Data harga beras kualitas premium digunakan dalam penelitian ini karena menjadi kualitas beras dengan harga tertinggi dibandingkan dengan harga beras kualitas lainnya. Data yang digunakan adalah data rata-rata harga beras bulanan di tingkat penggilingan yang diambil dari bulan Januari 2013 hingga bulan Oktober 2023.
Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa rata-rata harga beras bulanan di tingkat penggilingan dari Januari 2013 sampai Oktober 2023 cenderung naik dan berfluktuasi. Namun, fluktuasi yang terjadi tidak terlalu signifikan. Rata-rata harga beras bulanan cenderung selalu meningkat secara perlahan-lahan dari tahun ke tahun. Selama tahun 2022, rata-rata harga beras bulanan cenderung memiliki peningkatan yang cukup signifikan. Kenaikan rata-rata harga beras bulanan di tingkat penggilingan dikarenakan adanya persaingan penawaran harga oleh pembeli gabah kepada petani maupun penggilingan. Kenaikan rata-rata harga beras terdeteksi di level produsen yang dipicu oleh kenaikan harga gabah baik gabah kering giling (GKG) ataupun gabah kering panen (GKP).
Menurut Wiwijianti 2019 mengatakan bahwa kenaikan harga gabah/padi tergantung dari kualitas dan kuantitas beras yang dipengaruhi oleh cuaca, jenis dan cara penggunaan pupuknya. Penetapan harga dasar gabah menurut harga pasar akan turun dari biasanya. Akan tetapi, adanya intervensi dari pemerintah dengan menetapkan harga dasar gabah menyebabkan harganya akan naik dari harga pasar yang seharusnya (Rais dan Wakhyudi 2016). Perubahan kebijakan pemerintah terkiat dengan perdagangan, subsidi, dan regulasi harga dapat memengaruhi dinamika harga beras.
Secara eksploratif kestasioneran rataan pada data bisa diperiksa dengan menggunakan pola pada data deret waktu dan plot Autocorrelation Function (ACF) (Aktivani, 2021). Berdasarkan pada plot deret waktu, dapat dilihat bahwa p-value sebesar 0,01.
Stasioneritas dalam ragam dapat dilihat dengan menggunakan selang nilai lambda Box-Cox. Jika selang memuat nilai satu di dalamnya maka data dapat dikatakan stasioner dalam ragam. Namun jika selang BoxCox tidak memuat nilai satu, maka data tidak stasioner dalam ragam. Pada Plot terlihat nilai lambda optimal berada pada nilai 4,48. Karena nilai lambda 1 tidak termasuk dalam selang kepercayaan 95%. Hal ini mengindikasikan bahwa data tidak stasioner dalam ragam sehingga perlu dilakukan penanganan yaitu dengan pemodelan ARCH-GARCH.
Ketidakstasioneran dalam data dapat ditangani dengan melakukan differencing sampai ketidakstasioneran tertangani (Aktivani, 2021). Pada kasus ini dilakukan differencing sebanyak satu kali (d=1). Plot deret waktu pada Gambar 3(a) memiliki kecenderungan bergerak pada satu garis tengah yang sama.
Hasil tersebut juga dapat dilihat pada plot ACF pada Gambar 3(b) yang cut off pada lag ketiga. Kestasioneran data juga didukung oleh p-value pada uji ADF yang lebih kecil dari alpha 0.05.
AR/MA
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
0 x o x x o o o o o o x x x o
1 x o x x o o o o o o o x x o
2 x o o x o o o o o o o o o o
3 x o o x o o o o o o o o o o
4 o o x o o o o o o o o o o o
5 o x x o o o o o o o o o o o
6 x x x o o o o o o o o o o o
7 o o x o o o o x o o o o o o
Berdasarkan gambar pada plot EACF didapatkan model tentatif dengan melihat pola segitiga nol. Untuk menentukan model tentatif dari pola segitiga nol, kita dapat melihat ujung segitiga tersebut dan mengidentifikasi order untuk setiap parameter model ARIMA. Seperti contoh pada garis berwarna ungu, ujung dari pola segitiga nol ada pada AR(3) dan MA(1) sehingga model tentatif yang didapatkan adalah ARIMA(3,1,1). Model tentatif lainnya yang terbentuk adalah ARIMA(0,1,1), ARIMA(1,1,1), dan ARIMA(2,1,1).
Series: datatrain
ARIMA(0,1,1)
Coefficients:
ma1
0.4793
s.e. 0.0731
sigma^2 = 25134: log likelihood = -758.36
AIC=1520.73 AICc=1520.83 BIC=1526.25
Training set error measures:
ME RMSE MAE MPE MAPE MASE ACF1
Training set 15.08459 157.1877 118.563 0.1593725 1.284841 0.95229 0.03935146
z test of coefficients:
Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
ma1 0.479308 0.073125 6.5547 5.576e-11 ***
---
Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
Series: datatrain
ARIMA(1,1,1)
Coefficients:
ar1 ma1
0.1580 0.3656
s.e. 0.1629 0.1470
sigma^2 = 25164: log likelihood = -757.94
AIC=1521.88 AICc=1522.09 BIC=1530.16
Training set error measures:
ME RMSE MAE MPE MAPE MASE
Training set 13.86507 156.6033 118.7627 0.1478035 1.287278 0.9538935
ACF1
Training set 0.006189745
z test of coefficients:
Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
ar1 0.15802 0.16288 0.9701 0.33197
ma1 0.36556 0.14696 2.4876 0.01286 *
---
Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
Series: datatrain
ARIMA(2,1,1)
Coefficients:
ar1 ar2 ma1
1.0847 -0.5296 -0.6154
s.e. 0.1413 0.0821 0.1538
sigma^2 = 23122: log likelihood = -752.62
AIC=1513.24 AICc=1513.6 BIC=1524.29
Training set error measures:
ME RMSE MAE MPE MAPE MASE
Training set 23.00372 149.4599 113.5006 0.2447586 1.231717 0.9116291
ACF1
Training set -0.02307175
z test of coefficients:
Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
ar1 1.084684 0.141328 7.6749 1.655e-14 ***
ar2 -0.529597 0.082132 -6.4481 1.132e-10 ***
ma1 -0.615405 0.153810 -4.0011 6.306e-05 ***
---
Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
Shapiro-Wilk normality test
data: sisaan
W = 0.98287, p-value = 0.1385
Anderson-Darling normality test
data: sisaan
A = 0.46788, p-value = 0.2458
Selain dengan eksplorasi, asumsi tersebut dapat diuji menggunakan uji formal. Pada tahapan ini uji formal yang digunakan untuk normalitas adalah uji Shapiro. Hipotesis pada uji KS adalah sebagai berikut.
H0 : Sisaan menyebar normal H1 : Sisaan tidak menyebar normal
Didapatkan nilai p-value untuk uji kenormalan sangat kecil sehingga tolak H0.
Box-Ljung test
data: sisaan
X-squared = 0.064423, df = 1, p-value = 0.7996
Selanjutnya akan dilakukan uji formal untuk kebebasan sisaan menggunakan uji Ljung-Box. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut.
H0: Sisaan saling bebas H1: Sisaan tidak tidak saling bebas
Berdasarkan uji Ljung-Box tersebut, didapat p-value sebesar 0.9715 yang lebih besar dari taraf nyata 5% sehingga tak tolak H0 dan menandakan bahwa sisaan saling bebas. Hal ini berbeda dengan eksplorasi.
Box-Ljung test
data: (sisaan)^2
X-squared = 11.937, df = 1, p-value = 0.0005504
Hipotesis yang digunakan untuk uji kehomogenan ragam adalah sebagai berikut.
H0: Ragam sisaan homogen H1: Ragam sisaan tidak homogen
Berdasarkan uji Ljung-Box terhadap sisaan kuadrat tersebut, didapat p-value sebesar 0.001714 yang lebih kecil dari taraf nyata 5% sehingga tolak H0 dan menandakan bahwa ragam sisaan tidak homogen.
One Sample t-test
data: sisaan
t = 1.6849, df = 117, p-value = 0.09467
alternative hypothesis: true mean is not equal to 0
95 percent confidence interval:
-4.035177 50.042627
sample estimates:
mean of x
23.00372
Terakhir, dengan uji-t, akan dicek apakah nilai tengah sisaan sama dengan nol. Hipotesis yang diujikan sebagai berikut. H0 : nilai tengah sisaan sama dengan 0 H1: nilai tengah sisaan tidak sama dengan 0
Berdasarkan uji-ttersebut, didapat p-value sebesar 0.5937 yang lebih besar dari taraf nyata 5% sehingga tak tolak H0 dan menandakan bahwa nilai tengah sisaan sama dengan nol. Hal ini sesuai dengan eksplorasi.