | SMA | 64.09 |
| Laki laki | SD | 97.47 |
| Laki laki | SMP | 88.86 |
| Laki laki | SMA | 64.14 |
| Perempuan | SD | 97.76 |
| Perempuan | SMP | 90.78 |
| Perempuan | SMA | 67.46 |
| Perempuan | SD | 98.21 |
| Perempuan | SMP | 91.71 |
| Perempuan | SMA | 68.31 |
| Perempuan | SD | 98.19 |
| Perempuan | SMP | 92.10 |
| Perempuan | SMA | 69.54 |
Grafik Boxplot Persebaran Tingkat Penyelesaian Pendidikan
ggplot(Data_TBP2) +
aes(x = Pendidikan, y = TPP, fill = Jenis_Kelamin) +
geom_boxplot()
Grafik boxplot di atas menunjukkan persebaran tingkat penyelesaian pendidikan berdasarkan kuartil bawah, median, dan kuartil atas pada setiap jenjang pendidikan dan jenis kelamin.
Pada langkah ini, dilakukan penghitungan statistika deskriptif untuk variabel tingkat penyelesaian pendidikan. Statistika deskriptif ini memberikan gambaran tentang sebaran dan karakteristik data pada variabel tersebut.
desc <-summary(Data_TBP2)
| Jenis_Kelamin | Pendidikan | TPP | |
|---|---|---|---|
| Length:18 | Length:18 | Min. :64.09 | |
| Class :character | Class :character | 1st Qu.:68.62 | |
| Mode :character | Mode :character | Median :89.82 | |
| NA | NA | Mean :84.62 | |
| NA | NA | 3rd Qu.:97.33 | |
| NA | NA | Max. :98.21 |
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa tingkat penyelesaian pendidikan di Indonesia memiliki rata-rata sebesar 84.62% dengan data terkecil bernilai 64.09 dan data terbesar bernilai 98.21. Kuartil bawah menghasilkan nilai 68.62, kuartil atas bernilai 97.33 dengan kuartil tengah atau median sebesar 89.82. Hal ini menandakan bahwa meskipun banyak daerah mencapai tingkat penyelesaian tinggi, beberapa daerah masih menghadapi tantangan besar. Kebijakan pendidikan harus difokuskan untuk meningkatkan akses dan kualitas di daerah dengan tingkat penyelesaian rendah sambil mempertahankan prestasi di daerah yang sudah baik, guna memastikan pemerataan kesempatan pendidikan di seluruh Indonesia.
Berikut ini adalah model regresi dari anava dua arah
#Menentukan model
data = Data_TBP2
model <- lm(TPP ~ Jenis_Kelamin*Pendidikan, data)
model
##
## Call:
## lm(formula = TPP ~ Jenis_Kelamin * Pendidikan, data = data)
##
## Coefficients:
## (Intercept) Jenis_KelaminPerempuan
## 97.303 0.750
## PendidikanSMA PendidikanSMP
## -33.067 -9.123
## Jenis_KelaminPerempuan:PendidikanSMA Jenis_KelaminPerempuan:PendidikanSMP
## 3.450 2.600
Hipotesis
H0: Residu data jenis kelamin dan jenjang pendidikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan tidak berdistribusi normal
H1: Residu data jenis kelamin dan jenjang pendidikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan berdistribusi normal
Tingkat signifikansi
α = 0,05
Daerah kritis
H0 ditolak jika P-value < α = 0,05
Statistik uji
shapiro.test(model$residuals)
##
## Shapiro-Wilk normality test
##
## data: model$residuals
## W = 0.96247, p-value = 0.6498
Visualisasi Uji Normalitas Shapiro-Wilk
Menggunakan Q-Q Plot
## [1] 6 9
Visualisasi Uji Normalitas Shapiro-Wilk
Menggunakan Histogram
TPP=model$residual
hist(TPP, col= "#6E7B8B")
Karena nilai p-value 0,6498 > 0,05, maka H0 ditolak, yang berarti bahwa residu data jenis kelamin dan jenjang pendidikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan berdistribusi normal.
Hipotesis
H0: \(\sigma_1^2 = \sigma_2^2 = \ldots = \sigma_k^2\)
H1: \(\sigma_i \neq \sigma_j\) untuk setidaknya satu pasang (i,j)
Tingkat signifikansi
α = 0,05
Daerah kritis
H0 ditolak jika P-value < α = 0,05
Statistik uji
leveneTest(TPP ~Jenis_Kelamin*Pendidikan, Data_TBP2)
## Levene's Test for Homogeneity of Variance (center = median)
## Df F value Pr(>F)
## group 5 0.75 0.6017
## 12
Karena nilai p-value 0,6017 > 0,05, maka H0 tidak ditolak, yang berarti bahwa kelompok-kelompok dalam data jenis kelamin dan jenjang pendidikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan memiliki variansi yang sama.
H1: \((\alpha \beta)_{ij} \neq
0\) untuk semua \(i,j\)
(terdapat interaksi jenis kelamin dan jenjang pendidikan terhadap
tingkat penyelesaian pendidikan)
H1: \(\alpha_i \neq
\alpha_j\), paling sedikit untuk sebuah \(i,j\) (Jenis kelamin berpengaruh signifikan
terhadap tingkat penyelesaian pendidikan)
H1: \(\beta_i \neq \beta_j\), paling sedikit untuk sebuah \(i,j\) (Jenjang pendidikan berpengaruh signifikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan)
Tingkat Signifikansi
α = 0,05
Daerah Kritis
H0 ditolak jika p-value < 0,05
Statistik Uji
TPP.mod = aov(TPP ~ Jenis_Kelamin*Pendidikan, Data_TBP2)
summary(TPP.mod)
## Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
## Jenis_Kelamin 1 34 34.4 76.00 1.54e-06 ***
## Pendidikan 2 3193 1596.6 3522.94 < 2e-16 ***
## Jenis_Kelamin:Pendidikan 2 10 4.8 10.69 0.00216 **
## Residuals 12 5 0.5
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
Faktor jenis kelamin : Dalam model ini, faktor jenis kelamin memiliki sum square sebesar 34 dan mean square sebesar 34.4, sedangkan nilai F-value untuk faktor jenis kelamin adalah 76.00. Lalu, karena nilai p-value (Pr(>F)) yang didapatkan adalah 1.54e-06, dimana nilai tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi (α = 0.05), maka H0 ditolak, yang berearti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara faktor jenis kelamin dengan TPP atau tingkat penyelesaian pendidikan.
Faktor pendidikan : Dalam model ini, faktor pendidikan memiliki sum square sebesar 3193 dan mean square sebesar 1596.6, sedangkan nilai F-value untuk faktor pendidikan adalah 3522.94. Lalu, karena nilai p-value (Pr(>F)) yang didapatkan adalah < 2e-16, dimana nilai tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi (α = 0.05), maka H0 ditolak, yang berearti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara faktor pendidikan dengan TPP atau tingkat penyelesaian pendidikan.
Interaksi antara faktor jenis kelamin dan pendidikan : Dalam model ini, faktor jenis kelamin dan pendidikan memiliki sum square sebesar 2 dan mean square sebesar 10, sedangkan nilai F-value untuk faktor jenis kelamin dan pendidikan adalah 10.69. Lalu, karena nilai p-value (Pr(>F)) yang didapatkan adalah 0.002166, dimana nilai tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi (α = 0.05), maka H0 ditolak, yang berearti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara faktor jenis kelamin dan pendidikan dengan TPP atau tingkat penyelesaian pendidikan.
Hipotesis
H0: \(\mu_i = \mu_j\)
H1: \(\mu_i \neq \mu_j\) untuk setidaknya satu pasang \((i,j)\)
Tingkat Signifikansi
α = 0,05
Daerah Kritis
H0 ditolak jika p-value < 0,05
Statistik Uji
tukey_test <- TukeyHSD(TPP.mod)
tukey_test
## Tukey multiple comparisons of means
## 95% family-wise confidence level
##
## Fit: aov(formula = TPP ~ Jenis_Kelamin * Pendidikan, data = Data_TBP2)
##
## $Jenis_Kelamin
## diff lwr upr p adj
## Perempuan-Laki laki 2.766667 2.075216 3.458117 1.5e-06
##
## $Pendidikan
## diff lwr upr p adj
## SMA-SD -31.341667 -32.378599 -30.304734 0
## SMP-SD -7.823333 -8.860266 -6.786401 0
## SMP-SMA 23.518333 22.481401 24.555266 0
##
## $`Jenis_Kelamin:Pendidikan`
## diff lwr upr p adj
## Perempuan:SD-Laki laki:SD 0.750000 -1.096298 2.596298 0.7460262
## Laki laki:SMA-Laki laki:SD -33.066667 -34.912964 -31.220369 0.0000000
## Perempuan:SMA-Laki laki:SD -28.866667 -30.712964 -27.020369 0.0000000
## Laki laki:SMP-Laki laki:SD -9.123333 -10.969631 -7.277036 0.0000000
## Perempuan:SMP-Laki laki:SD -5.773333 -7.619631 -3.927036 0.0000025
## Laki laki:SMA-Perempuan:SD -33.816667 -35.662964 -31.970369 0.0000000
## Perempuan:SMA-Perempuan:SD -29.616667 -31.462964 -27.770369 0.0000000
## Laki laki:SMP-Perempuan:SD -9.873333 -11.719631 -8.027036 0.0000000
## Perempuan:SMP-Perempuan:SD -6.523333 -8.369631 -4.677036 0.0000007
## Perempuan:SMA-Laki laki:SMA 4.200000 2.353702 6.046298 0.0000686
## Laki laki:SMP-Laki laki:SMA 23.943333 22.097036 25.789631 0.0000000
## Perempuan:SMP-Laki laki:SMA 27.293333 25.447036 29.139631 0.0000000
## Laki laki:SMP-Perempuan:SMA 19.743333 17.897036 21.589631 0.0000000
## Perempuan:SMP-Perempuan:SMA 23.093333 21.247036 24.939631 0.0000000
## Perempuan:SMP-Laki laki:SMP 3.350000 1.503702 5.196298 0.0005918
Tukey HSD
mengacu pada perbedaan rata-rata antara kelompok jenis kelamin perempuan
dengan pendidikan SD dan kelompok jenis kelamin laki-laki dengan
pendidikan SD dengan penjelasan sebagai berikut.Tukey HSD menghasilkan nilai p-value yang lebih kecil dari
tingkat signifikansi (α = 0.05), maka menunjukkan bahwa ada perbedaan
rata-rata yang signifikan antara kelompok-kelompok ini.
Berdasarkan perhitungan menggunakan uji anava dua arah, didapatkan hasil bahwa faktor jenis kelamin, pendidikan, dan interaksi antara keduanya berpengaruh signifikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan (TPP) di Indonesia. Secara keseluruhan, meskipun jenis kelamin, pendidikan, dan interaksi antara keduanya dianggap berpengaruh signifikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan, tetapi pada realitanya menunjukkan bahwa hanya jenjang pendidikan dasar (SD), jenis kelamin menunjukkan pengaruh signifikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan. Sedangkan pada jenjang pendidikan SMP dan SMA, jenis kelamin tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat penyelesaian pendidikan. Secara keseluruhan, hasil ini menunjukkan bahwa meskipun jenis kelamin, pendidikan, dan interaksi antara keduanya berpengaruh signifikan terhadap TPP secara keseluruhan, pengaruh tersebut tidak merata di semua jenjang pendidikan. Pengaruh signifikan dari jenis kelamin terhadap TPP terutama terlihat pada jenjang pendidikan dasar (SD), sementara pada jenjang pendidikan menengah (SMP dan SMA), pengaruh tersebut tidak signifikan. Hal ini menyoroti pentingnya intervensi kebijakan yang lebih spesifik dan tepat sasaran untuk mengatasi kesenjangan gender di jenjang pendidikan dasar agar semua anak, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki kesempatan yang sama untuk menyelesaikan pendidikan mereka.
Rini, D. S., & Faisal, F. (2015). Perbandingan Power of Test dari Uji Normalitas Metode Bayesian, Uji Shapiro-Wilk, Uji Cramer-von Mises, dan Uji Anderson-Darling. GRADIEN, 11(2), 1101-1105.
Sukestiyarno, Y. L., & Agoestanto, A. (2017). Batasan prasyarat uji normalitas dan uji homogenitas pada model regresi linear. Unnes Journal of Mathematics, 6(2), 168-177.
KELOMPOK 6