IMPORT DATA

library(ggplot2)
library(dplyr)
## 
## Attaching package: 'dplyr'
## The following objects are masked from 'package:stats':
## 
##     filter, lag
## The following objects are masked from 'package:base':
## 
##     intersect, setdiff, setequal, union
d1 <- read.csv2("D:/Cooliah/Semester 4/Visualisasi Data/2023 Maret JABAR - SUSENAS KOR Rumah Tangga.csv", sep= ",")
d2 <- read.csv2("D:/Cooliah/Semester 4/Visualisasi Data/2023 Maret JABAR - SUSENAS KOR INDIVIDU PART2.csv", sep= ",")

MENDEFINISIKAN KODE

d1$R1809C <- gsub("1", "Tangki septik", d1$R1809C)
d1$R1809C <- gsub("2", "IPAL", d1$R1809C)
d1$R1809C <- gsub("3", "Kolam/sawah/sungai/danau/laut", d1$R1809C)
d1$R1809C <- gsub("4", "Lubang tanah", d1$R1809C)
d1$R1809C <- gsub("5", "Pantai/kebun/tanah lapang", d1$R1809C)
d1$R1809C <- gsub("6|0", "Lainnya", d1$R1809C)

d1$R1808 <- gsub("1", "Marmer/granit", d1$R1808)
d1$R1808 <- gsub("2", "Keramik", d1$R1808)
d1$R1808 <- gsub("3", "Parket/vinil/karpet", d1$R1808)
d1$R1808 <- gsub("4", "Ubin/tegel/teraso", d1$R1808)
d1$R1808 <- gsub("5", "Kayu/papan", d1$R1808)
d1$R1808 <- gsub("6", "Semen/bata merah", d1$R1808)
d1$R1808 <- gsub("7", "Bambu", d1$R1808)
d1$R1808 <- gsub("8", "Tanah", d1$R1808)
d1$R1808 <- gsub("9", "Lainnya", d1$R1808)

d1$R1806 <- gsub("1", "Beton", d1$R1806)
d1$R1806 <- gsub("2", "Genteng", d1$R1806)
d1$R1806 <- gsub("3", "Seng", d1$R1806)
d1$R1806 <- gsub("4", "Asbes", d1$R1806)
d1$R1806 <- gsub("5", "Bambu", d1$R1806)
d1$R1806 <- gsub("6", "Kayu/sirap", d1$R1806)
d1$R1806 <- gsub("7", "Jerami/ijuk/daun-daunan/rumbia", d1$R1806)
d1$R1806 <- gsub("8", "Lainnya", d1$R1806)

d1$R105 <- gsub("1", "Perkotaan", d1$R105)
d1$R105 <- gsub("2", "Pedesaan", d1$R105)

d1$R1802 <- gsub("1", "Milik Sendiri", d1$R1802)
d1$R1802 <- gsub("2", "Kontrak/sewa", d1$R1802)
d1$R1802 <- gsub("3", "Bebas Sewa", d1$R1802)
d1$R1802 <- gsub("4", "Dinas", d1$R1802)
d1$R1802 <- gsub("5", "Lainnya", d1$R1802)

d2$R1504A <- gsub("1", "RS Pemerintah/Swasta", d2$R1504A)
d2$R1504A <- gsub("2", "Rumah bersalin/klinik", d2$R1504A)
d2$R1504A <- gsub("3", "Puskesmas", d2$R1504A)
d2$R1504A <- gsub("4", "Pustu", d2$R1504A)
d2$R1504A <- gsub("5", "Praktek Nakes", d2$R1504A)
d2$R1504A <- gsub("6", "Polindes/Poskesdes", d2$R1504A)
d2$R1504A <- gsub("7", "Rumah", d2$R1504A)
d2$R1504A <- gsub("8", "Lainnya", d2$R1504A)

VISUALISASI BESARAN

BAR CHART

Pada Bar Chart ini ingin dilihat Tempat Pembuangan Tinja mayoritas masyarakat Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2023.

  ggplot(d1, aes(x = R1809C)) +
  geom_bar(fill = "darkturquoise", alpha = 0.8) +
  labs(title = "Tempat Pembuangan Akhir Tinja \n Rumah Tangga di Jawa Barat Tahun 2023", x = "Tempat Pembuangan", y = "Jumlah Rumah Tangga") +
  theme_get() +
  coord_flip()

Interpretasi

Melalui Bar Chart di atas, dapat dilihat bahwa mayoritas masyarakat di Provinsi Jawa Barat menggunakan tangki septik sebagai tempat pembuangan akhir tinja. Akan tetapi, tidak semua rumah tangga di Provinsi Jawa Barat yang memakai tangki septik. Ternyata, Lebih dari 2500 orang masih menggunakan kolam/sawah/sungai/darat/laut sebagai tempat pembuangan akhir tinja. Tidak sedikit juga masyarakat yang memakai lubang tanah untuk tempat pembuangan akhir tinja. IPAL dan pantai/kebun/lapang ternyata juga masih dipakai guna tempat pembuangan akhir tinja untuk beberapa masyarakat.

LOLIPOP CHART

Pada lolipop chart, ingin diketahui Tipe lantai rumah mayoritas di Jawa Barat pada tahun 2023

d1 %>%
  count(R1808) %>%
  arrange(desc(n)) %>%
  ggplot() +
  geom_segment(aes(x = reorder(as.factor(R1808), n), xend = reorder(as.factor(R1808), n), y = 0, yend = n), color = "aquamarine", size = 2) +
  geom_point(aes(x = reorder(as.factor(R1808), n), y = n), color = "plum", size = 3) +
  scale_y_continuous(expand = c(0, 0)) +
  coord_flip() +
  ggtitle("Tipe Lantai Rumah di Jawa Barat Tahun 2023") +
  xlab("Tipe Lantai") +
  ylab("Jumlah Rumah Tangga") +
  theme_light() +
  theme(plot.title = element_text(hjust = 0.5))
## Warning: Using `size` aesthetic for lines was deprecated in ggplot2 3.4.0.
## ℹ Please use `linewidth` instead.
## This warning is displayed once every 8 hours.
## Call `lifecycle::last_lifecycle_warnings()` to see where this warning was
## generated.

Interpretasi

Mayoritas masyarakat di Jawa Barat menggunakan keramik sebagai bahan bangunan lantai rumah. Disusul oleh semen/bata merah, Kayu/papan, Ubin/tegel/teraso, marmer/granit, dan Parket/vinil/karpet. Tidak semua lantai rumah di Jawa Barat sudah modern, nyatanya masih terdapat beberapa masyarakat yang lantai rumahnya berupa tanah dan bambu.

VISUALISASI SEBARAN

VIOLIN PLOT DAN BOXPLOT

Ingin diketahui sebaran Tempat Bersalin menurut Umur Ibu saat Melahirkan di Jawa Barat Tahun 2023

Melahirkan <- data.frame(R1504A = d2$R1504A, R1502B = d2$R1502B)
Persalinan <- subset(Melahirkan, R1504A != 0)
ggplot(Melahirkan, aes(x = as.factor(R1504A), y = R1502B)) +
    geom_violin(aes(col = R1504A),fill = NA, alpha = 0.2, draw_quantiles = 0.5) +
  geom_boxplot(width=.1,fill="orange",outlier.colour=NA)+
  stat_summary(fun.y=median,geom="point",fill="blue",shape=21,size=2.5) +
  ggtitle("Sebaran Tempat Bersalin Menurut Umur Ibu Saat Melahirkan") +
  ylab("Umur ibu melahirkan") +
  xlab("Tempat bersalin") + 
  theme_minimal() +
  theme(plot.title = element_text(hjust = 0.5))
## Warning: The `fun.y` argument of `stat_summary()` is deprecated as of ggplot2 3.3.0.
## ℹ Please use the `fun` argument instead.
## This warning is displayed once every 8 hours.
## Call `lifecycle::last_lifecycle_warnings()` to see where this warning was
## generated.

Interpretasi

Sebaran yang paling beragam yaitu saat bersalin di Tempat Praktik Tenaga kesehatan (nakes) yaitu mulai dari umur 10 tahun hingga lebih dari 45 tahun. Sedangkan pada tempat polindes dan puskesmas pembantu (pustu) sebaran cenderung menyebar normal. Pada Puskesmas, RS Pemerintah/swasta, rumah, dan rumah bersalin/klinik sebaran cenderung menjulur kekanan. Dari sebaran boxplot dan violin plot dapat dilihat bahwa rata-rata umur ibu melahirkan pada sekitar umur 20-an tahun. Pada Rumah sakit Pemerintah/swasta, rata” umur ibu yang melahirkan adalah 22 atau 23 tahun yang memiliki median yang paling tinggi diantara yang lain.

HISTOGRAM

Ingin mengetahui sebaran umur balita di Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2023

Balita <- data.frame(R1401 = d2$R1401)
Umur <- subset(Balita, R1401 != 0)
hist(Umur$R1401, col = "skyblue", main = "Histogram Umur Balita", xlab = "Umur Balita", ylab = "Frekuensi")
abline(v=median(Umur$R1401),col="coral",lwd=2)
abline(v=mean(Umur$R1401), col="green", lwd=5)

Interpretasi

Melalui histogram di atas dapat dilihat bahwa umur balita di Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2023 cederung menyebar normal. Median dari data ditunjukkan oleh garis yang berwarna coral dan mean ditunjukkan oleh garis yang berwarna hijau. Didapatkan nilai mean lebih kecil daripada nilai median.

VISUALISASI KOMPOSISI

PIE CHART

Akan dilihat komposisi jenis-jenis bahan bangunan atap rumah di Jawa Barat pada tahun 2023

Rumah <- data.frame(d1$R1804, d1$R105, d1$R1802, d1$R1806)
counted_R1806 <- d1 %>%
  group_by(R1806) %>%
  count()
total <- sum(counted_R1806$n)
counted_R1806$percentage <- (counted_R1806$n / total) * 100

ggplot(counted_R1806, aes(x = "", y = percentage, fill = R1806)) +
  geom_bar(stat = "identity", width = 1) +
  coord_polar("y", start = 0) +
  labs(title = "Presentase Bahan Bangunan Atap Rumah di Jawa Barat", fill = "R1806", y = "Persentase (%)") +
  scale_fill_brewer(palette = "Set1") +
  theme_minimal()

Interpretasi

Melalui Pie Chart di atas dapat dilihat bahwa bahan bangunan atap rumah jenis genteng mendominasi di Provinsi Jawa Barat dengan presentase lebih dari 50%. Setelah itu disusul dengan atap yang berahan asbes, beton, dan seng. Beberapa rumah memiliki atap yang berbahan Jerami/ijuk/daun-daunan/rumbia dan Kayu/sirap, akan tetapi memiliki presentase yang kecil.

Treemap

Akan dilihat komposisi dari luas rumah berdasarkan kepemilikan rumah dan daerah pembangunan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2023.

library(treemap)
treemap(Rumah,
        index=c("d1.R105", "d1.R1802"), 
        vSize="d1.R1804",
        algorithm="pivotSize",
        palette="Pastel2",
        title="Luas Rumah Berdasarkan Kepemilikan dan Daerah Pembangunan",
        fontsize.title=15,
        fontsize.labels=12,
        fontcolor.labels="darkgreen")

Interpretasi

Daerah perkotaan memiliki luas rumah yang lebih besar daripada di daerah pedesaan. Pada daerah perkotaan luas rumah terbesar adalah luas rumah dengan kepemilikan milik sendiri. Kemudian disusul dengan kepemilikan bebas sewa dan Kontrak/sewa. Sedangkan untuk di daerah pedesaan sama seperti daerah perkotaan. Luas rumah yang paling besar adalah luas rumah dengan kepemilikan milik sendiri disusul oleh bebas sewa.